2. tinjauan pustaka

advertisement
3
2.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Peranan Air Pada Tanaman
Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan
dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebanyak
85-90 % dari bobot segar sel-sel dan jaringan tanaman tinggi adalah air (Maynard
& Orcott 1987).
Setiap tanaman harus menyeimbangkan antara proses kehilangan air dan
proses penyerapannya, bila proses kehilangan air tidak diimbangi dengan
penyerapan melalui akar makan akan terjadi kekurangan air didalam sel tanaman
yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada banyak proses dalam tanaman
(Taiz & Zeiger 2002).
Noggle dan Frizt (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu: (1)
sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) sebagai senyawa pelarut bagi
masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut
mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3)
sebagai media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) sebagai rektan pada
sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat, (5) sebagai
penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) menjaga turgiditas sel dan
berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) mengatur mekanisme
gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan
menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu, (8) berperan
dalam perpanjangan sel, (9) sebagai bahan metabolisme dan produk akhir
respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi. Kehilangan air pada
jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makro
molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, mempengaruhi
membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman (Mubiyanto 1997).
Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung
atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua
proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman.
4
2.2
Respon Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan dapat disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yaitu
kekurangan
suplai
air
di
daerah
perakaran
atau
laju
kehilangan
air
(evapotraspirasi) lebih besar dari absobsi air meskipun kadar air tanahnya cukup.
Kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan
pembelahan dan pembesaran sel. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan
oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam
pertambahan tinggi tanaman, pembesaran diameter, perbanyakan daun dan
pertumbuhan akar (Kremer 1969). Menurut Fitter dan Hay (1981) keadaan
cekaman air menyebakan penurunan turgor pada sel tanaman dan berakibat pada
menurunnya proses fisiologi.
Pada waktu musim kemarau maka ketersediaan air akan berkurang sehingga
mengakibatkan penurunan pertumbuhan. Berapa tanaman masih dapat tumbuh
dengan baik pada kondisi air tanah berkurang. Menurut Pugnaire et al (1999)
bergantung responnya terhadap kekeringan, tanaman dapat diklasifikasikan
menjadi (1) tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan (2)
tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang
menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia atau
akuisisi air maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan
modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan
mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi
mencakup peningkatan sensitivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis,
sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik.
Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks menghadapi cekaman
kekeringan. Bentuk morfologi, anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda
menyebabkan tanaman memiliki respon yang beragam. Ketika kekeringan
semakin meningkat maka tanaman menyesuaikan diri melalui proses fisiologi
yang kemudian diikuti perubahan struktur morfologi tanaman seperti layu,
meningkatkan pertumbuhan akar dan menghambat pertumbuhan pucuk.
Penurunan proses fotosintesis dan pertumbuhan, sehingga tanaman juga
mengalami penurunan produksi seperti berkurangnya hasil panen secara kualitas
maupun kuantitas (Taiz & Zeiger 2002).
5
Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering terdapat dua macam
tanggapan yang dapat memperbaiki status air, yaitu: (1) tanaman mengubah
distribusi
asimilat
baru
untuk
mendukung
pertumbuhan
akar
dengan
mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air
serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi, (2) tanaman
akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air
lewat transpirasi (Mansfield & Atkinson 1990). Menurut Pugnaire et al (1999)
bergantung responnya terhadap kekeringan, tanaman dapat diklasifikasikan
menjadi (1) tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan (2)
tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang
menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia atau
akuisisi air maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan
modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan
mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi
mencakup peningkatan sensitivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis,
sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik.
Relative Water Content (RWC) yang mengambarkan kadar relatif air daun
merupakan parameter ketahanan tanaman menghadapi cekaman kekeringan.
Proses fotosintesis pada sebagaian besar tanaman akan mulai tertekan bila nilai
RWC tanaman lebih rendah dari 70 persen, sehingga tanaman memerlukan
pengaturan dalam tubuhnya diantaranya dengan melakukan penutupan stomata
(Quilambo 2004).
2.3
Peranan FMA (Fungi mikoriza arbuskula)
Mikoriza adalah suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk
sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualistis antara fungi (myces) dan
perakaran (rhiza) dari tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur dan cara
infeksinya pada sistem perakaran inang maka mikoriza dapat dikelompokkan
ke dalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Dalam
penelitian ini yang akan digunakan adalah endomikoriza tipe arbuskula.
Endomikoriza dapat dibedakan dengan ektomikoriza dengan memperlihatkan
karakteristik (1) sistem perakaran yang kena infeksi tidak membesar, (2) funginya
membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar,
6
(3) hifa menyerang ke dalam individu sampai jaringan korteks, (4) pada
umumnya ditemukan struktur percabangan hifa yang disebut arbuskula dan
struktur khusus berbentuk oval yang disebut dengan vesikel (Smith & Read 1997).
Telah banyak dibuktikan bahwa FMA mampu memperbaiki penyerapan
hara dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Cendawan itu menginfeksi akar
tanaman kemudian memperoduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman
yang bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam penyerapan
unsur hara. Unsur hara yang diserap tanaman yang terinfeksi FMA terutama P,
karena P diperlukan tanaman dalam jumlah relatif banyak, tetapi
ketersediaannya terutama pada tanah-tanah masam menjadi terbatas sehingga sering
menjadi salah satu faktor pembatas dalam meningkatkan produktivitas tanaman.
Selain unsur P unsur mikro seperti Cu, Zn, dan B dapat ditingkatkan penyerapannya
pada tanaman yang berasosiasi dengan mikoriza (Marschner, 1994). Selain
itu juga Quimet et al (1996) mengungkapkan bahwa akar yang terinfeksi
mikoriza mampu meningkatkan penyerapan NH4+ dan NO3- serta Ruiz – Lozano
et al (2001) menyatakan bahwa FMA dapat menigkatkan ketahanan tanaman
pada kondisi kekurangan air melalui peningkatan penyerapan hara, transpirasi
daun dan efisiensi penggunaan air sehingga terjadi penurunan nisbah akar
terhadap pupus.
Song (2005) menyatakan mekanisme vesicular-arbuscular mycorrhiz
(VAM) dapat meningkatkan ketahanan
terhadap cekaman kekeringan pada
tanaman kemungkinan karena beberapa faktor: (1) meningkatkan hara tanah di
rhizosfer, (2) memperluas area akar tanaman sehingga meningkatkan efisiensi
penyerapan air, (3) meningkatkan penyerapan unsur hara P dan unsur hara
lainnya, (4) mengaktifkan sistem pertahanan tanaman secara cepat, (5)
melindungi tanaman dari kerusakan oksidatif karena kekeringan, (6)
mempengaruhi ekspresi gen bahan.
Morte et al (2000) Peran FMA sebetulnya secara tidak langsung
meningkatkan ketahanan terhadap kadar air yang ekstrim. Cendawan mikoriza
dapat mempengaruhi kadar air tanaman inang. Menurut Foth (1991) tanaman
inang dimanfaatkan jamur sebagai makanan adalah keuntungan bagi tanaman
7
inang yaitu : (1) Permukaan akar bertambah dengan bertambah efektifnya
penyerapan nutrien (partikel fosfor) dan air,
(2) Fungsi akar menjadi lebih luas, (3) Toleransi terhadap kekeringan dan panas
bertambah (4) Sumbangan nutrient tanah lebih tersedia (5) Terhambatnya infeksi
oleh organisme penyakit. Marschner (1995) Jaringan hifa eksternal dari mikoriza
akan memperluas bidang serapan air dan hara. disamping itu ukuran hifa yang
lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori
tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi
kadar air tanah yang sangat rendah.
2.4
Mikoriza dan Serapan Air
Penyerapan air oleh tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor
tanaman. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah kandungan air tanah,
kelembaban udara, dan suhu tanah. Faktor tanaman yaitu efisiensi perakaran,
gradient tekanan difusi air tanah ke akar, dan keadaan protoplasma tanaman
(Kramer 1969).
Pada tanaman yang bermikoriza, respon tanaman yang mengalami cekaman
kekeringan cenderung lebih dapat bertahan dari kerusakan korteks dibanding
tanpa mikoriza. Menurut Setiadi (1989) gangguan terhadap perakaran akibat
cekaman kekeringan ini pengaruhnya tidak akan permanen pada akar-akar yang
bermikoriza. Akar yang bermikoriza akan cepat kembali pulih setelah periode
kekeringan berlalu. Ini disebabkan karena hifa cendawan masih mampu untuk
menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah mengalami
kesulitan menyerap air. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas
sehingga dapat menyerap air relatif lebih banyak.
Hasil penelitian Sthahl et al (1998) menunjukkan bahwa tanaman sage
brush di pembibitan dengan perlakuan mikoriza secara nyata mampu hidup
toleran terhadap kondisi tanah kering dibanding tanpa perlakuan mikoriza. Pada
berbagai umur persemaian tanaman sage brush yang diinokulasi mikoriza VAM,
ternyata kematian tanaman baru terjadi pada tingkat kekeringan yang lebih tinggi
(-3,22 MPa) dibanding tanaman sage brush tanpa mikoriza yang mengalami
kematian pada tingkat kekeringan yang lebih rendah (-2,77 MPa). Tahannya
tanaman yang bermikoriza terhadap kondisi kekurangan air disebabkan karena
8
hifa eksternalnya yang dapat meningkatkan total daerah perakaran dari sistem
perakaran tanaman dan meningkatkan volume tanah yang dieskploitasi oleh air,
ini menyebabkan lebih banyak air yang tersedia bagi tananam inang. Penetrasi
hifa pada korteks akar sampai pada bagian endodermis, sehingga memberikan alur
kecil bagi pergerakan air di dalam akar.
2.5
Rumput Sebagai Pakan Ternak
Pada bidang peternakan rumput merupakan fondasi yang kuat dalam usaha
peningkatan produksi protein hewani. Rumput sebagai hijauan makanan ternak
telah umum digunakan oleh peternak dan diberikan dalam jumlah yang besar, hal
ini karena rumput mampu tumbuh cepat setelah pemotongan atau pengembalaan.
McIlroy (1977) menyatakan beberapa sebab rumput digunakan sebagai
pakan ternak yaitu: (1) cepat membentuk tunas-tunas baru setelah pemotongan
atau pengembalaan, (2) rumput yang berkembang biak dengan rhizoma dan stolon
akan mudah membentuk akar tambahan sehingga cepat menutup permukaan
tanah, (3) sistim perakaran kuat, (4) rumput mampu mempertahankan
pertumbuhan vegetatifnya dan hanya berhenti pada musim kering dan musim
dingin.
Menurut Rukaman (2005) mengatakan bahwa rumput sangat berpengaruh
pada produksi ternak. Oleh karena itu, pemberiannya harus mencukupi kebutuhan
ternak, baik untuk hidup maupun pertumbuhannya. Selanjutnya dikatakan
kekurangan rumput pada musim kemarau merupakan hal yang sangat umum
ditemukan pada berbagai daerah, hal ini mendorong petani untuk mencari pakanpakan yang potensial, baik hijauan makanan yang dibudidayakan maupun yang
tumbuh secara alami.
2.5.1. Panicum maximum
Di Indonesia rumput ini dikenal dengan nama rumput Bengala, di Inggris
dikenal dengan nama Guinea grass dan di jawa dikenal dengan nama Suket londo.
Daerah asalnya di Afrika tropis dan sub tropis. Rumput ini didatangkan dari
zimbabwe termasuk tipe sedang dengan tinggi tanaman 1,5 - 2,5 m.
Rumput ini merupakan tanaman tahunan yang tidak membentuk hamparan
tetapi membentuk rumpun. Tekstur daun halus, lebih lebar dan panjang dengan
9
tulang daun tengah yang lebih nyata, tepi daun kasar, bunganya membentuk
mayang dan mudah berbiji (Skerman & Riveros 1990). Rumput ini sesuai untuk
daerah dengan curah hujan 760 - 1000 mm per tahun, dapat ditanam dengan biji,
pols atau stek (Mannetje & Jones 1992).
2.5.2. Setaria splendida
Rumput Setaria splendida disebut juga setaria gajah, merupakan rumput
hasil introduksi. Rumput ini berasal dari afrika tropika sebelah timur. Tumbuh
baik di dataran rendah hingga pegunungan asal curah hujan merata diatas 1000
mm/tahun. Mc ilroy (1977) rumput Setaria splendida ini bisa ditanam dengan
menggunakan anakan dan biji, tetapi lebih disukai bila ditanam dengan cara
vegetatif. Setaria splendida merupakan rumput yang produktif dan disukai ternak
ruminansia serta mempunyai nilai gizi yang cukup baik.
2.5.3. Paspalum dilatatum
Rumput ini berasal dari Argentina dan masuk ke benua Australia pada tahun
1870 dan akhirnya meluas menjadi rumput benua Australia. umumnya rumput ini
ditanam dengan menggunakan pols, dan mampu hidup pada ketingian 0-2000 m
dari permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 900-1.200 mm/tahun.
Selanjutnya dikatakan bahwa rumput Paspalum dilatatum termasuk rumput
berumur panjang, tumbuh tegak dan bisa mencapai tinggi 60-150 cm. Rumput ini
berdaun rimbun dan toleran terhadap kekeringan karena sistim perakaran luas dan
dalam dan tahan genangan air. Rumput ini merupakan rumput gembala yang baik,
palatabel dan banyak nilai gizinya (AAK 1983).
2.5.4. Brachiaria decumbens
Rumput Brachiaria decumbens sering disebut Signal grass. Rumput ini
berasal dari daerah Afrika tropis. Sifat tanaman ini adalah tumbuh menjalar
membentuk hamparan lebar dengan ketinggian antara 30 - 45 cm, daun kaku dan
pendek, ujung daun runcing dan mudah berbunga. Rumput B. decumbentumbuh
baik di daerah berbagai tempat termasuk di lereng-lereng yang terjal. Rumput ini
tumbuh di daerah yang mempunyai curah hujan tahunan 1000 mm atau lebih dan
10
mampu bersaing dengan alang-alang. Produksi hijauan dapat mencapai 40-75
ton/hektar/tahun (Rukmana 2005).
2.5.5. Stenotaphrum secundatum
Rumput Stenotaphrum secundatumdisebut juga st. Augustine grass, crab
grass, bufalo grass (Mannetje & Jones 1992) . Aslinya menyebar secara alami
pada daerah-daerah dipesisir di pantai atlantik dan sekarang sudah menyebar
secara meluas di dataran Australia dan pasifik didaerah pantai (Bogdan 1977).
Umumnya strain rumput ini digunakan sebagai rumput gembala di daerah-daerah
terbuka dan di daerah tanaman perkebunan. Jenis rumput ini juga populer sebagai
tanaman penutup tanah untuk melestarikan tanah. Rumput Stenotaphrum
secundatum ini bersifat perenial yang mempunyai stolon dengan batang tegak dan
banyak cabang, tinggi bisa mencapai 50 cm. Rumput ini merupakan rumput pionir
yang dapat tumbuh pada ketinggian tempat dari 0-800 m diatas permukaan laut.
Rika (1994) menyatakan rumput S. secundatum dapat menghasilkan 10-15 ton
bahan kering/ha/th pada naungan sampai 50 persen.
2.5.6. Paspalum notatum
Tanaman ini dikenal dengan sebutan rumput bahia dan dapat diperbanyak
dengan vegetatif dengan menggunakan sobekan rumput/pols. Tanaman berumur
panjang, mempunyai perakaran yang dalam dengan rhizoma yang pendek.
Merupakan rumput pastura yang tahan pengembalaan berat. Stur dalam Juniar
(2005) melaporkan bahwa P. Notatum dapat menghasilkan 89 g/plot dengan
ukuran plot 0,5 m x 0,5 m.
2.5.7. Brachiaria humidicola
Tanaman ini merupakan rumput asli Afrika Selatan dan terkenal dengan
nama Kornovia grass. B. Humidicola adalah tanaman prennial, perkembangan
vegetatif dengan stolon. Kapasitas produksi dapat mencapai 20 ton bahan
kering/hektar (Jayadi 1991).
11
2.5.8. Chloris gayana
Dikenal dengan sebutan rumpu Rhodes, HMT ini merupakan rumput asli
Afrika tropika yang penyebarannya mencapai daerah tropika dan subtropika.
Produksinya mencapai 5 ton bk/ha dengan pemupukan (Mc Ilroy 1977).
Reksohadiprodjo (1985) menjelaskan bahwa tanaman ini berumur panjang,
membentuk hamparan yang mencapai tinggi 1,5 m. Helai daun halus tak berbulu
dan panjang sekitar 50 cm dengan lebar 0,5 - 1 cm. Termasuk rumput yang tahan
kering dan sangat toleran terhadap api. Adalah rumput yang baik untuk padang
rumput rotasi didaerah tropik, palatabel dan tahan terhadap pengembalaan serta
tahan injakan.
Download