BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis CAMEL Menurut Cetak Biru Perbankan Nasional yang disusun kantor Menteri Muda urusan Restrukturisasi Ekonomi Nasional, analisis CAMEL dipakai sebagai dasar untuk menyatakan kategori suatu bank – apakah termasuk kategori sehat atau tidak sehat. CAMEL itu sendiri berupa “kependekan” dari sejumlah parameter (baik itu dalam bentuk rasio keuangan maupun penilaian lainnya) yang mencerminkan kondisi suatu bank dalam suatu periode tertentu – yaitu Capital, Assets, Management, Equity, Liquidity. Karena sebagian besar parameternya adalah rasio keuangan maka setiap unsur dalam CAMEL tentunya dapat dielaborasi lebih jauh. Sebagai contoh kita mengambil rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) – yaitu rasio kecukupan modal terhadap aktiva berisiko yang miliki oleh bank. Dengan kata lain rasio ini menjadi parameter apakah modal yang disetorkan oleh pemilik bank telah memadai sebagai pengaman terhadap risiko yang dimiliki aktiva bank. Idealnya, CAR pasca-merger harus lebih baik (ada perubahan positif) dibandingkan CAR pra-merger – sehingga berarti terjadi perbaikan kinerja keuangan setelah merger. Bila terjadi CAR pasca-merger lebih baik daripada CAR pra-merger maka dapat ditelusuri lebih jauh komposisi modal mana yang menyumbang bagian terbesar dari perbaikan tersebut dan seterusnya. Atau dapat saja terjadi penurunan CAR tetapi bisa ditelusuri lebih jauh apakah penurunan rasio tersebut mempunyai arti lain selain 46 47 kenyataan bahwa komposisi modal sebagai pengaman risiko bank Danamon mengalami penurunan. Sebaliknya, tidak selalu perubahan positif yang terjadi mempunyai arti bahwa telah terjadi perbaikan kinerja keuangan. Dapat saja menurunnya tingkat rasio tertentu justru menunjukkan adanya “perbaikan” kondisi keuangan. Contohnya ialah rasio Non Performing Loans/NPL, rasio Bad debt allowance to Non Performing Loans dan Allowance for Bad Debt. Jadi tidak bisa digeneralisasikan bahwa penurunan angka rasio berarti pula menurunnya kondisi keuangan dan sebaliknya peningkatan angka rasio juga berarti meningkatnya/membaiknya kondisi keuangan. Oleh karena itu sebelum rasio CAMEL bank Danamon melalui uji statistik maka diadakan “penyesuaian” atas rasio-rasio tersebut . Maksudnya, bila perubahan positif pada suatu rasio mempunyai arti terjadi perbaikan kinerja pasca-merger maka variabel yang bersangkutan berasal dari nilai Ps – Pr (rasio pasca-merger dikurangi rasio pra-merger). Dan sebaliknya; bila perubahan positif justru berarti penurunan kinerja pasca-merger maka variabel yang bersangkutan berasal dari nilai Pr – Ps (rasio pramerger dikurangi rasio pasca-merger). Satu hal yang patut dicatat ialah bahwa metode penghitungan yang ditetapkan Bank Indonesia tidak selalu mudah untuk dilakukan oleh orang awam. Meskipun metode penghitungan sudah ditetapkan (dijabarkan dalam Surat Ketetapan Bank Indonesia) tetapi seringkali unsur-unsur dalam metode tersebut lebih banyak dimengerti oleh kalangan perbankan itu sendiri (bank yang bersangkutan khususnya). Karena itu sebagian besar angka rasio yang tersaji merupakan data sekunder yang dihasilkan/dikeluarkan oleh bank Danamon. 48 4.1.1 Uji statistik terhadap rasio CAMEL Bank Danamon Validitas atas pernyataan bahwa “kinerja keuangan pasca-merger bank Danamon lebih baik dibandingkan kinerja keuangan pra-mergernya” perlu diuji terlebih dahulu dengan uji statistik sehingga secara statistik dapat diperoleh kesimpulan bahwa benar telah terjadi perbaikan rasio CAMEL bank Danamon pasca-merger yang pada akhirnya membuktikan bahwa kinerja keuangan pasca-merger mengalami perbaikan. Uji statistik yang dipakai untuk melihat apakah terdapat perbedaan signifikan (peningkatan/perbaikan signifikan) antara rasio CAMEL pra-merger dengan pascamerger ialah The Sign test . Dasar pemikirannya ialah suatu tanda/sign yang terjadi dipakai untuk mewakili suatu perbedaan antara dua observasi yang berhubungan (two related observations); yaitu tanda “positif” dipakai untuk menandakan perbedaan yang positif/ada perbaikan dan selanjutnya tanda “negatif” sebagai tanda bahwa terjadi perbedaan yang negatif/tidak ada perbaikan/penurunan. Lebih jauh mengenai alasan memakai uji statistik ini telah diuraikan dalam bab 3. Ketentuan di atas telah “disesuaikan” dengan nature rasio yang diukur – yaitu bahwa tidak selalu perbaikan kinerja ditandai dengan perbedaan positif dan tidak selalu penurunan kinerja selalu ditandai dengan perbedaan negatif. Berikut ini ketentuan “penyesuaian” yang dipakai : 1. Perubahan positif pada CAR berarti perbaikan kinerja keuangan – sebab CAR adalah rasio yang mengukur tingkat modal disetor sebagai pengaman terhadap risiko atas aktiva yang dimiliki bank. Semakin tinggi CAR berarti semakin aman aktiva berisiko bank dijamin oleh modal disetor bank tersebut. 49 2. Perubahan negatif pada Non-Performing Loans dan Allowance for bad debt berarti perbaikan kinerja keuangan. Meski bank harus menyalurkan kredit untuk menjalankan fungsi intermediasinya, bank harus tetap menjaga agar kredit yang disalurkan tersebut tetap dapat dibayar (sesuai jadwal yang telah disepakati) oleh para debiturnya. Makin tinggi nilai kedua rasio di atas berarti semakin besar jumlah kredit yang bermasalah serta semakin besar jumlah penyisihan yang wajib dipenuhi untuk “berjaga-jaga” terhadap risiko tidak tertagihnya kredit tersebut. Oleh karena itu kondisi sebaliknya adalah kondisi yang menunjukkan perbaikan 3. Perubahan positif pada ROA, ROE dan NIM berarti perbaikan kinerja keuangan; secara umum ketiga rasio ini menilai bagaimana kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan (berapa ukuran keuntungan yang diperoleh) dari kegiatan utama bank, yaitu memberi dana/menyalurkan kredit kepada pihak yang membutuhkan/debitur. Oleh karena itu semakin besar nilai ketiga rasio di atas berarti semakin besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh bank. 4. Perubahan positif pada LDR berarti perbaikan kinerja keuangan. Fungsi intermediasi yang harus dilakukan bank adalah menyalurkan kredit untuk masyarakat (korporasi atau individu), oleh karena itu selayaknya aset perbankan berupa pinjaman kepada masyarakat yang diukur oleh LDR bukan seperti rata-rata perbankan Indonesia saat ini yang sebagian besar asetnya berupa surat berharga (SBI/dana obligasi rekap Pemerintah). 50 Variabel yang diuji dalam uji statistik atas analisis CAMEL ini adalah 7 (tujuh) rasio keuangan PT bank Danamon Tbk dari tahun 1999 sampai tahun 2001. Tabel berikut menyajikan perhitungan rasio keuangan yang termasuk dalam analisis CAMEL PT Bank Danamon Tbk selama 3 tahun (sejak tahun 1999 sampai 2001) : Tabel 4.1 – Tabel perhitungan rasio keuangan PT Bank Danamon Tbk Tahun 1999, 2000 dan 2001 ∆ Dec-99 Dec-00 Dec-01 Criteria I.Permodalan Capital Adequacy Ratio (CAR) 54.59 57.97 35.49 Positive (19.10) II.Aktiva Produktif 1. Non Performing Loans (NPL) 45.07 8.59 4.82 Negative (40.25) 2. Allowance for Bad debt 24.08 9.77 6.62 Negative (17.46) 1. Returns on Assets (ROA) -22.43 0.67 1.26 Positive 23.69 2. Returns on Equity (ROE) -33.07 3.55 16.62 Positive 49.69 3. Net Interest Margin (NIM) -9.40 1.91 3.25 Positive 12.65 16.25 18.46 26.32 Positive 10.07 III.Rentabilitas IV.Likuditas Loan to Deposit Ratio (LDR) Sumber: www.danamon.co.id dan www.bi.go.id Dari tujuh rasio CAMEL di atas, hipotesis yang dipakai untuk uji statistik ini ialah : H0 = tidak terjadi perubahan antara CAMEL pra-merger dengan CAMEL pasca-merger H1 = terjadi perubahan antara CAMEL pra-merger dengan CAMEL pascamerger Karena ada beberapa “penyesuaian” seperti telah diuraikan – untuk lebih memudahkan penghitungan – berikut adalah delta rasio CAMEL yang diperoleh (perbandingan antara periode pra-merger dengan pasca-merger) : 51 Tabel 4.2 – Tabel perhitungan ∆ rasio keuangan PT Bank Danamon Tbk Tahun 1999, 2000 dan 2001 ∆ tahun 1999 - 2001 Adjusted ratio I.Permodalan Capital Adequacy Ratio (CAR) (19.10) (19.10) 1. Non Performing Loans (NPL) (40.25) 40.25 2. Allowance for Bad debt (17.46) 17.46 1. Returns on Assets (ROA) 23.69 23.69 2. Returns on Equity (ROE) 49.69 49.69 3. Net Interest Margin (NIM) 12.65 12.65 10.07 10.07 II.Aktiva Produktif III.Rentabilitas IV.Likuditas Loan to Deposit Ratio (LDR) Sumber: www.danamon.co.id dan www.bi.go.id Catatan : unsur M (Management) bukan dinyatakan dalam bentuk rasio melainkan dalam bentuk penilaian yang bersifat deskriptif atas jajaran manajemen Bank Danamon (terdapat kurang lebih 150 pertanyaan untuk menilai unsur ini) sehingga unsur Management tidak dapat diikutsertakan dalam uji statistik ini. Perbaikan kinerja dinyatakan dengan “positive differences” sedangkan penurunan kinerja dinyatakan dengan “negative differences”. Aplikasi SPSS for Windows di-set pada Level of Significance (tingkat keyakinan 10%) dan yang diuji adalah berapa jumlah “tanda positif/positive signs” dari tujuh rasio CAMEL tersebut. Output yang dihasilkan disajikan dalam dua tabel di bawah ini : 52 Tabel 4.3 – Frekwensi/jumlah perbedaan positif dan perbedaan negatif yang terjadi atas rasio keuangan PT Bank Danamon Tbk tahun 1999 - 2001 Frequencies CAMEL_PS - CAMEL_PR Negative Differencesa Positive Differencesb Ties c Total N 1 6 0 7 a. CAMEL_PS < CAMEL_PR b. CAMEL_PS > CAMEL_PR c. CAMEL_PR = CAMEL_PS Tabel 4.3 menyajikan perbedaan negatif dan perbedaan positif yang terjadi, yaitu satu perbedaan negatif rasio CAMEL (terjadi penurunan kinerja keuangan pascamerger bank Danamon) dan enam perbedaan positif rasio CAMEL (terjadi perbaikan kinerja keuangan pasca-merger bank Danamon). Sesuai langkah-langkah perhitungan di bab 3 maka kita perlu menghitung x – 0,5 n zhitung = ----------0,5 Vn dimana X adalah jumlah perbedaan positif yang terjadi dan n adalah jumlah populasi dikurangi jumlah negatif yang terjadi. Berdasarkan rumus didapatkan nilai zhitung = 1,889 sedangkan nilai z = 1,645; sehingga berarti menolak Ho dan menerima H1 (terjadi perubahan/perbedaan/peningkatan positif antara CAMEL pra-merger dengan CAMEL pasca-merger) – meskipun nilai tersebut masih berada pada ambang batas/borderline tetapi kecenderungan yang ada tetap menunjukkan terjadi peningkatan positif pada periode pasca-merger. 53 4.1.2 Analisis CAMEL Bank Danamon Analisis rasio atas bank Danamon dibagi atas masing-masing unsur penilaian dan dibandingkan antara periode pasca-merger terhadap periode pra-merger. Berikut disajikan Ikhtisar Keuangan Bank Danamon dari tahun 1999 – 2001 : Tabel 4.4 – Ikhtisar keuangan PT Bank Danamon Tbk (dalam milyar rupiah kecuali disebutkan) 1999 2000 2001 Aktiva Kas Penempatan pada bank lain Surat-surat berharga yang dimiliki dan tagihan lainnya Kredit yang diberikan Penyertaan saham Aktiva tetap - net Total Aktiva 1,298 4,712 766 1,297 820 4,168 22,130 6,301 352 593 39,529 49,625 5,631 77 275 62,168 32,661 10,477 53 479 52,680 Kewajiban Simpanan pihak ketiga Pinjaman yang diterima Pinjaman subordinasi Kewajiban lain-lain Total Kewajiban 38,764 10,037 751 3,240 54,166 30,501 16,888 748 7,225 57,637 39,799 2,543 799 3,866 48,507 (14,637) 4,531 4,173 Total Ekuitas Laba (Rugi) Pendapatan (beban) bunga - bersih Pendapatan operasional lainnya Beban penyisihan penghapusan Beban operasional lainnya Laba (rugi) operasional Pendapatan (beban) bukan operasional Laba (rugi) sebelum pajak Laba (rugi) bersih Hasil per lembar saham Sumber: Laporan keuangan tahun 2001 PT Bank Danamon Tbk (2,867) 1,079 1,538 182 276 650 1,999 134 1,116 786 981 (5,120) 285 662 (88) 22 93 5,208 986 754 7,002 339 723 Rp - 43.18 Rp 17.96 Rp 29.48 54 4.1.2.1 Capital Rasio CAR didapat dengan membagi modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko/ATMR . Lampiran surat edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 berisi “Pedoman perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)” telah menetapkan sekitar 12 unsur/pos aktiva neraca berdasarkan prosentase risikonya; tetapi intinya ialah bahwa aktiva yang diberikan atau dijamin oleh Pemerintah pusat atau bank sentral risikonya kecil (atau bisa disebut berisiko 0); sedangkan aktiva (misalkan surat berharga) yang diterbitkan/dijamin BUMN atau pemerintah pusat mempunyai tingkat risiko sampai 50 % dan aktiva lain (diluar yang diterbitkan/dijamin oleh kedua pihak yang telah disebutkan terdahulu atau dengan kata lain aktiva yang berhubungan dengan pihak swasta bisa mempunyai tingkat risiko sampai 100 %). Laporan keuangan PT Bank Danamon Tbk secara rinci dapat dilihat pada bagian lampiran tesis ini. Melihat hal tersebut, menarik untuk melihat pos Giro pada Bank Indonesia (risiko 0 %) dan Giro pada bank lain (risiko 100 %) antara periode pra dengan pascamerger. Untuk periode pra-merger komposisi gironya adalah 35,48 % giro pada BI dan 64,52 % giro pada bank lain. Komposisi tersebut berubah menjadi 58,09 % untuk giro pada BI dan 41,91 % untuk giro pada bank lain. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bank Danamon pasca-merger lebih “aman” (secara risiko menurut ketetapan BI) dibandingkan pada pra-merger. Secara angka rasio, CAR bank Danamon mengalami penurunan sebesar 19,10 %, dari 54,59 % di tahun 1999 (pra-merger) menjadi 35,49 % di tahun 2001 (pasca- 55 merger). Di tahun 2001, menurunnya total aset Bank Danamon (yang pada akhirnya berakibat menurunnya rasio CAR) terjadi karena Bank Danamon mengurangi kewajibannya kepada BPPN dengan cara mengembalikan obligasi pemerintah sebesar Rp 15,1 triliun (yaitu dari Rp 43,5 triliun menjadi Rp 27,8 triliun). Kemudian tepatnya di bulan Juni 2001, pemegang saham menyetujui rencana Dewan Direksi bank Danamon untuk melakukan kuasi reorganisasi, yaitu menghilangkan defisit dan melakukan penilaian kembali atas aktiva dan kewajibannya. Defisit setelah memperhitungkan hasil revaluasi aktiva dan kewajiban dikompensasikan dengan modal setor bank sehingga ekuitas bank menjadi positif yang membuat hal tersebut lebih menarik di mata investor. Dampak dari posisi ekuitas yang positif ini adalah bahwa bank secara hukum dapat membagi deviden kepada pemegang saham. Hal yang sama dapat terlihat pada bagian “Pinjaman yang diterima”, yaitu menurun dari Rp 10,037 milyar menjadi Rp 2,543 milyar di tahun. Komposisi ekuitas akibat kuasi reorganisasi dapat terlihat dengan jelas pada tabel di bawah ini : Tabel 4.5 Komposisi ekuitas PT Bank Danamon Tbk Sebelum dan setelah kuasi reorganisasi tahun 2001 Ekuitas Sebelum kuasi reorganisasi Setelah kuasi reorganisasi Per 30 Des 2000 (Rp. juta) (Rp. juta) Modal saham disetor penuh 3.562.261 3.562.261 Tambahan modal disetor 59.390.589 28.321 - - (26.396.157) - Revaluasi aktiva tetap Selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas sependali Defisit Ekuitas (32.028.390) 4.528.303 3.590.582 56 Karena itu, meskipun penurunan angka CAR memang berarti penurunan komposisi modal sebagai pengaman terhadap aset berisiko bank Danamon tetapi kondisi di balik penurunan inilah yang patut dicatat; yaitu hal ini terjadi sebab bank Danamon melakukan pengembalian obligasi pemerintah disamping tetap sanggup mencapai peningkatan kinerja di bidang lainnya dalam periode yang sama. Dan disisi lain secara bobot risiko yang ditetapkan BI, aktiva tertimbang menurut risiko bank Danamon pascamerger lebih baik/aman dibandingkan periode pra-merger. 4.1.2.2 Assets Buruknya rasio Non Performing Loans/NPL perbankan Indonesia pada umumnya saat pra-krisis moneter menjadi penyebab utama terpuruknya sektor perbankan di tahun 1997 yang pada akhirnya mendorong berdirinya BPPN untuk membantu “menyehatkan kembali” kondisi perbankan Indonesia. Dibandingkan tahun 1999, rasio NPL bank Danamon mengalami perbaikan yang cukup signifikan (dalam hal ini angka rasionya justru menurun meski hal tersebut malah menunjukkan adanya perbaikan), yaitu dari 45,07 % menjadi tinggal 4,82 % di tahun 2001. Hal ini sejalan dengan ketatnya peraturan BI tentang hal ini, yaitu adanya penentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dari Bank Indonesia – dimana pelanggaran terhadap ketentuan ini dihitung berdasarkan jumlah kumulatif pelanggaran BMPK kepada debitur individual, debitur kelompok dan pihak terkait dengan bank terhadap modal bank. 57 Secara kualitatif, prosentase kredit bermasalah juga mengalami penurunan. Dari tabel dibawah ini terlihat bahwa kualitas kredit bermasalah di bank Danamon semakin baik. Kredit dengan kategori “lancar” naik sebesar 31,15 % - dari 49,62 % di tahun 1999 menjadi 80,77 % di tahun 2001 dan sebaliknya kredit berkategori “macet” turun sebesar 21,68 %. Tabel 4.6 – Perbandingan kualitas kredit yang diberikan PT Bank Danamon Tbk 1999 2000 2001 Lancar 49,62 % 73,54 % 80,77 % Perhatian khusus 5,31 % 17,87 % 14,44 % Kurang lancar 5,04 % 1,94 % 2,41 % Diragukan 18,54 % 5,17 % 0,26 % Macet 23,84 % 0,44 % 2,16 % Dalam akuntansi, biasanya penentuan besaran allowance for bad debt dapat diperoleh melalui pendekatan pengalaman di masa lalu (past experiences), kondisi umum saat ini dan analisis terhadap piutang yang telah jatuh tempo. Sebab itu, bila besaran Allowance for bad debt bank Danamon mengalami penurunan sebesar 17,46 %, yaitu dari sebesar 24,08 % di tahun 1999 menjadi sekitar 6,62 % di tahun 2001; maka dipastikan bahwa bank Danamon semakin yakin bahwa secara umum kredit yang diberikannya semakin dapat tertagih (berarti kualitas kredit yang diberikannya di tahun 2001 memang membaik dibandingkan tahun 1999 – karena Bank Indonesia tidak mensyaratkan ketentuan khusus mengenai hal ini). 58 4.1.2.3 Management Dalam analisis CAMEL, unsur management adalah satu-satunya unsur yang tidak dapat dikuantifikasi (dinilai secara kualitatif dengan rasio). Sebaliknya, unsur ini dinilai/diukur dengan sekitar 150 pertanyaan (kuesioner/pertanyaan) yang masingmasing telah diberi bobot tertentu oleh Bank Indonesia. Kuesioner/pertanyaan ini terbagi atas atas dua bagian, yaitu : 1. Manajemen Umum; berisi pertanyaan untuk menilai bagaimana strategi/sasaran, struktur, sistem internal yang berlaku, sumber daya manusia, kepemimpinan dan budaya kerja bank yang bersangkutan 2. Manajemen Risiko; berisi pertanyaan dalam menilai tingkat risiko bank yang bersangkutan (ketentuan-ketentuan tentang bagaimana bank harusnya mengelola risiko yang bersangkutan). Risiko tersebut terdiri atas risiko likuiditas (Liquidity risk), risiko pasar (market risk), risiko kredit (credit risk), risiko operasional (operational risk), risiko hukum (legal risk) serta risiko pemilik dan pengurus (ownership and managership risk). Sejak masuk kategori sebagai Bank Take Over/BTO, bank Danamon memang dipimpin oleh orang-orang “terpilih” yang ditempatkan oleh BPPN (dalam hal ini bisa dianggap orang-orang yang qualified di bidangnya). Di samping kuesioner tersebut dapat dijadikan penelitian tersendiri, sulit pula kuesioner/pertanyaan Bank Indonesia tersebut. untuk mendapatkan jawaban atas Maka lebih mudah untuk disimak bagaimana tindakan yang diambil oleh Direksi bank Danamon dalam upaya membuat bank ini tetap “survive” dan menarik bagi para investor. 59 Pada bulan Juni 2001, persetujuan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) mensahkan bank Danamon untuk melakukan reverse stock split – dimana 20 saham lama dikonsolidasi menjadi 1 saham baru dengan nilai nominal sebesar 20 kali saham lama (saham seri A dari Rp 500 menjadi Rp 10.000 dan saham seri B dari Rp 5 menjadi Rp 100). Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan harga saham bank Danamon dan sekaligus mencegah kemungkinan dihapuskannya pencatatan saham bank/delisting atau dipindahkan pencatatannya ke papan khusus Bursa Efek Jakarta (BEJ) akibat harga saham yang rendah. Langkah lainnya ialah Bank Danamon juga “memposisikan” dirinya sebagai bank pilihan nasabah untuk sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dan konsumer. Hal ini jelas terlihat dengan besarnya prosentase kredit untuk UKM dari jumlah kredit baru yang disalurkan ditahun 2001, yaitu sebesar 54 % dari total kredit baru. Komitmen ini sangat membantu pemerintah untuk menggerakkan sektor ekonomi riil karena seperti diketahui bersama justru sektor UKM inilah yang sebenarnya secara fundamental keuangannya baik dan mempunyai porsi terbesar dalam ekonomi riil Indonesia. Kedua langkah yang diambil Direksi ini khususnya (Bank Danamon pada umumnya) tentu memberi “nilai lebih” terhadap bank ini di mata masyarakat. 4.1.2.2 Earnings Seperti yang telah dikemukakan di atas, salah satu penyebab turunnya CAR bank Danamon disebabkan karena pengurangan kewajiban bank Danamon terhadap BPPN, yaitu pengembalian obligasi pemerintah sebesar Rp 15,1 triliun. Yang patut 60 digarisbawahi sehubungan dengan hal ini ialah bank Danamon tetap memperlihatkan kinerja yang baik meski ada kenyataan bahwa ia mengembalikan obligasi pemerintah di saat bank lain menjadikan bunga obligasi rekap sebagai sumber utama pendapatan mereka. Laba (rugi) setelah pajak yang mengalami kenaikan dari Rp –7,002 milyar di tahun 1999 menjadi Rp 723 miliar di tahun 2001; dengan adanya peningkatan keuntungan ini maka ekuitas bank Danamon naik menjadi Rp 4,17 triliun. Kemudian hal ini menyebabkan rasio laba terhadap rata-rata ekuitas (Return on Average Equity/ROA) – yaitu rasio yang mengukur tingkat efektifitas bank Danamon dalam memanfaatkan seluruh sumber dayanya sehubungan dengan hasil pengembalian atas investasi – meningkat dari –22,43 % di tahun 1999 menjadi 1,26 % di tahun 2001. Rasio laba bersih sesudah pajak terhadap modal (Return on Equity/ROE) juga menyatakan bahwa tingkat hasil pengembalian dari investasi para pemegang saham meningkat dari –33,07 % menjadi 16,62% di tahun 2001 – hal ini tentu menarik bagi para pemegang saham bank Danamon. Perangkat untuk menganalisa kinerja emiten bank berbeda dengan yang digunakan menganalisa emiten industri lain pada umumnya yaitu dengan menggunakan Net Interest Margin/NIM sebab kegiatan utama bank adalah perantara antara pihak yang surplus dana dengan pihak yang defisit dana. Dalam bahasa awam bank menerima surplus dana masyarakat melalui tabungan, giro dan deposito, dan kemudian menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dana dalam bentuk penyaluran kredit, atau investasi pada surat-surat berharga. Sehingga dalam konteks bank, laba kotor dapat 61 disetarakan dengan pendapatan bunga bersih, yaitu: Pendapatan Bunga Bersih = pendapatan bunga - beban bunga. Berdasarkan uraian di atas maka jelas bahwa kinerja bank Danamon pascamerger sebagai emiten meningkat pesat dibandingkan kinerja pra-merger – Net Interest Margin/NIM bank Danamon meningkat dari sekitar – 9,40 % di tahun 1999 menjadi 3,25 % di tahun 2001. 4.1.2.2 Liquidity Konsekuensi menyangkut kebijakan bank Danamon menjadi bank yang menjalankan fungsi intermediasinya bagi sektor UKM adalah meningkatnya rasio kredit yang diberikan terhadap simpanan dana/Loan to Deposit ratio (LDR), yaitu meningkat sebesar 10,07 % dari 16,25 % di tahun 1999 (pra-merger) menjadi 26,32 % di tahun 2001 (pasca-merger) – rasio ini didapat dengan cara membagi kredit dengan dana pihak ketiga. Kredit yang dimaksud disini merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain) sedangkan dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan serta deposito (tidak termasuk giro dan deposito antar bank). Seperti kita ketahui, jangka waktu jatuh tempo bagi jenis simpanan deposito berjangka adalah tetap (fixed) dan jauh lebih panjang dibandingkan tabungan dan giro yang bisa dicairkan sewaktu-waktu. Oleh karena itu bila terjadi rush (nasabah dalam jumlah banyak mengambil simpanannya dalam jumlah yang cukup besar) maka jenis tabungan dan girolah yang paling riskan untuk “dicairkan” secepatnya. Menarik untuk melihat bagaimana komposisi dana pihak ketiga dalam Bank Danamon di bawah ini : 62 Tabel 4.7 – Perbandingan komposisi dana pihak ketiga di PT Bank Danamon Tbk (dalam jutaan rupiah) 1999 2000 2001 Giro 1.543.046 2.751.985 4.181.086 Tabungan 4.622.227 5.957.196 6.914.531 Deposito berjangka 13.014.209 21.306.219 28.703.435 Jumlah Simpanan 19.179.482 30.015.400 39.799.052 Dapat dilihat bahwa komposisi simpanan dengan jenis deposito berjangka di bank Danamon lebih besar dibandingkan simpanan berjenis tabungan (67,8 % berbentuk deposito berjangka dibanding 24,1 % berbentuk tabungan di tahun 1999/pra-merger dan 72,12 % berbanding 17,37 % di periode pasca-merger). Hal ini secara sekilas menyimpulkan bahwa besarnya jumlah simpanan yang bisa dicairkan sewaktu-waktu (sehingga besar kemungkinan menyebabkan terjadinya kesulitan likuiditas saat hal itu terjadi) lebih kecil dibandingkan jumlah simpanan yang jangka waktu jatuh temponya tetap – sehingga kemungkinan bank Danamon mengalami kesulitan likuiditas karena terjadi rush bisa lebih kecil. LDR memang semakin tinggi pada bank yang menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik yaitu memberikan pinjaman kepada masyarakat. Hanya saja perlu tetap diperhatikan agar dana yang disalurkan tersebut tidak masuk kategori “macet” dan untuk bank Danamon – yang rasio NPL-nya cukup baik – berarti telah menjalankan fungsi intermediasinya dengan tepat dan sesuai ketentuan sehingga tidak banyak dana yang masuk kategori “macet”. 63 Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa selain telah diuji dengan uji statistik/The sign test maka analisis rasio CAMEL pasca-merger bank Danamon mengalami perbaikan dibandingkan periode pra-mergernya – yang secara eksplisit menunjukkan bahwa kinerja keuangan pasca-merger bank Danamon mengalami perbaikan dibandingkan kinerja pra-mergernya. 4.2 Analisis Imbal Hasil Saham Bank Danamon Bila analisis CAMEL berhubungan dengan kategori tingkat kesehatan suatu bank maka analisis terhadap kembalian sekuritas (return) berhubungan dengan informasi laba akuntansi. Dengan kata lain, perubahan harga sekuritas suatu perusahaan mempunyai kaitan erat dengan informasi laba akuntansi sehingga pergerakan return suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu bila dibandingkan dengan pergerakan pasar dapat memberikan informasi bagaimana pergerakan laba perusahaan yang bersangkutan terhadap pasar – apakah perusahaan mengalami peningkatan laba yang lebih baik secara relatif terhadap peningkatan laba perusahaan-perusahaan lain dalam pasar yang sama. Analisis imbal hasil saham bank Danamon memakai dua pasang variabel yang diteliti yaitu : 1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI) bank Danamon pra-merger dan pasca merger – variabel ini dipakai membandingkan bagaimana pergerakan (fluktuasi) harga saham bank Danamon periode pra-merger dengan pasca-merger Dalam rentang waktu/periode yang sama (masing-masing 12 bulan untuk pra-merger dan pasca merger) maka analisis imbal hasil saham akan meneliti bagaimana posisi 64 harga saham Bank Danamon (dalam hal ini diwakili oleh Indeks Harga Saham Individual/IHSI) – apakah telah terjadi perubahan yang signifikan antara periode sebelum dan setelah merger. Periode bulan Juni 1999 sampai Mei 2000 dijadikan sebagai periode pra-merger dan bulan Juni 2000 sampai bulan Mei 2001 menjadi periode pasca-merger. IHSI sendiri pertama kali diperkenalkan pada tanggal 15 April 1983 dan mulai dicantumkan dalam Daftar Kurs Efek harian sejak tanggal 18 April 1983. Tujuan penggunaan Indeks Harga Saham Individual (IHSI) ialah karena indeks ini merupakan indikator perubahan harga suatu saham dibandingkan dengan harga perdananya. Karena bank Danamon telah melakukan reverse stock split yang dalam hal ini juga merupakan corporate action maka dipakailah indeks ini sebagai dasar penghitungan analisis imbal hasil saham. Sebab, seperti halnya indeks-indeks BEJ lainnya, harga dasar dalam penghitungan indeks individual juga disesuaikan bila emiten melakukan corporate actions. Misalkan IHSIs adalah Indeks harga saham individu sebelum dilakukan corporate action dan IHSIb adalah indeks harga saham individu setelah dilakukan corporate action. Prinsip yang digunakan adalah IHSI sebelum dan sesudah corporate actions adalah sama, yaitu IHSIs = IHSIb sehingga rumus yang dipakai adalah : harga cum HDS HDB = = HT IHSIs HT HDB x 100 65 2. Return (rd – rm) bank Danamon dengan return pasar – sampel kedua yang diuji ialah bagaimana pergerakan return bank Danamon terhadap return pasar periode pramerger dengan pergerakan yang sama periode pasca-merger. Hal ini terkait dengan kemampuan bank Danamon memberi return (tambahan tingkat kemakmuran bagi para investor) dibandingkan kemampuan pasar memberi return untuk periode pramerger dan pasca-merger. Bila untuk pra-merger kemampuan memberi return bank Danamon dibawah kemampuan pasar dalam memberi return maka diharapkan untuk periode pascamerger kemampuan bank Danamon memberi return sudah di atas kemampuan pasar dalam memberi return. Untuk sampel kedua, dipakai harga pasar saham bank Danamon sebagai dasar mendapatkan rd serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk mendapatkan rm. Uji statistik yang digunakan ialah Paired-samples T-test (dihitung dengan aplikasi SPSS for Windows v.10); tujuannya menguji dua sampel yang berpasangan, apakah mempunyai rata-rata yang secara nyata berbeda atau tidak. Bila suatu sampel mempunyai rata-rata yang secara nyata berbeda maka terjadi perubahan yang signifikan untuk periode sebelum dan setelah merger – yang berarti bahwa return saham bank Danamon pasca-merger memberikan tingkat kemakmuran yang lebih besar bagi investornya dibandingkan pra-merger. Hipotesisnya : H 0 : IHSI pra-merger = IHSI pasca merger serta ∆ r pra-merger = ∆ r pasca-merger H 1 : IHSI pra-merger / IHSI pasca merger serta ∆ r pra-merger / ∆ r pasca-merger 66 Tabel 4.8 – Perbandingan IHSI, harga saham PT Bank Danamon Tbk serta IHSG periode pra dan pasca-merger PT Bank Danamon Tbk PRA-MERGER Period 30-Jun-99 30-Jul-99 31-Aug-99 30-Sep-99 29-Oct-99 30-Nov-99 30-Dec-99 31-Jan-00 28-Feb-00 30-Mar-00 28-Apr-00 31-May-00 PASCA-MERGER IHSI Price IHSG 37.222 32.259 17.37 19.852 19.852 19.852 22.333 17.37 12.428 12.428 10.357 8.286 375.00 325.00 175.00 200.00 200.00 200.00 225.00 175.00 150.00 150.00 125.00 100.00 662.03 597.87 567.03 547.94 593.87 583.77 676.92 636.37 576.54 583.28 526.74 454.33 Period IHSI Price IHSG 31-Jul-00 31-Aug-00 29-Sep-00 31-Oct-00 30-Nov-00 22-Dec-00 31-Jan-01 28-Feb-01 30-Mar-01 30-Apr-01 31-May-01 29-Jun-01 9.528 115.00 492.19 8.7 105.00 466.38 7.043 85.00 421.34 6.214 75.00 405.35 6.214 75.00 429.21 4.971 60.00 416.32 4.557 55.00 425.61 2.9 35.00 428.30 2.9 35.00 381.05 2.486 30.00 358.23 2.9 35.00 405.86 3.314 40.00 431.34 Tabel 4.9 Perhitungan rd – rm PT Bank Danamon Tbk periode pra dan pasca-merger No Pra-merger 30-May-99 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BDMN rd 350.00 IHSG rm rd - rm (pra-merger) 585.24 30-Jun-99 375.00 0.07143 662.03 0.13120 0.05977 30-Jul-99 325.00 -0.13333 597.87 -0.09690 0.03643 31-Aug-99 175.00 -0.46154 567.03 -0.05160 0.40994 30-Sep-99 200.00 0.14286 547.94 -0.03367 -0.17652 29-Oct-99 200.00 0.00000 593.87 0.08383 0.08383 30-Nov-99 200.00 0.00000 583.77 -0.01701 -0.01701 30-Dec-99 225.00 0.12500 676.92 0.15957 0.03457 31-Jan-00 175.00 -0.22222 636.37 -0.05990 0.16232 28-Feb-00 150.00 -0.14286 576.54 -0.09402 0.04884 30-Mar-00 150.00 0.00000 583.28 0.01168 0.01168 28-Apr-00 125.00 -0.16667 526.74 -0.09693 0.06973 31-May-00 100.00 -0.20000 454.33 -0.13747 0.06253 BDMN rd No Pasca-merger IHSG rm rd - rm (pasca-merger) 1 31-Jul-00 115.00 0.15000 492.19 0.08335 -0.06665 2 3 4 5 6 31-Aug-00 105.00 -0.08696 466.38 -0.05244 0.03451 29-Sep-00 85.00 -0.19048 421.34 -0.09658 0.09389 31-Oct-00 75.00 -0.11765 405.35 -0.03795 0.07970 30-Nov-00 75.00 0.00000 429.21 0.05888 0.05888 22-Dec-00 60.00 -0.20000 416.32 -0.03004 0.16996 67 7 8 9 10 11 12 31-Jan-01 55.00 -0.08333 425.61 0.02232 0.10566 28-Feb-01 35.00 -0.36364 428.30 0.00632 0.36995 30-Mar-01 35.00 0.00000 381.05 -0.11033 -0.11033 30-Apr-01 30.00 -0.14286 358.23 -0.05988 0.08298 31-May-01 35.00 0.16667 405.86 0.13296 -0.03371 29-Jun-01 40.00 0.14286 431.34 0.06276 -0.08009 Sumber : Indonesian Capital Market Directory 2001 & Bursa Efek Jakarta Output pertama (tabel 4.10) menyajikan ringkasan statistik dari keempat sampel. Mean/rata-rata IHSI pra-merger ialah 19,13 dengan nilai simpangan baku/standard deviation 8,53 dan mean/rata-rata IHSI pasca-merger 5,14 dengan nilai simpangan baku 2,40. Bila nilai simpangan baku semakin besar maka suatu data disebut semakin menyebar dari nilai rata-ratanya (Mean) atau dalam konteks indeks harga saham berarti gejolak (fluktuasi) indeks akan semakin besar. Sedangkan untuk nilai return pra-merger rata-ratanya/mean-nya adalah 065 dengan nilai simpangan baku 0,134 dibandingkan rata-rata return pasca-merger 0,058 dengan simpangan baku 0,130. Terlihat bahwa fluktuasi return pasca-merger relatif sama besar dengan fluktuasi return pra-merger; hal ini agak jauh berbeda dibandingkan dengan fluktuasi IHSI pasca-merger yang jauh lebih rendah dibandingkan IHSI pra-merger. Tabel 4.10 – Hasil uji Paired samples t-test atas IHSI dan return periode pra dan pasca-merger PT Bank Danamon Tbk Paired Samples Statistics Pair 1 Pair 2 IHSI_PR IHSI_PSC R_PR R_PSC Mean 19.1341 5.1439 .0655092 .0587292 N 12 12 12 12 Std. Deviation 8.5392 2.4056 .1344234 .1301749 Std. Error Mean 2.4651 .6944 .0388047 .0375783 68 Output kedua menyajikan hasil uji t secara berpasangan. Seperti yang telah disebutkan di atas, hipotesis yang diuji ialah : H 0 H 1 : kedua rata-rata populasi adalah identik (tidak berbeda secara nyata – tidak ada perbedaan antara sampel periode pra-merger dengan pasca merger) : kedua rata-rata populasi adalah tidak identik (ada perbedaan secara nyata – ada perbedaan antara sampel periode pra-merger dengan pasca merger) Dimana dasar pengambilan keputusannya ialah : Bila t hitung (t output) > tabel t maka tolak H 0 Bila t hitung (t ouput) < tabel t maka terima H 0 dengan tingkat keyakinan 95 % dan derajat kebebasan (n) = 11 maka uji dilakukan dua sisi karena akan diketahui apakah rata-rata IHSI pra-merger sama dengan rata-rata IHSI pasca-merger/hasilnya bisa lebih besar atau lebih kecil. Tabel t disajikan di bagian belakang dari tesis ini. Tabel 4.11 – Hasil uji Paired samples t-test atas IHSI dan return periode pra dan pasca-merger PT Bank Danamon Tbk Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Std. Error Mean Std. Deviation Mean Lower Upper Pair 1 IHSI_PR - IHSI_PSC 13.9902 6.5275 1.8843 9.8428 18.1375 Pair 2 R_PR - R_PSC .0067800 .1721980 .0497093 -.1026294 .1161894 t 7.425 .136 df 11 11 Sig. (2-tailed) .000 .894 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa t hitung (t output) > tabel t (yaitu nilai 7,425 > 2,201 ) sehingga diambil keputusan tolak H 0. Hasil yang sama juga disajikan oleh nilai probabilitas (sig, 2 tailed) yaitu 0,000; karena probabilitas < 0,05 maka H 0 maka ada perbedaan secara nyata antara IHSI pra-merger dengan pasca-merger. ditolak – 69 Dari uji statistik di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk Indeks Harga Saham Individual (IHSI) bank Danamon – yaitu indikator perubahan harga saham bank Danamon dibandingkan dengan harga perdananya dengan memperhitungkan juga langkah corporate action yang diambil bank Danamon – menunjukkan adanya perbaikan dalam periode pasca-merger. Atau dengan kata lain bila dikaitkan dengan kemampuan perusahaan menambah “tingkat kemakmuran” para investor maka merger yang dilakukan tahun 2000 lebih menambah tingkat kemakmuran investor Bank Danamon dibandingkan sebelum merger. Sedangkan untuk variabel kedua – yaitu bagaimana kemampuan bank Danamon memberikan return dibandingkan kemampuan pasar memberikan return di periode pascamerger ternyata tidak mengalami perbaikan dibandingkan periode pra-merger. Hal ini terlihat dari output yang dihasilkan untuk pair #2, yaitu return pra-merger terhadap pascamerger; ternyata didapati bahwa t hitung (t output) < tabel t (yaitu 0,136 < 2,201) dengan nilai probabilitas (sig, 2 tailed) yaitu 0,894. Kedua output ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan secara nyata antara return pra-merger dengan return pasca-merger (terima H0) – tidak ada perbedaan/perbaikan antara kemampuan bank Danamon memberi return terhadap kemampuan pasar memberi return antara periode pasca-merger dengan periode pra-merger. Jadi terbukti bahwa kemampuan bank Danamon menambah tingkat kemakmuran para pemegang sahamnya memang meningkat di periode pasca-merger dibandingkan periode pra-merger. Tetapi bila dibandingkan dengan kemampuan pasar pada umumnya dalam menambah kemakmuran pemegang saham ternyata tidak ada perbedaan antara kemampuan bank Danamon untuk periode pasca-merger dengan periode pra-merger; atau 70 dengan kata lain kemampuan bank Danamon memberi return masih dibawah kemampuan pasar pada umumnya dalam memberi return dan hal tersebut tidak berubah setelah proses merger tahun 2000. 4.3 Kondisi saham bank Danamon saat ini Meskipun hasil kedua analisis di atas telah menyatakan bahwa baik kondisi kinerja keuangan maupun kemampuan memberikan return bank Danamon pada periode pasca-merger lebih baik dibandingkan kondisi pra-merger tetapi pada kenyataannya saham PT bank Danamon Tbk tetap relatif “tidak menarik” bagi investor. Beberapa hal yang bisa menjadi penyebabnya adalah sebagai berikut. Pertama, pandangan sebagian besar investor terhadap sektor perbankan Indonesia pada umumnya masih cenderung negatif (bagaimana pun bobroknya sektor perbankanlah yang menjadi penyebab paling utama dan paling awal Indonesia terpuruk dalam krisis ekonomi di tahun 1997); sehingga bank Danamon pun turut terkena imbasnya meski sudah melalui proses “penyehatan” oleh BPPN. Secara mudah, indeks sektoral perbankan termasuk yang paling rendah di antara indeks sektoral lainnya di bursa sekaligus menunjukkan bahwa minat para pelaku pasar saat ini ialah cenderung untuk tidak bermain dalam sektor ini. Kedua, saham Bank Danamon bukan termasuk saham yang “likuid”. Hal tersebut dapat dilihat pada ringkasan/summary dari BEJ yang berisi 20 saham teratas dalam jumlah perdagangan atau dalam jumlah nilai rupiah untuk setiap bulannya (Top 20 stocks by Trading Volume dan Top 20 stocks by Trading Value) – melalui ringkasan tersebut dapat dilihat secara eksplisit saham-saham mana saja yang aktif diperdagangkan dalam bulan yang bersangkutan. Melalui ringkasan tersebut dapat dilihat saham-saham mana 71 saja yang diminati oleh investor sehingga termasuk saham yang likuid – artinya saham tersebut relatif mudah diperjualbelikan; sulit untuk menjual atau pun membeli saham yang tidak aktif di perdagangan. Jadi dalam bahasa awam, untuk apa memiliki saham yang sulit untuk dijual kembali (sehingga tidak memperoleh capital gain, misalnya); terlebih harga sahamnya relatif tidak berubah untuk kurun waktu yang panjang. Sesuai dengan periode yang sama dengan yang dipakai dalam dua analisis sebelumnya, tercatat hanya untuk dua bulan saja saham bank Danamon berada dalam “Top 20 stocks by Trading Volume”, yaitu pada bulan Januari 2001 dan Maret 2001 – seperti terlihat pada lampiran 2 di bagian belakang tesis ini. Dalam bulan Januari 2001, saham bank Danamon mencatat volume perdagangan sebesar 101,3 juta lembar saham dengan nilai sebesar 5,2 milyar rupiah dengan frekwensi sebesar 695 kali transaksi dalam bulan yang bersangkutan. Yang kedua ialah dalam bulan Maret 2001 di mana saham bank Danamon mencatatkan volume perdagangan sebesar 86,3 juta lembar saham dengan nilai sebesar 3,3 milyar rupiah dengan frekwensi transaksi sebanyak 271 kali. Pada bulan-bulan selanjutnya (sampai dengan berakhirnya periode pasca-merger) saham bank Danamon tidak pernah lagi mencatatkan diri dalam Top 20 stocks by Trading Volume maupun Top 20 stocks by Trading Value (tidak cukup aktif diperdagangkan untuk masuk ke dalam summary). Satu hal lagi yang patut dicatat adalah pada bulan Juni 2001, prosentase kepemilikan pemerintah (BPPN) atas saham bank Danamon sangat besar, yaitu sebesar 99,35 %; sedangkan masyarakat dan PT Danamon International masing-masing hanya sebesar 0,55 % dan 0,10 %. 72 Menurut BEJ – bila hal itu menyangkut saham BUMN maka kepemilikan pemerintah yang besar biasanya dipakai sebagai “alat intervensi” dalam menstabilisasi harga saham BUMN yang bersangkutan (dengan kata lain pemerintah punya kepentingan atas itu). Tapi untuk saham bank Danamon, kepemilikan pemerintah yang besar sematamata hanya karena bank Danamon “masuk” ke dalam program penyehatan BPPN. Jadi selain hal ini tidak sehat bagi bank Danamon, likuid tidaknya saham bank Danamon juga sangat bergantung dengan pemerintah/BPPN – itulah sebabnya pemerintah sangat berkepentingan untuk melakukan reverse stock split dengan harapan agar pertama harga saham bank Danamon meningkat sehingga saat di-divestasi akan menarik bagi pasar dan pada akhirnya akan mengurangi kepemilikan saham yang sangat besar oleh pemerintah. Hal yang ketiga adalah soal harga saham. Di satu sisi, harga saham bank Danamon yang berada pada kisaran Rp 200 pada periode pra-merger dan Rp 72,92 pada periode pasca-merger kelihatannya sudah sangat murah (secara ekstrim bandingkan dengan harga saham Indosat untuk periode yang sama, yaitu Rp 12,039 dan Rp 9.469). Tetapi perbandingan harga tersebut tidak dapat dijadikan patokan (terutama karena industri sektoralnya berbeda dan harga pasar lebih terbentuk dari proses tawarmenawar/supply-demand di pasar). Di satu sisi – secara psikologis harga saham yang terlalu murah relatif membuat investor tidak tertarik (hal ini terbukti saat manajemen bank Danamon di tahun 2001 melakukan reverse stock split sebesar 20 kali dengan harapan agar harga saham bank Danamon meningkat dan sekaligus mencegah kemungkinan dihapuskannya pencatatan saham bank/delisting atau dipindahkan pencatatannya ke papan khusus Bursa Efek Jakarta (BEJ) akibat harga saham yang rendah). 73 Meskipun proses supply-demand sangat mempengaruhi besarnya harga saham, ada beberapa hal yang mendasari hal tersebut. Pertama analisis fundamental saham yang bersangkutan, sentimen pasar terhadap industri saham yang bersangkutan dan analisis teknik (trend) dari saham tersebut. Jadi sepertinya kurang tepat jika hanya memakai harga saham saja untuk menilai prospek perusahaan yang bersangkutan di pasar. Secara akuntansi, ada suatu rasio yang bisa dijadikan semacam patokan mengenai mahal atau tidaknya suatu harga saham terhadap nilai perusahaan yang bersangkutan – rasio tersebut disebut Price to Book Value (PBV); yaitu mengukur hubungan antara harga saham suatu perusahaan dengan nilai bersih (net worth) perusahaan yang bersangkutan. PBV bisa di dapat dengan membagi nilai aktiva dengan jumlah saham yang beredar. Karena itu menarik untuk membandingkan nilai PBV beberapa perusahaan di industri perbankan dalam suatu periode tertentu seperti tersaji dalam tabel di bawah ini : Tabel 4.12 Perbandingan PER, PBV antara beberapa saham perbankan As of June 2001 Listed shares BDMN PNBN BBCA LPBN 485,785,278,000 5,885,552,940 5,829,092,280 38,765,757,081 Market Capitalization (Rp million) 19,431,411.12 1,412,532.71 5,829,092.28 1,744,459.07 PER PBV 41.90 3.15 24.77 0.27 1.63 0.42 0.30 0.03 Dari tabel di atas terlihat bahwa sebenarnya nilai PBV bank Danamon masih lebih tinggi dibandingkan perusahaan sejenis untuk suatu periode tertentu; artinya harga saham bank Danamon terhadap dengan nilai bersih perusahaannya masih relatif lebih mahal dibandingkan perusahaan sejenis dalam suatu waktu tertentu. Tapi untuk jumlah saham 74 yang beredar (listed shares), yaitu sebagai faktor penyebut (faktor pembagi) dalam menghitung PBV – jumlah saham beredar bank Danamon jauh lebih besar di bandingkan perusahaan lain. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sebenarnya di tahun 2001 harga saham bank Danamon masih terlalu mahal. Meski demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam konsep PBV. Pertama, sebagian besar aset - kecuali yang telah direvaluasi (dinilai kembali) dinyatakan dalam nilai historis. Karena itu pada beberapa aset nilai jualnya bisa jadi jauh lebih tinggi dari nilai bukunya. Kedua, dalam struktur aset kadang-kadang terdapat aktiva tak berwujud, yang dalam likuidasi acapkali tidak memiliki nilai jual. Ketiga, nilai buku yang diambil dari neraca akan sangat dipengaruhi oleh teknik akuntansi seperti metode penyusutan aktiva tetap, metode penilaian persediaan, dan lain-lain. Keempat, karena belum terjangkau oleh standar akuntansi keuangan, ada kewajiban-kewajiban yang tidak terlihat sepenuhnya dalam laporan keuangan perusahaan. Untuk sementara bisa disimpulkan bahwa kinerja keuangan yang membaik tidak tampak pada pergerakan saham bank Danamon. Meski bank Danamon telah mencatatkan laba sebesar Rp 700 miliar untuk sembilan bulan pertama tahun 2002 (setara dengan satu tahun laba Danamon di tahun 2001) harga saham bank Danamon masih berkisar Rp 300 di bulan-bulan terakhir ini. Melihat tren yang terus menurun inilah, BPPN berupaya mendongkrak harga saham bank Danamon dengan reverse stock split (lagi) sebesar 10 kali sehingga harga saham Danamon yang berkisar Rp 300 sekarang ini menjadi sekitar Rp 3.000 nantinya – dengan harapan harga nilai jual bank Danamon meningkat tajam saat divestasi nanti (sehingga pemerintah tidak lagi dicap sering menjual aset negara dengan harga yang terlalu murah). 75