BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PIKIRAN, DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB III
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PIKIRAN, DAN HIPOTESIS
3.1.
Kajian Teori
3.1.1. Manajemen Pemasaran
Kotler dan Armstrong (2008:6) mendefinisikan pemasaran sebagai proses
dimana perusahaan menciptakan nilai bagi konsumen dan membangun hubungan
kuat dengan konsumen, dengan tujuan menangkap nilai dari konsumen sebagai
imbalannya. Sedangkan American Marketing Association (AMA) dalam Kotler
dan Keller (2009:5) menjelaskan bahwa pemasaran adalah fungsi organisasi dan
serangkaian proses untuk menciptakan mengkomunikasikan dan memberikan nilai
kepada konsumen untuk mengelola hubungan konsumen dengan cara yang
menguntungkan organisasi dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
organisasi.
Kotler dan Keller (2009:5) juga menjelaskan bahwa manajemen
pemasaran didefinisikan sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih,
mempertahankan,
serta
menumbuhkan
konsumen
dengan
menciptakan,
menghantarkan dan mengkomuikasikan nilai konsumen yang unggul.
3.1.2. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran didefinisikan sebagai analisis strategi pengembangan
dan pelaksanaan kegiatan dalam strategi penentuan pasar sasaran bagi produk
pada tiap unit bisnis, penetapan tujuan pemasaran, dan pengembangan,
pelaksanaan, serta pengelolaan strategi program pemasaran, penentuan posisi
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
pasar yang dirancang untuk memenuhi keinginan konsumen pasar sasaran
(Purwanto, 2008:151).
Strategi pemasaran merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif
yang dimiliki perusahaan. Strategi pemasaran dapat digunakan untuk melihat
efektifitas kinerja pemasaran yang dilakukan perusahaan. Strategi pemasaran
harus fokus pada nilai-nilai yang dimiliki oleh sebuah perusahaan dengan cara
mengukur dan mengelola ukuran kinerja pemasaran seperti, kepuasan konsumen
atau kualitas layanan, sehingga nilai ekonomis dapat ditingkatkan. Selain itu,
untuk mencapai tujuan, strategi pemasaran harus bisa memanfaatkan kompetensi
dan sumber daya yang di miliki perusahaan (Furrer et al, 2007:162).
3.1.3. Perilaku Konsumen
Schiffman dan Kanuk (2010:23) mendefinisikan perilaku konsumen
sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Definisi tersebut senada dengan
Solomon (2013:31) yang menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah studi
mengenai proses keterlibatan ketika individu atau kelompok memilih, membeli,
menggunakan atau membuang produk, layanan, ide dan pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginannya.
Kotler dan Keller (2009:166) juga menjelaskan bahwa perilaku konsumen
adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih,
membeli, menggunakan barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
kebutuhan dan keinginan mereka. Sedangkan Peter dan Olson (2006:6)
menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara
pengaruh dan kondisi perilaku dan kejadian di sekitar lingkungan dimana manusia
melakukan aspek pertukaran dalam kehidupan mereka.
Kotler dan Armstrong (2008:159) menjelaskan karakteristik yang
mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut:
1) Faktor Budaya.
Faktor budaya mempunyai pengaruh yang luas dan mendalam pada
perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh,
budaya, sub-budaya dan kelas sosial pembeli.
2) Faktor Sosial.
Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti
kelompok kecil, keluarga serta peran dan status sosial konsumen.
3) Faktor Pribadi.
Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia
dan tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup,
serta kepribadian dan konsep diri.
4) Faktor Psikologis.
Selajutnya pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor
psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan
dan sikap.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
3.1.4. Social Media Marketing
Social
media
marketing
(SMM)
adalah
sebuah
proses
yang
menggabungkan tujuan internet marketing dengan situs media sosial seperti
Instagram, Facebook, Twitter dan lain-lain. Tujuan pemasaran melalui media
sosial akan berbeda untuk setiap bisnis, namun kebanyakan akan melibatkan
beberapa bentuk viral marketing untuk membangun gagasan atau kesadaran
merek, meningkatkan visibilitas, dan menjual produk atau jasa. Pemasaran media
sosial merupakan pendekatan pemasaran baru yang menggunakan media sosial
untuk menciptakan komunitas yang terkait dan menciptakan interaksi langsung
dengan calon konsumen dan konsumen potensial.
Media
sosial
adalah
alat
berbasis
internet
untuk
berbagi
dan
mendiskusikan suatu informasi. Media sosial juga dianggap sebagai informasi
yang demokratis yang memungkinkan pengguna untuk berbagi pendapat,
pandangan dan mendorong munculnya interaksi di tengah masyarakat (Neti,
2011:2). Media sosial merupakan komunikasi yang transparan dalam aktifitas
pemasaran di internet. Karena media sosial memberikan kesempatan pada
konsumen untuk berbicara secara luas, yang biasanya sulit dicapai melalui saluran
komunikasi tradisional. Oleh karena itu, dalam media sosial memungkinkan
konsumen untuk menyatakan pendapat tentang apapun yang ingin mereka
nyatakan mengenai tanggapan positif maupun negatif terhadap perusahaan dan
merek yang di tuju (Assaad et al, 2011:15).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
3.1.5. Electronic Word of Mouth (eWOM)
3.1.5.1. Pengertian eWOM
Kotler dan Amstrong (2012:419) mendefinisikan word of mouth sebagai
komunikasi personal antara sasaran pembeli dengan tetangga, teman, anggota
keluarga dan pergaulannya mengenai sebuah produk. Namun kemajuan teknologi
internet menjadikan penyebaran word of mouth tidak terbatas pada komunikasi
tatap muka, namun sudah dalam bentuk electronic word of mouth (eWOM).
Aspek jaringan sosial adalah berita dari mulut ke mulut (word of mouth)
serta jumlah dan sifat percakapan dan komunikasi antara berbagai pihak.
Beberapa pemasar menekankan pada dua bentuk berita dari mulut ke mulut (buzz
dan viral). Buzz marketing (gosip/perbincangan) menghasilkan ketertarikan,
menciptakan publisitas, dan mengekspresikan informasi relevan baru yang
berhubungan dengan merek melalui sarana yang tak terduga atau bahkan
mengejutkan. Viral marketing (menular seperti virus) adalah bentuk lain berita
dari mulut ke mulut yang mendorong konsumen menceritakan produk dan jasa
yang dikembangkan perusahaan atau informasi audio, video, dan tertulis kepada
orang lain secara online (Kotler dan Keller, 2009:254).
Fenomena eWOM dianggap sebagai evolusi dari komunikasi tradisional
interpersonal menuju generasi baru dari cyberspace. Kemajuan teknologi
informasi, menyebabkan semakin banyak konsumen mencari informasi yang
dibutuhkan terhadap suatu produk sebelum melakukan pembelian (Semuel dan
Lianto, 2014:48). Torlak et al (2014:62) menyatakan bahwa berbagai ide
konsumen berpotensi untuk disebarkan melalui media sosial. Dalam hal ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
eWOM memiliki peran yang cukup penting dalam membentuk perilaku
konsumen, Selain itu eWOM juga lebih efektif dibandingkan WOM konvensional
karena daya akses yang lebih luas.
Menurunnya kemampuan media pemasaran konvensional dalam merebut
perhatian konsumen memaksa pemasar untuk menciptakan strategi pemasaran
yang lebih inovatif. Informasi bermuatan positif maupun negatif dibahas secara
transparan di media sosial sehingga dapat meningkatkan keyakinan konsumen.
Tidak ada batasan terkait masalah lokasi dan waktu menjadi sisi lain yang
membuat konsumen lebih tertarik mencari informasi melalui media sosial.
Dengan kondisi tersebut perusahaan dapat mengambil keuntungan dari anonimitas
yang ada dengan menyelipkan informasi tentang produknya, namun memberikan
kesan seperti bentuk kepedulian dan kedekatan dengan konsumen.
Kehadiran eWOM dapat menjadi peluang sekaligus ancaman bagi sebuah
produk karena konsumen potensial maupun calon konsumen dapat menyampaikan
eWOM dengan muatan positif maupun negatif tentang sebuah produk yang dapat
dibaca oleh banyak orang dan institusi lain melalui media internet. Hal ini
menjadi menarik bagi perusahaan karena dapat dijadikan sarana alternatif dalam
aktifitas pemasaran (Jung-Ho dan Byung-Do, 2013:63).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
3.1.5.2. Dimensi eWOM
Thurau et al (2004:42) merefleksikan eWOM melalui dimensi berikut:
1. Platform assistance
Mengoperasionalisasikan perilaku eWOM berdasarkan dua cara, seperti
frekuensi kunjungan konsumen pada opinion platform dan jumlah
komentar yang ditulis oleh konsumen pada opinion platform.
2. Venting negative feelings
Upaya untuk mencegah orang lain mengalami masalah yang tidak
menyenangkan atau negatif bagi mereka. Dengan berbagi pengalaman
konsumsi negatif melalui publikasi komentar online dapat membantu
konsumen untuk mengurangi ketidakpuasan terkait emosi negatif mereka.
3. Concern for Other consumers
Kepedulian dan keinginan tulus terhadap orang lain yang ditunjukkan
dengan membantu mereka untuk membuat keputusan pembelian yang
baik. Kepedulian terhadap orang lain berkaitan erat dengan konsep
altruism. Misalnya, mencegah orang lain membeli produk yang buruk atau
jasa yang dapat menjadi altruistic. Concern for Other consumers adalah
motif yang sangat penting dalam industri kuliner, karena intangibility
produk kuliner menuntut konsumen mengandalkan WOM atau eWOM
antara konsumen kuliner, konsumen dapat memulai eWOM karena
keinginan murni mereka untuk membantu konsumen kuliner lain dengan
berbagai pengalaman positif mereka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
4. Expressing positive feelings / positive self-enchancement
Motif ini mencakup fokus pada manfaat psikologis komunikator dari
eWOM mengintegrasikan kategori motif asli untuk mengekspresikan
perasaan yang positif. Berbeda dengan motif untuk mengekspresikan
perasaan negatif, mengekspresikan perasaan positif ini dipicu oleh
pengalaman konsumsi positif. Pengalaman positif konsumen kuliner
memberikan kontribusi untuk ketegangan psikologis konsumen karena
mereka
memiliki
keinginan
yang
kuat
untuk
berbagi
sukacita
pengalamannya dengan orang lain. Ketegangan ini dapat diberitahukan
dengan mengartikulasikan sebuah makna pengalaman online yang positif.
5. Social Benefits
Afiliasi dengan sebuah komunitas virtual dapat mewakili suatu manfaat
sosial untuk konsumen untuk alasan identifikasi dan integrasi sosial,
dengan demikian dapat diduga bahwa konsumen terlibat dalam
komunikasi eWOM untuk berpartisipasi dan menjadi komunitas online.
Secara khusus, konsumen dapat menulis komentar pada opinion platform,
perilaku tersebut menandakan partisipasi mereka dalam dan kehadiran
dengan komunitas virtual pengguna platform dan memungkinkan mereka
untuk menerima manfaat sosial dari keanggotaan komunitas.
6. Economic incentives
Manfaat ekonomi telah ditunjuk sebagai pendorong penting dari perilaku
manusia secara umum dan dianggap oleh penerima sebagai tanda
penghargaan terhadap perilaku resipien oleh pemberi hadiah. Dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
demikian, penerimaan penghargaan ekonomi untuk komunikasi eWOM
dari operator platform adalah bentuk lain dari utiltias penerimaan.
7. Helping the company
Bentuk kepuasan konsumen dengan produk ditunjukkan oleh adanya
keinginan utuk membantu perusahaan. Konsumen dimotivasi untuk
terlibat dalam komunikasi eWOM untuk memberikan perusahaan sesuatu
sebagai imbalan berdasarkan pengalaman baik. Efek yang dimaksudkan
dari kegiatan komunikatif ini adalah bahwa perusahaan akan menjadi
sukses. Mendukung perusahaan ini terkait dengan motif altruism umum
dan mengacu pada latar belakang psikologis yang sama dengan
kekhawatiran motif pertama yaitu concern for other consumers.
8. Advice seeking
Dalam konteks berbasi web opinion platform, konsumsi terjadi ketika
seseorang membaca ulasan produk dan komentar orang lain yang dapat
memotivasi mereka untuk menulis komentar.
3.1.6. Citra Merek
3.1.6.1. Pengertian Citra Merek
Kotler (2008:332) menjelaskan bahwa merek adalah sebuah nama, tanda,
simbol, rancangan, maupun kombinasi dari unsur-unsur tersebut, hal ini bertujuan
untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari seorang penjual ataupun kelompok
penjual untuk membedakannya dari barang dan jasa pesaing. Komponen yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
berbeda dari sebuah merek (nama merek, logo, simbol, rancangan kemasan dan
lain-lain) merupakan unsur-unsur sebuah merek.
Citra merek adalah sebuah persepsi tentang merek yang ada di memori
konsumen. Dengan demikian, citra merek tidak ada dalam fitur, teknologi ataupun
pada produk itu sendiri, melainkan sesuatu yang dibawa oleh iklan, promosi
ataupun pengguna produk itu sendiri. Citra merek sering digunakan sebagai
isyarat ekstrinsik ketika konsumen mengevaluasi produk sebelum memutuskan
niat untuk membeli (Wang dan Tsai, 2014:28).
Menurut Kotler dan Keller (2009:334) citra merek merupakan sebuah
asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat merek tertentu. Dalam
membangun citra merek yang positif pemasar dapat membuat program-program
yang unik, hal ini bertujuan untuk membangun memori konsumen tentang merek
itu sendiri. Realisasi ini juga penting untuk membangun ekuitas merek.
Citra merek juga disebut sebagai jumlah dari konotasi yang dikumpulkan
oleh persepsi mengenai produk yang terbentuk dalam pikiran konsumen. Sehingga
citra merek menjadi penting bagi masa depan sebuah produk untuk
mempertahankan keunggulan kompetitifnya. Oleh sebab itu, citra merek
merupakan bagian dari pengalaman dan evaluasi konsumen tentang sebuah
produk (Torlak et al, 2014:62).
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa citra adalah
persepsi secara keseluruhan terhadap suatu obyek yang dibentuk dengan
memproses informasi dari berbagai sumber. Citra merek sering kali dijadikan
sebagai bahan acuan bagi konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
3.1.6.2. Dimensi Citra Merek
Aaker (2000) menjabarkan faktor-faktor yang menjadi tolak ukur citra
merek adalah sebagai berikut:
1. Product attributes
Sebuah merek bisa menimbulkan atau memunculkan atribut-atribut
tertentu pada barang atau jasa dalam pikiran konsumen yang
mengingatkan pada karakteristik merek tersebut.
2. Consumer benefits
Sebuah merek harus bisa memberikan suatu nilai dan manfaat tersendiri
ketika konsumen membeli dan mengkonsumsi produk tersebut. Consumer
benefit terdiri dari: functional benefit, emotional benefit dan self
expressive.
3. Brand personality
Seperangkat karakter personal yang akan diasosiasikan konsumen
terhadap merek tertentu
4. User imagery
Serangkaian dari karakteristik manusia yang terhimpun dalam suatu
asosiasi dengan ciri-ciri dari konsumen yang menggunakan atau
mengkonsumsi merek tersebut.
5. Organizational association
Konsumen seringkali menghubungkan produk yang dibeli dengan
kredibilitas perusahaan pembuat produk. Hal ini kemudian mempengaruhi
persepsi terhadap barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
6. Brand customer relationship
Sebuah merek harus dapat menciptakan hubungan dengan konsumennya.
Hubungan tersebut dapat diukur dengan: behavioral interdependence,
personal commitment, love and passion, nostalgic connection, self concept
connection, intimacy dan partner quality.
3.1.7. Persepsi Kualitas
3.1.7.1. Pengertian Persepsi Kualitas
Menurut Kotler (2005:228), persepsi adalah proses yang digunakan oleh
individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterprestasi masukan
informasi guna menciptakan gambaran yang memiliki arti. Sedangkan kualitas
merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana
sebuah output dapat memenuhi prasyarat kebutuhan konsumen atau penilaian
mengenai seberapa jauh sifat dan karakteristik itu memenuhi kebutuhannya
(Tjiptono, 2008:100).
Kualitas produk merupakan atribut penting bagi konsumen. Persepsi
mengenai kualitas produk yang dirasakan konsumen dapat diartikan sebagai
penilaian konsumen atas keseluruhan keunggulan yang dimiliki sebuah produk
(Wang, 2013:807). Sedangkan Beneke et al (2013:219) mendefinisikan persepsi
kualitas produk sebagai cara konsumen memandang ekuitas merek suatu produk
dan keunggulan keseluruhan dibandingkan dengan alternatif lain yang tersedia.
Hal ini terkait dengan sikap konsumen terhadap pengalaman tentang merek
tertentu secara keseluruhan. Dengan demikian persepsi kualitas terbentuk karena
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
adanya hubungan aktif antara pemasar dan konsumen. Selanjutnya konsumen
akan menggunakan kinerja produk, kesesuaian produk dengan standar manufaktur
dan atribut khusus produk untuk menilai kualitas produk.
Persepsi kualitas merupakan penilaian konsumen tentang keunggulan
produk secara keseluruhan, bukan kualitas sebenarnya dari produk itu sendiri.
oleh sebab itu persepsi kualitas tidak dapat ditetapkan secara objektif. Selain itu,
konsumen memiliki kecenderungan untuk berpersepsi secara subjektif dengan
melibatkan segala sesuatu yang mereka anggap penting, karena setiap konsumen
memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa (Aaker
dalam Wang dan Tsai, 2014:29).
Persepsi kualitas juga mencerminkan perasaan konsumen yang tidak
nampak dan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Akan tetapi, biasanya
persepsi kualitas didasarkan pada dimensi-dimensi yang termasuk dalam
karakteristik produk tersebut dimana merek dikaitkan dengan hal-hal seperti
kehandalan dan kinerja. Durianto et al (2004:96) berpendapat bahwa persepsi
kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa
yang diharapkan oleh pelanggan. Karena persepsi kualitas merupakan persepsi
dari pelangggan maka dalam hal ini tidak dapat ditentukan secara obyektif.
Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena
setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk
atau jasa.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat
menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung
terhadap keputusan pembelian dan tingkat loyalitas mereka terhadap suatu merek.
Dalam hal ini jika persepsi kualitas bermuatan positif maka akan mendorong
konsumen dalam melakukan keputusan pembelian dan dapat menciptakan
loyalitas terhadap produk tersebut. Sebaliknya jika persepsi kualitas terhadap
produk bermuatan negatif, maka produk tersebut cenderung tidak akan disukai
dan tidak mampu bertahan lama di pasar.
3.1.7.2. Dimensi Persepsi Kualitas
Garvin dalam Durianto et al (2004:98) menjelaskan bahwa dimensi
persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu:
1. Kinerja
Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, karena faktor
kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, dalam hal ini sering kali
pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut
kinerja ini.
2. Pelayanan
Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.
3. Ketahanan
Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
4. Keandalan
konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian
ke pembelian berikutnya.
5. Karakteristik produk
Bagian-bagian tambahan dari produk (feature). Penambahan ini biasanya
digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat
hampir sama. Tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan
memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.
6. Kesesuaian dengan spesifikasi
Pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat) sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.
7. Hasil
Mengarah kepada kualitas yang dirasakan dengan melibatkan enam
dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan produk
yang berkualitas maka kemungkinan produk tersebut tidak akan
mempunyai atribut kualitas yang penting.
3.1.8. Minat Beli
3.1.8.1. Pengertian Minat Beli
Intensi adalah kemungkinan subjektif individu untuk menampilkan suatu
tingkah laku. Intensi diartikan sebagai disposisi tingkah laku, dimana hingga ada
waktu dan kesempatan yang tepat akan diwujudkan dalam bentuk tindakan.
Intensi adalah prediktor yang baik untuk meramalkan perilaku individu di masa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
depan, sehingga intensi juga dikatakan sebagai niat atau minat untuk melakukan
sesuatu (Ajzen, 2005)
Minat beli adalah tahap kecenderungan seseorang untuk bertindak sebelum
keputusan pembelian benar-benar dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara
pembelian aktual dan minat pembelian. Jika pembelian aktual adalah pembelian
yang benar-benar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian adalah niat
untuk melakukan pembelian pada kesempatan mendatang dan bersifat tidak pasti.
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau
mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan
tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian tersebut (Assael, 2001:75).
Kotler (2005:205) juga menjelaskan bahwa minat beli merupakan sesuatu
yang timbul setelah menerima rangsangan dari produk yang dilihatnya, dari sana
timbul ketertarikan untuk mencoba produk tersebut sampai pada akhirnya muncul
keinginan untuk membeli agar dapat memilikinya. Minat beli juga dianggap
sebagai bentuk kesediaan konsumen untuk membeli produk tertentu. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa niat beli konsumen dipengaruhi oleh motivasi
dan preferensi mereka untuk membeli merek tertentu (Yeh, 2015:32).
Wang dan Tsai (2014:29) menyimpulkan bahwa minat beli merupakan
kemungkinan konsumen untuk membeli produk tertentu. Meskipun probabilitas
untuk membeli tinggi belum tentu pembelian aktual benar-benar terjadi,
sebaliknya ketika probabilitas untuk membeli rendah bukan berarti mutlak tidak
akan terjadi pembelian aktual. Minat beli tersebut ditentukan oleh manfaat dan
nilai yang dirasakan oleh konsumen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
3.1.8.2. Dimensi Minat Beli
Yeh (2015:38) menjabarkan dimensi minat beli sebagai berikut:
1. Valuable purchase
Keinginan seseorang untuk mengumpulkan informasi agar mengetahui
secara jelas manfaat dari produk tertentu sebelum melakukan pembelian
dengan tujuan agar pembelian yang dilakukan bernilai bagi dirinya.
2. The most preference
Gambaran perilaku seseorang yang memiliki preferensi utama pada
produk tertentu, sehingga posisi produk tersebut sangat sulit digantikan
kecuali produk preferensi tersebut benar-benar tidak ada.
3. Willingness to trial
Keinginan seseorang untuk mencoba menggunakan produk tertentu
sebagai bentuk ketertarikan dan minat untuk memiliki produk tersebut.
4. Recommendation
Kecenderungan seseorang untuk membicarakan dan merekomendasikan
produk tertentu kepada orang lain agar timbul minat beli.
3.2.
Penelitian Terdahulu
Selain menggunakan teori-teori yang sudah dikaji diatas, penelitian ini
juga menggunakan penelitian terdahulu yang sejenis sebagai dasar pendukung.
Adapun penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Tabel 3.1. Penelitian Terdahulu
No.
1.
Peneliti
Randi (2016)
2.
Arifin dan
Fachrodji
(2015)
3.
Ambarwati et al
(2015)
4.
Pradipta (2015)
5.
Latte et al
(2015)
6.
Yanthi dan Jatra
(2015)
7.
Wu (2015)
8.
Yeh (2015)
9.
Edison dan
Restuti (2014)
10.
Torlak et al
(2014)
11.
See-To dan Ho
(2014)
Judul Penelitian
Pengaruh Citra Merek
Terhadap Minat Beli pada
Makanan Fast Food
Pengaruh Persepsi Kualitas,
Citra Merek dan Promosi
Terhadap Minat Beli
Konsumen Ban Achilles di
Jakarta Selatan
Pengaruh Citra Merek
Terhadap Minat Beli Pasta
Gigi Pepsodent
Pengaruh Citra Merek,
Periklanan Terhadap Minat
Beli Thermometer Onemed
di Surabaya
Pengaruh Persepsi Kualitas
dan Citra Merek Toko
Terhadap Minat Beli Produk
Label Pribadi Indomaret
Tanah Grogot
Pengaruh Country Of Origin,
Brand Image, dan Perceived
Quality Terhadap Minat Beli
Sepeda Motor Honda Beat di
Kota Denpasar
A Study on Consumers’
Attitude Towards Brand
Image, Athletes’
Endorsement, and Purchase
Intention
Effects of ict’s innovative
applications on brand image
and customer’s purchase
intention
Pengaruh Persepsi Kualitas
dan Persepsi Harga Terhadap
Perceived Value, Citra
Perusahaan dan Minat
Konsumen Membeli
Beras Komersial Bulog di
Kota Pekanbaru
The effect of electronic word
of mouth on brand image and
purchase intention: an
application concerning cell
phone brands for youth
consumers in Turkey
Value co-creation and
purchase intention in social
network sites: The role of
electronic Word-of-Mouth
and trust – A theoretical
analysis
Hasil Penelitian
Ditemukan bahwa citra merek
berpengaruh positif terhadap minat
beli konsumen.
Ditemukan bahwa persepsi kualitas
secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa citra merek
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa citra merek dan
periklanan berpengaruh positif
terhadap minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa persepsi kualitas
dan citra merek berpengaruh positif
terhadap minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa persepsi kualitas
berpengaruh secarapositif dan
signifikan terhadap minat beli
konsumen
Ditemukan bahwa citra merek
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa inovasi proses
dengan teknologi informasi dan
komunikasi dapat meningkatkan citra
merek, nilai konsumen dan minat beli.
Ditemukan bahwa persepsi kualitas
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa bahwa terdapat
hubungan positif dan signifikan antara
eWOM pada citra merek dan minat
beli.
Ditemukan bahwa eWOM di jejaring
sosial berbasis intenet memiliki
pengaruh positif terhadap minat beli
konsumen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
12.
Semuel dan
Lianto (2014)
13.
Wang dan Tsai
(2014)
14.
Jungho dan
Byung-Do
(2013)
Yulius dan Anik
(2013)
15
16.
Fan dan Miao
(2012)
17.
Jalilvand dan
Samiei (2012)
18.
Shen et al
(2012)
19.
Simonian et al
(2012)
20.
Ariesta dan
Astuti (2011)
21.
Diamantopoulos
et al (2011)
22.
Wu et al (2011)
23.
Shukla (2011)
Analisis Electronic word of
mouth, Citra Merek,
Kepercayaan Merek dan
Minat Beli produk
smartphone di Surabaya
The relationship between
brand image and purchase
intention: evidence from
award winning mutual funds
Is the electronic word of mouth
effect always positive on the
movie?
Pengaruh Persepsi Kualitas dan
Harga Terhadap Minat Beli
Tablet Samsung Galaxy
Effect of Electronic Word-ofMouth on Consumer
Purchase Intention: The
Perspective of Gender
Differences
The effect of electronic word
of mouth on brand image and
purchase intention: : An
empirical study in the
automobile industry in Iran
The effect of quantitative
electronic word of mouth on
consumer perceived product
quality
The role of product brand
image and online store image
on perceived risks and online
purchase intentions for
apparel
Analisis Pengaruh Iklan,
Kepercayaan Merek,
dan Citra Merek terhadap
Minat Beli Konsumen
The relationship between
country‐of‐origin image and
brand image as drivers of
purchase intentions : A test
of alternative perspectives
The effect of store image and
service quality on brand
image and purchase intention
for private label brands
Impact of interpersonal
influences, brand origin and
brand image on luxury
purchase intentions:
Measuring interfunctional
interactions and a crossnational comparison
Ditemukan bahwa eWOM memiliki
pengaruh langsung terhadap citra
merek, kepercayaan merek dan minat
beli konsumen.
Ditemukan bahwa citra merek
berpengaruh secara langsung dan
positif terhadap minat beli.
Ditemukan bahwa eWOM tidak
berpengaruh terhadap minat konsumen
untuk menonton film.
Ditemukan bahwa persepsi kualitas
dan harga memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap minat
beli konsumen.
Ditemukan bahwa kredibilitas persepsi
eWOM berpengaruh signifikan
terhadap dan minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa eWOM merupakan
faktor yang paling efektif dalam
mempengaruhi citra merek dan minat
beli konsumen.
Ditemukan bahwa fenomena eWOM
dalam pemasaran berpengaruh
terhadap persepsi konsumen mengenai
sebuah produk.
Ditemukan bahwa citra merek produk
mempengaruhi niat pembelian secara
online konsumen baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan
mengurangi berbagai persepsi risiko.
Ditemukan bahwa citra merek
berpengaruh positif terhadap minat
beli konsumen.
Ditemukan bahwa terdapat pengaruh
positif pada citra merek terhadap
minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa citra sebuah toko
dan kualitas layanan berpengaruh
positif terhadap citra merek dan minat
beli konsumen pada produk terkait.
Ditemukan bahwa citra merek
memiliki pengaruh yang positif
terhadap minat beli konsumen pada
pembelian produk mewah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
24.
Jang (2011)
25.
Chiang dan
Shawn (2008)
26.
Lin dan Lin
(2007)
27.
Chung et al
(2007)
28.
Chiang dan
Jang (2007)
3.3.
Restaurant experiences
triggering positive electronic
word-of-mouth (eWOM)
motivations
The Effects of Perceived
Price and Brand Image on
Value and Purchase
Intention: Leisure Travelers'
Attitudes Toward Online
Hotel Booking
The effect of brand image
and product knowledge on
purchase intention
moderated by price discount
Effects of Country-ofManufacture and Brand
Image on Korean
Consumers' Purchase
Intention
The Effects of Perceived
Price and Brand Image on
Value and Purchase
Intention: Leisure Travelers'
Attitudes Toward Online
Hotel Booking
Ditemukan bahwa pengalaman
konsumen dalam mencoba sebuah
produk dapat berpengaruh terhadap
eWOM dan minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa citra merek
berpengaruh secara signifikan terhadap
minat beli konsumen pada kasus
tersebut.
Ditemukan bahwa terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan antara citra
merek dan minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa citra merek
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap minat beli konsumen.
Ditemukan bahwa citra merek
berpengaruh signifikan terhadap
persepsi kualitas dan minat beli.
Rerangka Pemikiran
Variabel laten dalam penelitian ini, yaitu Electronic Word of Mouth, Citra
Merek, Persepsi Kualitas dan Minat Beli. Berikut adalah gambar kerangka
pemikiran dalam penelitian ini.
Citra Merek
H1
Electronic Word
of Mouth
H3
H5
H2
Minat Beli
H4
Persepsi Kualitas
Gambar 3.1. Rerangka Pemikiran Penelitian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Berdasarkan hasil observasi pendahuluan dan kajian pada penelitianpenelitian terdahulu maka peneliti menemukan bahwa eWOM di media sosial
dapat mempengaruhi minat beli konsumen. Selain itu, eWOM juga dapat
mempengaruhi citra merek dan persepsi kualitas sebuah produk. Muatan
informasi yang beredar di media sosial dapat membentuk citra merek dan persepsi
kualitas di benak konsumen. Dengan citra dan persepsi kualitas yang positif maka
akan berpengaruh terhadap minat beli konsumen, khususnya untuk produk UKM
kuliner.
3.4.
Hipotesis
Berdasarkan pemaparan teori di atas dan hasil penelitian sebelumnya maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1
: eWOM di media sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap citra
merek pada produk UKM kuliner
H2
: eWOM di media sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
persepsi kualitas pada produk UKM kuliner
H3
: Citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli
konsumen pada produk UKM kuliner
H4
: Persepsi kualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli
konsumen pada produk UKM kuliner
H5
: eWOM di media sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
minat beli konsumen pada produk UKM kuliner
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download