BAB III Metode Penelitian A. Paradigma Penelitian Seperti halnya ilmu-ilmu sosial yang menjadi induk, ilmu dan penelitian komunikasi merupakan suatu multy-paradigm science, artinya ilmu komunikasi mempunyai sejumlah paradigma atau perpektif dasar. Teori dan penelitian komunikasi bisa dikelompokkan minimal dalam tiga paradigma, yakni classical paradigm (yang mencakup positivism dan post positivism), critical paradigm, dan constructive paradigm. Masing-masing paradigma berfungsi sebagai mental window atau world view yang dipergunakan oleh suatu komunitas ilmuan tertentu untuk mempelajari obyek kelimuan mereka.104 Ketiga paradigma tersebut mempunyai perbedaan pandangan dalam melihat posisi peneliti dan tujuan penelitian. Dalam paradigma klasik, peneliti harus menempatkan diri sebagai valeu free researcher, memisahkan nilai-nilai subyektif yang dimiliki dengan fakta abyketif yang diteliti. Sebaliknya, paradigma kritis dan konstruktivis melihat hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan, sebab pemilihan apa yang diteliti selalu melibatkan value judgements dan keberpihakan pada nilai-nilai tertentu. Paradigma klasik menilai, tujuan penelitian adalah memperoleh pengetahuan yang obyektif, memiliki signifikan akademis, praktis dan metodologis. Sebaliknya tujuan penelitian dari paradigma kritis adalah untuk mengungkapkan kesadaran palsu (false consciousness) di balik apa yang dinilai “obyketif”; tujuannya antara 104 Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi, dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, No. 3/April 1999, hal: 34-35 65 lain untuk memperoleh temuan yang memiliki signifikansi sosial, seperti kritik sosial, penyadaran, pemberdayaan, atau transformasi sosial. Perbedaan lebih detil antara paradigma klasik dan kritis dapat dilihat dalam tabel berikut:105 Tabel 1 Pebandingan Paradigma Penelitian Perbedaan Ontologis Classical Paradigm Critical Paradigm Historical Realism: Critical Realism: ada realitas yang “real” yang diatur Realitas yang teramati (virtual oleh kaidah-kaidah tertentu yang reality) merupakan realitas “semu” berlaku universal walaupun yang telah terbentuk oleh proses kebenaran pengetahuan tentang itu sejarah dan keuatan-keuatan sosial, mungkin hanya bisa diperoleh secara budaya, dan ekonomi politik probabilistik Perbedaan Epistemologis Classical Paradigm Critical Paradigm Transactionalist/Subjectivist Dualist/objectivist Ada realitas obyektif, sebagai suatu Hubungan antara peneliti dengan yang diteliti selalu realitas yang external di luar diri realitas peneliti. Peneliti harus sejauh dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. mungkin membuat jarak dengan Pemahaman tentang suatu realitas merupakan value mediated finding obyek penelitian Perbedaan Axiologis Classical Paradigm Critical Paradigm • Nilai, etika dan pilihan moral harus • Nilai, etika dan pilihan moral berada di luar proses penelitian merupakan bagian takterpisahkan • Peneliti berperan sebagai dari suatu penelitian • Peneliti menampatkan diri sebagai disinterested scientist • Tujuan Penelitian: eksplanasi, transformative intelectual, advokat dan aktivis prediksi dan kontrol Tujuan Penelitian: kritik sosial, transformasi, emansipasi dan social empowerment Classical Paradigm Interventionist: 105 Perbedaan Metodologis Critical Paradigm Participative: Tabel perbedaan antara paradigma klasik dan kritis diadopsi dari Dedy N Hidayat, Ibid, hal: 39- 40 66 Mengutamakan analisis komprehensif, kontekstual dan multi level analysis yang bisa dilakukan melalui penempatan diri sebagai aktivis/partisipan dalam transformasi sosial Kriteria kualitas penelitian: Kriteria kualitas penelitian: Objectivity, realibility and validity Historical situadness; sejauh mana penelitian memperhatikan konteks (internal dan external validity) historis, sosial, budaya, ekonomi dan politik pengujian hipotesis dalam struktur hipothetico deductive method; melalui lab, eksperimen atau survey eksplanatif, dengan analisis kuantitatif Sumber: adaptasi dari Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi, dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, No. 3/April 1999, hal: 34-35 B. Analisis Wacana Sesuai dengan paradigma kritis, penelitian ini bersifat kualitatif. Jenis penelitian ini memberi peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan tujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik bidang tertentu secara faktual dan cermat.106 Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis yang dipekenalkan oleh Teun van Dijk. Model ini pada dasarnya melihat wacana dalam tiga tingkatan, yaitu teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Jika digambarkan, skema penelitian dan metode dipakai dalam analisis wacana model van Dijk adalah sebagai berikut:107 106 Jalaludin 107 Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosdakarya, 1995, hal. 22. Eriyanto, Op. Cit, hal: 275 67 Tabel 2 Skema Penelitian dan Metode Analsis Wacana Struktur Analisis Teks Menganalisis strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk menyingkirkan atau memarjinalkan suatu kelompok, gagasan, atau peristiwa tertentu. Kognisi Sosial Mengenalisis bagaimana kognisi wartawan dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan ditulis. Analisis Sosial Menganalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau peristiwa yang digambarkan. Metode Critical Linguistic Wawancara mendalam Studi Pustaka, Penelusuran Sejarah. Sumber: Eriyanto, Analisis wacana, Pengantar Analisis teks Media, Yogyakarta: LkiS, hal: 275 1. Analisis Teks Agar dapat melihat bagaimana strategi wacana yang dipakai dalam teks, van Dijk membagi struktur analisis teks menjadi beberapa bagian, yaitu struktur makro, mikro dan superstruktur. Masing-masing struktur terdiri atas beberapa elemen wacana. Kerangka analisis teks model van Dijk bisa dilihat dalam skema berikut.108 108 Struktur analisis wacana model van Dijk serta penjelasan elemennya dirangkum dari Eriyanto, Ibid, hal: 228-259 dan Teun A. van Dijk, “Rasisme Baru dalam Pemberitaan di Media,” dalam Sandra Kartika dan M. Mahendra (ed) Dari Keseragaman Menuju Keberagaman, Wacana Multikultural dalam Media, Jakarta: LSPP, 1999, terutama hal: 21-29. 68 Tabel 3 Kerangka analisis teks model Teun van Dijk Struktur Wacana Struktur Makro Superstruktur Struktur Mikro Struktur Mikro Struktur Mikro Struktur Mikro Hal yang diamati Tematik Tema/topik yang dikedepankan dalam berita Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita Sintaktis Bagaimana bentuk dan susunan kalimat yang dipilih Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks Retoris Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan Elemen Topik Skema Latar, Detail, Maksud, Praanggapan, Nominalisasi Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata ganti Leksikon Grafis, Metafora, Ekspresi Sumber: Eriyanto, Analisis wacana, Pengantar Analisis teks Media, Yogyakarta: LkiS, hal: 228 Keterangan: Topik adalah gagasan inti, ringkasan utama teks dan menggambarkan apa yang ingin diungkapkan wartawan dalam berita. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral dan paling penting dari teks. Topik menggambarkan tema umum suatu berita dan akan didukung oleh beberapa sub topik yang saling mendukung terhadap topik utama sehingga terbentuk suatu teks yang utuh. Skema atau alur menunjukkan bagaimana bagian teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk satu kesatuan arti. Berita umumnya mempunyai dua skema 69 besar, Summary (ringkasan) dan Story (isi berita). Summary ditandai judul dan Lead yang menunjukkan tema yang ingin ditampilkan dalam berita. Lead umumnya sebagai pengantar ringkasan dari apa yang ingin disampaikan sebelum masuk dalam isi berita secara keseluruhan. Story adalah isi berita secara keseluruhan yang secara hipotetik terbagi dua sub kategori. Pertama berupa gambaran situasi jalannya peristiwa dan yang kedua berupa komentar yang ditampilkan dalam teks. Latar adalah bagian yang dapat mempengaruhi arti yang ingin disampaikan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa dan bisa menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam teks. Lewat latar dapat dibongkar apa maksud yang hendak disampaikan dan menganalisis maksud tersembunyi yang sesungguhnya ingin dikemukakan dalam teks. Detil berkaitan dengan kontrol informasi yang disampaikan. Komunikator atau penulis akan menyampaikan informasi yang menguntungkan pihaknya dan sebaliknya akan menyembunyikan atau meminimalkan informasi yang merugikan. Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan mengeskpresikan sikapnya secara implisit. Lewat elemen Maksud, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas dan informasi yang merugikan akan diuraikan secara implisit, dan tersembunyi. Maksud menunjukkan bagaimana secara eksplisit wartawan menggunakan praktek bahasa tertentu untuk menonjolkan basis kebenarannya dan bisa juga secara implisit menyingkirkan versi kebenaran lain. 70 Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata atau antar kalimat dalam teks, dua fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak berhubungan. Koherensi melihat bagaimana sseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa, apakah dipandang sebagai peristiwa terpisah, berhubungan atau justru sebagai sebab akibat. Koherensi Kondisional antara lain ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Kalimat kedua merupakan penjelas dari kalimat pertama yang dihubungkan dengan kata hubung (konjungsi) seperti “yang” dan “dimana”. Sebagai penjelas, ada tidaknya kalimat kedua sebenarmya tidak mengurangi arti kalimat. Anak kalimat adalah cermin kepentingan komunikator sebab bisa memberi keterangan yang baik atau buruk terhadap suatu pernyataan. Koherensi Pembeda melihat bagimana dua peristiwa atau fakta dibedakan. Dengan konerensi pembeda, dua peristiwa dapat dibuat seolah-olah bertentangan atau kontras. Jika koherensi kondisional melihat bagaimana dua peristiwa dihubungkan, koherensi pembeda melihat bagaimana dua kalimat dibedakan. Pengingkaran menggambarkan bagaimana komunikator menyembunyikan apa yang ingin diekspresikan secara eksplisit. Pengingkaran menunjukkan seolah wartawan menyetujui sesuatu sesuatu, padahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentai atau fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut. Bentuk Kalimat berkaitan dengan cara berpikir logis dan prinsip kausalitas. Bentuk kalimat menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat aktif seseorang menjadi subyek pernyataannya, sedang dalam kalimat pasif seseorang menjadi obyek pernyataannya. 71 Kata Ganti untuk menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti dipakai komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Prinsipnya, kata ganti dipakai untuk merangkul dukungan dan menghilangkan oposisi yang ada. Misalnya kata ganti “kami” atau “kita” bisa menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik serta mengurangi kritik dan oposisi kepada diri sendiri. Leksikon menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pemilihan kata secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas. Praanggapan (Presupposition) merupakan pernyataan yang dipakai untuk mendukung makna suatu teks. praanggapan merupakan upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya sehingga tidak perlu dipertanyakana lagi. Praanggapan umumnya didasarkan pada ide common sense, praanggapan yang logis sehingga meskipun tidak ada atau belum terjadi tidak dipertanyakan kebenarannya. Grafis adalah elemen untuk memeriksa apa yang ditekankan dan dianggap penting dalam teks. Grafis biasaya muncul lewat bentuk tulisan yang berbeda dengan tulisan lain, huruf tebal, tanda petik, tabel, angka, grafik serta gambar. Grafis menunjukkan bagian mana yang harus mendapat perhatian dan dianggap penting. Metafora bisa menunjukkan makna utama suatu teks. Metafora tertentu dipakai sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Metafora bisa berupa sesuatu yang dipercaya masyarakat, 72 ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, atau mungkin ungkapan yang diambil dari ayat suci, semuanya bisa dipakai untuk memperkuat pesan utama. 2. Kognisi Sosial Dalam pandangan van Dijk, kognisi sosial merupakan suatu hal penting dalam memahami proses produksi berita. Proses ini memasukkan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu bentuk wacana tertentu misalnya hasil wawancara, konferensi pers atau lainnya. Proses yang dimaksud juga melihat bagaimana peristiwa ditafsirkan, disimpulkan dan dimaknai oleh wartawan yang akan menulis berita.109 Produksi berita, memahami dan memaknai peristiwa terjadi dalam kognisi sosial wartawan. Kognisi sosial menjadi jembatan antara dimensi teks (tataran mikro) dengan kondisi sosial (tataran makro). Kognisi sosial adalah kesadaran mental seseorang yang membentuk sebuah teks. Asumsinya, teks sesungguhnya tidak mempunyai makna, tapi makna diberikan oleh pemakai bahasa melalui skema (Schemata) kesadaran mental pemakai bahasa, skema ini oleh van Dijk di sebut “Model”. Model adalah penghubung penting antara aspek sosial dan pribadi, antara umum dan khusus, antara gambaran sosial dan pembentukannya dalam wacana serta praktek sosial yang lain. Intinya, model menggambarkan pengalaman seseorang sehari-hari, baik lewat pengamatan maupun partisipasi dalam tindakan, peristiwa atau wacana. Model bersifat personal, subyektif, dan terbatas konteks, 109 Eriyanto, Ibid, hal: 266 73 model menonjolkan apa yang diketahui oleh individu, berfikir mengenai tindakan, kejadian atau fakta tertentu dan menginterpretasikannya secara subyektif. Individu secara terus menerus meniru kejadian sehari-hari baik dalam kegiatan komunikasi maupun dengan membaca berita. Ringkasnya semua praktek sosial kita diawasi oleh model mental. Meskipun model bersifat unik, personal dan terbatas konteks, model bersifat sosial sebab pengetahuan dan opini individu dipengaruhi oleh pengetahuan sosiokultural dan opini kelompok.110 Ketika meliput peristiwa, wartawan menggunakan model untuk memahami peristiwa yang ada di hadapannya. Ada beberapa strategi yang dipakai oleh model dalam memahami peristiwa. Pertama, menyeleksi berbagai sumber dan informasi mengenai suatu peristiwa. Pilihan yang diambil ditentukan oleh evaluasi yang dilakukan dalam pikiran wartawan, dan hal itu menunjukkan posisi yang diambil di antara pihak yang terlibat dalam suatu peristiwa. Kedua, reproduksi informasi, apakah informasi yang didapat dikopi, digandakan atau justru tidak dipakai. Ketiga, penyimpulan informasi. Strategi besar dalam memproduksi berita yang berhubungan dengan mental kognisi wartawan adalah penyimpulan atau peringkasan informasi, bagaimana realitas yang kompleks dipahami dan ditampilkan dengan ringkas. 3. Analisis Sosial Untuk melihat proses produksi dan reproduksi wacana dalam masyarakat, van Dijk menawarkan analisis sosial yang menguraikan bagaimana kelompok 110 Teun A.van Dijk, “Opinions and Ideologies in The Press,” dalam Allan Bell and Peter Garrett (ed), Approach to Media Discourse, Oxford: Blackwell Publisher, 1998, hlm. 26-27 74 dominan membentuk wacana yang sesuai dengan kebutuhan dan bisa menopang dominasi serta kekuasaannya. Menurut van Dijk, ada tiga hal yang dilihat dalam analisis sosial, yaitu kekuasaan, dominasi dan akses.111 Kekuasaan didefinisikan sebagai kepemilikan yang dimiliki suatu kelompok untuk mengontrol kelompok lain. Kekuasaan umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai, seperti uang, status, dan pengetahuan. Selain kontrol langsung dan bersifat fisik, kekuasaan juga bisa berbentuk persuasif, yakni tindakan seseorang yang secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan. Dominasi bisa diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan sosial. Pada kelompok yang berkuasa, dominasi menghasilkan berbagai macam bentuk ketidakadilan sosial. Dominasi direproduksi lewat pemberian akses khusus terhadap sumber-sumber sosial secara diskriminatif. Dominasi juga direproduksi dengan melegitimasi akses tertentu lewat bentuk-bentuk kontrol pikiran yang manipulatif dan cara lain agar kelompok yang didominasi bisa menerima keadaan tersebut secara suka rela. Teun van Dijk juga melihat akses sebagai faktor penting dalam produksi wacana, bagaimana akses yang dimiliki setiap kelompok dalam masyarakat. Kelompok elite biasanya mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Misalnya kelompok yang berkuasa punya akses lebih besar terhadap media sehingga bisa mempengaruhi kesadaran khalayak dan menentukan topik serta isi wacana apa yang dapat disebarkan kepada khalayak. 111 Elemen-elemen analisis sosial diambil dari Teun A van Dijk, “Discourse and Cognition in Society” dalam David Crowly & David Mitchell, Communication Theory Today, UK Cambridge: Polity Press, 1994, hal: 108-110 dan Eriyanto, Op.Cit,, hal: 271-274 75 Khalayak dan kelompok lain yang tidak mempunyai akses hanya akan menjadi konsumen dari wacana yang telah ditentukan, bahkan bisa memperbesar wacana tertentu lewat reproduksi dari apa yang telah mereka terima dari kelompok dominan. Meskipun ketiganya adalah bagian yang integral, dalam prakteknya analisis bisa dilakukan secara terpisah. Karena beberapa keterbatasan, penelitian ini hanya mengkaji dimensi teks dan konteks sosial. Analisis teks menggunakan metode analisis bahasa kritis (Critical Linguistic) yang mengkaji struktur teks dari level makro hingga mikro. Analisis teks bukan hanya melihat muatan teks yang bersifat nyata (manifest) tapi juga berusaha membedah makna yang tersembunyi di balik suatu pesan. Setelah mengkaji strategi wacana dalam teks berita, penelitian dilanjutkan dengan kajian pustaka untuk melihat bagaimana faktor kekuasaan, dominasi dan akses membentuk dominasi wacana tertentu dalam masyarakat dan bagaimana wacana lainnya tersingkirkan. Pada bagian ini juga melihat kaitan antara wacana yang ada dalam teks berita dengan wacana yang beredar dalam masyarakat serta melihat beberapa faktor yang diasumsikan mempengaruhi proses produksi berita sehingga menghasilkan wacana tertentu. C. Karakteristik Analisis Wacana Analisis wacana kritis tidak semata melihat benar-tidaknya susunan dan pemakaian bahasa, tapi lebih melihat peran bahasa dalam memproduksi dan reproduksi kekuasaan, bahasa sebagai praktik sosial dan dikaitkan dengan konteks tertentu. Analisis wacana melihat bahasa sebagai alat untuk melihat ketimpangan 76 kekuasaan yang terjadi dalam masyarakat. Seperti diuraikan Eriyanto, analisis wacana kritis mempunyai beberapa karakteristik.112 Pertama, Tindakan. Wacana dipahami sebagai suatu tindakan (action). Jadi membaca, menulis dan menggunakan bahasa bukan dipakai untuk dirinya sendiri tapi untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Konsekuensinya adalah wacana harus dilihat sebagai sesuatu yang bertujuan dan dengan demikian berarti diekspresikan secara sadar dan terkontrol. Kedua, Konteks. Menurut Guy Cook, seperti dikutip Eriyanto,113 analisis wacana kritis juga melihat konteks komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Bahasa tidak dilihat sebagai mekanisme internal linguistik semata, juga tidak berada dalam ruang tertutup, tapi dipahami dalam konteks keseluruhan. Cook melihat ada tiga hal sentral dalam pengertian wacana: teks, konteks dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, kata-kata yang tercetak dan semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik gambar efek suara citra dsb. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa misalnya partisipan, situasi, fungsi yang dimaksudkan dsb. Wacana adalah penggambaran teks dan konteks secara bersama-sama dalam proses komunikasi. Ketiga, Historis. Menempatkan wacana dalam konteks tertentu berarti melihat bagaimana teks diproduksi dalam situasi tertentu. Untuk mengerti sebuah 112 113 Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LkiS, 2000, hal. 8-14 Ibid 77 teks maka harus menempatkan teks tersebut dalam konteks historis tertentu, yakni bagaimana situasi sosial politik yang ada pada saat teks tersebut diciptakan. Keempat, Kekuasaan (Power). Wacana yang muncul baik dalam bentuk teks maupun percakapan tidak dilihat sebagai sesuatu yang alamiah dan netral tapi sebagai bentuk pertarungan kekuasaan. Kekuasaan tidak hanya diinterpretasikan dalam lingkup negara tapi sebagai kontrol sebuah kelompok terhadap kelompok lain,114misalnya kuasaan laki-laki dalam seksisme, kulit putih terhadap kulit hitam dalam rasisme dsb. Pengguna bahasa dilihat sebagai anggota dari kategori sosial tertentu, apakah sebagai wartawan, penganut suatu agama, dokter, laki-laki dst. Karena itu analisis wacana kritis tidak hanya melihat teks tapi menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya tertentu. Kelima, Ideologi. Ideologi juga konsep sentral dalam analisis wacana kritis sebab teks dan percakapan adalah bentuk praktik atau cerminan ideologi tertentu. Melalui ideologi kita bisa melihat dengan cara bagaimana makna dimobilisasi menggunakan bentuk-bentuk simbolik tertentu dan berfungsi menopang serta mengukuhkan dominasi.115 Ideologi dibangun oleh kelompok dominan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi dengan cara membentuk kesadaran khalayak sehingga dominasi yang mereka lakukan bisa terlihat sebagai sesuatu yang sah dan wajar. Wacana dalam pendekatan ini dilihat sebagai medium bagi kelompok dominan untuk melakukan persuasi dan komunikasi kepada khalayak 114 Dalam Teun A. Van Dijk, Ideology and Discourse, A Multidiciplinary Introduction, diambil dari situs www.hum.uva.nl/teun. 115 tepatnya Thomposn menyatakan, “...I propose to conceptualize ideology in terms of the ways in which the meaning mobilized by symbolic forms serves to establish and sustain relation of domination” dalam John B Thompson, Ideology and Modern Culture: Critical Social Theory in The Era of Mass Communication, Cambridge, Polity Press, 1990, hal. 58. 78 agar produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki tampak absah dan benar. ideologi hanya berfungsi efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas, termasuk pihak yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. D. Kelemahan Penelitian Seperti telah dikemukakan sebelumnya dalam uraian mengenai analisis wacana, pada dasarnya analisis wacana model van Dijk membagi analisisnya dalam tiga tahapan, yaitu analisis teks, kognisi sosial dan analisis sosial. Namun karena beberapa keterbatasan, penelitian ini hanya menggunakan dua tahapan analisis yakni analisis teks (level mikro) dan analisis sosial (level makro). Analisis kognisi sosial sebenarnya dilakukan untuk melihat bagaimana faktor sosial di luar individu mempengaruhi individu pembuat teks sehingga menghasilkan teks yang mempunyai kecenderungan tertentu, jadi kognisi sosial merupakan jembatan antara level makro dan mikro. Dengan hanya meneliti wacana dalam teks (level mikro) dan melihat produksi wacana dalam masyarakat (level makro), maka penelitian ini tidak mampu menjawab secara tepat kenapa seorang pembuat teks memunculkan wacana tertentu. Kedua, elemen dari struktur analisis wacana model van Dijk seperti tematik, skematik, koherensi, praanggapan, nominalisasi dan lainnya merupakan elemen “ideal” yang biasa dijumpai dalam teks, namun elemen tersebut bukan suatu standart yang harus ada dalam penulisan teks berita sehingga suatu berita kadangkala tidak mengandung semua elemen wacana tersebut. Untuk 79 mengantisipasi kelemahan tersebut, analisis teks berita dilakukan berdasarkan korpus data, yakni dengan cara menggabungkan berita-berita yang masih dalam satu konteks peristiwa yang sama sebagai satu teks dan dianalisis berdasarkan bagian-bagian yang mewakili masing-masing elemen wacana. Ketiga, dalam analisis model van Dijk, teks dilihat sebagai satu kesatuan yang holistik dan koheren, setiap bagian dan unsur-unsur yang membentuk teks saling berkaitan dan saling mendukung. Dengan cara pandang demikian, peneliti tidak bisa menghindari adanya generalisasi tema, suatu teks diasumsikan mempunyai satu tema utama yang disusun dari beberapa sub tema lain yang saling mendukung. Sehingga, apabila dalam suatu teks terdapat tema lain yang tidak sejalan dengan tema utama, sub tema yang berbeda tersebut bisa diabaikan. E. Ruang Lingkup Penelitian Untuk mendapatkan wacana tentang Partai Komunis Indonesia, fokus kajian penelitian ini adalah berita tentang usulan pencabutan TAP Nomor XXV/MPRS/1966 yang muncul pada tahun 2000 dan berita tentang Caleg Eks PKI tahun 2004 yang ada dalam surat kabar Kompas dan Republika. Moment tersebut dipilih karena pada kedua peristiwa tersebut pemberitaan mengenai Partai Komunis Indonesia kembali diangkat. Surat kabar Kompas dan Republika dipilih sebagai subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan karakteristik berbeda. Kompas telah eksis saat peristiwa G30S terjadi sedangkan Republika lahir di tengah kekuasaan Orba. Kedua media juga mempunyai kecenderungan ideologis berbeda, meskipun tidak 80 berafiliasi langsung dengan partai tertentu, Kompas mempunyai kedekatan dengan kelompok Katolik sedang Republika memposisikan diri sebagai koran Islam. Jika Republika dianggap menyuarakan aspirasi umat islam, Kompas justru sangat hatihati ketika mengangkat berita yang menyangkut umat islam. Perbedaan tersebut diasumsikan mempengaruhi pemberitaan kedua media sehingga menghasilkan berita yang berbeda. Untuk melihat wacana tentang Partai Komunis Indonesia dalam Kompas dan Republika, dipilih berita-berita dari Kompas dan Republika yang dinilai menampilkan kecenderungan wacana tentang partai tersebut, misalnya berita yang mengangkat soal latar belakang PKI, ideologi komunis, Gerakan 30 September, dalang G30S dan siapa menjadi korban serta beberapa implikasi lainnya. F. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan datanya melalui dua cara. Pertama, pengumpulan data primer dengan cara mengumpulkan dan mendokumentasikan berita-berita yang menjadi fokus utama dalam penelitian pada Surat kabar Kompas dan Republika.116 Kedua, pengumpulan data sekunder melalui berbagai buku, jurnal, opini/artikel, ataupun literatur-literatur lain yang relevan dengan tema penelitian ini. 116 Pendokumentasian ini dilakukan peneliti dengan mengunjungi pusat data atau perpustakaan Kompas dan Republika di Jakarta. Kemudian peneliti mengkopi dan pengkliping berita-berita tentang Tap MPRS Nomor XXV/1966 dan Caleg eks PKI. 81 G. Analisis Data Teknik analisis yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan analisis wacana yang terbagi dalam dua tahapan. Pertama, menganalisis berita tentang Partai Komunis Indonesia dalam surat kabar Kompas dan Republika berdasarkan elemen-elemen wacana model van Dijk yang mempunyai kerangka analisis sebagaimana tergambar di bawah.117 Struktur Wacana Struktur Makro Superstruktur Struktur Mikro Struktur Mikro Struktur Mikro Struktur Mikro Hal yang diamati Tematik Tema/topik yang dikedepankan dalam berita Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita Sintaktis Bagaimana bentuk dan susunan kalimat yang dipilih Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks Retoris Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan Elemen Topik Skema Latar, Detail, Maksud, Praanggapan, Nominalisasi Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata ganti Leksikon Grafis, Metafora, Ekspresi Kedua, analisis sosial berupa studi pustaka yang dilakukan untuk melihat bagaimana wacana mengenai PKI diproduksi oleh Orde Baru dan beberapa wacana alternatif mengenai masalah tersebut. Kajian pustaka juga diupayakan untuk mengetahui mengapa Kompas dan Republika memunculkan wacanawacana tertentu mengenai Partai Komunis Indonesia. 117 Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, hal. 228 82