The Mirror Never Lies: refleksi keindahan dan tantangan di Segitiga

advertisement
Siaran Pers
Jakarta, 26 April 2011
The Mirror Never Lies: refleksi keindahan dan tantangan
di Segitiga Terumbu Karang
SIARAN PERS
Jakarta(26/04)- Kolaborasi Pemerintah Kabupaten Wakatobi, organisasi konservasi World Wide
Fund for Nature Indonesia (WWF-Indonesia), dan rumah produksi SET Karya Film telah
membuahkan film The Mirror Never Lies. Film yang disutradarai oleh Kamila Andini ini bertema
kelautan dan mengangkat kisah suku Bajo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, bagian dari Segitiga
Terumbu Karang dunia.
Suku Bajo dikenal sebagai pelaut handal, hidup nomaden, dan tersebar di seluruh dunia. Mereka
mudah dijumpai di kawasan Segitiga Terumbu Karang; kawasan laut yang membentang melintasi
enam negara dan dikenal sebagai wilayah yang memiliki kekayaan hayati laut tertinggi di dunia.
Ironisnya, situs penting dunia itu kian terancam oleh praktik-praktik perikanan destruktif. Sementara
faktor perubahan iklim juga diperkirakan telah berdampak pada kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang tinggal di sekitarnya. 126 juta jiwa manusia dan ribuan spesies kunci di laut pun kini
semakin terdesak.Suku Bajo yang seluruh eksistensinya bersandar pada laut adalah salah satu yang
paling merasakan dampak degradasi lingkungan tersebut.
"Di tengah masalah iklim dan perubahan perilaku laut, memahami kebudayaan laut menjadi penting,
apalagi bagi bangsa Indonesia yang bersifat maritim. Film ini merupakan satu upaya untuk
memahami kebudayaan laut tersebut. Ini kisah mereka yang hidup mengikuti laut. Laut memberi
kabar baru dengan caranya sendiri: inilah yang terpenting dari film ini," jelas Garin Nugroho, salah
satu produser The Mirror Never Lies.
Refleksi keindahan dan tantangan di Segitiga Terumbu Karang dikemas dalam kisah seorang anak
perempuan Bajo bernama Pakis yang tengah beranjak remaja. Ia kehilangan ayahnya yang melaut
dan belum kembali. Melalui ritual Bajo yang menggunakan cermin, Pakis bersama sahabatnya
berupaya mencari jawaban akan keberadaan sang ayah. Sebaliknya, ibunya lebih pesimis dan
realistis dalam menghadapi kenyataan. Di tengah kebingungan ini, Pakis dan ibunya kerap berbeda
pendapat. Konflik semakin sering terjadi ketika seorang peneliti lumba-lumba bernama Tudo datang
di tengah mereka.
“Coral Triangle merupakan salah satu kekayaan dunia yang harus dijaga. Melalui The Mirror Never
Lies, WWF berharap semakin banyak pihak yang memalingkan wajah dan memberi perhatian lebih
untuk menjaga kekayaan hayati di kawasan ini. Pemanasan global dan perubahan iklim adalah
ancaman serius bagi keberlanjutan sumber daya alam laut dan ekosistem di wilayah Coral Triangle,
tak terkecuali masyarakat pesisir yang tinggal di sekitarnya. Conservation involves people. Butuh
kesadaran dan dukungan kolektif untuk membuat perubahan yang signifikan. Upaya konservasi di
kawasan Coral Triangle bukan tugas segelintir orang saja, tapi menjadi tanggung jawab kita semua,”
ujar Devy Suradji, Direktur Marketing dan Komunikasi WWF-Indonesia.
Sejak akhir tahun 2002, WWF sudah berkolaborasi dalam suatu bentuk kemitraan dengan The
Nature Conservancy (TNC) untuk membantu pengelola TN Wakatobi memperbaiki rencana
pengelolaannya, zonasi dan penerapan pengelolaan kawasan.
“Dalam melakukan pengelolaan kawasan, kami juga melibatkan masyarakat. Salah satunya adalah
mendampingi masyarakat untuk menerapkan perikanan berkelanjutan. Bahkan kini telah lahir inisitaifinisiatif baru dari masyarakat untuk membuat bank ikan sebagai upaya menjaga stok ikan. Kapal
Menami juga kami operasikan di Wakatobi sebagai stasiun riset bawah laut. Bersama masyarakat,
kami juga aktif melakukan pemantauan terumbu karang,” imbuh Devy.
Sementara itu, Bupati Wakatobi, Ir.Hugua menyatakan, The Mirror Never Lies merupakan media
komunikasi kreatif yang efektif dalam membantu mempromosikan Wakatobi sebagai daerah tujuan
ekowisata laut dan pusat penelitian bawah laut.
“Wakatobi kini telah menjadi laboratorium bawah laut untuk penelitian biota laut. Peneliti dari berbagai
wilayah di Indonesia dan negara-begara tetangga semakin banyak yang berdatangan ke Wakatobi.
Ini menjadi kebangaan kita semua. Oleh karena itu, upaya melindungi keindahan dan kekayaan
hayati laut di wilayah ini perlu senantiasa dikembangkan. Dengan adanya film ini, saya harapkan
semakin banyak lagi pihak yang peduli serta membantu upaya konservasi di Wakatobi,” tegasnya.
Film yang juga diproduseri oleh Nadine Chandrawinata dan dibintangi oleh Atiqah Hasiholan, Reza
Rahadian, Gita Novalista, Eko, serta Zainal ini bisa disaksikan oleh penikmat film Indonesia pada
awal Mei 2011. The Mirror Never Lies juga telah mendapat penghargaan Honorable Mention dari
Global Film Initiative pada tanggal 14 April 2011 berdasarkan kriteria penyajian artistik, alur
penceritaan, dan perspektif budaya dalam kehidupan sehari-hari. Info selengkapnya tentang The
Mirror Never Lies bisa dilihat di www.wwf.or.id/themirrorneverlies
Untuk informasi lebih lanjut, rekan-rekan media dapat menghubungi:
Devy Suradji, Marketing & Communication Director WWF-Indonesia, [email protected]
Shintya Kurniawan, Media Engagement Officer WWF-Indonesia, [email protected]
CATATAN UNTUK REDAKSI
Tentang Wakatobi
Kabupaten yang terletak di Sulawesi Tenggara ini resmi terbentuk pada tahun 2003. Wakatobi
merupakan bagian The Coral Triangle yang menjadi rumah bagi 750 spesies karang dari total 850
spesies di seluruh dunia. Kawasan Kepulauan Wakatobi dan perairan laut di sekitarnya diresmikan
sebagai taman nasional pada tahun 1996 dengan total area mencapai 1,39 juta ha.
Tentang WWF
World Wide Fund for Nature (WWF) adalah organisasi konservasi global yang mandiri dan didirikan
pada tahun 1961 di Swiss, dengan hampir 5 juta suporter dan memiliki jaringan yang aktif di lebih dari
100 negara. Di Indonesia, WWF bergiat di lebih dari 25 wilayah kerja lapangan dan 17 provinsi. Misi
WWF-Indonesia adalah menyelamatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi dampak ekologis
aktivitas manusia melalui: Mempromosikan etika konservasi yang kuat, kesadartahuan dan upayaupaya konservasi di kalangan masyarakat Indonesia; Memfasilitasi upaya multi-pihak untuk
perlindungan keanekaragaman hayati dan proses-proses ekologis pada skala ekoregion; Melakukan
advokasi kebijakan, hukum dan penegakan hukum yang mendukung konservasi, dan; Menggalakkan
konservasi untuk kesejahteraan manusia, melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara
berkelanjutan. Selebihnya tentang WWF-Indonesia, silakan kunjungi website utama organisasi ini
di www.panda.org dan www.wwf.or.id
Tentang SET Karya Film
SET didirikan pada tahun 1987 oleh kumpulan kreator audiovisual lulusan Institut Kesenian Jakarta
(IKJ), terutama di awaki oleh Garin Nugroho, Arturo GP dan kawan-kawan. Tujuannya adalah
menumbuhkan generasi film baru melalui kebebasan berekspresi dan pluralisme penciptaan serta
menumbuhkan dan bekerjasama dengan beragam komunitas untuk menumbuhkan ruang alternatif
momen kreasi dan apresiasi. SET menyadari bahwa sekarang ini adalah era multidisiplin seni,
teknologi dan pengetahuan. Maka, SET menumbuhkan karya-karya seni dengan ruang apresiasi
yang beragam dan lebih muda.
Tentang Segitiga Terumbu Karang
Istilah Segitiga Terumbu Karang (The Coral Triangle) baru mengemuka pada tahun 2009 setelah The
World Ocean Conference diselenggarakan. The Coral Triangle merupakan wilayah perairan yang
meliputi Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Wilayah
ini menyimpan kekayaan hayati laut yang sangat tinggi. 76 % spesies terumbu karang dunia bisa
ditemukan di tempat ini. The Coral Triangle juga menjadi nursery area di mana ikan-ikan dan spesiesspesies laut lainnya bertelur dan bertumbuh dewasa, sebelum mereka berkelana ke seluruh dunia.
Oleh karenanya, area ini menjadi sangat penting bagi siklus hidup spesies laut.
Download