I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kemelimpahan suatu senyawa akan sangat berguna bagi manusia bila dapat diketahui manfaat serta kegunaannya. Salah satu senyawa yang memiliki tingkat kemelimpahan yang tinggi adalah kitin. Kitin merupakan suatu jenis polimer dengan tingkat kemelimpahan terbanyak kedua setelah selulosa dan terdistribusi luas di lingkungan biosfer seperti pada kulit crustaceae (kepiting, udang dan lobster), uburubur, komponen struktural eksoskeleton insekta, dinding sel fungi (22-40%), alga, nematoda ataupun tumbuhan (Okazaki et al.,1995). Kitin dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi sebagai penyembuh luka, membran artifisial, dan beberapa fungsi lain. Kitin yang merupakan polimer memiliki fungsi yang lebih aplikatif dan luas bila disederhanakan dalam bentuk oligomer atau monomernya (N-Asetil-D-glukosamin) (Prashant & Tharanathan, 2007). N-Asetil-D-glukosamin dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi, diantaranya dapat digunakan sebagai obat untuk mengontrol kadar gula dalam darah, sebagai suplemen, anti-inflamasi dan sebagainya. Untuk kosmetik, senyawa gula ini dapat membantu mengurangi hilangnya hiper-pigmentasi karena N-asetil-Dglukosamin dapat membantu mengurangi aktivitas enzim tirosinase yang berperan dalam produksi melanin. Kitin dapat terhidrolisis menjadi kitin oligosakarida atau monomer N-asetil glukosamin oleh enzim kitinase dengan menghidrolisis kitin secara acak pada ikatan glikosidik. Enzim kitinase dapat dihasilkan oleh mikroorganisme kitinolitik. Keberadaan bakteri kitinolitik diperoleh dari berbagai sumber lingkungan, tanah, air, dan lingkungan sekitar limbah dapat dimanfaatkan untuk memproduksi enzim kitinase dengan cara isolasi dan skrining. Isolat bakteri kitinolitik dapat diperoleh dari isolasi pangan fermentasi salah satunya terasi yang merupakan makanan berbahan dasar udang. Penelitian yang dilakukan oleh Pramana (2014) diperoleh 40 isolat bakteri kitinolitik dari terasi dan lima isolat terpilih selanjutnya diidentifikasi secara molekuler. Penelitian sebelumnya mengidentifikasi isolat JKT 3.3 sebagai Moraxella sp. yang akan dikonfirmasi menggunakan metode molekuler memanfaatkan gen 16S rRNA. Metode identifikasi molekuler telah banyak dilakukan untuk mengetahui spesies bakteri salah satunya adalah pada penelitian Shofipour et al. (2014) yang membandingkan identifikasi bakteri Mycobacteria non-tuberkolosis secara molekuler dengan identifikasi secara biokimiawi. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa identifikasi secara biokimia membutuhkan waktu yang panjang, membutuhkan beberapa uji, berpotensi untuk terjadi kontaminasi oleh lingkungan, serta tidak dapat mengidentifikasi spesies bakteri Mycobacteria non-tuberkolosis tertentu, sedangkan identifikasi secara molekuler dengan gen 16S rDNA dapat digunakan pada semua jenis bakteri Mycobacteria non-tuberkolosis serta dapat mengidentifikasi bakteri lain secara universal. Penelitian ini akan membandingkan hasil identifikasi bakteri secara molekuler dengan identifikasi biokimia yang telah dilakukan sebelumnya, mengidentifikasi isolat terpilih yang belum teridentifikasi dan mengetahui karakteristik gen penyandi kitinase yang terdapat pada isolat terasi terpilih. 2. Tujuan 1. Mengetahui spesies beberapa bakteri kitinolitik dari isolat terasi dan kemiripannya dengan bakteri lain yang sudah teridentifikasi. 2. Mengetahui gen penyandi kitinase bakteri kitinolitik dari isolat terasi. 3. Manfaat Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang spesies bakteri pendegradasi kitin menjadi N-asetilglukosamin yang memiliki banyak fungsi dalam bidang farmasi dan perindustrian, serta menginformasikan karakteristik gen penyandi kitinase untuk penelitian lanjutan salah satunya kloning bakteri untuk produksi biomassa enzim kitinase.