BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu mengenai Good Corporate Governance (GCG) saat ini sedang hangat diperbincangkan, terlebih dikalangan ekonom dan pelaku bisnis di Indonesia. Sejak adanya krisis finansial di berbagai negara khususnya Indonesia pada tahun 1997, yang akhirnya berubah menjadi krisis finansial Asia yang dipandang sebagai akibat lemahnya praktik Good Corporate Governance (GCG) di negaranegara Asia. Tjager, et al., (2003) adanya kondisi-kondisi objektif menyatakan pendapat “…ini disebabkan yang relatif sama di negara-negara tersebut antara lain adanya hubungan yang erat antara pemerintah dan pelaku bisnis, konglomerasi dan monopoli, proteksi, dan intervensi pasar sehingga membuat negara-negara tersebut tidak siap memasuki era globalisasi dan pasar bebas”. Adanya kegagalan beberapa perusahaan dan timbulnya kasus malpraktik keuangan akibat krisis tersebut adalah buruknya praktik Corporate Governance (CG). Karena hal tersebut GCG akhirnya menjadi isu penting, terutama di Indonesia yang merasakan paling parah akibat krisis tersebut. Disamping itu, banyaknya kasus pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan emiten di pasar Lembaga modal yang ditangani Badan Pengawas Pasar Modal dan Keuangan (Bapepam-LK) menunjukkan praktik GCG di negara kita. 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ rendahnya mutu 2 Skandal besar perusahaan yang melakukan praktik manajemen laba terkemuka di Amerika yaitu Enron, sepanjang tahun 2002 bermula dari kecurangan berupa rekayasa laporan keuangan yang overstated, menyesatkan dan membingungkan. Muaranya adalah pada angka rugi-laba yang disajikan yang telah direkayasa, lalu secara otomatis mempengaruhi harga saham, selanjutnya kemerosotan kepercayaan masyarakat dan berakhir pada kebangkrutan perusahaan. Peristiwa tersebut telah menempatkan kepercayaan politik terhadap laporan keuangan yang semakin memudar. Skandal Enron tersebut menimbulkan kerugian bagi Enron sebesar US$ 50 miliar, ditambah dengan kerugian dari investor sebesar US$ 32 miliar dan ribuan pegawai Enron harus kehilangan dana pensiun mereka sebesar US$ 1 miliar (Kusmayadi,Dedi 2010). Fenomena adanya kecurangan akuntansi juga terjadi di Bursa Efek Indonesia, yaitu kasus PT. Indofarma Tbk, dan PT. Lippo mengindikasikan adanya praktek manajemen laba yang berawal dari mendeteksi adanya manipulasi laba. Praktik manajemen laba diduga terkait dengan keinginan manajemen lama untuk dipilih kembali oleh pemerintah guna mengelola perusahaan farmasi tersebut. PT. Indofarma pada tahun 2004 melakukan praktik earning management dengan menyajikan overstated laba bersih senilai Rp 28,870 milyar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated. Target yang ingin dicapai dalam praktik ini adalah menaikkan laba. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 Tabel 1.1 Kasus Manajemen Laba di Indonesia No Perusahaan Kasus 1 Sinar Mas Group Melakukan pelanggaran kegagalan mengumumkan kepada publik informasi material berupa penandatangan perjanjian penyelesaian dengan krediturnya, tidak mengumumkan laporan keuangan tahunan, dan tidak menginformasikan kepada Bapepam mengenai gugatan piutang dagang dalam jumlah yang cukup material. 2 Indomobil Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan bahwa tender penawaran saham perusahaan ini mengandung praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh pemegang tender bekerja sama dengan penjual, penasehat keuangan dan pendamping tender. 4 Lippo Bank Menerbitkan 3 versi laporan keuangan sekaligus yang saling berbeda antara satu dengan yang lain, yaitu laporan keuangan yang dipublikasikan dalam media massa, laporan keuangan yang dilaporkan kepada Bapepam, dan laporan keuangan yang disampaikan akuntan public kepada manajer perusahaan ini. Selain itu, perusahaan ini dinilai telah mencantumkan pendapatan audit secara tidak hati-hati. (Sumber : Sulistyo 2008 :147) Beberapa contoh kasus di atas, sangat relevan bila ditarik suatu pertanyaan tentang efektivitas penerapan good corporate governance (GCG), khususnya pada perusahaan manufaktur yang listing di BEI, karena terdapat perusahaan manufaktur yang terindikasi melakukan earning management. Corporate governance (CG) memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Darmawati,et al., 2004). Murhadi (2009) dalam penelitiannya terhadap perusahaan go public di Indonesia menemukan bahwa praktik GCG berpengaruh signifikan terhadap praktik earning management yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Namun dari http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 lima indikator GCG yang berpengaruh signifikan hanya dua yakni CEO duality dan Top Share. Dualisme antara pemilik yang sekaligus menjadi CEO mendorong peningkatan terjadinya praktik earning management. Sementara itu, adanya pemegang saham pengendali yang berbentuk institusi mendorong pengawasan menjadi lebih profesional sehingga berdampak pada penurunan praktik earning management. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Iqbal (2007) menyatakan bahwa ukuran dan jumlah dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap earning management dengan arah positif. Kemajuan kinerja suatu perusahaan dapat dinilai melalui kemampuan perusahaan dalam memaksimalkan laba, karena laba merupakan salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur kinerja dan juga sekaligus merupakan pertanggungjawaban manajemen. Informasi mengenai jumlah laba menjadi titik pusat pihak eksternal untuk mengetahui kondisi dan kinerja suatu perusahaan. Informasi tersebut menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan, dan bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dimana setiap perusahaan sangatlah memperhatikan hasil dari laporan keuangan perusahaannya, karena dengan laporan keuangan yang baik dan bisa menghasilkan laba maksimal yang akan dapat menarik para investor bergabung untuk menginvestasikan modalnya bagi perusahaan tersebut dan cara tersebut bisa menguntungkan perusahaan untuk bisa menambahkan modal untuk kelangsungan usaha perusahaannya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 Sehingga laporan keuangan sering kali menjadi target melalui tindakan oportunis pihak manajemen untuk manipulasi memaksimumkan kepuasannya, akan tetapi dapat berdampak merugikan pemegang saham atau investor. Tindakan oportunis tersebut dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, dengan cara menaikkan atau menurunkan laba tanpa dikaitkan dengan peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomi perusahaan untuk jangka panjang Perilaku manajemen untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya tersebut dikenal dengan istilah manajemen laba (earnings management ). Manajemen laba dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu akuntansi yang curang, manajemen akrual, dan manajemen laba nyata (Gunny, 2005). Manajemen laba dilakukan oleh para manajer perusahaan tidak lain untuk menutupi segala kekurangan yang dimiliki perusahaan agar terlihat baik oleh pengguna laporan keuangannya. Banyak penelitian yang memfokuskan pada dua alat manajemen laba yang umum, yaitu manajemen akrual dan manipulasi aktivitas riil (Rahmawati, 2010). Untuk mendeteksi ada tidaknya manajamen laba, maka pengukuran atas akrual adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal accruals atau non discretionary accruals, dan (2) bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal accruals atau discretionary accruals (Utami, 2005). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 Roychowdhury (2006) yang secara langsung menguji manajemen laba nyata melalui aktivitas riil yang dikonsentrasikan pada aktivitas investasi. Manajemen memanipulasi aktivitas riil untuk menghindari kerugian pada laporan keuangan tahunan perusahaan. Penelitian tentang pengaruh manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi, biaya produksi, dan biaya diskresioner (Roychowdhury, 2006). Pengujian terhadap arus kas operasi dilakukan karena arus kas operasi merupakan aktivitas penghasil utama pendapat perusahaan dimana transaksitransaksi tersebut mempengaruhi penetapan laba atau rugi bersih perusahaan (PSAK No.2). Begitu pula dengan biaya diskresioner, pengujian terhadap biayabiaya ini dilakukan karena biaya-biaya ini juga merupakan elemen yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi bersih perusahaan. Salah satu bentuk manajemen laba selain ukuran manajemen melalui akrual adalah dengan menggunakan konsep alternatif manajemen laba yang diperkenalkan oleh Roychowdhury (2006) yaitu manajemen laba riil (real earnings management) melalui manipulasi aktivitas riil. Manipulasi aktivitas riil merupakan manipulasi yang dapat dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari-hari sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik yaitu memenuhi target tertentu, menghindari kerugian, dan mencapai target ramalan analis. Oleh karena itu, melakukan manipulasi melalui aktivitas riil merupakan jalan aman untuk mencapai target laba karena dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi berjalan. Jika target dapat dicapai, kinerja perusahaan akan kelihatan baik walaupun sebenarnya berasal dari manipulasi dan tidak menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 Selanjutnya dalam penelitian Rowchowdhury (2006), Jackson (2008), Cohen and Zarowin (2008) memfokuskan tindakan manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil pada manajemen penjualan, dan pengurangan biaya diskresioner. Manajemen penjualan berkaitan dengan manajer yang mencoba menaikkan penjualan selama periode akuntansi dengan tujuan meningkatkan laba untuk memenuhi target laba dengan melakukan potongan penjualan dan mempermudah kredit. Peningkatan volume penjualan sebagai hasil dari penawaran diskon harga pada waktu tertentu akan menyebabkan arus kas masuk menjadi besar, namun arus kas masuk per penjualan, diskon bersih dari tambahan penjualan, lebih rendah dari arus kas normal per penjualan atau dengan kata lain terjadi penurunan margin. Selain itu, penawaran kredit lunak akan meningkatkan penjualan seketika. Meningkatnya volume penjualan menyebabkan laba tahun berjalan tinggi namun arus kas masuk kecil. Oleh karena itu, perusahaan yang cenderung melakukan manajemen laba melalui manipulasi aliran kas akan memiliki aliran kas yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan manajemen laba. Riyanto (2005) menyatakan bahwa pemegang saham mengharapkan manajemen dapat bertindak secara profesional, segala keputusan yang diambil didasarkan pada kepentingan pemegang saham. Dengan kata lain, semua yang dilakukan manajemen untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Namun, yang sering terjadi adalah keputusan yang diambil manajemen tidak semata-mata untuk kepentingan perusahaan, tetapi juga untuk kepentingan para manajer Chavelas dan itu sendiri. Sejalan Christos (2010) dengan pernyataan juga berpendapat http://digilib.mercubuana.ac.id/ Riyanto bahwa (2005), pengelola 8 perusahaan akan mengorbankan mengejar tujuan kepentingan pribadinya, bahkan dengan kelompok stakeholder lainnya. Menurut Darmawati dkk (2005), adanya tindakan mementingkan diri sendiri dipihak manajer perusahaan merupakan ciri utama dari lemahnya corporate governance. Hal ini didukung oleh Berghe dan Ridder dalam Darmawati dkk (2005), bahwa perusahaan yang mempunyai poor performance disebabkan oleh poor governance. Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga digunakan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004 dalam Ujiantho dan Pramuka, 2007). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa salah satu cara yang digunakan untuk memonitor dan membatasi perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance. Dengan menerapkan corporate governance dengan baik,diharapkan dapat mengurangi kesempatan manajer untuk melakukan tindakan manipulasi (Ujiantho dan Pramuka, 2007). Dengan demikian kinerja yang dilaporkan oleh manajemen mampu merefleksikan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan bersangkutan. Lemahnya implementasi sistem tata kelola perusahaan atau yang biasa dikenal dengan istilah corporate governance merupakan salah satu faktor penentu permasalahan dalam perusahaan. Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari minimnya pelaporan kinerja keuangan, kurangnya pengawasan atas aktivitas http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 manajemen oleh dewan komisaris dan auditor, serta kurangnya intensif eksternal untuk mendorong terciptanya efisiensi di perusahaan melalui persaingan yang fair (Dhanis, 2012). Lemahnya penerapan corporate governance menjadi pemicu utama terjadinya berbagai skandal keuangan. Kasus penipuan, penggelapan,pembobolan dan korupsi yang dilakukan oleh oknum perusahaan itu sendiri banyak terjadi di perusahaan Indonesia (Dhanis, 2012). Corporate governance juga menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan,mengingat sering terjadinya konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik perusahaan dalam mengambil keputusan. Konflik corporate governance muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Pemisahan ini didasarkan pada agency theory yang dalam hal ini manajemen cenderung akan meningkatkan keuntungan pribadinya daripada tujuan perusahaan. Mekanisme yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah keagenan adalah dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Good Corporate Governance (GCG) merupakan bentuk pengelolaan perusahaan yang baik, dimana di dalamnya tercakup suatu bentuk perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan dan manajer sebagai pengelola perusahaan. Mekanisme Corporate Governance yang baik akan memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan kreditor untuk memperoleh kembali atas investasi dengan wajar, tepat dan seefisien mungkin, serta memastikan bahwa manajemen bertindak sebaik yang dapat dilakukannya untuk kepentingan perusahaan (Mursal, 2012).Penerapan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 Good Corporate Governance dalam pengelolaan perusahaan sangat penting artinya karena secara langsung akan memberikan arahan yang jelas bagi perusahaan untuk memungkinkan pengambilan keputusan secara bertanggung jawab dan memungkinkan pengelolaan perusahaan secara lebih amanah, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan kepercayaan dari mitra usaha. Ada beberapa prinsip yang dibutuhkan untuk membangun suatu budaya bisnis yang sehat, yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran. Kelima prinsip ini kemudian dikenal sebagai prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Tidak dilaksanakannya prinsip-prinsip tersebut, tercermin dari kurang tersedianya informasi untuk melakukan analisis risiko atau hasil investasi yang berlebihan pada sumber daya yang tidak produktif yang pada akhirnya menurun atau pudarnya kepercayaan pemodal (Mursal, 2012). Riset The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), 2002,menemukan bahwa alasan utama perusahaan menerapkan Good Corporate Governance adalah kepatuhan terhadap peraturan. Perusahaan meyakini bahwa implementasi Good Corporate Governance merupakan bentuk lain penegakan etika bisnis dan etika kerja yang sudah lama menjadi komitmen perusahaan, dan implementasi Good Corporate Governance berhubungan dengan peningkatan citra perusahaan. Perusahaan yang mempraktikkan Good Corporate Governance, akan mengalami perbaikan citra, dan peningkatan nilai perusahaan (Rini, 2011). Para pelaku usaha menilai GCG hanya sebatas kepatuhan terhadap peraturan yang kurang memberikan dampak langsung terhadap kinerja keuangan seperti halnya dalam kegiatan pemasaran sehingga ini menjadi alasan mengapa GCG http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 kurang maksimal dalam hal implementasinya dikalangan perusahaan-perusahaan Indonesia. Suatu hal yang sangat kontradiktif, dimana di satu sisi penerapan GCG diyakini sangatlah penting dalam pencapaian tujuan perusahaan yang berkelanjutan, namun di sisi lain, banyak pelaku usaha yang tidak menerapkannya secara sungguh-sungguh dengan alasan dampak yang ditimbulkan kurang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan (Purwani, 2010). Terdapat dua mekanisme untuk menciptakan Corporate Governance yang baik yakni melalui mekanisme internal dan mekanisme eksternal (Martsila, 2013). Mekanisme internal melibatkan pemilik dan pengelola perusahaan seperti komposisi dewan komisaris, dewan direksi, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan. Sedang mekanisme eksternal melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di luar perusahaan seperti penggunaan utang dari para pemberi pinjaman yang tertuang dalam leverage perusahaan (Puspitasari dan Ernawati, 2010). Kedua mekanisme ini dapat memacu manajemen, yang mungkin memiliki kecenderungan untuk mengejar keuntungan pribadi, mengambil keputusan sesuai dengan aturan dan berorientasi pada tujuan perusahaan guna memaksimalkan nilai dari para pemegang saham. Herawaty (2008) menyatakan bahwa praktek manajemen laba oleh manajemen dapat diminimumkan melalui mekanisme monitoring untuk menyelaraskan (alignment) perbedaan kepentingan pemilik dan manajemen antara lain dengan: 1. Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 Sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. Semakin besar kepemilikan manajerial maka semakin rendah kecenderungan manajemen untuk melakukan aktivitas manajemen laba karena adanya keselarasan tujuan pemegang saham dengan manajemen. 2. Kepemilikan saham oleh institusional karena mereka dianggap sebagai sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan dapat memonito manajemen yang berdampak mengurangi motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba. 3. Peran monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen. Kepemilikan Manajemen merupakan jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan (Gideon 2005). Indikator untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah presentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar. Dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kerja. Sedangkan kepemilikan oleh institusional dinilai dapat mengurangi praktek manajemen laba karena manajemen menganggap institusional sebagai sophisticated investor dapat memonitor manajemen yang dampaknya akan mengurangi motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba (Pranata dan Mas‟ud, 2003). Dewan komisaris merupakan komponen vital dalam mekanisme internal yang memungkinkan pemecahan masalah lembaga yang melekat dalam mengelola http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 setiap organisasi. Dewan komisaris bertugas mewakili kepentingan pemegang saham dan merupakan salah satu mekanisme yang dirancang untuk memantau konflik kepentingan dalam upaya memastikan bahwa baik pemilik maupun komponen kontrol pada akhirnya akan berkontribusi pada maksimalisasi nilai perusahaan (Ehikioya, 2009). Demikian juga Komite Audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya. Untuk melihat kemampuan dan resiko perusahaan, salah satunya dengan leverage rasio. Leverage ratio menggunakan perbandingan hutang dan nilai aset perusahaan ( debt to asset ) sebagai proksi. Perusahaan yang memiliki rasio hutang relatif tinggi akan memiliki ekspektasi pengembalian yang juga lebih tinggi ketika perekonomian berada pada kondisi yang normal, namun memiliki resiko kerugian ketika ekonomi mengalami resesi (Brigham dan Houston, 2010:143). Selain itu seorang manajer keuangan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan bersama yaitu memaksimalkan kemakmuran para pemegang saham melalui nilai perusahaan. Keputusan pendanaan perusahaan yang sering digunakan seorang manajer menyangkut, mengenai keputusan mengenai penetapan sumber dana yang diperlukan untuk membiayai investasi. Sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai investasi tersebut dapat berupa hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Iqbal (2007) menyatakan bahwa corporate governance secara serentak berpengaruh terhadap praktek manajemen laba. Namun demikian, secara individual, tidak semua variabel independen menunjukkan konfirmasi positif. Namun Chtourou et al. (2001) dan Midiastuty dan Machfoedz (2003) yang meneliti tentang hubungan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran dewan direksi yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berhubungan negatif dengan manajemen laba, sedangkan ukuran dewan direksi berhubungan positif dengan manajemen laba. Hasil penelitian ini berkontradiksi dengan Boediono (2005) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian ini dimotivasi oleh adanya hasil yang berbeda-beda dari penelitian sebelumnya. Terdapat beberapa faktor yang dapat dijadikan mekanisme corporate governance. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur kepemilikan ( kempemilikan institusional dan kempemilikan manajerial) dan mekanisme good corporate governance (dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit). Variabel kontrol yang digunakan adalah ukuran perusahaan (Size) , leverage dan profitabilitas.Variabel dependennya adalah manajemen laba melalui aktivitas riil yang diperkenalkan oleh Roychowdhury(2006). Dalam penelitian ini, manajemen laba diukur dengan menggunakan pendekatan terintegrasi yaitu manajemen laba riil dan manajemen laba akrual. Proksi manajemen laba riil diukur dengan arus kas operasi abnormal (abnormal CFO), biaya produksi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 abnormal (abnormal Production Costs) dan biaya diskresionari abnormal (abnormal; discretionary expenses). Berdasarkan latar belakang yang telah di bahas, perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Penerapan Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Real Earnings Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI ( 2010-2014 ) “ B. Rumusan Masalah Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan berfungsi untuk melindungi kepentingan investor. Perusahaan yang menerapkan good corporate governance (GCG) akan selalu memperhatikan kepentingan investor dan akan selalu mengungkapkan kinerja perusahaan secara akurat, tepat waktu dan transparan. Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian serta teori penelitian terdahulu maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. “Apakah struktur kepemilikan (kepemilikan institusional) berpengaruh terhadap manajemen laba? 2. “Apakah struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial) berpengaruh terhadap manajemen laba? 3. “Apakah mekanisme good corporate governance (dewan komisaris) berpengaruh terhadap manajemen laba? 4. “Apakah mekanisme good corporate governance (dewan direksi) berpengaruh terhadap manajemen laba? http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 5. “Apakah mekanisme good corporate governance (komite audit) berpengaruh terhadap manajemen laba? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris: a. untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan (kepemilikan institusional) berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). b. untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial) berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). c. untuk menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance (dewan komisaris) berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). d. untuk menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance (dewan direksi) berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). e. untuk menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance (komite audit) berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Kontribusi Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 a. Bagi praktisi, penelitian ini diharapkan untuk menjadi masukan dalam memahami pengaruh struktur kepemilikan (kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial) dan mekanisme good corporate governance (dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit) perusahaan terhadap kinerja, khususnya pada perusahaan manufaktur sehingga dalam kegiatan pengelolaan perusahaan dapat menerapkan sistem terbaik dan mencapai efisiensi dan efektivitas produksi serta memperoleh return yang maksimal. b. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntansi keuangan di Indonesia terutama dalam bahasan mengenai corporate governance pada perusahaan manufaktur dan dapat digunakan sebagai acuan pada penelitian selanjutnya. c. Dapat membantu investor, calon investor, ataupun kreditur dalam melakukan pertimbangan untuk mengambil keputusan rasional yang berkaitan strukur kepemilikan serta mekanisme good corporate governance perusahaan dan juga dapat dilihat dengan leverage, profitabilitas,ukuran perusahaan dan implikasinya terhadap real earnings manajement perusahaan yang menjadi obyek dalam penelitian ini. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/