R.H3_ Interaksionisme Simbolik Pada Organisasi Korporasi Interaksionisme Simbolik Pada Organisasi Korporasi Adhi Hendra Baskara Ekananda UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI PASCASARJANA ANTROPOLOGI JAKARTA Bagian 1: PENDAHULUAN Dalam literatur-literatur yang berkenaan dengan organisasi, pembahasan yang dllakukan lebih banyak memandang organisasi secara keseluruhan, tidak mengarah pada hubungan yang terjadi pada anggota-anggota organisasi tersebut. Jikapun ada, hal yang lebih ditekankan adalah pada bagaimana menjalin hubungan baik yang dapat memupuk pola kerjasama yang sinergis, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Terminologi doing things through people yang kerap digunakan sebagai pola kerja manajemen, menganggap bahwa orang-orang yang berada di dalam organisasi tersebut hanyalah sekedar alat (atau objek) untuk mengerjakan penugasan yang diarahkan ke tujuan. Agar tercapai kerjasama yang baik antar anggota maka perlu dibangun budaya organisasi yang dapat mengakselerasi proses di dalam organisasi agar proses kerja di dalam organisasi dapat lebih efisien (dalam penggunaan sumber daya) dan lebih efektif (dalam pencapaian hasil). Seolah-olah diindikasikan kalau budaya organisasi itu dapat dibentuk oleh ‘penguasa’ organisasi. Mengambil istilah dari Giddens, budaya organisasi adalah suatu hasil pabrikan (manufactured) dibandingkan dengan suatu yang ada dengan sendirinya (given). Hal ini menarik untuk dibahas lebih lanjut, apakah betul budaya organisasi itu manufactured. Demi berhasilnya suatu organisasi, maka organisasi tersebut dapat meniru organisasi yang telah berhasil dengan cara menerapkan budaya organisasi organisasi yang telah sukses tersebut. Mungkin pembentukkannya tidak persis sama, tapi dibentuk berdasarkan kondisi dimana organisasi itu berada. Meski belum ada pembuktian yang jelas, secara rasional tidak mudah menerapkan budaya organisasi satu kepada organisasi yang lain. Selain itu, bentukan budaya organisasi yang ditiru itu berisi orang-orang yang sama sekali berbeda dengan organisasi yang meniru. Budaya organisasi yang bersifat top down, merupakan budaya orang-orang yang berada di puncak organisasi dan ditularkan kepada anak buah-anak buah mereka. Oleh karena itu, budaya organisasi seringkali dikaitkan dengan kepemimpinan (leadership) seseorang, bukan pada anggota-anggota organisasi yang saling berinteraksi. Secara rasionalnya, tidak mengherankan kalau istilah: “ganti pimpinan, ganti peraturan” kerap kali terjadi. Hal ini dikarenakan organisasi tersebut hanya mengandalkan satu orang pimpinan puncak dalam menentukan arah organisasi tersebut, bukan mengandalkan para anggota organisasi dan interaksi di antara mereka. Dalam tulisan ini, organisasi akan dilihat dari sudut hubungan simbolis yang terjadi di antara mereka. Secara lebih spesifik, memperhatikan bagaimana anggota organisasi