pembelajaran drama berbasis pendidikan karakter

advertisement
PEMBELAJARAN DRAMA BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER: ALTERNATIF
PENERAPAN QUANTUM LEARNING DAN QUANTUM TEACHING
LEARNING DRAMA BASED ON CHARACTER EDUCATION: ALTERNATIVE
APPLICATION OF QUANTUM LEARNING AND QUANTUM TEACHING
Titik Dwi Ramthi Hakim
Jalan Politeknik Senggarang, Tanjung Pinang
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Pos-el: [email protected]
(Makalah diterima tanggal 25 Februari 2014 – Disetujui tanggal 5 April 2014)
Abstrak: Pembelajaran drama dapat membangun karakter siswa dan menguatkan keberadaan komunitas kebajikan
di sekolah. Pembelajaran drama memungkinkan siswa meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara langsung
melalui praktik, tidak hanya sekadar teori. Karakter siswa pun dapat lebih dipertahankan. Karakter yang dapat
dikembangkan dan dipertahankan melalui pembelajaran drama antara lain percaya diri, berani, jujur, disiplin,
tenggang rasa/ solidaritas tinggi, komitmen, konsisten, kreatif, dan visioner. Penggunaan quantum learning dan
quantum teaching sebagai alternatif metode pembelajaran di kelas dapat meningkatkan minat dan mengembangkan
kemampuan dasar siswa.
Kata Kunci: drama, pendidikan karakter, quantum learning, quantum teaching.
Abstact:Learning drama can build the student’s characteristic and reinforce the existence of virtue community.
Learning drama allows students to enhance the ability to communicate directly foward practice, and not only from
theory. The character of any students may be retained. The characters that can be developed and maintained
through the drama lessons among other things are self-confident, courageous, honesty, disciplined, high solidarity,
commitment, consistent, creative, and visionary. Using the quantum learning and quantum teaching as an
alternative method of learning in the classroom can increase interest and develop the students’s basic skill.
Keywords: drama, character education, quantum learning, quantum teaching.
PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Indonesia, pada
dasarnya bertujuan sama, yaitu menjadikan
siswa
memiliki
kecakapan
dalam
berkomunikasi, baik secara lisan maupun
tulisan. Tidak hanya di tingkat SD, SMP,
SMA, bahkan di Perguruan Tinggi.
Sekarang bukan saatnya menjadikan siswa
siap menghadapi ujian dan menjawab soal
dengan
benar
sebanyak-banyaknya,
melainkan melatih keterampilan berbahasa
mereka yang terwujudkan dalam tiga
komponen yaitu pengetahuan (kebahasaan),
pemahaman (kemampuan menyimak dan
membaca), serta penggunaan (keterampilan
berbicara dan menulis). Hasil yang kurang
maksimal dari proses pembelajaran bahasa
Indonesia selama ini pun dapat dikarenakan
penggunaan metode yang cenderung
monoton sehingga menimbulkan kebosanan
dan matinya minat belajar dalam diri siswa.
Quantum learning dan quantum
teaching merupakan salah satu teori belajar
yang sangat menarik dan tepat untuk
digunakan. Kedua teori ini memberikan
wawasan
dan
alternatif
metode
pembelajaran,
termasuk
pembelajaran
bahasa Indonesia. Quantum learning
didefinisikan oleh De Porter dan Hernacki
(2001:16) sebagai interaksi-interaksi yang
mengubah energi menjadi cahaya. Quantum
learning mempermasalahkan bagaimana
cara menjadikan belajar waktu yang
menyenangkan, sehingga siswa dapat
BÉBASAN, Vol. 1, No. 2, edisi Desember 2014: 105—112
memperoleh hasil belajar yang maksimal.
Pada
dasarnya
Quantum
learning
merupakan metode yang dilakukan secara
nyaman dan menyenangkan.
Quantum
teaching
merupakan
penerapan quantum learning di dalam kelas.
De Porter, dkk (2000:5) menyatakan bahwa
quantum teaching merupakan pengubahan
bermacam-macam interaksi yang ada di
dalam dan di sekitar proses belajar.
Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur
untuk belajar efektif yang mempengaruhi
kesuksesan siswa. Dengan demikian
pendidikan karakter pun dapat masuk di
dalamnya. Sebelum menerapkan quantum
teaching di dalam kelas perlu diperhatikan
hal-hal berikut.
(1) Asas Utama; menurut De Porter, dkk.
(2000:6)
quantum
teaching
mendasarkan diri pada konsep
”Bawalah dunia mereka ke dunia kita
dan antarkan dunia kita ke dunia
mereka”.
Pernyataan tersebut
menyiratkan bahwa seorang guru
wajib memasuki dunia siswa, sehingga
diharapkan siswa mampu membawa
hal-hal yang mereka pelajari ke dalam
dunianya.
(2) Prinsip-prinsipnya; De Porter, dkk.
(2000:7-8)
menyatakan
bahwa
terdapat lima prinsip atau kebenaran
yang tetap pada quantum teaching
yaitu (a) segalanya berbicara, (b)
segalanya bertujuan, (c) pengalaman
sebelum pemberian nama, (d) akui
setiap usaha, dan (e) jika layak
dipelajari, maka layak pula dirayakan.
(3) Kerangka Rancangan; De Porter, dkk.
(2000:10)
memakai
kerangka
rancangan yang disingkat ’TANDUR’,
yaitu (a) tumbuhkan, (b) alami, (c)
namai, (d) demonstrasikan, (e) ulangi,
dan (f) rayakan. Tumbuhkan berarti
guru harus menumbuhkan motivasi
dan minat kepada siswa akan
kemanfaatan pembelajaran melalui
istilah ’AMBAK’ (Apa Manfaat
Bagiku). Alami berarti memberi
pengalaman kepada siswa. Namai
berarti
memasukkan
konsep
keterampilan berpikir dan strategi
belajar pada saat minat siswa muncul.
Demostrasikan
berarti
guru
menyediakan kesempatan pada siswa
untuk menunjukkan bahwa mereka
telah tahu dan bisa. Ulangi berarti
memberikan kesempatan kepada siswa
memperkuat
atau
menegaskan
pengetahuan yang telah mereka miliki.
Rayakan berarti memberi pengakuan
atas prestasi siswa, misalnya memberi
pujian,
menyanyi
bersama,
membunyikan
yel-yel,
dan
sebagainya.
Dalam quantum teaching, guru
memegang lebih dari satu peran. Guru
memegang peran penting sebagai model,
pembimbing, dan fasilitator. Sebagai model
guru diharapkan telah memiliki kemampuan
berkomunikasi, mampu mempresentasikan
sesuatu secara efektif, dan memiliki sikap
positif terhadap dirinya sendiri maupun
terhadap siswanya. Sebagai pembimbing
dan fasilitator, guru diharapkan memiliki
kesadaran yang optimal dalam mengarahkan
siswa untuk selalu aktif dalam pembelajaran
yang berlangsung, mengingat orientasi
pembelajaran ada pada siswa, bukan pada
guru.
PENGARUH SEKOLAH TERHADAP
KARAKTER
Kita merupakan makhluk sosial dan hidup
dalam kemasyarakatan. Sekolah sebagai
lingkungan tempat anggota masyarakat
(siswa, guru, kepala sekolah, staf TU, dan
masyarakat sekolah lainnya, termasuk orang
tua siswa) berinteraksi. Ciri khas suatu
lingkungan (sekolah) adalah berpotensial
untuk berpengaruh pada kehidupan para
siswa. Lingkungan kelas dan sekolah dapat
memunculkan beragam bentuk hubungan
sosial di antara siswa, siswa dengan guru,
siswa dengan masyarakat sekolah lainnya
(penjaga sekolah, supir bis sekolah, penjaga
106
Pembelajaran Drama ... (Titik Dwi Ramthi Hakim)
kantin, dan atau penjaga keamanan sekolah).
Adapun hubungan yang terdapat di
dalamnya seperti apakah itu kepercayaan
atau ketidakpercayaan, saling menyemangati
atau memusuhi, bahkan ketakutan atau
tanggapan yang baik.
Siswa sangat cepat mengambil nilai
suatu sikap pada saat mereka berada di
lingkungan sekolah dan membangun pola
tingkah laku dari sekitar mereka. Sebagai
contoh, di satu sisi, kemampuan bertahan
hidup tertanam di lingkungan ketika
seseorang yang lebih tua menggertak
mereka yang lebih muda. Manipulasi dan
penipuan pun sangat tinggi di sekolah,
ketika menyusun peringkat kelas dari
prestasi
akademik
dan
pemberian
penghargaan atas semua itu misalnya.
Di sisi lain, sekolah dengan jiwa moral
yang sangat tinggi dapat menggambarkan
(tercermin) pada siswanya. Ketika kebajikan
dapat
terlakasana
dengan
adanya
kesempatan dan kesungguhan melaksanakan
dari seluruh anggota masyarakat (sekolah),
mulai dari lingkungan kantin hingga taman
bermain, dari ruang kelas hingga ke
Perguruan Tinggi, maka nilai-nilai kebajikan
yang dilakukan itu seperti
saling
mengajarkan, memberikan pengharapan, dan
juga penghormatan.
Anak dan remaja memerlukan peran
serta orang dewasa selama pertumbuhan dan
perkembangannya. Mereka membutuhkan
itu untuk mengerti dan memperoleh
kebiasaan moral yang baik dan kuat dan
yang akan memberikan kontribusi terhadap
karakter yang baik pada diri mereka.
Menjadi seseorang yang berkarakter
merupakan suatu perkembangan yang
memerlukan pengetahuan, usaha, dan
latihan. Hal tersebut pun memerlukan
dukungan, contoh, dorongan semangat, dan
inspirasi setiap saat. Secara singkat kesemua
itu memerlukan pendidikan karakter.
107
PROBLEMATIK KARAKTER DALAM
PEMBELAJARAN
Harus diakui, bahwa sistem pendidikan kita
selama ini masih memberi ruang yang
demikian sempit bagi anak untuk mampu
mengenal diri dan potensinya sendiri.
Pendidikan kita cenderung mencerabut anak
dari akarnya. Anak dibiasakan untuk
menerima sesuatu, yang sama sekali baru
bagi mereka tanpa memberikan kesempatan
mereka untuk mencari tahu terlebih dahulu
sendiri sesuatu yang baru baginya.
Ukuran nilai yang dibangun dalam
sistem pendidikan kita selama ini pun
cenderung merampas identitas dan jati diri
anak. Selama ini ukuran keberhasilan
pendidikan hanya dilihat dari nilai-nilai
formal pelajaran di sekolah. Maka setiap
pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada banyaknya menjawab dengan benar,
bukan
memahami
dan
mampu
menggunakannya
sebagai
suatu
keterampilan. Hal itu mengakibatkan
terpangkasnya potensi lain yang seharusnya
dimiliki anak. Orang tua pun akan
cenderung
mendorong
anak
untuk
berprestasi dalam bidang-bidang yang dalam
paradigma masyarakat umum bernilai baik.
Perbedaan karakter dan potensi anak
menjadi tidak diakui. Nilai-nilai kepedulian
yang tinggi terhadap sesama pun cenderung
tidak diajarkan di sekolah. Sedangkan dalam
lingkungan keluarga pun kadang-kadang
orang tua masih menggunakan metode yang
memaksa, kurang memanusiakan anak,
seperti masuknya anak pada jurusan yang
diinginkan orang tua tanpa melihat dan
mengukur kemampuan serta kemauan anak.
Keteladanan yang seharusnya didapatkan
dari orang tua hampir tidak didapatkan oleh
anak, mengingat orang tua telah disibukkan
dengan urusan masing-masing.
Upaya yang bisa dilakukan dalam
menanamkan pendidikan karakter sesuai
dengan perannya, adalah bentuk kerja sama
orang tua, guru, masyarakat, dan
pemerintah. Menanamkan nilai-nilai dalam
keluarga
masing-masing,
kemudian
BÉBASAN, Vol. 1, No. 2, edisi Desember 2014: 105—112
menyebarkan
pengalaman-pengalaman
sebagai
temuan
untuk
mendorong
perubahan-perubahan menuju perubahan
perilaku
lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, negara, bahkan dunia.
Implementasi
Pendidikan
Karakter
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Peribahasa
yang
berbunyi
bahasa
menunjukkan bangsa memiliki pengertian
bahwa perkataan (bahasa) yang digunakan
seseorang
sejatinya
menunjukkan
kepribadian/karakter
pengguna
bahasa
tersebut. Jadi rasanya sangat dimungkinkan
melalui pembelajaran Bahasa Indonesia,
pendidikan karakter pun dapat berhasil dan
memberikan
pengaruh
pada
bidang
akademik dan nonakademik terutama bagi
siswa, dan tidak menutup kemungkinan bagi
guru, orang tua, dan masyarakat.
Melalui bahasa Indonesia, seseorang
dapat mengembangkan seluruh keterampilan
berbahasa sekaligus membentuk dan
mempertahankan karakternya. Ada dua
aspek utama dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia yaitu kebahasaan dan kesastraan.
Masing-masing aspek memiliki empat
keterampilan yang dapat dilatih untuk
mengembangkan keterampilan berbahasa
serta pengembangkan pendidikan karakter.
Empat keterampilan berbahasa yang dapat
dikembangkan melalui pembelajaran yaitu
keterampilan
menyimak,
berbicara,
membaca, dan menulis.
Menyimak
Melalui kegiatan menyimak seseorang
dituntut untuk mendengarkan informasi atau
pesan yang sedang disampaikan pihak lain.
Misalnya dalam kegiatan diskusi, siswa pun
akan belajar menghormati siswa lain yang
sedang mengemukakan pendapat. Siswa
diharap dapat memberikan tanggapan
berupa sanggahan maupun dukungan atas
pernyataan siswa lain dengan cara yang baik
dan benar pula. Dengan menyimak diskusi
dengan baik dan tidak membuat kegaduhan
dengan membuat diskusi dalam diskusi
”mengobrol sendiri” itu juga dapat
dikatakan pedidikan karakter.
Melalui kesastraan dengan kegiatan
menyimak, siswa diminta menganalisis
tokoh-tokoh yang ada dalam rekaman
dongeng misalnya. Bila siswa menyimak
dengan saksama maka besar kemungkinan
dari nada bicara tokoh siswa mengetahui
watak tokoh-tokoh yang tersebut. Melalui
pembacaan puisi, kepekaan, rasa simpati dan
empati siswa juga dikembangkan. Dengan
meminta siswa menyimak pembacaan puisi
tersebut lalu siswa menentukan amanat yang
ingin disampaikan oleh penyair puisi
tersebut.
Berbicara
Kemampuan siswa dalam meningkatkan
keterampilan berbicara dan pembentukan
karakter melalui pembelajaran Bahasa
Indonesia dapat dilatih saat pembelajaran
berpidato, drama, diskusi, serta membaca
dan atau membacakan karya sastra. Melalui
kegiatan
berpidato,
siswa
dilatih
kepercayaan dirinya untuk berani tampil di
hadapan orang banyak untuk menyampaikan
ide, gagasan, maupun pemikirannya.
Melalui diskusi siswa dilatih untuk berani
mengemukakan ide, gagasan pemikiran diri
dalam sebuah diskusi, atau berupa
sanggahan atau pun dukungan atas ide,
gagasan, atau pemikiran orang lain. Siswa
berlatih mengemukakan tidak hanya ide,
gagasan, pemikiran, melainkan juga
perasaannya kepada orang lain.
Cara lain melatih siswa meningkatkan
kemampuan
berbahasa
terutama
keterampilan
berbicara
dan
mempertahankan karakter siswa adalah
dengan berlatih drama. Drama akan melatih
siswa berhadapan dengan orang lain guna
mendapatkan informasi yang mereka
butuhkan. Siswa akan terbiasa menyiapkan
segala sesuatu dengan baik, seperti
mengekspresikan
permasalahan
dalam
kehidupan sehari-hari dalam bentuk drama
dengan jujur, tidak merupakan hasil plagiat,
108
Pembelajaran Drama ... (Titik Dwi Ramthi Hakim)
mengumpulkan naskah tersebut tepat waktu,
serta bagaimana bekerja sama mengenali
dan menempatkan tokoh pada seorang
teman dengan tepat, serta disiplin ketika tiba
waktu berlatih sebelum tampil. Lebih
penting dari semua itu adalah menekan ego
saat beradu akting.
Pada bagian kesastraan khususnya
keterampilan berbicara, karakter siswa dapat
dilatih dengan pemeranan drama atau
pembacaan karya sastra lainnya. Dengan
memerankan drama siswa mencoba menjadi
seseorang di luar dirinya, bahkan karakter
yang dimainkan pun bisa sangat bertolak
belakang
dengan
dirinya
yang
sesungguhnya.
Siswa yang tergolong
mampu misalnya akan belajar sungguhsungguh untuk memerankan seseorang yang
tidak mampu, begitu pula sebaliknya. Atau
siswa yang ramah memerankan tokoh
antagonis
yang
sombong.
Mengapa
demikian? Karena pada kenyataannya
mereka bukanlah tokoh yang mereka
mainkan. Dengan demikian siswa belajar
memahami orang lain dengan segala latar
belakang dan permasalahan yang ada, tanpa
melupakan atau meninggalkan dirinya
sendiri. Jadi setelah pemeranan itu selesai,
siswa akan kembali menjadi dirinya sendiri.
Berlatih berbicara dengan baik dan
benar harus lebih ditingkatkan mengingat
sering kita temui siswa yang sering
menggunakan
bahasa
gaul
dalam
berkomunikasi. Bila kembali mengingat
pepatah, bahasa menunjukkan bangsa, hal
tersebut jelas mencerminkan bahwa siswa
kita sudah mulai kehilangan karakternya.
Membaca
Kegiatan membacakan berita atau informasi
apa pun dan atau karya sastra juga dapat
memberikan
suatu
masukan
dalam
pendidikan karakter yang berlangsung
bersamaan. Saat membacakan berita atau
informasi siswa akan berhadapan pula
dengan pendengar. Keterampilan siswa
dalam memberikan penekanan pada kata,
menampilkan
ekspresi
yang
sesuai,
109
bagaimana
keajegan
siswa
dalam
melafalkan tiap kata juga dapat melatih
karakter siswa melalui pembelajaran Bahasa
Indonesia. Sebagai contoh kata Esa sering
salah pengucapannya. Kata sekadar lebih
umum dilafalkan sekedar. Hal tersebut
adalah
sebuah
kesalahan
yang
memasyarakat dan dianggap benar.
Membaca sebuah artikel atau bahan
bacaan lain dan menentukan ide pokok,
kalimat utama, jenis paragraf, maupun jenis
karangan merupakan kegiatan membaca
yang juga dapat melatih siswa membentuk
karakter yang kuat. Dengan meminta siswa
mengerjakan tugas secara individu, siswa
berlatih untuk jujur, tidak mencontek.
Menyerahkan tugas tepat waktu melatih
siswa untuk bertanggung jawab dan
konsekuen berani menerima segala akibat
kelalaian yang menjadikannya terlambat
menyerahkan tugas. Siswa berlatih untuk
lebih teliti saat menentukan kalimat utama
setiap paragraf dan menentukan jenis
paragraf tersebut dan ide pokok atau tema
sebuah karangan atau bahan bacaan yang
disajikan.
Menulis
Bila membaca karya tulis siswa, maupun
jawaban siswa secara tertulis, tidak jarang
kita mendapati bentuk penulisan yang salah.
Penggunaan bahasa gaul dan gaya penulisan
sms terbawa saat siswa harus menulis
dengan kaidah penulisan yang benar. Siswa
mungkin lupa atau tidak terbiasa patuh pada
EYD, padahal hampir setiap hari mereka
menggunakan bahasa Indonesia. Latihan
untuk taat pada kaidah penulisan harus lebih
ditingkatkan.
Kegiatan menulis baik sastra maupun
nonsastra pun dapat memberikan jalan bagi
kesuksesan pendidikan karakter di kelas
khususnya. Dengan menulis, siswa dapat
berekspresi, mengaktualisasikan diri dalam
bentuk tulisan. Saat itu ia akan jujur
mengalirkan kata demi kata sesuai perasaan,
gagasan, ide atau pemikirannya tentang
suatu hal, bahkan tentang dirinya sendiri.
BÉBASAN, Vol. 1, No. 2, edisi Desember 2014: 105—112
Dengan menuliskan sesuatu tentang diri
sendiri, siswa akan tahu siapa dirinya,
kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya,
serta mampu menentukan tindakan atau
keputusan untuk suatu urusan.
Terlebih menulis karangan ilmiah,
karakter siswa akan lebih terlatih untuk
selalu bersikap kritis dan analitis. Siswa
diajak untuk selalu berusaha mencari tahu
jawaban-jawaban
atas
pertanyaanpertanyaan yang ada pada diri mereka
karena fakta-fakta, fenomena, dan atau data
yang mereka tangkap dari sekitarnya.
Mereka akan berpikir objektif tentang hal
itu, menganalisis dan melaporkan hasil
penelitiaannya dengan jujur, sehingga pada
akhirnya menarik suatu kesimpulan yang
kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan
secara umum.
Pelaksanaan Pembelajaran Drama
Drama bukanlah sekadar naskah yang
dilakonkan dan dipertontonkan. Jika diruntut
dari aspek etimologi, istilah drama berasal
dari akar tunjang ”drama” dari bahasa Greek
(Yunani Kuno) drau
yang berarti
melakukan (action) atau berbuat sesuatu.
Menurut Wiyanto (dalam Endraswara, 2011:
11) drama berasal dari akar kata dram yang
berarti bergerak. Gerak inilah yang menjadi
perbedaan antara drama dengan puisi
ataupun prosa.
Berikut
gambaran
konkret
pembelajaran drama dengan menggunakan
metode quantum learning dan quantum
teaching di sekolah, dan pengaruhnya
terhadap karakter dan komunitas kebajikan
di sekolah.
Adapun
langkah-langkah
yang
ditempuh dalam pembelajaran drama
dengan menggunakan metode quantum
learning dan quantum teaching adalah
sebagai berikut.
(1) Kegiatan Pendahuluan
a. Siswa mendapatkan apersepsi
mengenai kegiatan pembelajaran
drama dari guru.
b. Siswa mendapatkan informasi
tentang
materi
drama
dan
manfaatnya.
c. Siswa terbagi ke dalam kelompok
kecil beranggotakan 4-6 orang.
d. Siswa membuat yel-yel yang
mewakili identitas kelompok,
maupun penyemangat kelompok.
(2) Kegiatan Inti
a. Siswa telah menyusun atau
memilih naskah
yang akan
dipentaskan.
Setelah
berlatih
mereka akan menampilkan drama
yang telah mereka susun atau pilih
tersebut.
b. Sebelum menampilkan drama, tiap
kelompok mengenalkan anggota
dan menampilkan yel-yel yang
telah mereka buat sebelumnya.
c. Kelompok lain yang menyaksikan
penampilan
kelompok
teman
memperhatikan dengan seksama
dan memberikan catatan atau
penilaian.
d. Tiap-tiap kelompok menampilkan
drama secara bergantian.
(3) Kegiatan Penutup
a. Guru mengumumkan kelompok
terbaik dengan kriteria yang sudah
ditentukan sebelumnya (ketepatan
pengumpulan tugas, kekompakan
kelompok, dan penampilan drama
yang telah dilaksanakan).
b. Guru memberikan penguatan pada
materi drama dan merefleksi
kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
Kegiatan pembelajaran berlangsung
tidak hanya di kelas.
Karakter Siswa dan Nilai Kebajikan yang
Ditanamkan
Melalui
Pembelajaran
Drama
Berikut adalah gambaran karakter siswa
yang terbentuk dari nilai-nilai kebajikan
yang ditanamkan melalui pembelajaran
drama
berbasis
karakter
sebagai
110
Pembelajaran Drama ... (Titik Dwi Ramthi Hakim)
implementasi metode quantum learning dan
quantum teaching.
1. Percaya diri dan berani
Siswa terlatih untuk berani tampil
memerankan
tokoh
di
luar
kepribadiannya bahkan ketika harus
disaksikan banyak orang.
2. Jujur
Siswa terlatih untuk jujur terutama
dalam pelaporan hasil drama yang
mereka lakukan, mulai dari proses
persiapan hingga penampilan drama.
3. Disiplin
Siswa terlatih untuk disiplin, terutama
masalah waktu. Mereka harus menepati
kesepakatan saat berlatih bersama. Jika
seorang siswa yang berperan sebagai
salah seorang tokoh tidak dapat berlatih,
maka jalannya latihan akan terganggu.
Begitu pun dengan kesiapan kelompok
menghadapi waktu tampil yang sudah
ditetapkan.
4. Tenggang rasa dan rasa solidaritas yang
tinggi
Siswa dalam kelompok terlatih untuk
tidak egois, memiliki tenggang rasa, dan
rasa solidaritas yang tinggi. Mereka
dilatih untuk saling membantu, saling
mendukung dalam kelompok dan juga
terhadap kelompok yang lain. Menjaga
kekompakan saat menunjukkan yel-yel
penyemangat dan bagian dari identitas
kelompok.
5. Komitnen dan konsisten/ajeg
Siswa dilatih untuk serius terhadap apa
yang mereka upayakan. Dengan
keseriusan dan komitmen yang tinggi.
Tiap kelompok akan meraih kesuksesan
bersama.
6. Kreatif
Siswa akan terasah daya kreativitasnya
dengan memadukan tokoh dengan
karakter teman. Tata busana, tata rias,
dekorasi, maupun tata suara yang
mendukung pertunjukkan drama mereka.
7. Visioner
Siswa dilatih menjadi seseorang yang
bervisi, seseorang yang memiliki
111
pandangan jauh ke depan. Siswa dapat
mempersiapkan segala sesuatu agar
pertunjukkan drama mereka berjalan
dengan baik.
Sedikitnya ada enam nilai kebajikan
yang ditanamkan pada diri siswa. Dengan
menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan
menjadikan mereka
mengalami
dan
merasakan sendiri manfaat kegiatan
pembelajaran drama sesungguhnya. Adanya
interaksi seperti ini akan menumbuhkan rasa
keinginan untuk memperkuat nilai-nilai
moral yang ada di sekolah.
PENUTUP
Banyak jalan menuju Roma, begitu pun
dengan mendidik karakter penerus bangsa.
Kita dapat mengupayakan hal tersebut
dengan
beragam
aspek
dan
cara.
Keteladanan dan kebiasaan tetap menjadi
kunci utama. Benar jika ada yang
berpendapat
bahwa
karakter
adalah
kemenangan, bukan hadiah. Karakter
merupakan buah usaha. Pembelajaran drama
berbasis pendidikan karakter dengan
menggunakan metode quantum learning dan
quantum teaching sudah tentu memberikan
kenyamanan akan meningkatkan minat dan
kesan penuh keceriaan hidup. Dengan
demikian suka hati akan membawa dampak
optimisme yang tinggi pada diri siswa dalam
menatap masa depannya. Interaksi-interaksi
yang terjadi selama pembelajaran akan
sangat melekat dalam diri siswa dan nilainilai yang terkandung di dalamnya mudah
terdeteksi dan tertangkap siswa. Dengan
begitu kitalah sebagai guru yang harus
berupaya mendapatkannya terlebih dahulu,
dengan senantiasa berupaya keluar dari zona
nyaman kita selama ini. Kita dituntut lebih
kreatif dan inovatif. Sudahkah kita
memilikinya?
Dengan pembelajaran drama yang
dikemas demikian menarik, membuat siswa
mengerti dan merasakan drama yang
sesungguhnya. Tidak hanya sekadar teori,
siswa pun mampu mempraktikannya dan
BÉBASAN, Vol. 1, No. 2, edisi Desember 2014: 105—112
mengambil manfaat yang sebesar-besarnya
dari apa yang telah mereka alami/lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar. 2007. Rahasia
Sukses Membangkitka ESQ Power
Sebuah Inner Journey Melalui AlIhsan. Jakarta: Arga.
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2000.
Quantum Learning: Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan.
Bandung: Kaifa.
DePorter, Bobbi, Mark Reardon, dan Sarah
Singer N. 2001. Quantum Teaching:
Mempraktikkan Wuantum Learning
di Ruang-ruang Kelas. Bandung:
Kaifa.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metode
Pembelajaran Drama. Apresiasi,
Ekspresi
dan
Pengkajiannya.
Yogyakarta: CAPS.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Ryan K. & Bohlin K. 1999. Building
Character in Schools. San Fransisco:
Jossey Bass.
Sobur,
Alex. 2003. Psikologi
Bandung: Pustaka Setia.
Umum.
Sukmadinata,
Nana
Syaodih.
2004.
Landasan
Psikologi
Proses
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Tim Dosen FIP Unesa. 2004. Refleksi
Pendidikan Masa Kini. Surabaya.
112
Download