BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Perilaku konsumen 1) Pengertian perilaku konsumen Menurut Kotler (2008:182) tujuan pemasaran adalah memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan pelanggan sasaran. Bidang ilmu perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka. Menurut Assauri (2009:123) perilaku konsumen merupakan tindakan seseorang atau individu yang langsung menyangkut pencapaian dan penggunaan produk termasuk proses keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut. Menurut Mangkunegara (2011:4) perilaku konsumen merupakan suatu tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, dan menggunakan barang-barang atau jasa ekonomi yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Proses proses pengambilan keputusan untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Suprapti (2010:2) perilaku konsumen 1 didefinisikan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk dan jasa yang diharapkan akan memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan perilaku konsumen merupakan kegiatan-kegiatan konsumen yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan atau jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan untuk membeli dan memakai suatu produk. 2) Model perilaku pembeli Menurut Kotler dan Armstrong (2012:158) pada tahap permulaan, para pemasar dapat memperoleh suatu pengertian yang jelas mengenai konsumen, melalui pengalaman sehari-hari pada waktu menjual sesuatu kepada konsumen. Setelah perusahaan dan pasar semakin besar, hilanglah peluang para pembuat keputusan pemasaran untuk dapat berhubungan langsung dengan para pelanggan. Dalam tahap selanjutnya, para manajer berpaling pada penelitian konsumen, untuk mempelajari konsumen. Pertanyaan inti untuk pemasar adalah Inti: “Bagaimana konsumen merespons berbagai usaha pemasaran yang mungkin digunakan perusahaan? Titik awalnya adalah model perilaku pembelian berupa rangsangan-tanggapan yang diperlihatkan pada gambar model perilaku pembeli seperti Gambar 2.1 berikut. 2 Gambar 2.1 Model Perilaku Pembeli Bauran Pemasaran Pemasaran Produk Harga Tempat Promosi Rangsangan Lain Rangsangan Lain Ekonomi Teknologi Politik Budaya Kotak Hitam Pembeli Karakteristik pembeli Proses keputusan pembeli Respon Pembeli Pilihan produk Pilihan merek Pilihan penyalur Waktu pembelian Jumlah pembelian Sumber: Kotler dan Armstrong (2012:158). Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa pemasaran dan rangsangan lain memasuki kotak hitam konsumen dan menghasilkan respons tertentu. Pemasar harus menemukan apa yang ada di dalam kotak hitam pembeli. Rangsangan pemasaran terdiri dari empat P, product (produk), price (harga), place (tempat) dan promotion (promosi). Rangsangan lain meliputi kekuatan dan faktor utama dalam lingkungan pembeli: ekonomi, teknologi, politik dan budaya. Semua masukan ini memasuki kotak hitam pembeli, di mana masukan ini diubah menjadi sekumpulan respons pembeli yang dapat diobservasi: pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian dan jumlah pembelian. Pemasar ingin memahami bagaimana rangsangan itu diubah menjadi respons di dalam kotak hitam konsumen, yang mempunyai dua bagian. Pertama, karakteristik pembeli mempengaruhi bagaimana pembeli menerima dan bereaksi terhadap rangsangan itu. Kedua, proses keputusan pembeli itu sendiri mempengaruhi perilaku pembeli. Pertama dapat dilihat karakteristik pembeli ketika karakteristik itu mempengaruhi perilaku pembeli dan kemudian mendiskusikan proses keputusan pembeli. 3 2.1.2 Keputusan pembelian Keputusan atau niat untuk membeli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Keputusan pembelian merupakan pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu (Setiadi, 2010:17). Proses psikologi dasar memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian mereka. Perilaku setelah pembelian suatu produk ditentukan oleh kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu produk sebagai akhir dari proses penjualan. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya, dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk yang dirasakan (Kotler dan Keller, 2009:184). Kotler dan Keller (2009:234) mengatakan pada proses keputusan pembelian konsumen melalui lima tahap: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Konsumen tidak selalu melalui lima tahap pembelian itu seluruhnya. Mereka mungkin melewatkan satu atau beberapa tahap. Proses pembelian konsumen model lima tahap dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut. 4 Gambar 2.2 Proses Pembelian KonsumenModel Lima Tahap Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca Pembelian Sumber : Kotler dan Keller (2009 : 235). Proses pembelian konsumen berdasarkan model lima tahap menurut Kotler dan Keller (2009:235) dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Pengenalan masalah Proses pembelian ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan itu dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen untuk menyusun strategi pemasaran. 2) Pencarian informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Situasi ini terbagi kedalam dua level rangsangan. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan pengelihatan. Pada level ini, orang hanya lebih sekedar peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin aktif mencari informasi : mencari bahan bacaan, menelpon teman dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Sumber informasi konsumen digolongkan kedalam empat kelompok. (1) Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga dan kenalan. (2) Sumber komersial : iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan dan pajangan ditoko. (3) Sumber publik : media massa, organisasi penentu peringkat konsumen. 5 (4) Sumber pengalaman : penanganan, pengkajian dan pemakaian produk. 3) Evaluasi alternatif Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai penilaian terhadap produk secara sadar dan rasional. 4) Keputusan pembelian Konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada didalam kumpulan pilihan dalam tahap evaluasi, kemudian konsumen membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. 5) Perilaku sesudah pembelian Konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian setelah pembelian karena memperhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya. 2.1.3 Pemasaran hijau (green marketing) Menurut Ramanakumar (2012) mengatakan bahwa : “Green marketing as the activities taken by firms that are concern about the environment or green problems by delivering the environmentally sound goods or services to create consumers’ and society’s satisfaction. Other definitions of green marketing as proposed by marketing scholars include social marketing, ecological marketing or environmental marketing.” Artinya : pemasaran hijau adalah kegiatan yang diambil oleh perusahaan-perusahaan yang memperhatikan tentang lingkungan atau masalah hijau dengan memberikan lingkungan barang atau jasa untuk 6 menciptakan konsumen dan kepuasan masyarakat. Definisi lain pemasaran hijau seperti yang diusulkan oleh para sarjana pemasaran meliputi pemasaran sosial, ekologi pemasaran atau pemasaran lingkungan. Berdasarkan AMA, pemasaran hijau adalah : “...as the activity, set of institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at large” Artinya : kegiatan, mengatur lembaga, dan proses untuk membuat, berkomunikasi, memberikan, dan bertukar penawaran yang memiliki nilai bagi pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat pada umumnya (Dahlstrom, 2011:5). Pemasaran sosial mengadopsi sudut pandang yang berbeda dan mendefinisikan pemasaran hijau sebagai pengembangan dan pemasaran produk yang dirancang untuk meminimalkan efek negatif terhadap lingkungan. Berbeda dengan perspektif ritel, orientasi sosial mengakui biaya konsumsi pra dan pasca dengan lingkungan. Dari pengertian-pengertian ini dapat disimpulkan bahwa pemasaran hijau mengandung beberapa poin penting yaitu : pertama organisasi atau perusahaan melalui aktivitas pemasarannya berusaha memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, kedua aktivitas pemasaran ini dilaksanakan dengan cara yang lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan pesaing, dan ketiga aktivitas ini memberikan dampak minimal pada perusakan lingkungan alam sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat. 7 2.1.4 Konsep pemasaran hijau Menurut Polonsky (1994) dalam penelitiannya Ramanakumar (2012) mengatakan ada lima alasan bagi organisasi atau perusahaan untuk menerapkan konsep pemasaran hijau, yaitu: 1) Organisasi dapat menggunakan konsep pemasaran hijau untuk memanfaatkan peluang dalam mencapai tujuannya. 2) Organisasi percaya bahwa mereka memiliki kewajiban moral untuk lebih bertanggungjawab secara sosial. 3) Badan pemerintah melalui peraturan yang dikeluarkannya memaksa perusahaan untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. 4) Aktivitas lingkungan yang dilakukan pesaing memaksa perusahaan untuk merubah aktivitas pemasaran lingkungan mereka. 5) Faktor biaya yang diasosiasikan dengan pemborosan pembuangan, atau mengurangi penggunaan material yang membuat perusahaan mengubah perilaku mereka. Untuk mendapatkan keuntungan kompetitif dalam dunia yang berubah, perusahaan mengikuti trend permintaan dari pelanggan dan melakukan perbaikan dari perkembangan ini dari waktu ke waktu. Di satu sisi, pemasaran dan pemasar telah datang untuk memahami pentingnya menghargai dan menjaga hubungan jangka panjang dengan stakeholder yang bergabung kembali kepercayaan timbal balik dan loyalitas. Di sisi lain, pengelolaan lingkungan sebagai alat strategis tidak hanya meningkatkan kontrol dan mengurangi dampak lingkungan tetapi juga mengembangkan peluang bisnis bagi manajer perusahaan (Sharma, 2011). 8 2.1.5 Hambatan pemasaran hijau Menurut Sharma (2012), ada banyak keprihatinan mengenai kelangsungan hidup komersial produk hijau, penerimaan mereka oleh konsumen dan juga bagaimana menguntungkannya green marketing atau green product, yaitu : 1) Kurangnya kesadaran Konsumen sama-sama bingung tentang membeli produk ramah lingkungan dengan alasan yang baik. Perusahaan harus menciptakan kesadaran di kalangan konsumen mengenai produk hijau dan memfasilitasi penjualan mereka. 2) Persepsi negatif Bahkan ketika konsumen benar dapat mengidentifikasi produk-produk ramah lingkungan, label hijau kadang-kadang terbukti menjadi berbahaya. 3) Ketidakpercayaan Sebuah studi 2007 oleh Terra Choice Environmental Marketing Inc. (“The Six Sins of Green washing”) meneliti 1.753 klaim produk lingkungan danmenemukan bahwa semua kecuali satu adalah menyesatkan atau hanya palsu. Dalam kategori menyesatkan, beberapa perusahaan produk fitur yang sebenarnya diamanatkan oleh hukum. 4) Harga yang tinggi Harga dianggap sebagai penghalang terbesar untuk membeli produk hijau, Departemen Lingkungan, Pangan, dan Urusan Pedesaan Inggris pada tahun 2007 survei dari 3.600 konsumen Inggris. Terkadang pasar tidak cukup 9 dewasa untuk menerima produk-produk hijau karena harga tinggi mereka dibandingkan dengan non-hijau. 2.1.6 Upaya untuk mengatasi hambatan pemasaran hijau Menurut menurut Sharma (2012) cara yang perusahaan harus pertimbangkan untuk menghilangkan rintangan green marketing, yaitu: 1) Mengetahui konsumen. Konsumen mengetahui produk dari perusahaannya langsung. 2) Memberdayakan konsumen. Pastikan apa yang konsumen rasakan. Konsumen bisa bertukar pikiran dengan konsumen lain yang menggunakan produk hijau dan dapat membedakan produk hijau dengan produk non hijau. Hal ini disebut "pemberdayaan" dan itu alasan utama mengapa konsumen membeli produk hijau. 3) Transparan. Konsumen harus percaya pada legitimasi produk. Ini berarti bahwa: perusahaan benar-benar melakukan apa yang mereka klaim untuk melakukan pemasaran hijau yang mereka kampanyekan, dan konsisten dengan apa pun yang mereka lakukan itu ramah lingkungan. 4) Yakinkan pembeli. Konsumen harus dibuat percaya bahwa produk melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan bahwa perusahaan tidak akan mengorbankan kualitas produk atas nama lingkungan. 5) Pertimbangkan harga. 6) Berikan konsumen sebuah kesempatan untuk berpartisipasi. Ini berarti personalisasi manfaat dari tindakan yang ramah lingkungan, biasanya 10 membiarkan pelanggan mengambil bagian dalam aksi lingkungan yang positif. 2.1.7 Alat pemasaran hijau (green marketing tools) Rahbar dan Wahid (2011) menyatakan bahwa tidak ada alat pemasaran tunggal yang akan sesuai untuk semua perusahaan. Sebaliknya, strategi harus berbeda berdasarkan pasar yang berbeda dan tingkat kepedulian konsumen terhadap lingkungan. Tiga alat pemasaran hijau yang digunakan dalam penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pengetahuan konsumen tentang produk ramah lingkungan. Saat ini, alat ini juga digunakan untuk membantu konsumen membedakan antara produk hijau dan produk konvensional, terdiri dari: eco-label, eco-brand dan environmental advertisement. 1) Eco-label Eco-label menurut artikulasi kata berasal dari kata eco yang berarti lingkungan hidup dan label yang berarti tanda. Produk eco-label adalah produk yang diberi tanda yang membedakan dengan produk lain karena terkandung informasi berkenaan memperhatikan masalah lingkungan hidup (Martono, 2012). Produk eco-label sebetulnya membantu bagi konsumen untuk memilih produk tersebut ramah lingkungan, yang juga berperan sebagai alat bagi produsen untuk menginformasikan kepada konsumen bahwa produk yang diproduksinya memililiki sifat ramah lingkungan baik bahan bakunya ataupun proses produksinya. Eco-label merupakan salah satu tipe pelabelan yang didasarkan atas suatu produk performance atau jasa dan keterkaitannya dengan lingkungan, yang secara khusus label ini memberikan informasi 11 kepada konsumen tentang kualitas produk yang membedakan dengan produk sejenis tanpa bereco-label dan menjamin ramah lingkungan. Menurut Martono (2012) eco-label merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat dantidak menyesatkan kepada konsumen mengenaiaspek lingkungan dari suatu produk (barang atau jasa), komponen atau kemasannya. Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untukmendorong permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan. Ecolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterapkan pada produk ataukemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan produk tersebut. Pada dasarnya, ecolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor, pengusaha atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut. 2) Eco-brand Eco-brand adalah nama, simbol atau desain produk yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Memanfaatkan fitur eco-brand dapat membantu konsumen untuk membedakan produk hijau dalam beberapa cara dengan produk non-hijau lainnya (Delafrooz, 2014). Konsumen yang sadar lingkungan lebih memilih untuk memilih produk hijau dalam pembelian aktual mereka untuk memenuhi kebutuhan emosional mereka. Memahami 12 pengaruh eco-brand terhadap keputusan pembelian konsumen sangat penting bagi pemasar dan peneliti pemasaran. 3) Environmental advertisement Periklanan merupakan salah satu bentuk promosi yang tujuannya adalah untuk mengomunikasikan produk yang ditawarkan kepada konsumen. Sebagaimana disebutkan oleh Dahlén, Lange, dan Smith (2010:85) bahwa sebagai salah satu bentuk komunikasi pemasaran, maka tujuan periklanan adalah juga sebagaimana mendiferensiasikan sebuah tujuan merek komunikasi dibandingkan pemasaran dengan yaitu: pesaingnya, menyediakan informasi tentang fitur produk atau proposisi nilai merek, meyakinkan kembali atau mengingatkan kembali konsumen bahwa merek tersebut masih tersedia, dan akan tetap seperti yang dahulu pernah diklaimkan kepada merek tersebut, mempersuasi target audiens untuk mengubah sikap, memilih produk dari pilihan-pilihan dan alternatif yang mungkin dan tetap loyal kepada merek untuk keputusan pembelian di masa yang akan datang. Menurut Stokes (2011), definisi dari environmental advertising adalah sebagai berikut: “Environmental advertising, or green advertising, grew out the importance to reach environmental consumers’ with information on the pro-environmental aspects of a business products and services. Green advertising as promotional messages that may appeal to the needs and desires of environmentally concerned consumers’. Consumers’ desire products with environmental benefits and advertising is becoming prominent as organizations strive to communicate environmental information to 13 them.”Artinya, bahwa environmental advertising atau bisa disebut juga sebagai green advertising, semakin bertumbuh untuk menjangkau konsumen dengan informasi tentang prolingkungan dari sebuah produk ataupun jasa. Iklan tersebut didefinisikan sebagai pesan yang menarik untuk konsumen yang membutuhkan. Hal ini dikarenakan dewasa ini konsumen menyadari tentang lingkungan, hingga akhirnya konsumen menginginkan produk yang bersahabat dengan lingkungan, minimal tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Dengan demikian, dewasa ini environmental advertising mendapat perhatian tersendiri bagi masyarakat dunia. Hal ini dikarenakan keinginan yang ada untuk menjaga lingkungannya sendiri. Adapun komponen yang ada dalam setiap environmental advertising menurut Stokes (2011), antara lain: (1) Secara eksplisit maupun implisit, membahas hubungan antara produk dan biofisik lingkungan. (2) Promosi tentang gaya hidup hijau dengan atau tanpa fokus pada produk. (3) Kajian tentang citra perusahaan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh eco-label terhadap perilaku pembelian konsumen Apa yang membuat suatu produk yang ramah lingkungan mempengaruhi perilaku pembelian konsumen (consumers’purchase behavior), telah menjadi suatu perdebatan serius antara environmentalis, pejabat pemerintah, perusahaan 14 manufaktur dan konsumen. Menurut Muslim (2014) eco-label mempengaruhi kesadaran konsumen secara signifikan untuk bersedia membeli produk hijau. Hasil penelitian Melisa (2014) menunjukkan bahwa green product memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keterlibatan konsumen yang berdampak pada keputusan pembelian konsumen. Penelitian oleh Syahbandi (2012) menemukan bahwa produk hijau berpengaruh terhadap pilihan konsumen, produk yang ramah lingkungan tersebut berhubungan secara positif dengan pilihan konsumen pada produk tersebut. Berdasarkan temuan hasil penelitian Novalianto (2013), diperoleh kesimpulan bahwa kebijakan sertifikasi eco-label berpengaruh terhadap peningkatan penjualan produk ASUS dengan menciptakan lingkungan bisnis yang memberikan peluang bisnis bagi perusahaan ASUS yang menerapkan pemasaran hijau dalam meningkatkan penjualan produk komputer mereka. Hasil penelitian Delafrooz (2014) menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara eco-label terhadap perilaku pembelian konsumen. Berdasarkan telaah kajian penelitian terdahulu, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H1: Eco-label berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian konsumen. 2.2.2 Pengaruh eco-brand terhadap perilaku pembelian konsumen Penelitian oleh Bhatnagar (2012) menunjukkan bahwa variabel eco-brand mempunyai pengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen.Hasil penelitian Kurniawan (2014) menemukan bahwa alat pemasaran hijau eco-brand berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur keputusan pembelian 15 konsumen. Hasil penelitian Delafrooz (2014) menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel eco-brand terhadap perilaku pembelian konsumen. Putranto (2014) dalam penelitiannya membuktikan hipotesis tentang pengaruh eco-brand pada pembelian aktual konsumen diterima karena pengaruhnya positif dan signifikan. Berdasarkan telaah kajian penelitian terdahulu, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H2: Eco-brand berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian konsumen. 2.2.3 Pengaruh environmental advertisement terhadap perilaku pembelian konsumen Mempromosikan suatu produk dan jasa untuk memperoleh pasar dapat dilakukan dengan iklan, public relations, promosi penjualan, direct marketing dan on-site promotions. Penjual produk hijau yang cerdas akan dapat menekankan kredibilitas produk yang ramah lingkungan dengan menggunakan sustainable marketing, juga alat dan praktek komunikasi (Haery, 2013). Melisa (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa promosi melalui green advertising memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keterlibatan konsumen yang berdampak pada keputusan pembelian konsumen perusahaan Laksmi florist. Kurniawan (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa environmental advertisement sebagai alat pemasaran hijau berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur keputusan pembelian konsumen. Putranto (2014) dalam penelitiannya membuktikan hipotesis 16 tentang pengaruh environmental advertisement pada pembelian aktual konsumen diterima karena pengaruhnya positif dan signifikan. Karbala (2012) menemukan bahwa periklanan hijau berkontribusi secara signifikan dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli produk. Siswanto (2013) membuktikan bahwa environmental advertising mempengaruhi minat beli pada produk elektronik AC Inverter Panasonic pada konsumen di Surabaya. Berdasarkan telaah kajian penelitian terdahulu, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H3: Environmental advertisement berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian konsumen. 17