Impor Daging Sapi: Sejauh Mana Keterlibatan Bea dan Cukai ABSTRAK Artikel ini membahas mengenai proses bisnis penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor daging sapi. Ketentuan umum penyelesaian impor adalah semua barang yang diimpor ke Indonesia wajib memenuhi formalitas pabean. Formalitas pabean meliputi pengajuan dokumen pemberitahuan impor barang yang dilampiri dengan dokumen pelengkap pabean dan wajib melunasi bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Semua peraturan yang diterbitkan oleh instansi terkait pengawasannya dilakukan oleh pihak pabean. Kewenangan pabean dalam melakukan pemeriksaan pabean,kebenaran dan validitas dokumen yang disampaikan, termasuk dalam pemeriksaan barang yang dilarang atau dibatasi impornya, diatur dalam Undangundang Kepabeanan. Salah satu persyaratan impor daging sapi adalah pemenuhan persyaratan dari instansi terkait, dalam hal ini surat izin impor dari Kementerian Perdagangan, dan izin dari pihak karantina hewan. Dalam hal surat izin terkait dipenuhi (dilampirkan pada dokumen pemberitahuan pabean) maka pihak pabean akan memberikan persetujuan pengeluaran barang. Sebaliknya jika perizinan tidak dipenuhi, atas barang tersebut wajib diekspor kembali ke luar negeri. Kata kunci: pemenuhan formalitas pabean, perizinan dari instansi terkait. 1 Impor Daging Sapi: Sejauh Mana Keterlibatan Bea dan Cukai Oleh: AHMAD DIMYATI Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pendahuluan Akhir-akhir ini ramai dibicarakan di masyarakat mengenai skandal impor daging sapi. Kehebohan tersebut bukan hanya merambah ranah politik karena melibatkan salah satu partai politik, namun juga berdampak bagi masyarakat. Bagi masyarakat ekonomi lemah mengkonsumsi bistik sapi atau olahan daging lainnya menjadi barang mahal. Harga daging sapi dipasaran mencapai Rp 90.000,00 sampai dengan Rp 100.000,00. Sebagai perbandingan harga daging sapi di Manila sekitar USD1 6,-/kg dan di Amerika Serikat USD 9,-/kg (sumber CEIC via World Bank). Mahalnya harga daging di Indonesia mengakibatkan hanya masyarakat menengah keatas saja yang mampu mengkonsumsi daging sapi. Masyarakat bawah hanya dapat mengkonsumsi daging dengan cukup pada hari raya Lebaran saja. Impor daging sapi dibatasi, bukan hanya jumlahnya tapi juga importirnya. Dengan harga yang menarik tersebut kuota impor menjadi perebutan para importir daging sapi, sehingga terjadi skandal impor daging sapi. Berkaitan dengan kasus tersebut beberapa instansi terkait dimintai keterangannya oleh lembaga yang berwenang. Pada salah satu media televisi swasta di akhir minggu pertama bulan Februari terbaca skrip yang menginformasikan bahwa Bea Cukai terlibat dalam impor daging sapi. Benarkah demikian? Sejauh mana institusi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terlibat dalam proses impor daging sapi?. Seperti halnya yang sudah kita ketahui bahwa tugas Bea dan Cukai di pelabuhan adalah melakukan pengawasan/pemeriksaan atas barang impor, dan memungut bea masuk dan pungutan impor lainnya. Posisi Bea dan Cukai dalam melaksanakan tugasnya berada di pintu gerbang negara. 1 Semua barang impor Nilai kurs pada tanggal 16 Mei 2013 USD 1 = Rp 9.725,- 2 maupun ekspor berada di bawah pengawasan Bea dan Cukai. Pada beberapa komoditi Bea dan Cukai juga mengawasi pemenuhan persyaratan impornya, dalam arti bahwa izin impor dari instansi terkait harus dilampirkan pada dokumen pemberitahuan pabean. Bukan hanya daging sapi yang diawasi impornya dalam pemenuhan persyaratan impor, beberapa komoditi juga diwajibkan memperoleh izin impor, contoh komoditi yang wajib memenuhi persyaratan impor antara lain: buahbuahan segar, garam, tekstil, tepung terigu, dan sebagainya. Kementerian Pertanian menyebutkan 11 jenis holtikultura tidak mendapatkan rekomendasi impor produk holtikultura (RIPH) pada periode bulan Januari sampai dengan Juni 2013. Hal ini karena ke 11 produk tersebut bisa dipenuhi dari produk dalam negeri (Republika 28 Januari 2013). Kebijakan Pemerintah tersebut diambil untuk melindungi petani lokal. Dalam tulisan ini penulis membahas mengenai tugas Bea dan Cukai berkaitan dengan ketentuan tata niaga barang impor; dan sejauh mana peran Bea dan Cukai dalam menangani barang impor yang diawasi atau dibatasi atau diatur tataniaganya, khususnya impor daging sapi. Tugas dan fungsi DJBC Sebagaimana tercermin dari visi misi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), tugas DJBC tidak semata-mata mengamankan keuangan negara dari sektor penerimaan bea masuk. Fungsi pengawasan pabean tidak hanya memungut bea masuk atas barang impor, namun juga berkaitan dengan pengamanan kebijakan pemerintah dalam melindungi dan mendorong tumbuh dan berkembangnya industri di dalam negeri. Fungi DJBC juga berkaitan dengan perlindungan masyarakat atas dampak barang-barang yang masuk ke dalam negeri (khususnya atas barang yang dikategorikan barang larangan dan pembatasan, seperti obat-obatan terlarang dan barang-barang yang dapat merusak moral masyarakat. Disamping fungsi-fungsi pengawasan, DJBC juga memberikan kemudahan pelayanan dalam rangka memperlancar arus barang impor dan ekspor dalam kaitannya dengan perdagangan internasional. Dari beberapa kajian dan diskusi di Pusdiklat Bea dan Cukai mengemuka bahwa keberadaan institusi kepabeanan di pelabuhan merupakan hambatan terhadap perdagangan internasional. Hal ini masuk akal karena di ”pintu gerbang 3 negara” tersebut aparat pabean melakukan pengawasan. Pengawasan terhadap barang impor dan ekspor berarti melakukan pemeriksaan pabean baik berupa penelitian dokumen pemberitahuan pabean maupun pemeriksaan fisik atas barang impor atau barang ekspor. Namun berkaitan dengan visi dan misi DJBC, pihak DJBC telah melakukan reformasi birokrasi baik di bidang peraturan perundangundangan yang mendukung visi misi, penyederhanaan proses bisnis dalam penyelesaian dokumen impor/ekspor, serta dibarengi dengan penggunaan teknologi informasi (IT), sehingga penyelesaian impor/ekspor menjadi lebih mudah, lebih singkat waktunya dan lebih murah. Contoh: penyelesaian dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) paling lama selesai dalam jangka waktu 1 hari (untuk jalur Mitra Utama/MITA, jalur hijau dan jalur kuning), dan jika barang diperiksa (jalur merah) paling lama memakan waktu 3 hari (dalam kondisi normal). Disamping itu beberapa kemudahan pelayanan pabean juga diberikan seperti: pengeluaran lebih dahulu barang impor dengan jaminan (vooruitslag), pelayanan segera (rush handling), kemudahan impor/ekspor kemasan berulang (returnable packages), izin bongkar dan izin timbun di tempat/lokasi importir, serta pemeriksaan barang di lokasi importir. Dalam kasus impor daging sapi pihak pabean bertugas meneliti kebenaran pemberitahuan pabean yang diajukan oleh importir, meneliti perizinan (izin impor dari instansi terkait, dalam hal ini surat izin dari Kementerian Perdagangan), dan pelunasan pungutan impornya. DJBC sama sekali tidak mencampuri urusan perizinan impornya. DJBC hanya menjaga agar impor daging sapi dilakukan dengan memenuhi persyaratan impornya. Kewenangan Pabean Pihak Pabean meneliti dokumen pemberitahuan pabean beserta dokumen pelengkap pabean yang dilampirkan dan melakukan pemeriksaan fisik atas barang impor. Kewenangan pabean dalam melakukan pemeriksaan pabean, termasuk dalam pemeriksaan barang yang dilarang atau dibatasi impor/ekspornya diatur dalam Undang-undang Kepabeanan (UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan). Berdasarkan pasal 82 Undang-undang Kepabeanan ditetapkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan pabean atas barang impor atau barang ekspor setelah pemberitahuan pabean diserahkan. Pasal 82 memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan barang 4 guna memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean atau dokumen yang diajukan. Jika dari hasil pemeriksaan fisik barang diketahui terdapat salah jumlah atau jenis barang, atas importasi tersebut dikenakan tambah bayar bea masuk dan sanksi administrasi berupa denda. Selanjutnya dalam pasal 85 Undang-undang Kepabeanan disebutkan bahwa persetujuan impor diberikan setelah pemberitahuan pabean yang telah memenuhi persyaratan diterima, dan hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan pemberitahuan pabean. Pejabat Bea dan Cukai berwenang menunda pemberian persetujuan impor atau ekspor dalam hal pemberitahuan pabean tidak memenuhi persyaratan. Berkaitan dengan ketentuan larangan dan pembatasan atau tataniaga impor, pasal 53 Undang-undang Kepabeanan mengatur bahwa semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas permintaan importir barang tersebut dapat diekspor kembali; atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat Bea dan Cukai, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun terhadap barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor yang tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara. Sesuai dengan praktek kepabeanan internasional, pengawasan lalu lintas barang yang masuk atau keluar dari daerah pabean dilakukan oleh instansi pabean. Dengan demikian agar pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan pembatasan menjadi efektif dan terkoordinasi, instansi teknis yang bersangkutan wajib menyampaikan peraturan dimaksud kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Barang yang dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya yang tidak memenuhi syarat yaitu barang impor atau ekspor yang telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, tetapi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan larangan atau pembatasan atas barang yang bersangkutan. Terhadap barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar disamping penerapan sanksi administrasi dapat diterapkan ketentuan pidana. 5 Dalam hal impor daging sapi, sepanjang jumlah, jenis barang/daging yang diimpor sesuai dengan yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, tidak ada sanksi pelanggaran ketentuan pabean. Kewenangan pabean dalam impor daging sapi hanya sebatas meneliti kebenaran dan kelengkapan dokumen pemberitahuan pabean dan memeriksa kebenaran daging yang diimpor. Penelitian dokumen termasuk juga meneliti kebenaran dan keabsahan izin impornya. Penerbitan perizinan Penetapan atas suatu komoditi sebagai barang yang dilarang, dibatasi atau diatur tata niaga impornya dilakukan oleh instansi terkait. Sebagai contoh Kementerian Perdagangan akan menetapkan suatu barang sebagai barang yang dibatasi atau diatur tataniaga impornya setelah mendengar rekomendasi dari instansi terkait. Penetapan importir sebagai importir terdaftar atas impor daging sapi misalnya, dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian dan mendengar masukan dari instansi terkait lainnya. Bagi importir yang disetujui untuk mengimpor suatu komoditi akan diberikan surat izin impor. Surat izin impor inilah yang wajib dilampirkan pada dokumen PIB pada saat penyelesaian formalitas pabean di pelabuhan. Impor daging sapi tanpa izin dari instansi terkait tidak akan diberikan persetujuan pengeluarannya oleh pihak pabean. Jadi DJBC bertugas mengamankan kebijakan pemerintah agar dapat berjalan dengan baik. Penerapan kebijakan kuota impor daging sapi sedianya merupakan pelaksanaan dari niat mulia untuk menggapai swasembada daging. Setiap tahunnya pemerintah menetapkan kuota impor daging sapi yang terus menyusut. Dalam kaitannya dengan perizinan impor daging sapi, Kementerian Pertanian selaku regulator penjatahan dan memberikan rekomendasi impor sapi, dan Kementerian Perdagangan sifatnya hanya legitimasi (sumber: Media Indonesia 1 Februari 2013). Berikut ini disampaikan prosedur permohonan impor daging sapi. 6 Gambar 1 Alur Surat Permohonan RPP/RP Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya Kementerian Perdagangan Direktorat Jenderal (2 hari) Dit. Kesehatan Masyarakat Veteriner Pascapanen (2 hari) Pemohon Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (3 hari) UPR Dit.Jen.Peter nakan dan Kesehatan Hewan (1 hari) TU Dit. Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca Panen (1 hari) Sub Dit. PSKPH (4 hari) Alur Surat Permohonan Alur Rekomendasi Pemasukan Keterangan: UPR = Unit Pelayanan Rekomendasi PSKPH = Pengawasan Sanitari dan Keamanan Produk Hewan Sumber: Kementerian Perdagangan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya Ke Dalam Wilayah RI, dalam pasal 2 disebutkan bahwa Pemasukan karkas, daging, jeroan, dan/atau olahannya dapat dilakukan oleh pelaku usaha setelah mendapat izin pemasukan dari Menteri Perdagangan. Menteri Perdagangan dalam memberikan izin pemasukan setelah memeroleh Rekomendasi Persetujuan 7 Pemasukan (RPP) dari Menteri Pertanian. Untuk memeroleh RPP, pelaku usaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP). Pelaku usaha yang telah memeroleh RPP dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan harus mengajukan izin pemasukan karkas, daging, jeroan, dan/atau olahannya kepada Menteri Perdagangan. Pelaku usaha yang telah melaksanakan kegiatan pemasukan wajib menyampaikan laporan realisasi pemasukan kepada Kepala PPVTPP setiap bulan yang selanjutnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Kepala Badan Karantina Pertanian. Selanjutnya sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 24/MDAG/PER/9/2011 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa Impor Hewan dan/atau Produk Hewan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan penetapan sebagai importir terdaftar/IT-Hewan dan Produk Hewan. Untuk memperoleh penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Menteri Perdagangan. Selanjutnya dalam Pasal 5 disebutkan bahwa perusahaan yang akan melakukan impor Hewan dan/atau Produk Hewan harus mendapatkan Persetujuan Impor dari Menteri Perdagangan. Untuk mendapatkan Persetujuan Impor perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Perdagangan. Persetujuan Impor disampaikan kepada perusahaan dengan tembusan kepada instansi penerbit rekomendasi. Persetujuan Impor tersebut diteruskan secara online ke portal Indonesia National Single Window (INSW). Dalam hal impor Hewan dan/atau Produk Hewan melalui pelabuhan yang belum terkoneksi dengan INSW, tembusan Persetujuan Impor disampaikan secara manual kepada instansi terkait. Perusahaan yang telah mendapat Persetujuan Impor wajib: (1) menyampaikan laporan bulanan secara tertulis kepada Kementerian Perdagangan atas pelaksanaan impor Hewan dan/atau Produk Hewan; (2) melampirkan fotokopi Kartu Kendali Realisasi Impor yang telah diparaf dan dicap oleh petugas Bea dan Cukai. 8 Hambatan Perdagangan Dalam rangka upaya memperlancar perdagangan internasional dan mendorong pertumbuhan industri di dalam negeri, pemerintah berupaya untuk menghilangkan hambatan dalam proses ekspor/impor. Namun dilain pihak dalam beberapa kasus hambatan tersebut justru digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mendorong pertumbuhan industri di dalam negeri, termasuk di bidang perkebunan, pertanian dan peternakan. Dalam rangka mengamankan kebijakan pemerintah berkaitan dengan impor dan ekspor, pemerintah juga mengimplementasikan hambatan di bidang impor/ekspor. Instrumen yang dipakai bisa berupa hambatan tarif maupun non tarif. Hambatan tarif berupa pengenaan tarif bea masuk yang tinggi atas barang/komoditi yang diimpor, sedangkan hambatan non tarif berupa hambatan selain tarif bea masuk, yang dapat berupa ketentuan larangan, pembatasan serta tataniaga impor/ekspor. Dalam hal bea masuk atas suatu komoditi rendah atau mendapatkan tarif preferensi, maka penggunaan hambatan non tarif akan menjadi pilihan. Pada prinsipnya hambatan non tarif dikendalikan dengan perizinan. Barang-barang yang masuk kategori barang larangan dan pembatasan hanya dapat diberikan izin keluar berupa surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) oleh pihak pabean jika pada dokumen pemberitahuan pabeannya dilampiri dengan surat izin dari instansi terkait. Dalam beberapa kasus penggunaan hambatan tarif dan non tarif dapat dilakukan bersamaan. Contoh: beras dikenakan tarif spesifik (Rp 450,00/kg) dan diatur tataniaga impornya; garam dikenakan tarif 10% dan diatur tataniaganya, dan sebagainya. Pada kasus impor daging sapi diterapkan tataniaga impornya berupa penetapan kuota, dan penetapan importir yang boleh mengimpor daging (importir terdaftar). Jumlah/kuota daging yang dapat diimpor baik berupa daging beku maupun dalam bentuk sapi bakalan dibatasi sesuai kebutuhan. Sebagai contoh kuota daging impor tahun 2012 sebanyak 95.000 ton atau sebesar 34% dari kebutuhan dalam negeri; dan tahun 2013 sebesar 80.000 ton atau 14,5% dari total konsumsi daging masyarakat (Republika 14 Februari 2013). Ada kecenderungan menurun. 9 Importir yang memenuhi syarat dapat diberikan izin impor. Hanya importir yang sudah terdaftar di Kementerian Perdagangan yang diberi izin impor dengan jumlah yang telah ditetapkan untuk masing-masing importir. Pada semester I tahun 2013 tercatat ada 58 perusahaan impor daging yang telah diberikan izin impor (Media Indonesia, 12 Februari 2013). Pada implementasinya izin impor dilampirkan pada dokumen pemberitahuan pabean yang diajukan oleh importir. Pihak Pabean akan meneliti apakah impor daging telah dilengkapi dengan izin impor. Dari sudut hambatan tarif atas impor daging sapi tidak terlalu tinggi, Pungutan impor atas daging sapi berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Pungutan bea masuk daging sapi adalah sebesar 5% dari nilai pabean (harga daging sampai di pelabuhan bongkar); PPN tidak dipungut. Terhadap impor sapi hidup yaitu sapi jantan jenis lembu, bea masuknya 0% dan tidak dikenakan PPN impor. Hambatan perdagangan impor/ekspor kontra produktif dengan tujuan perdagangan itu sendiri. Pada kasus impor, penghapusan/pengurangan hambatan perdagangan akan memperlancar perdagangan dan pemenuhan kebutuhan konsumen dan industri dalam negeri. Pada kasus ekspor hambatan perdagangan menghambat ekspor yang berarti menghambat penghasilan devisa negara. Namun mengapa hambatan perdagangan diterapkan? Hambatan yang berupa tarif dan non tarif tidak bermaksud menghambat perdagangan dalam arti sesungguhnya. Hambatan perdagangan hanya diberlakukan terhadap komoditi tertentu berdasarkan hasil kajian yang mendalam. Hambatan tarif atau non tarif bertujuan antara lain untuk: - Proteksi atau perlindungan industri dalam negeri, termasuk pertanian dan peternakan. Hambatan atas barang impor akan melindungi industri terutama industri yang baru tumbuh, dari ‘serangan” barang impor yang lebih murah/efisien. - Mendorong tumbuh dan berkembangnya industri di dalam negeri. Hambatan atas barang impor akan menimbulkan kesulitan masuknya barang impor sehingga mendorong tumbuhnya industri barang sejenis di dalam negeri. - Melindungi kepentingan konsumen dalam negeri. Hal ini terlihat nyata pada kasus ekspor komoditi minyak kelapa sawit (minyak goreng). Pengenaan 10 bea keluar atas produk kelapa sawit dimaksudkan untuk menjaga ketersediaan kebutuhan minyak goreng di dalam negeri. Ekspor banyak tetapi kebutuhan dalam negeri tidak tersedia. Tentu kita tidak menghendaki mengimpor minyak goreng dengan harga yang mahal. Dibidang impor ketentuan larangan dan pembatasan dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif barang-barang dari luar negeri. Tentu saja “hambatan” tadi tidak boleh berdiri sendiri. Kebijakan pemerintah akan gagal jika hanya menggunakan instrumen tarif/non tarif untuk tujuan pembangunan industri dalam negeri. Hambatan tadi hanyalah merupakan pelengkap dari kebijakan lain yang komprehensif. Kebijakan tarif dan non tarif harus dibarengi dengan upaya-upaya, program kerja pengembangan industri dalam negeri. Upayaupaya tadi dapat berupa penyediaan lahan serta sarana prasarana untuk berkembangnya petani/kelompok industri, penyediaan petani, binaan bibit unggul, bantuan modal kepada terhadap kelompok peternak/petani, bimbingan/konseling dari tenaga ahli, jalur pemasaran dan sebagainya. Sebagai contoh jalur pemasaran sangat penting agar tidak hanya pedagang yang untung besar, petani/peternak juga memperoleh keuntungan yang baik. Dalam kasus iimpor daging sapi tugas DJBC adalah menjaga agar pelaksanaan kebijakan tarif dan non tarif yang diambil pemerintah dapat berjalan dengan baik, tidak terjadi noise dalam perjalanannya. Dalam hal pemberitahuan pabean telah benar dan dilengkapi dengan izin dari instansi terkait, dan jumlah dan jenis barang sesuai dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, tidak ada pelanggaran kepabeanan. Proses bisnis Penyelesaian impor dan pengeluaran daging dari pelabuhan dilakukan dengan menyampaikan dokumen pemberitahuan pabean berupa Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Importir terdaftar yang telah mendapat izin impor daging sapi menyampaikan PIB ke Kantor Pabean ke sistem komputer pelayanan (SKP) melalui Pertukaran Data Secara Elektronik (PDE). Sekarang ini hampir semua Kantor Pabean besar dan menengah telah menggunakan komputer dalam proses bisnis penyelesaian dokumen impor. 11 Gambar 2 Proses bisnis penyelesaian impor daging INSW Penelitian perizinan PIB SKP Importir menyiapkan PIB dan bayar BM/PPh ke Bank persepsi SPPB BC menerima PIB, memeriksa barang dan meneliti kebenaran PIB Sumber: Modul Teknis Kepabeanan, Pusdiklat Bea dan Cukai Sebelum data PIB masuk ke sistem komputer pabean, PIB yang disampaikan oleh importir “ditangkap” oleh INSW. Pada perangkat ini diteliti apakah importir sudah mendapat izin impor dari Kementerian Perdagangan. Dalam hal perizinan sudah dipenuhi, INSW akan meneruskan data PIB ke SKP pabean. Dalam hal importir belum memperoleh izin impor daging, INSW akan menyampaikan pemberitahuan ke importir untuk mengurus izinnya terlebih dahulu. Dengan demikian pengawasan perizinan telah dilakukan secara otomatis oleh perangkat INSW. Dalam hal perizinan dari instansi terkait telah dipenuhi, data PIB akan masuk ke SKP di Kantor Pabean. Oleh karena daging sapi termasuk komoditi “high risk”, SKP akan menetapkan dan menerbitkan Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM). Selanjutnya importir menyerahkan PIB beserta dokumen pelengkap pabean lainnya dan menyiapkan barang untuk diperiksa oleh pihak pabean. Daging sapi impor dilakukan pemeriksaan fisik 100%. Biasanya pemeriksaan fisik juga dapat dilakukan bersama-sama dengan pihak karantina hewan, berkaitan dengan pengawasan kesehatan hewan. Hasil pemeriksaan fisik digunakan untuk menguji apakah 12 pemberitahuan yang disampaikan oleh importir telah sesuai. Dalam hal hasil pemeriksaan fisik dan dokumen pemberitahuan pabean sesuai, diterbitkan SPPB untuk pengeluaran barang dari pelabuhan. Bagaimana jika hasil pemeriksaan fisik ditemui adanya salah jumlah atau jenis barang? Sesuai ketentuan dalam UU Pabean, atas barang yang dikategorikan sebagai barang larangan dan pembatasan (termasuk penetapan kuota bagi importir terdaftar) jika tidak diberitahukan dalam PIB atau diberitahukan secara tidak benar, atas barang tersebut dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara. Disamping penerapan sanksi administrasi juga dapat diancam ketentuan pidana. Bagaimana jika daging impor diimpor oleh importir selain yang terdaftar di Kementerian Perdagangan, atau izin impornya telah habis? Dalam hal pemberitahuan impor sesuai, importir diberi kesempatan untuk mereekspor, karena hanya importir terdaftar yang diperbolehkan mengimpor daging. Dalam hal pemberitahuan impor tidak sesuai (diberitahukan lain), maka atas barang tersebut dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara, dan importir dapat diancam pasal pidana. Bagaimana jika barang (daging impor) telah diberitahukan dalam PIB dan hasil pemeriksaan fisik sesuai, namun importasinya melebihi kuota? Tidak ada satu pasalpun dalam undang-undang pabean yang dilanggar. Pihak pabean berkewajiban mengawasi dan meneliti kebenaran pemberitahuan yang disampaikan oleh importir, termasuk meneliti persyaratan impornya/perizinan yang diwajibkan. Penetapan kuota impor daging begitu juga pengawasannya dilakukan oleh Kementerian terkait berdasarkan laporan realisasi impor dari importir. Dalam hal importasi dilakukan pada Kantor Pabean yang belum menerapkan EDI, penyampaian dokumen pemberitahuan dilakukan secara manual. Namun pada prinsipnya proses penyelesaiannya tidak berbeda dengan sistem PDE. PIB tetap dikenakan jalur merah dan dilakukan pemeriksaan fisik. Dalam prosedur ini penelitian persyaratan impornya dilakukan langsung oleh pejabat pemeriksa dokumen di Kantor Pabean. 13 Penutup Salah satu tugas DJBC adalah menjaga kelancaran arus lalu lintas barang impor/ekspor dan mengamankan kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan industri dalam negeri. Pada kasus impor daging sapi penetapan kuota impor dan izin impornya diterbitkan oleh instansi terkait. Kebijakan yang merupakan hambatan non tarif ini dimaksudkan untuk menumbuhkan peternakan sapi dalam negeri. Namun perlu diingat bahwa kebijakan penetapan kuota impor daging sapi hanyalah merupakan salah satu faktor dari berbagai faktor lain yang lebih significant yang dapat dirasakan langsung oleh peternak. Kebijakan non tarif tersebut harus dibarengi dengan kebijakan lain secara terkoordinasi untuk membuat kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan peternakan dalam negeri, seperti penyediaan bibit unggul, bantuan modal, bimbingan, jalur pemasaran dan sebagainya. . Keterlibatan institusi kepabeanan dalam impor daging sapi hanya sebatas pengawasan impornya. Pengawasan meliputi penelitian dokumen pemberitahuan pabean (PIB) dan persyaratan izin impornya. Kebenaran pemberitahuan pabean diuji melalui pemeriksaan fisik barang. Dalam hal hasil pemeriksaan sesuai, diterbitkan SPPB dan barang dapat dikeluarkan. Pihak pabean tidak berkewajiban meneliti kuota impor. Asalkan pemberitahuan pabean yang disampaikan oleh importir telah sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dan telah dilampiri dengan izin impor dari Kementerian Perdagangan, importir telah memenuhi kewajiban pabeannya sesuai perundang-undangan kepabeanan. Pemenuhan kuota dilakukan oleh instansi terkait. Oleh karena kuota ditetapkan oleh instansi terkait, sebaiknya pengawasan pemenuhan kuotanya dilakukan melalui perangkat INSW. Dengan demikian data PIB yang masuk ke SKP sudah dipenuhi perizinannya. 14 Daftar Pustaka Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Kementerian Keuangan RI (2007), Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai. Kementerian Pertanian RI (2011), Keputusan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya Ke Dalam Wilayah RI. Kementerian Perdagangan RI (2011), Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 24/MDAG/PER/9/2011 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (2008), Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai. Pusdiklat Bea dan Cukai (2010), Modul Teknis Kepabeanan, DTSD Kepabeanan dan Cukai. 15