BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Katarak adalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Katarak adalah keadaan dimana lensa menjadi keruh atau kehilangan
transparansinya.
Katarak
merupakan
penyebab
terbanyak
gangguan
penglihatan, yang bisa menyebabkan kebutaan. Supaya mata dapat berfungsi
dengan baik memerlukan lensa yang bening atau transparan dan elastis. Lensa
berfungsi sebagai media refraksi, yang berperan secara pasif dalam proses
akomodasi sehingga sinar yang melalui kornea dan humor akuos dapat di
fokuskan di retina dan menghasilkan tajam penglihatan yang baik. Transparansi
lensa ini dipertahankan oleh keseragaman serat, keseragaman distribusi dan
komposisi protein kristalin dalam lensa.(American Academy of Ophthalmology,
Duane‘s Clinical Ophthalmology)
Faktor terjadinya katarak sangat beragam. Faktor seperti usia, jenis kelamin,
etnis dan faktor keturunan sangat penting. Saat ini penelitian dilakukan pada
interaksi genetik dan lingkungan yang mempengaruhi genetik tersebut. Faktor
lingkungan sangat penting dalam kataraktogenesis. Faktor – faktor tersebut
sering terjadi pada masyarakat misalnya
merokok dan paparan
sinar
ultraviolet.(T.Budi,2006, Hood BD)
Prevalensi katarak di beberapa provinsi di Indonesia yang dapat mewakili
Indonesia menurut hasil survei indera penglihatan dan pendengaran tahun 19931996 adalah sebesar 7,3%, sedangkan menurut hasil pada SKRT-Siskernas
tahun 2001 adalah sebesar 4,99%. Dalam Riskesdas pada tahun 2007,
prevalensi katarak pada usia >30 tahun adalah sebesar 1,8%. Di Provinsi
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Selatan, masih dalam sumber yang sama, prevalensi katarak
mencapai angka 2,4% (Depkes, 2009).Sayangnya, Indonesia masih belum
memiliki data spesifik kejadian katarak senilis dengan batasan usia >40 tahun.Di
Amerika Serikat, prevalensi katarak pada usia lebih dari 40 tahun dalam
Congdon (2004) adalah sebesar 17,2%. Prevalensi katarak pada usia 40 tahun
keatas di Selatan India adalah 47,5% (Nirmalan et al,2004). Di beberapa negara
seperti Cina, Denmark, Argentina, Jepang,dan India menunjukkan bahwa katarak
senilis menjadi penyebab gangguan penglihatan dan kebutaan terbesar dengan
kisaran antara 33,6% dan 82,6 di India Katarak terjadi lebih awal pada penderita
diabetika 1,6 kali lebih sering dibanding pada penderita katarak bukan
diabetika.(Kahn et al , Gsianturi)
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik kronik yang
ditandai dengan kondisi hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. (American Diabetes Association,2010).
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita DM di
Indonesia akan meningkat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 221,3
juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan
adanya peningkatan jumlah penderita Dm dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi
12 juta pada tahun 2030. (IDF,2005;Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011)
Diabetes mellitus juga dilaporkan sebagai faktor tersering yang menyebabkan
gangguan penglihatan. Penurunan tajam penglihatan 11 % lebih sering pada
penderita diabetika dibanding non diabetika 5,9%.(Swann,1999, Zhang et al
2008.). Dan bergantung pada lamanya menderita diabetes meliitus dan status
glikemiknya. Progresifitasnya akan semakin cepat bila kadar gula darah tidak
terkontrol
Universitas Sumatera Utara
Pada penderita diabetika, dapat terjadi perubahan pada kornea, lensa dan
retina. Beberapa contoh dapat terjadi perubahan indeks refraksi yang
menyebabkan mata kabur, katarak, glaukoma, dan retinopati.(Swann 1999, Tana
L).
Mekanisme
penyebab
katarak
diabetika
terutama
karena
kondisi
hiperglikemia merangsang stres oksidatif. Kelebihan glukosa pada mitokondria
akan
menyebabkan
gangguan
pada
transportasi
elektron
sehingga
menyebabkan produksi berlebihan dari anion superoksida. Kondisi ini yang
berlangsung terus-menerus akan mengaktifkan semua jalur: jalur sorbitol, jalur
glikasi dan proteinkinase. (Brownlee,2000)
Hiperglikemia dapat juga menstimulasi stres oksidatif dengan proses
autooksidasi glukosa sehingga membentuk ROS (reactive oxygen species)
selama proses glikasi. Stres oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan antara
pembentukan radikal bebas dengan kemampuan antioksidan alami dari tubuh.
Banyak penelitian mengatakan bahwa stres oksidatif berperan pada inflamasi
sistemik, disfungsi endotel, gangguan sekresi sel ᵝ pankreas dan gangguan
utilasi glukosa pada jaringan perifer. Pada penderita diabetes melitus tipe 2
(DMT2) , intervensi intensif dengan kombinasi obat multipel dan modifikasi gaya
hidup menunjukkan efek yang bermanfaat terhadap komplikasi vaskular dan
menurunkan jumlah kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penyebab
lainnya. Selain itu juga memperlihatkan bahwa netralisasi molekul reaktif secara
signifikan dapat menghambat perkembangan disfungsi endotel,kardiomiopati,
retinopati dan nefropati pada penderita DM.(Emre S.2008)
Lensa mata normal dilengkapi dengan perlindungan dan sistem antioksidan
untuk melawan stres oksidatif. Lensa memiiki beberapa enzim yang berfungsi
Universitas Sumatera Utara
untuk melindungi dari radikal bebas seperti glutation peroksidase. Mekanisme
antioksidan pada lensa adalah dengan cara dismutasi radikal bebas superoksida
menjadi hidrogen peroksida dengan bantuan enzim superoksida dismutase. Lalu
hidrogen peroksidase tersebut akan diubah menjadi molekul air dan air melalui
bantuan enzim katalase. Selain itu, glutation tereduksi dapat mendonorkan gugus
hidrogennya pada hidrogen peroksidase sehingga berubah menjadi molekul air
dengan bantuan enzim glutation peroksidase. Glutation tereduksi yang telah
memberikan gugus hidrogennya akan membentuk glutation tereduksi yang tidak
aktif, tetapi NADPH yang berasal dari jalur pentosa akan mengubahnya kembali
menjadi glutation tereduksi dengan bantuan enzim glutation reduktase. (Setiawan
B.,Emre S)
Pengaruh dari enzim glutation peroksidase pada progresifitas terjadinya
katarak dan hubungan enzim glutation peroksidase ini pada penderita diabetika
telah ditemukan. Glutation peroksidase, dapat menyebabkan ketidakseimbangan
produksi radikal bebas dan pertahanan antioksidan, mungkin memegang
peranan penting dalam penyebab karaktogenesis.(Setiawan B)
Radikal bebas mempunyai sifat sangat reaktif dan dapat mengubah molekul
menjadi radikal. Radikal bebas atau Reaktive Oxygen Species (ROS) merupakan
suatu bentukan yang dihasilkan oleh pernapasan secara aerob dan reaksi
metabolik yang menggunakan oksigen. Oksigen selama proses oksidasi akan
dikonversi menjadi air, tetapi 1-2% akan menjadi oksigen reaktif terutama
•
superoksida (O2 ), hidroksil (OH ) dan hidroperoksida (H2O2). Superoksida ini
sangatlah reaktif dan membutuhkan antioksidan untuk menetralisirnya (William,
2006; Ates dkk., 2010). Radikal bebas ini akan merusak membran sel yang
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lipid. Peroksida
Universitas Sumatera Utara
lipid sebagai radikal bebas yang sangat toksik beredar di seluruh tubuh dan akan
merusak membran sel yang merupakan awal dari pembentukan katarak. (Vinson,
2006; Winarsi, 2007).
Beberapa penelitian menyebutkan glutation peroksidase adalah biomarker
yang amat penting untuk mengetahui kapasitas antioksidan dalam patogenesis
terjadinya katarak senilis namun hasilnya masih bervariasi (Chakraborty dkk.,
2007; Rajkumar dkk., 2008). Penelitian Chandrasena LG dkk,(2006) di Sri Lanka,
menemukan GPX serum pasien signifikan lebih rendah pada pasien katarak non
diabetik (6,97 ± 1,75 U/mlx103) dibandingkan dengan katarak diabetik (5,02. ±
1,54 U/ml x 103). Sinan emre (2008) yang melakukan penelitian di Turki
mengukur kadar Glutation (GSH) dan aktifitas Glutation Peroksidase (GPX) pada
kapsul anterior lensa. Mereka menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan
dengan (p>0,05) pada kelompok katarak diabetik (82,4 ± 16,5 nmol/mg) dengan
katarak non diabetik (97,5± 12,5 nmol/mg) Selama ini telah banyak penelitian
mengenai aktivitas GPX secara sistemik yang diukur dari sampel serum darah
dan eritrosit sedangkan penelitian aktivitas atau kadar GPX pada lensa mata
masih sedikit. Penelitian ini mengukur kadar GPX pada lensa pasien katarak
yang telah menjalani operasi katarak dengan indikasi visual dan diharapkan
dapat diketahui kadar GPX langsung pada target organ yang mengalami stres
oksidatif.
Penelitian mengenai hubungan kadar glutation peroksidase lensa katarak
diabetika dengan non diabetika belum pernah dilakukan sampai saat ini di
Sumatera . Penduduk pulau Sumatera khususnya kota Medan , tinggal di daerah
tropis dengan paparan sinar ultra violet yang banyak, dan nutrisi yang tentunya
Universitas Sumatera Utara
berbeda dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di negara
lain tentunya akan memberikan hasil penelitian yang berbeda. Wawasan tentang
etiopatogenesis katarak diabetika dan non diabetika dalam hubungannya dengan
stres oksidatif melalui pemeriksaan Glutation peroksidase, diharapkan dapat
memberikan masukan dalam pengembangan strategi untuk menunda onset
terjadinya katarak pada penderita diabetika maupun yang non diabetika.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada penurunan kadar enzim glutation peroksidase pada lensa katarak
penderita diabetika dibandingkan dengan penderita non diabetika
2. Apakah ada hubungannya lama menderita Diabetes melitus dengan kadar
enzim glutation peroksidase
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum

Untuk menilai penurunan kadar enzim glutation peroksidase pada katarak
penderita diabetika dengan non diabetika
2. Tujuan Khusus

Untuk menilai hubungan kadar enzim glutation peroksidase pada
katarak
penderita diabetika dengan lamanya menderita diabetika

Mendeskripsikan pengaruh enzim glutation peroksidase terhadap katarak
pada penderita diabetika
Universitas Sumatera Utara
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Menambah pengetahuan tentang kadar enzim glutation peroksidase pada
lensa katarak penderita diabetika
2. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang etiopatogenesis katarak
dalam hubungannya dengan stres oksidatif
1.4.2 Manfaat Praktis

Dapat digunakan sebagai awal dari pohon penelitian, sehingga nantinya
dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan penggunaan
antioksidan sebagai salah satu upaya untuk memperlambat progresivitas
katarak terutama pada individu dengan faktor risiko tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Download