207 BAHAYA DAN PENANGANAN TUBERCULOSIS

advertisement
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
BAHAYA DAN PENANGANAN TUBERCULOSIS
MASNIARI POELOENGAN, IYEP KOMALA dan SUSAN M. NOOR
Balai Penelitian Veteriner
Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
PENDAHULUAN
Tuberculosis
dikenal dengan penyakit
TBC, yaitu salah satu penyakit infeksi yang
bersifat persisten dan menahun dan merupakan
zoonosis penting di Indonesia. Penyakit ini
dikatakan sebagai penyakit menahun (kronik),
sehingga gejala klinisnya baru muncul jika
sudah parah, tetapi adakalanya penyakit ini
berjalan akut dan progresif, terutama pada
hewan muda.
TBC adalah penyakit yang menyebabkan
kematian terbesar kedua di Indonesia. Gejala
yang ditimbulkan antara lain gangguan
pernafasan seperti sesak nafas, batuk sampai
berdarah, badan tampak kurus kering dan
lemah. Penularan penyakit ini sangat cepat
karena ditularkan melalui saluran pernafasan.
Micobacterium
tuberculosis
telah
menginfeksi sepertiga penduduk dunia,
menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia
diserang TBC dengan kematian 3 juta orang
per tahun (WHO, 1993). Kematian ini di
negara berkembang merupakan 25% dari
kematian penyakit yang sebenarnya dapat
diadakan pencegahan. Diperkirakan 95%
penderita TBC berada di negara-negara
berkembang. Munculnya epidemi HIV/AIDS
di dunia, maka meningkatkan jumlah penderita
TBC. Kematian wanita karena TBC lebih
banyak daripada kematian karena kehamilan,
persalinan serta nifas. WHO mencanangkan
keadaan darurat global untuk penyakit TBC
pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman TBC.
Tuberculosis di Indonesia kembali muncul
sebagai penyebab kematian utama setelah
penyakit jantung dan saluran pernafasan.
Penyakit TBC paru, masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan
rumah
tangga
(SKRT)
tahun
1995
menunjukkan bahwa tuberculosis merupakan
penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit
kardiovaskuler
dan
penyakit
saluran
pernapasan pada semua golongan usia dan
nomor I dari golongan infeksi. Survey
prevalensi yang dilakukan antara tahun 19791982 di 15 propinsi dengan hasil 200-400
penderita tiap 100.000 penduduk. Menurut
WHO, pada manusia akan timbul 10,2 juta
kasus TBC baru dalam tahun 2000, apalagi
dengan adanya HIV, mungkin sekali kasus
akan makin bertambah. Menurut DINAS
KESEHATAN DKI (2002) dari setiap 100
penduduk Indonesia, 3 - 6 orang menderita
TBC
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus
baru TBC dimana sekitar 1/3 penderita terdapat
disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di
pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan
swasta, praktek swasta dan sisanya belum
terjangkau
unit
pelayanan
kesehatan.
Sedangkan kematian karena TBC diperkirakan
175.000 per tahun. Penyakit TBC menyerang
sebagian besar kelompok usia kerja produktif,
penderita TBC kebanyakan dari kelompok
sosio ekonomi rendah.
Tahun 1995-1998, cakupan penderita TBC
Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau
pengawasan langsung menelan obat jangka
pendek/setiap hari baru mencapai 36% dengan
angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi
DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56%
dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai
hanya 40-60%. Pengobatan yang tidak teratur
dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa
lalu kemungkinan telah timbul kekebalan
kuman TBC terhadap OAT (obat anti
tuberculosis) secara meluas atau multi drug
resistance (MDR).
Selain manusia satwapun dapat terinfeksi
dan menularkan penyakit TBC melalui
kotorannya. Kotoran satwa yang terinfeksi itu
terhirup oleh manusia maka membuka peluang
manusia akan terinfeksi juga penyakit TBC.
Satwa yang punya potensi besar menularkan
penyakit TBC ke manusia adalah sapi perah
dan primata, misalnya orang utan, owa dan
siamang.
207
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Penykit TBC sudah ada sejak zaman Mesir
kuno, terbukti dari penemuan mummi yang
mengandung tanda-tanda khas TBC tersebut.
Bakteri TBC untuk pertama kalinya
ditunjukkan oleh ROBERT KOCH tahun 1882,
oleh karena itu bakteri tersebut sering disebut
bakteri
Koch
atau
Mycobacterium
tuberculosis..
Penyebab tuberculosis pada mamalia
adalah Mycobacterium tuberculosis sebagai
penyebab utama dari tuberculosis pada
manusia, M. bovis penyebab tuberculosis pada
sapi dan kerbau, dan M. africanum yang
menyebabkan tuberculosis pada manusia di
Afrika Tropis.
PENYEBAB PENYAKIT (ETIOLOGI),
POLA PENYEBARAN DAN DISTRIBUSI
PENYAKIT (EPIDEMIOLOGI)
Disebut Tuberculosis karena penyakit ini
membentuk benjolan-benjolan (tubercles)
disertai perkijuan dan perkapuran, khususnya
di dalam jaringan paru-paru, disebabkan oleh
Mycobacterium
tuberculosis,
tergolong
actinomycetalse, familia mycobacteriaceace,
genus Mycobacterium yang bersifat tahan
asam, berukuran antara 0,2-0,6 x 1,5-4 mikron,
mempunyai granula metakhromatik yang
disebut granula Much. Bakteri ini pertama
akan membentuk tuberkel dalam suatu fokus
yang disebut fokus primer, yang pada manusia
dan sapi sering terjadi di dalam jaringan paruparu, sedangkan pada bangsa unggas tuberkel
terdapat di dalam usus, kemudian melalui jalur
sirkulasi limfe (limfositik) menyebar ke
jaringan lainnya.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TBC
cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Kuman ini
dalam jaringan tubuh dapat dormant, tertidur
lama selama beberapa tahun. sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
EHRLICH membuktikan bahwa bakteri TBC
merupakan bakteri Gram positif, tetapi bersifat
tahan asam, sehingga dengan pewarnaan Ziechl
Nielsen berwarna merah.
Bakteri TBC tidak membentuk spora, tidak
bergerak dinding selnya berlapis lilin. Lapisan
lilin inilah yang membuat bakeri tersebut lebih
tahan hidup di lingkungan alam dibandingkan
dengan bakteri yang tidak membentuk spora.
Misalnya bakteri yang berada di dalam
eksudat, tinja dan di dalam air, di dalam
jaringan paru-paru yang sudah membusukpun
bakteri masih bisa bertahan berbulan-bulan dan
tidak mati oleh sinar matahari. Setiap spesies
hewan, memiliki kerentanan pada infeksi
bakteri, masing-masing sebagai berikut:
Tuberkulosis hewan terutama pada sapi,
telah lama diketahui menyebabkan beberapa
bentuk tuberculosis manusia.
Tabel 1. Kerentanan spesies hewan terhadap tipe bakteri TBC
Spesies hewan
Marmot
Kelinci
Mencit (galur tertentu)
Hamster
Kera
Kuda
Anjing
Sapi
Babi
Bangsa Kakatua
Unggas
Sumber: SUBRONTO, 1985
208
Bovin
++++
++++
++++
++
++++
++
++
++++
+++
+++
0
0
Tipe bakteri TBC
Human
++++
+
++++
+++
++++
0
+
+
+
++
0
0
Avier
0
++++
+
+
0
++
0
0
++++
++++
++++
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Meskipun angka insidensi tuberculosis di
manusia di Indonesia ini amat tinggi, tetapi tipe
yang paling dominan yang menyerang adalah
tipe humanus (Mycobacterium tuberculosis).
RESSANG dan UMBOH (1992) menyimpulkan
bahwa hal ini disebabkan karena susu yang
dikonsumsi di Indonesia umumnya dimasak
terlebih dahulu sehingga kejadian infeksi
dengan cara kontak atau melalui saluran
pencernaan dengan M. bovis sangatlah jarang.
Hal ini masih berlaku sampai saat ini, karena
makin jarangnya pembelian susu segar
langsung dari peternakan disebabkan oleh
kurang sehatnya sanitasi lingkungan di
peternakan-peternakan sapi perah saat ini.
Perjalanan penyakit (patogenesis)
Tuberkolosis dapat menyerang hewan
maupun unggas dengan demikian dapat
menyerang
pada
manusia.
Kejadian
tuberkolusis pada ternak tidak terlalu menonjol
dibandingkan penyakit menular lainnya, tetapi
pada manusia justru merupakan penyakit
rakyat terutama rakyat ekonomi lemah.
Tuberculosis
pada
manusia
akan
membentuk koloni tebal, kering dan keriput,
sedangkan pada tipe bovin (sapi) kasar dan
kering, pada tipe avian tebal, halus dan agak
lembab. Pada pemeriksaan paska mati, akan
ditemukan tuberkal-tuberkal sebagai berikut:
Sapi
Terdapat pada paru-paru, hati, limpa,
peritoneum kelenjar limfe, pleura,
kadangkadang pada kulit dan tulang. Tubercolusis ini
kebanyakan menyerang pada sapi perah baik
sapi impor maupun sapi lokal.
Babi
Ditemukan dalam kelenjar limfe pada leher
(servicalis), submaksilaris, bronkhialis, portal,
mesenterika, hati, paru-paru dan limfa.
Unggas
Terdapat dalam hati, pru-paru, limpa, usus,
tulang, persendian, peritonium, ginjal dan
ovari.
Kuda
Penderita memperlihatkan kekurusan, lesu,
leher kaku, rambut dan kulit kusut.
Kambing dan domba
TBC pada kambing dan domba jarang
terjadi,
apabila
ditemukan
umumnya
disebabkan oleh infeksi M. bovis
Kucing
TBC pada kucing jarang sekali ditemukan,
karena kucing memang tahan terhadap infeksi
bakteri ini
Anjing
TBC pada anjing banyak disebabkan oleh
M. tuberculosis, M. bovis, dan jarang
ditemukan oleh M. avium. Dilaporkan bahwa
anjing mendapat tuberculosis justru karena
tertular oleh manusia.
Monyet
Sangat rentan terhadap M. bovis, M.
tuberculosis dan M. avium. Monyet-monyet
yang menderita TBC akan mngeluarkan
mycobacterium melalui urinnya.
GEJALA DAN TANDA
Tuberculosis pada sapi pada stadium awal
infeksi tidak menunjukkan gejala klinik. Gejala
klinik baru dapat dilihat apabila penyakit
berlanjut, yaitu dengan terlihatnya kondisi
tubuh yang menurun, kurang nafsu makan dan
terjadi pembengkakan permukaan kelenjar
limfe (limfoglandula superfisialis) sehingga
mudah diraba.
Tuberculosis pada terbak babi akan
memperliahtkan pembekakan pada kelenjar
limfoglandula superfisialis, juga terjadi
pembengkakan pada tulang dan sendi-sendi.
Gejala umum tuberculosis yang sudah agak
lanjut adalah kelemahan umum, tidak ada
nafsu makan, susah bernafas, kekurusan, dan
demam yang turun naik.
Tuberculosis pada kelejar susu (ambing)
akan memperlihatkan pengerasan, karena
terbentuknya jaringan ikat di dalam ambing
yang menderita. Penderita pada ternak unggas
memperlihatkan penonjolan pada tulang dada,
kepucatan
pada
balung
dan
pial,
pembengkakan sendi yang dapat menyebabkan
kelumpuhan dan diare.
Gejala umum TBC yaitu batuk terus
menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu
209
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah,
nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan, demam
meriang lebih dari sebulan (www.infeksi.com).
Host manusia
Tuberculosis dapat menyerang setiap
bagian tubuh manusia dan hampir semua
jaringan,
tetapi
tuberculosis
pulmonal
merupakan sebagian besar yang perlu
diperhatikan. Penyakit ini biasanya bersifat
kronis, beragam bentuknya dan malahan
biasanya asymtomatis. Biasanya dapat
menghebat dengan tiba-tiba pada setiap
tahapannya, tetapi meskipun begitu pada
beberapa kasus malahan dapat sembuh dengan
sendirinya.
Tuberculosis exstrapulmonal pada ginjal,
hati, limpa, tulang, meningens, testes, ovarium
dan organ lain seperti persendian, intestin dan
larynx biasanya disebabkan oleh invasi lesio
exsudatif ke dalam aliran darah. Tuberculosis
extrapulmonal ini lebih jarang terjadi
dibandingkan dalam bentuk pulmonal pada
manusia.
Kepakaan manusia terhadap bacillus
tuberculosis sapi sama besarnya terhadap
bacillus tuberculosis pada manusia. Apabila
lesio telah terbentuk pada suatu organ, maka
akan sulit dibedakan bentuk maupun jalannnya
penayakit apakah M. bovis atau M. tuberculisis
yang dapat diisolasikan, termasuk juga sifatsifat dan kehebatan lesio setelah autopsi.
Secara umum dapat dikatakan bentuk yang
paling banyak dijumpai pada infeksi M. bovis
adalah bentuk bentuk exstapulmonal, dan yang
paling banyak terserang adalah anak-anak.
Timbulnya bentuk esxtrapulmonal pada infeksi
M. bovis umumnya ditularkan melalui susu
atau
produk
susu
mentah.
Bentuk
extstrapulmonal ini dapat menyebabkan
adenitis servicalis, infeksi alat urogenital,
tuberculosis dari tulang dan sendi.
Faktor yang mempengaruhi kemunculan
Faktor yang paling penting untuk di
perhatikan adalah sapi-sapi yang terinfeski
penyakit ini, karena sapi-sapi yang terinfeski
inilah faktor utama yang menyebarkan
210
penyakit ini terhadap manusia. Gejala klinis
sapi-sapi
yang
terkena
tuberculosis
memperlihatkan gejala klinis yang tidak jelas
dan uji-uji yang biasa dilakukan dapat
mendeteksi adanya carrier.
Kebiasaan minum susu sangat berpengaruh
terhadap penyebaran penykit ini. Masyarakat
yang sudah terbiasa minum susu yang terlebih
dahulu didihkan seperti di Amerika Latin,
Indonesia dan beberapa Asia, insidensi infeski
dengan M. bovis selalu rendah. Tuberculosis
pulmonal atau exstrapulmonal akan tetap tinggi
apabila prevalensi infeksi pada sapi amat
tinggi, karena terjadinya penularan dari susu
atau produknya yang tidak mengalami
pemansan terlebih dahulu dan terjadi penularan
secara aerosol pada pemeliharaan sapi dan/atau
pekerja kandang.
Kejadian tuberculosis pada umumnya
banyak terjadi di daerah-daerah dimana
hewannya dikandangkan di musim dingin
dengan masyarakatnya mempunyai kebiasaan
untuk meminum susu tanpa dididihkan terlebih
dahulu dan memiliki kebiasaan menjaga
hewannya di kandang.
Cara penularan
Sumber penularana adalah penderita TB
BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan diudara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman
TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung
kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman), maka penderita tersebut dianggap
tidak menular. Kemungkinan seseorang
terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Cara penularaan dari sapi ke manusia
Konsumsi air susu sapi dalam keadaan
mentah yang sudah terinfeski tuberculosis
merupakan cara penularan yang paling ideal.
Bacilli penyebab tuberculosis yang merupakan
organisme yang teremulsikan ke lemak dan
emigrasi ke jaringan mukosa dan lymphoid
dipermudah karena pada saat yang sama
pangan sedang dicerna oleh tubuh penderita.
Mencegah terjadinya penularan tuberculosis
sebaiknya masyarakat meminum susu setelh
proses pemanasan atau meminum susu yang
sudah di asamkan (yoghurt, keffir) karena akan
berakibat negatif terhadap hidupnya bacilli
tuberculosis.
Penularan dari manusia ke sapi
Mycobacterium yang berperan dalam
penularan dari sapi terahadap manusai yaitu M.
bovis dan M. tuberculosis. Penularan M.
tuberculosis
terhadap
sapi
secara
epidemiologis tidak mempunyai kepentingan,
karena sapi sangatlah resisten terhadapnya.
Kejadian penularan tuberculosis dari sapi
ke manusia banyak terjadi di peternakanpeternakan sapi. Penderita tuberculosis
pulmonal yang berasal dari sapi akan
menularkannya kembali ke sapi yang sehat.
Peternakan yang sudah bebas dari tuberculosis
yang kemudain terjangkit lagi disebabkan
karena pekerja-pekerja penderita tuberculosis
yang disebabkan oleh M. bovis.
Penularan dari anjing, kucing dan kera
Hewan kesayangan seperti anjing dan
kucing masih harus tetap diwaspadai sebagai
penular tuberculosis, tetapi manusai yang
terinfeski tuberculosis lebih sering menularkan
terhadap ajing dan kucing daripada sebaliknya.
Penularan akan lebih mudah terjadi dengan
adanya hubungan yang cukup erat antara anakanak dengan anjing dan kucing, bisa melalui
droplets dan debu. Anjing dan kucing agak
resisten terhadap tuberculosis, sehingga hewan
ini jarang sekali menjadi sumber penularan
terahdap manusia.
Kera
tang
terinfeksi
tuberculosisi
merupakan ancaman yang sangat serius
terhadap manusia. Umumnya kera yang hidup
dihutan besab dari tuberculosis dibandingkan
dengan kera yang dipelihara di sekitar
pemukiman manusia. Kera dari hutan pada
umumnya tertular tuberculosis dari pemelihara
atau penangkapnya. Kera yang sudah tertular
penyakit ini akan menularkannya pada
koloninya, dan infeksinya akan menjalar secara
liar diantara koloni tersebut. Kera Rhesus yang
terinfeksi penyakit ini sangat mematikan. Uji
tuberkulin merupakan uji yang cukup bagus
untuk mendeteksi kasus primer tuberculosis
pada kera, sedangkan untuk kasus sekunder
yang dianjurkan adalah dengan pemeriksaan
radiologi.
Resiko penularan
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk
of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia
dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ?
2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%,
berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk,
10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian
besar dari orang yang terinfeksi tidak akan
menjadi penderita TB, hanya 10% dari yang
terinfeksi yang akan menjadi penderita TB.
Dari keterangan tersebut diatas, dapat
diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1%,
maka diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis
setiap tahun, dimana 50% penderita adalah
BTA positif. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi penderita TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah;
diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
RIWAYAT TERJADINYA
TUBERKULOSIS
Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang
terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi
dimulai saat kuman TB berhasil berkembang
biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran linfe akan membawa kuma TB ke
kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4-6 minggu.
211
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari
negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah
infeksi primer tergantung kuman yang masuk
dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya
tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan
kuman
TB.
Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur).
Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
mengehentikan
perkembangan
kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan
akan
menjadi
penderita
Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi
sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis pasca primer (Post Primary
TB)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi
setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan
tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan
paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura.
Komplikasi pada penderita tuberkulosis
Komplikasi berikut sering terjadi pada
penderita stadium lanjut:
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran
napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan napas. Kolaps dari lobus
akibat retraksi bronkial, bronkiectasis dan
Fibrosis pada paru. Pneumotoraks spontan:
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak,
tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio
Pulmonary Insufficiency). Penderita yang
mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap
di rumah sakit. Penderita TB paru dengan
kerusakan jaringan luas yang telah sembuh
(BTA negatif) masih bisa mengalami batuk
darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan
dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini,
pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi
cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila
212
perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke
unit spesialistik.
Perjalanan alamiah TB yang tidak diobati
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50%
dari penderita TB akan meninggal, 25% akan
sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh
tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang
tetap menular (WHO, 1996).
Pengaruh infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas
sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunity), sehingga jika terjadi infeksi
oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
penderita TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan
meningkat pula.
PENENTUAN PENYAKIT
Penentuan penyakit tuberculosis dapat
berupa diagnosa klinis dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan laboratorium, yaitu berdasarkan
ditemukannnya bakteri tuberculosis dalam
sekreta dan eskreta yang diperkuat dengan
membuat
kultur
biakan
Leuwenstein,
Petragnani atau gliserin-kentang dalam suasana
ada udara.
Tuberculosis tipe manusiA tumbuh dengn
baik pada pH 7,4-8,0 dan memerlukan inkubasi
dalam biakan khusus selama 4-8 minggu,
sedangkan tipe bovis (sapi) dalam pH 5,8-6,9
dan tipe unggas dalam pH > 7 (alkalis)
memerlukan waktu selama 5 hari saja.
Uji tuberkulin merupakan uji yang dapat
dilakukan untuk menguji tuberculosis. Uji
tuberkulin dalam kulit (intrademal) dapat
dilakukan sebagai berikut: 0,1 tuberkulin
disuntikan ke dalam kulit tangan menggunakan
alat suntik Rautmann, yang dilakukan pada
kulit dari pangkal ekor atau vulva, pada sapi
dan ternak besar lainnya.
Uji tuberkulin pada ternak babi dilakukan
pada kulit telinga atau alat kelaim luar (vulva),
pada unggas dilakukan pada pial atau gelambir
dengan dosis 0,05 ml.
Penilaian tuberkulinasi ini dibaca setelah
48-72 jam paska suntikan. Penebalan yang
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
terjadi pada kulit setelah dilakukan suntikan,
yang dapat dikur dengan kutimeter dinyatakan
positif. Uji yang dapat dilakuakan selain uji
intradermal, yaitu dengan cara uji tuberkulin di
bawah kulit (subkutan) atau ke dalam mata
(ophtalmik). Uji tuberkulin pada anjing sering
memberikan hasil negatif-plasu (falsenegative).
PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN
Pengendalian infeksi M. bovis pada
manusai dapat dilakukan dengan pastuerisasi
susu, vaksinasi dengan BCG, pengendalian dan
eradikasi tuberculosis pada sapi. Pengendalian
yang utama dalam pencegahan M. bovis adalah
dengan pembuatan program pengendalian dan
pembasmian tuberculosis pada sapi.
Tindakan eradikasi biasanya berupa uji
tuberkulin secara berulang sampai semua kasus
tuberculosis tidak ditemukan lagi dan
memisahkan reaktor dari kawanannya. Tetapi
pada kenyataannya pelaksanaan ini sangat sulit
dilakukan karena kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang tuberculosis dan biaya
yang cukup mahal untuk melakukan uji
tuberkulin pada sapi secadara berulang.
Bahan yang paling efektif dalam
membunuh bakteri TBC adalah senyawa
phenol 2-3%, kresol 2-3% atau ortophenil 1%.
Desinfektan
ini
digunakan
untuk
membersihkan
kandang
dan
peralatan
lainnnya.
kenyamanan dalam bekerja, pengetahuan
tentang keselamatan kerja, kesehatan dan
kebersihan pribadi. Pekerja juga harus
diperhatikan
kesehatannya
dengan
memeriksakan ke dokter secara berkala.
Imunisasi terhadap tuberculosis
Yaitu dengan melakukan vaksinasi
terutama pada bayi dan anak-anak dengan
vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin).
Vaksin ini berupa M. bovis hidup yang telah
diatenuasikan, aman dan sangat kuat dalam
melindungi manusia terhadap infeksi M. bovis
dan M. tuberculosis. Vaksin ini cukup aman
dan dapat mencegah 80% kasus Tuberculosis
paru-paru dan 100% meningitis tuberculosa.
Revaksinasi dianjurkan dilakukan dalam
interval 5, 10 dan 15 tahun.
Vaksin
BCG
tidak
memberikan
perlindungan yang baik pada sapi dan hewan
eksotik. Tindakan vaksinasi BCG pada sapi
akan mengganggu uji tuberkulinasi karena
akan bereaksi.
Pemberian kemoprofilaksis
Yaitu
dengan
cara
dilakukannya
penyampaian kepada masyarakat tentang
pengetahuan ilmiah dasar tentang faktor-faktor
yang menyebabkan penyakit tuberculosis.
Penyampaian ini harus dirancang dengan baik,
dan disampaikan oleh orang-orang yang
mengetahui adat istiadat, pola dan latar
belakang budaya setempat.
Menurut DINAS KESEHATAN DKI JAKARTA
(2002) pencegahan agar tidak tertular kepada
orang lain:
1. Penderita tuberculosa paru:
• Minum obat secara teratur sampai
selesai
• Menutup mulut waktu bersin atau
batuk
• Tidak meludah di sembarang tempat
• Meludah di tempat yang kena sinar
matahari atau di tempat yang diisi
sabun atau karbol/lisol
2. Untuk keluarga:
• Jemur tempat tidur bekas penderita
secara teratur
• Buka jendela lebar-lebar agar udara
segar & sinar matahari dapat masuk
• Kuman TBC akan mati bila terkena
sinar matahari
Perlindungan individual
Pencegahan yang lain
Pencegahan dini
Pendidikan kesehatan
Pekerja-pekerja dipeternakan sapi, kebun
binatang maupun di laboratorium yang selalu
kontak dengan hewan yang rentan terinfeksi
tuberculosis harus dilindungi. Perlindungan ini
bisa berupa penggunaan pakaian pelindung,
• Imunisasi BCG pada bayi
• Meningkatkan daya tahan tubuh dengan
makanan bergizi
213
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
PENGOBATAN
Pengobatan TBC hanya dilakukan pada
penderita manusia, karena wadah sumber
(reservoir) TBC justru terutama adalah
amnusia, baru kmudian ternak sapi perah.
Dihidrosteptomisin cukup efektif untuk
membunuh bakteri TBC. Obat lain yang bisa
diberikan adalah Etambutol dan Rifampisin.
Tiga prinsip pengontrolan TBC di bidang
veteriner:
1. Test and Slaughter
Ternak sapi yang dinyatakan TBC dengan
uji tuberkulin, maka sapi tersebut dipotong.
Cara ini dilakukan hampir di semua negara.
karena produksi daging dan susu sangat
menurun, disamping bagian-bagian jaringan
hewan potong yang menderita TBC harus
dimusnahkan. Disarankan apabila ditemukan
hewan kesayangan seperti anjing dan kucing
terinfeski TBC untuk dilakukan euthanasia.
Hewan potong seperti sapi, domba,
kambing, babai dan sebagainya apabila
terinfeksi TBC, maka harus dibakar atau
dikubur dalam-dalam. TBC lokal sering terjadi
pada kelenjar ambing atau paru-paru, maka
bagian organ tersebut harus ditolak (diafkir).
Sekitar 5% sapi penderita TBC menunjukkkan
adanya radang ambing TBC (mastitis
tuberculosis).
Air susu yang terinfeksi
merupakan sumber penularan penyakit pada
anak sapi, ternak babi dan manusia.
2. Test and Segragation
Metode ini merupakan modifikasi dari butir
1 yang biasa dilakukan di negera-negara Eropa.
Penderita yang positif TBC di[pisahkan dan
diisolasi, dan kalau dapat diupayakan untuk
dilakukan pengobatan.
3. Test and Chemoterapy
Yaitu
upaya
pengobatann
dengan
menggunakan INH (Isoniazil). Metode ini
beresiko gagal tinggi, karena > 205% kasus
refraksi, melahirkan strain tahan obat. Bahaya
lainnnya yaitu susu yang dihailkan akan
terdapat residu INH, apabila chemoterapy ini
dihentikan, maka sering menyebabkan
penyakit timbul kembali.
Keberhasilan dalam penanganan TBC ini
dipengarihi oleh beberapa faktor:
a) Sarana dan prasarana dalam melakukan
pengobatan
b) Obat yang diberikan merupakan obat
terbaiak tetapi harus dapat terjangkau
oleh penderita
c) Diadakannnya penyuluhan kepada
masyarakat dan keluarga tentang TBC
d) Ada tidaknya penyakit lain yang diidap
oleh penderita seperti kencing manis
dan HIV.
KEJADIAN TBC DENGAN KESEHATAN
MASYARAKAT
TBC pada hewan dapat menyebabakan
kerugian secara ekonomi yang sangat besar
214
STRATEGI PENANGGULANGAN TBC
SECARA NASIONAL
Paradigma sehat
• Meningkatkan
penyuluhan
untuk
menemukan penderita TB sedini mungkin,
serta meningkatkan cakupan
• Promosi
kesehatan
dalam
rangka
meningkatkan perilaku hidup sehat
• Perbaikan perumahan serta peningkatan
status gizi, pada kondisi tertentu
•
Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO
• Komitmen politis dari para pengambil
keputusan (tripartite), termasuk dukungan
dana.
• Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopik
• Pengobatan dengan panduan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO)
• Kesinambungan persediaan OAT jangka
pendek dengan mutu terjamin.
• Pencatatan dan pelaporan secara baku
untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TBC
Peningkatan mutu pelayanan di tempat
kerja
• Pelatihan seluruh tenaga pelaksana
• Mengembangkan
materi
pendidikan
kesehatan tentang pengendalian TBC
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
mengunakan media yang cocok untuk
tempat kerja
Ketepatan
diagnosis
TBC
dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
Kualitas laboratorium diawasi melalui
pemeriksaan uji silang (cross check).
Untuk menjaga kualitas pemeriksaan
laboratorium, dibentuk KPP (Kelompok
Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu)
PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik)
dan beberapa PS (Puskesmas Satelit).
Untuk daerah dengan geografis sulit dapat
dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana
mandiri).
Ketersediaan OAT bagi semua penderita
TBC yang ditemukan.
Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan
secara berkala dan terus menerus.
Keteraturan menelan obat sehari-hari
diawasi oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO).
Pencatatan pelaporan dilaksanakan dengan
teratur lengkap dan benar.
Pengembangan program dilakukan secara
bertahap.
Advokasi sosialisasi kepada para pimpinan
perusahaan, organisasi pekerja mengenai
dasar pemikiran dan kebutuhan untuk TBC
kontrol
yang
efektif,
mencakup
kontribusinya dalam pengendalian TBC di
tempat kerja.
Kabupaten/kota
sebagai
titik
berat
manajemen
program
meliputi
:
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi serta mengupayakan sumber daya
(dana, tenaga, sarana dan prasarana).
Membuat peta TBC sehingga ada daerahdaerah
yang
perlu
di
monitor
penanggulangan bagi para pekerja.
Memperhatikan komitmen internasional.
DAFTAR PUSTAKA
DEWI MULIATY. 1995. Diagnosis Tuberculosis.
Forum Diagnosticum.
DEPARTEMEN KESEHATAN R.I. 2005. Program
Penaggulangan TBC. Depkes R.I. Jakarta.
DINAS KESEHATAN DKI
JAKARTA. 2002.
Tuberculosa Paru (TB Paru) Pencegahan dan
Pengobatan. Jakarta.
DHARMOJONO. 2001. Limabelas Penyakit Menular
dari Binatang ke Manusia. Milenia Populer,
Jakarta.
http://www.cdc.gov/nchstp/tb/faqs/qa_introduction.
htm#Intro1. 2005. Questions and Answers
About TB.
http://www.pdpersi.co.id/pdpersi/news/artikel.php3?
id=940.2005.Infeksi Tuberculosis.
DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT
JENDRAL
PETERNAKAN,
DEPARTEMEN
PERTANIAN. 1985. Pedoman Pengendalian
Penyakit Hewan Menular. Jakarta.
DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT
JENDRAL
PETERNAKAN,
DEPARTEMEN
PERTANIAN. 1986. Petunjuk Khusus Cara
Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan
Penyakit Hewan Menular. Jakarta.
DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT
JENDRAL
PETERNAKAN,
DEPARTEMEN
PERTANIAN.
1986.
Pola
Operasional
Pengendalian Tuberculosis dan Brucellosis.
Jakarta.
MERCK’S VETERINARY MANUAL. 1991. 7 th Ed.
Merck’s Co. and Inc.
RESSANG, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner.
Buku Palajaran Patologi Khusus Veteriner
Edisi II.
SUBRONTO. 1985. Ilmu Penyakit Ternak
Gadjahmada University Press, Jogjakarta.
I.
215
Download