PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditi pangan utama yang menyehatkan karena mengandung protein tinggi dan memiliki kadar kolesterol yang rendah. Kebutuhan akan komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun baik sebagai pangan utama, pakan ternak maupun sebagai bahan baku industri skala besar hingga skala kecil (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012). Kebutuhan kedelai setiap tahun terus meningkat, tetapi produksi nasional masih cenderung rendah. Produksi kedelai dalam negeri tahun 2011 baru mampu memenuhi 37,01% dari kebutuhan atau sebanyak 851.286 ton. Produksi ini mengalami penurunan 55,74 ribu ton (6,15%) dibandingkan tahun 2010. Berdasarkan data BPS 2012 produksi kedelai mengalami penurunan menjadi 783.158 ton. Pada tahun 2013 produksi kedelai ditargetkan 1.500.000 ton sehingga untuk mencapai peningkatan produksi kedelai tersebut maka dilakukan strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal dan pengelolaan lahan, pengamanan produksi dan penyempurnaaan manajemen (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013). Pengamanan produksi dilakukan pengganggu tanaman (OPT), pengurangan kehilangan hasil antisipasi dengan melalui pengendalian organisme dampak fenomena menerapkan gerakan iklim serta manajemen pascapanen. Salah satu OPT pada tanaman kedelai adalah hama penghisap polong (Riptortus linearis), hama ini sering menyerang dan menimbulkan kerugian yang cukup tinggi karena dapat menurunkan jumlah dan kualitas Universitas Sumatera Utara produksi. Selain itu, R. linearis mempunyai daerah penyebaran dan serangan yang paling luas (Asadi, 2009). Pada umumnya, penggunaan insektisida kimia merupakan alternatif pertama, karena hasilnya cepat diketahui di lapangan. Namun jika dilakukan tidak bijaksana dapat menimbulkan efek samping, seperti keracunan pada manusia dan hewan, musuh alami terbunuh, timbulnya resistensi dan resurjensi hama dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu dicari teknologi yang dapat menekan perkembangan hama tanpa menimbulkan efek samping dan ramah lingkungan (Koswanudin, 2011). Pengendalian hama banyak dilakukan dengan cara yang aman antara lain dengan menggunakan jamur entomopatogen. Metarhizium anisopliae merupakan salah satu jamur entomopatogen pengendali hama pada berbagai komoditas tanaman yang efektif dan efisien dari beberapa jenis jamur entomopatogen. Jamur ini disebut sebagai green muscardine fungus dan tersebar luas di seluruh dunia. M. anisopliae telah lama digunakan sebagai agens hayati dan dapat menginfeksi beberapa jenis serangga, antara lain dari ordo Coleoptera, Lepidoptera, Homoptera, Hemiptera dan Isoptera (Prayogo et al., 2005). Insektisida nabati merupakan bahan tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang bisa digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Insektisida yang terbuat dari bahan alami atau nabati bersifat mudah terurai di alam, sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan (Syakir, 2011). Di Indonesia banyak ditemukan jenis tumbuhan penghasil insektisida nabati. Bahan dasar insektisida nabati ini terdapat di beberapa jenis tumbuhan, Universitas Sumatera Utara dimana zat yang terkandung di masing-masing tumbuhan memiliki fungsi berbeda ketika berperan sebagai insektisida. Minyak atsiri dari tanaman aromatik diketahui mengandung senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku insektisida. Hal ini berkaitan dengan sifat yang mampu membunuh, mengusir dan menghambat makan hama (Atmadja dan Ismanto, 2010). Beberapa tanaman aromatik yang bersifat insektisida adalah lengkuas (Languas galangal L.) dan serai (Andropogon nardus L.). Hasil penelitian Parwata dan Fanny (2008) menunjukkan penggunaan minyak atsiri dari rimpang lengkuas terhadap bakteri E. coli pada konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm menunjukkan diameter daerah hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan pada konsentrasi 1000 ppm hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus sebesar 7 mm. Penelitian Adnyana et al. (2012) menunjukkan minyak sereh dapur memiliki kemampuan membunuh 98% dengan konsentrasi 1% terhadap ulat bulu gempinis di laboratorium. Wiratno et al. (2011) menyatakan bahwa kombinasi paling efektif pada minyak lengkuas dan serai wangi adalah 1:1 serta mampu mengendalikan 82% Diconocoris hewetti Dist. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti minyak atsiri berbahan lengkuas dan serai pada hama penghisap polong kedelai. Sehingga dapat diketahui efektivitas beberapa konsentrasi insektisida nabati terhadap hama penghisap polong pada tanaman kedelai (Glycine max L.) di rumah kasa. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas insektisida nabati lengkuas dan serai terhadap imago R. linearis pada tanaman kedelai di rumah kasa. Universitas Sumatera Utara Hipotesis Penelitian - Insektisida nabati mampu mengendalikan hama polong R. linearis pada tanaman kedelai. - Perlakuan insektisida nabati yang paling efektif terdapat pada konsentrasi yang paling tinggi. Kegunaan Penelitian Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam upaya pengendalian hama kepik penghisap polong kedelai (R. linearis) dengan menggunakan minyak lengkuas dan serai yang ramah lingkungan serta salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Universitas Sumatera Utara