APLIKASI CONTACT GLOW DISCHARGE ELECTROLYSIS (CGDE

advertisement
APLIKASI CONTACT GLOW DISCHARGE ELECTROLYSIS (CGDE) UNTUK DEGRADASI
LINEAR ALKYLBENZENE SULPHONATE (LAS) MENGGUNAKAN LARUTAN Na2SO4
Intan Nugraha 1, Nelson Saksono 2,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia1,2
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
CGDE merupakan salah satu teknologi elektrolisis plasma yang efektif digunakan dalam mendegradasi
limbah. Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan sistem CGDE dalam mendegradasi LAS. Anoda yang
digunakan yakni tungsten dan katoda yakni stainless steel dengan jarak diantara keduanya sebesar 40 mm.
Larutan elektrolit yang digunakan yakni Na2SO4 yang divariasikan pada konsentrasi 0,01 M, 0,02 M, dan 0,03
M. Variasi lainnya yakni variabel tegangan listrik 500 V dan 600 V serta variasi panjang kedalaman anoda
pada 0,5 mm, 10 mm, dan 20 mm. Pengujian yang dilakukan yakni pengukuran konsentrasi LAS
menggunakan metode MBAS dan produksi radikal OH (OH•) menggunakan metode titrasi iodometri.
Variabel operasi yang menghasilkan %degradasi LAS paling tinggi hingga 96.19% yakni tegangan listrik 600
V, konsentrasi larutan elektrolit Na2SO4 0,02 M, dan panjang kedalaman anoda yang tercelup 20 mm di dalam
larutan sistem dengan produksi OH• 958 mmol dan konsumsi energi degradasi 2650 kJ/mmol.
Kata kunci : CGDE, elektrolisis plasma, LAS, radikal OH (OH•), konsumsi energi.
1. Pendahuluan
Deterjen merupakan bahan pembersih yang
banyak digunakan pada kegiatan industri maupun
rumah tangga. Industri yang menggunakan bahan
pembersih diantaranya industri tekstil, farmasi,
kosmetik dan industri kimia lainnya. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
rata-rata
kandungan surfaktan di lingkungan yakni sebesar
100,3 mg/L [1]. LAS merupakan senyawa organik
yang memiliki sifat biodegradasi pada kondisi
aerob. Akan tetapi, sifat biodegradasi LAS
dipengaruhi oleh konsentrasinya. Semakin
meningkat
konsentrasi
LAS
maka
sifat
biodegradasinya semakin menurun. Konsentrasi
LAS 100 mg/L merupakan kondisi nonbiodegradable, karena pada konsentrasi tersebut
LAS
memiliki
sifat
inhibitor
terhadap
mikroorganisme [2].
Hingga saat ini telah dilakukan beberapa
penelitian mengenai metode untuk mendegradasi
LAS diantaranya yakni proses elektrokimia
Faraday, oksidasi udara basah/ wet air oxidation
(WAO), fotokimia (UV/H2O2), dan lumpur aktif.
Proses elektrokimia Faraday dapat mendegradasi
LAS sebanyak 50% dan membutuhkan waktu
operasi selama 6 jam [3]. Metode WAO dapat
mendegradasi LAS hingga 90% selama 24 jam
waktu operasi (Cuzzola, Bernini, & Salvadori,
2004). Kemudian pada tahun 2005, metode
fotokimia dengan menggunakan sinar UV dan
H2O2 dapat mendegradasi LAS hingga 90% dalam
150 menit waktu operasi [2]. Selanjutnya pada
tahun 2006, dengan menggunakan metode lumpur
aktif pada temperatur 90C dapat mendegradasi
LAS hingga 99% setelah melewati fase adaptasi
selama 20 hari [4].
LAS merupakan senyawa organik yang berasal
dari kegiatan manusia dan paling banyak
ditemukan di pengolahan air perkotaan [2].
Walaupun
metode
lumpur
aktif
dapat
mendegradasi LAS hingga 99%, metode ini
membutuhkan waktu yang cukup lama yakni
hingga 20 hari. Selain itu juga terdapat batasan
maksimum konsentrasi LAS yang dapat
menjadikannya memiliki sifat sebagai inhibitor
terhadap mikroorganisme. Oleh karena itu
diperlukan suatu metode pengolahan limbah yang
dapat secara efektif mendegradasi limbah organik.
Contact Glow Discharge Electrolysis (CGDE)
merupakan metode elektrolisis plasma dalam air
yang banyak digunakan dan efektif dalam
pengolahan limbah organik seperti dyes, phenol
dan turunannya, aniline dan turunannya, naphthol,
phenanthrene, benzoic acid, p-nitrotoluene, dan 2napthylamine [5]. Hal ini dikarenakan metode
CGDE dapat menguraikan molekul air menjadi
OH• dan H• [5].
Penggunaan metode CGDE pada pengolahan
limbah LAS diharapkan dapat mendegradasi LAS
dengan konversi yang tinggi dan konsumsi daya
1
Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013
Universitas Indonesia listrik rendah. Dengan keberadaan spesi reaktif
yang dihasilkan pada elektrolisis plasma,
peningkatkan persentase degradasi LAS dengan
menerapkan metode CGDE memiliki potensi yang
tinggi. Oleh karena itu penelitian ini penting untuk
memperoleh kajian mengenai kondisi operasi pada
penggunaan metode CGDE dalam mendegradasi
LAS.
Proses elektrolisis plasma telah dikenal sejak
150 tahun yang lalu dan seringkali digolongkan
berdasarkan elektroda (anoda dan katoda) dimana
terjadi fenomena plasma tersebut [6]. Sekarang ini,
telah banyak dilakukan penelitian mengenai
aplikasi proses elektrolisis plasma seperti pada
proses produksi hidrogen, proses sintesis, dan
pengolahan limbah [7]. Elektrolisis plasma terjadi
akibat adanya tegangan listrik yang cukup tinggi
dan telah melampaui proses elektrolisis Faraday
[6]. Prinsip elektrolisis plasma serupa dengan
elektrolisis, namun dilakukan pada kondisi
tegangan tinggi sehingga menimbulkan pancaran
plasma (glow discharge plasma) [8].
Proses elektrolisis plasma diawali dengan
elektrolisis Faraday dimana terjadi pembentukan
gas baik pada anoda maupun katoda. Pada bagian
anoda akan terbentuk gas oksigen sedangkan pada
bagian katoda akan terbentuk gas hidrogen.
Elektrolisis Faraday akan berkembang menjadi
elektrolisis plasma jika terdapat suplai tegangan
listrik yang cukup tinggi. Selain itu, plasma
diperoleh
dengan
menggunakan
elektroda
asimetrik, lucutan cahaya terjadi pada elektroda
dengan area yang lebih kecil. Fenomena plasma
ditandai dengan adanya penurunan drastis arus
listrik yang ditunjukkan dengan munculnya
selubung gas yang berpendar pada elektroda [9].
Dengan munculnya selubung gas tersebut maka
akan membuat suatu resistansi atau hambatan
untuk aliran elektron sehingga menyebabkan
terjadinya penurunan arus.
Selubung
gas
terbentuk
ketika
laju
pembentukan gas pada elektroda mencapai nilai
kritis sehingga mengakibatkan ketidakstabilan,
laju gelembung gas dapat menghancurkan batas
antar permukaan gas-liquid sehingga gelembunggelembung tersebut dapat menyatu dan
membentuk selubung gas yang kontinyu [10].
Selubung gas yang menyelimuti elektroda
disebabkan oleh lapisan film dari solvent yang
menguap akibat dari Joule heating. Joule heating
yang disebut juga ohmic heating atau resistive
heating merupakan proses pemanasan yang
disebabkan oleh adanya aliran elektron yang
melalui suatu konduktor. Pemanasan tersebut
2 terjadi secara lokal pada elektroda yang areanya
lebih kecil. Hal ini dikarenakan adanya hambatan
aliran elektron dan potensial listrik yang tinggi.
CGDE merupakan bagian dari elektrolisis
plasma. Selama proses tersebut, dapat terbentuk
spesi reaktif diantaranya yakni H2O2, OH•, H•, dan
e- [11]. Teori Hickling menyatakan ada dua zona
reaksi ketika plasma berlangsung. Pada zona
reaksi utama, senyawa H2O terionisasi atau
teraktivasi yang kemudian saling bertubrukan satu
sama lainnya untuk melepaskan ikatan dengan cara
transfer elektron. Fenomena ini menghasilkan
senyawa OH• dan H•. Keduanya kemungkinan
dapat saling berinteraksi sehingga membentuk
senyawa H2O2 dan H2. Kemudian, senyawasenyawa tersebut berdifusi keluar dari zona utama
dan berinteraksi dengan substrat atau senyawa
yang terlarut pada larutan atau fasa liquid di zona
reaksi kedua.
2. Metode Penelitian
Variabel proses penelitian dan pengujian yang
dilakukan tampak pada Gambar 1 berikut ini.
Karakterisasi Arus-Tegangan
Uji Kinerja Plasma:
·∙ Tegangan listrik: 500 V dan 600 V
·∙ Konsentrasi larutan elektrolit: 0.01 M, 0.02 M,
dan 0.03 M.
·∙ Kedalaman anoda: 0.5 mm, 10 mm, dan 20 mm
Pengukuran
konsentrasi LAS
terdegradasi
Pengukuran Arus
yang dihasilkan
untuk menghitung
konsumsi energi
Pengukuran
konsentrasi
hidrogen
peroksida
Analisis produk,
pembahasan dan
simpulan
Gambar 1 Diagram Alir Penelitian
Konsentrasi LAS diuji dengan menggunakan
metode MBAS sedangkan konsentrasi H2O2
sebagai indikator produksi OH• menggunakan
metode titrasi iodometri. Aquadest yang digunakan
diperoleh dari Bratachem, LAS dari Unilever dan
Na2SO4 dari Merck. Gambar 2 berikut ini
menunjukkan skema reaktor CGDE yang
diadaptasi dari Irawan (2012) dengan konsentrasi
limbah mula-mula 100 mg/L.
Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013
3 Gambar 2 CGDE Reaktor CGDE [12]
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Fenomena Pembentukan Plasma
Gambar
3(a)
menunjukkan
fenomena
terbentuknya gelembung kecil di sekitar anoda dan
katoda yang menandakan terjadinya reaksi
elektrolisis. Baik ion Na+ maupun SO42- tidak
bereaksi. Yang terjadi justru peristiwa elektrolisis
air menjadi unsur-unsur pembentuknya. Nilai
potensial standar reduksi (E0red) H2O (-0,42) lebih
besar dibandingkan ion Na+(-2,71). Berdasarkan
nilai tersebut maka air yang akan tereduksi di
katoda. Pada bagian anoda, ion SO42- tidak dapat
mengalami oksidasi karena bilangan oksidasi
sulfur (S) pada SO42- telah mencapai keadaan
maksimumnya, yaitu +6. Oleh karena itu pada
bagian anoda pun terjadi oksidasi senyawa air.
Gambar 3 Fenomena Pembentukan Plasma
Gambar
3(b)
menunjukkan
fenomena
pembentukan gelembung gas pada anoda yang
semakin banyak dan berukuran lebih besar dari
sebelumnya. Gelembung gas yang muncul di
sekitar anoda merupakan uap air yang terbentuk
karena adanya efek pemanasan Joule atau Joule
heating. Aliran elektron yang melalui anoda, yang
ukurannya lebih kecil dibandingkan katoda, dapat
memberikan efek pemanasan tersebut. Hal ini
dikarenakan adanya hambatan aliran elektron dan
potensial listrik yang tinggi.
Pada Gambar 3(c), gelembung gas yang
terbentuk mulai menyatu sehingga membentuk
selubung. Selubung gas terbentuk ketika laju
pembentukan gas pada elektroda mencapai nilai
kritisnya, sehingga mengakibatkan ketidakstabilan
arus listrik. Laju gelembung gas dapat
menghancurkan batas antar permukaan gas-liquid
sehingga gelembung-gelembung tersebut dapat
menyatu dan membentuk selubung gas yang
kontinyu [10]. Selain terbentuk selubung gas, pada
anoda juga tampak ada sedikit lucutan cahaya
berwarna keunguan dan percikan liquid yang
menimbulkan suara yang tidak stabil. Pada
tegangan listrik 350 V, spesi reaktif seperti OH•
sudah mulai terbentuk [11].
Pada tegangan listrik 450 V terjadi fenomena
pembentukan plasma dengan lucutan cahaya yang
berwarna keunguan. Pada tahap ini, selubung gas
sudah mulai stabil seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3(d). Selain itu, suara yang dihasilkan pun
sudah stabil dari sebelumnya. Fenomena ini
menunjukkan peristiwa CGDE yang sebenarnya.
Lucutan cahaya yang berwarna ungu dapat berasal
dari adanya pembentukan OH• yang memiliki
panjang gelombang sekitar 306,4 nm. Lucutan
cahaya tersebut diameternya bertambah seiring
dengan kenaikan tegangan listrik. Hingga pada
Gambar 3(e) yakni pada tegangan 490 V warnanya
menjadi kekuningan atau luminous. Seperti yang
telah dijelaskan oleh Gao (2008), pancaran cahaya
yang sebelumnya berwarna keunguan kemudian
diameternya akan semakin besar dan terjadi
perubahan warna menjadi kekuningan dengan
panjang gelombang sekitar 589 nm seperti
pancaran cahaya dari natrium (Na).
3.2. Karakteristik Arus-Tegangan pada CGDE
Gambar 4 menunjukkan kurva karakteristik
arus-tegangan pada larutan Na2SO4 0,02 M. Kurva
karakteristik arus-tegangan dibagi menjadi tiga
zona, mulai dari zona I hingga zona III. Pada zona
I terjadi proses elektrolisis Faraday, dimana arus
akan semakin meningkat seiring dengan adanya
peningkatan tegangan listrik. Pada zona ini
terbentuk gelembung-gelembung gas di sekitar
anoda maupun katoda.
Peningkatan arus yang terjadi seiring dengan
meningkatnya tegangan listrik akan mencapai
suatu titik balik atau breakdown point (VB). Titik
ini merupakan suatu kondisi dimana terjadi
perubahan dari elektrolisis Faraday menjadi
elektrolisis plasma. Pada zona ini akan mulai
Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013
terbentuk selubung gas di sekitar anoda yang
menyebabkan adanya penurunan arus pada zona II.
Selubung gas tersebut dapat menghambat aliran
elektron menuju anoda. Oleh karena adanya
hambatan ini, menyebabkan elektron memiliki
cukup energi untuk tereksitasi sehingga gas yang
terbentuk dapat terionisasi. Nilai arus listrik yang
terbaca multimeter pada zona II mengalami
fluktuasi. Fluktuasi arus ini dapat disebabkan oleh
adanya selubung gas yang terbentuk pun belum
stabil.
Gambar 4 Kurva Karakteristik Arus-Tegangan
Penurunan arus yang terjadi seiring dengan
meningkatnya tegangan listrik akan mencapai
suatu titik minimum (Vmin). Titik minimum (Vmin)
ini merupakan nilai tegangan listrik minimal yang
dibutuhkan untuk membentuk plasma. Pada zona
ini, arus sudah mulai stabil karena selubung gas
yang terbentuk sudah mulai stabil pula. Kemudian,
setelah melewati zona II, arus akan mengalami
kenaikan kembali seperti yang ditunjukkan pada
zona III. Plasma yang terbentuk pada fase ini
menghasilkan pancaran warna kemerahan seperti
nyala ion Na+ [11].
Titik breakdown (VB) dan titik minimum
(Vmin) dapat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan
elektrolit Na2SO4. Nilai VB dan Vmin pada
konsentrasi 0,01 M memiliki nilai yang paling
besar. Hal ini berarti untuk mencapai daerah
plasma diperlukan tegangan listrik yang lebih
besar dibandingkan pada konsentrasi 0,02 M dan
0,03 M. Semakin meningkatnya konsentrasi
larutan dapat memicu meningkatnya arus, hal ini
dapat menyebabkan efek pemanasan Joule yang
lebih besar [11].
Efek dari pemanasan Joule yang lebih besar
tersebut menguapkan semakin banyak molekul air
sehingga memicu terbentuknya selubung lebih
cepat. Oleh karena itu, dengan meningkatnya
konduktivitas, nilai VB dan Vmin menjadi lebih
4 rendah. Pengaruh konsentrasi larutan terhadap
nilai tegangan breakdown (VB) dan tegangan
minimum (Vmin) terangkum pada Tabel 1 berikut
ini.
Tabel 1 Pengaruh [Na2SO4] Terhadap VB Dan Vmin
[Na2SO4]
(M)
0,01
0,02
0,03
VB
(V)
330
270
210
IB
(A)
0,56
0,62
0,76
Vmin
(V)
510
450
430
Imin
(A)
0,11
0,12
0,13
Berkaitan dengan semakin cepatnya selubung
gas terbentuk pada larutan dengan nilai
konduktivitas yang lebih tinggi, dapat menurunkan
nilai VB maupun Vmin serta meningkatkan IB dan
Imin. Hal tersebut sebenarnya dipengaruhi oleh nilai
energi pemanasan Joule. Pada konsentrasi larutan
elektrolit yang lebih rendah, dibutuhkan energi
pembentukan plasma yang lebih besar. Hal ini
dikarenakan, energi yang dihasilkan untuk
membentuk plasma lebih banyak terserap oleh
liquid di sekitar plasma. Oleh karena itu, pada
kondisi ini, selain energi yang dibutuhkan lebih
besar, waktu yang dibutuhkan hinga terbentuknya
plasma pun semakin banyak.
3.3. Kinerja CGDE
Pengaruh Tegangan Listrik
Variasi tegangan listrik pada 500 V dan 600 V
berpengaruh pada produksi OH• seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5. Produksi OH•
semakin meningkat dengan adanya kenaikan
tegangan listrik. Tegangan listrik yang semakin
tinggi memungkinkan arus yang mengalir pun
semakin tinggi. Arus yang meningkat ini
menyebabkan efek pemanasan Joule lebih besar
sehingga penguapan molekul air semakin banyak.
Hal tersebut memicu ionisasi gas semakin banyak
sehingga menyebabkan produksi OH• pun
meningkat.
Gambar 5 Pengaruh Tegangan pada Produksi OH•
Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013
5 Gambar 6 menunjukkan pengaruh tegangan
listrik terhadap degradasi limbah. Pada grafik
tersebut tegangan listrik 600 V menghasilkan
penurunan konsentrasi limbah yang lebih rendah
dibandingkan pada 500 V. Hal ini disebabkan arus
listrik yang semakin tinggi dapat memicu
penguapan air yang disebabkan oleh efek
pemanasan Joule yang lebih besar. Semakin tinggi
arus listrik yang mengalir maka semakin banyak
elektron
yang
bergerak,
menyebabkan
meningkatnya
temperatur
sehingga
dapat
menguapkan air lebih banyak. Penguapan air yang
lebih banyak ini memicu pembentukan selubung
gas yang lebih besar sehingga menyebabkan
pembentukan plasma yang lebih besar pula.
Gambar 6 Pengaruh Tegangan pada Degradasi LAS
Tabel 2 menunjukkan adanya pengaruh
tegangan listrik terhadap konsumsi energi listrik
untuk mendegradasi limbah LAS. Berdasarkan
tabel tersebut, untuk mendegradasi lebih banyak
limbah LAS diperlukan jumlah energi yang lebih
banyak. Penggunaan tegangan listrik 600 V
menyebabkan konsumsi energi listrik lebih besar
dibandingkan pada 500 V. Akan tetapi kenaikan
konsumsi energi pada menit tersebut tidak sampai
2 kali lipatnya. Hal ini menunjukkan peningkatan
tegangan listrik menjadi 600 V pada proses
elektrolisis plasma menyebabkan proses degradasi
lebih efisien.
Tabel 2 Pengaruh Tegangan pada Konsumsi Energi
Pengaruh Konsentrasi Larutan Na2SO4
Tabel 3 menunjukkan produksi OH• yang
meningkat seiring dengan meningkatnya energi
listrik. Produksi OH• pada konsentrasi elektrolit
0,01 M dan 0,02 M meningkat hampir 2 kali
lipatnya, peningkatannya lebih besar dibandingkan
peningkatan energi listriknya, begitu pula pada
0,01 M dan 0,03 M. Produksi OH• pada rentang
tersebut meningkat hampir 6 kali lipatnya,
sedangkan energi listriknya hanya meningkat 2
kali lipatnya. Dengan berlimpahnya produksi OH•,
memperbesar kemungkinan % degradasi yang
lebih tinggi pada proses degradasi limbah LAS.
Tabel 3 Pengaruh Konsentrasi pada Produksi OH•
Berdasarkan Tabel 4, konsentrasi LAS hasil
degradasi pada larutan Na2SO4 0,01 M memiliki
nilai paling besar dibandingkan pada larutan
Na2SO4 0,02 M, dan 0,03 M. Hal ini dikarenakan
konduktivitas larutan pada konsentrasi Na2SO4
0,01 M memiliki nilai paling rendah. Semakin
tinggi nilai konduktivitas maka ion Na+ dan SO42di dalam larutan semakin banyak. Dengan begitu,
arus yang mengalir pada larutan elektrolit semakin
besar. Hal ini akan memicu efek pemanasan Joule
semakin besar sehingga ukuran plasma akan
semakin besar pula.
Tabel 4 Pengaruh Konsentrasi pada Degradasi LAS
Konsentrasi LAS hasil degradasi juga
dipengaruhi oleh jumlah energi listrik yang
dikonsumsi. Konsumsi energi listrik meningkat
seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan
elektrolit. Hal ini berkaitan dengan nilai
konduktivitas yang menyebabkan meningkatnya
arus listrik. Peningkatan konsumsi energi listrik ini
linier dengan % degradasinya. Berdasarkan Tabel
4 tersebut, semakin banyak energi listrik yang
dikonsumsi maka tinggi pula nilai % degradasinya.
Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013
6 Pengaruh Panjang Kedalaman Anoda
Berdasarkan Tabel 5, produksi OH• meningkat
seiring dengan meningkatnya energi listrik.
Produksi OH• pada konsentrasi elektrolit 0,01 M
dan 0,02 M meningkat hampir 8 kali lipatnya,
peningkatannya
lebih
besar
dibandingkan
peningkatan energi listriknya, begitu pula pada
0,01 M dan 0,03 M.. Produksi OH• pada rentang
tersebut meningkat hampir 15 kali lipatnya,
sedangkan energi listriknya hanya meningkat 2
kali lipatnya. Dengan berlimpahnya produksi OH•,
memperbesar kemungkinan % degradasi yang
lebih tinggi pada proses degradasi limbah LAS.
Selain itu, kontak OH• dengan limbah LAS akan
semakin besar seiring dengan penambahan luas
permukaan anoda yang tercelup.
Tabel 5 Pengaruh Panjang Anoda pada Produksi OH•
Berdasarkan Tabel 6, konsentrasi LAS hasil
degradasi pada kondisi anoda tercelup 20 mm
memiliki nilai paling besar dibandingkan pada
kondisi 0,5 mm dan 10 mm. Hal ini dikarenakan
luas permukaan anoda yang tercelup semakin
besar. Semakin besar luas permukaan anoda yang
tercelup pada larutan elektrolit akan menyebabkan
pembentukan plasma yang semakin besar.
Tabel 6 Pengaruh Panjang Anoda pada Degradasi LAS
Peningkatan luas permukaan anoda tersebut
menyebabkan elektron yang bergerak menuju
anoda semakin banyak sehingga arus semakin
tinggi. Peningkatan arus ini membuat konsumsi
energi listrik pun meningkat. Dikarenakan semakin
banyaknya elektron yang bergerak menuju anoda
menyebabkan efek pemanasan Joule semakin
besar sehingga dapat meningkatkan ukuran
plasma. Konsentrasi LAS hasil degradasi juga
dipengaruhi oleh jumlah energi listrik yang
dikonsumsi. Konsumsi energi listrik meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah arus yang
mengalir pada larutan elektrolit. Hal ini dapat
menyebabkan adanya peningkatan arus listrik.
Peningkatan konsumsi energi listrik ini linier
dengan % degradasinya.
Fenomena yang terjadi pada variabel panjang
kedalaman anoda ini selain ukuran plasmanya
yang semakin besar, pada luas permukaan anoda
yang semakin besar, terjadi ketidakstabilan
hidrodinamika pada larutan elektrolit. Hal ini
dikarenakan adanya pembentukan selubung gas di
dalam
larutan
elektrolit
menyebabkan
ketidakstabilan pada fasa antar muka liquid-gas.
4. Simpulan
Variabel
operasi
yang
menghasilkan
%degradasi paling besar yaitu 96.19% adalah
tegangan listrik 600 V, konsentrasi larutan
elektrolit Na2SO4 0,02 M, dan panjang kedalaman
anoda yang tercelup 20 mm di dalam larutan
sistem. Produksi OH• dan konsumsi energi
degradasi yang dibutuhkan untuk mencapai
konsentrasi limbah LAS tersebut yaitu 958 mmol
dan 2650 kJ/mmol.
5. Daftar Acuan
[1] H. Prasetyo, "Perbedaan Penurunan Kadar
Deterjen antara Filtrasi Media Karbon
Aktif dan Proses Antifoaming pada Air
Limbah," Sarjana, Fakultas Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Diponegoro,
Semarang, 2006.
[2]
M. Mehrvar, G. B. Tabrizi, and N. AbdelJabbar,
"Effects
of
Pilot-Plant
Photochemical Pre-treatment (UV/H2O2)
on The Biodegradability of Aqueous
Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) "
International Journal of Photoenergy, vol.
7, pp. 1-6, 2005.
[3]
S. Zor, B. Yazici, M. Erbil, and H. Galip,
"The Electrochemical Degradation of
Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) on
Platinum Electrode," Wat. Res. Elsevier
Science, vol. 32, pp. 579-586, 1998.
[4]
V. M. Leon, C. Lopez, P. A. Lara-Martin,
D. Prats, P. Varo, and E. Gonzales-Maro,
"Removal of Linear Alkylbenzene
Sulfonates
and
Their
Degradation
Intermediates at Low Temperatures
During Activated Sludge Treatment,"
Chemosphere, vol. 64, pp. 1157-1166,
2006.
[5]
J. Gao, "A Novel Technique for
Wastewater Treatment by Contact Glow
Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013
7 [6]
[7]
[8]
[9]
Discharge Electrolysis," Pakistan Journal
of Biological Sciences, vol. 9, pp. 323329, 2006.
R.
Wuthrich
and
P.
Mandin,
"Eledtrochemical Discharges - Discovery
and Early Application," Electrochimica
Acta, vol. 54, pp. 4031-4035, 2009.
X. Wang, M. Zhou, and X. Jin,
"Application of Glow Discharge Plasma
for
Wastewater
Treatment,"
Electrochimica Acta, vol. 83, pp. 501-512,
2012.
N. Saksono, S. Bismo, and F. Abqari,
"Aplikasi Teknologi Elektrolisis Plasma
pada Proses Produksi Klor-Alkali," Jurnal
Teknik Kimia Indonesia, vol. 11, pp. 141148, 2012.
S. K. Sengupta and O. P. Singh, "Contact
Glow Discharge Electrolysis: A Study of
Its Onset and Location," J. Electroanal
Chem., vol. 301, pp. 189-197, 1991.
[10]
[11]
[12]
S. K. Sengupta, A. K. Srivastava, and R.
Singh,
"Contact
Glow
Discharge
Electrolysis: A Study on Its Origin in The
Light of The Theory of Hydrodynamic
Instabilities in Local Solvent Vaporisation
by Joule Heating During Electrolysis,"
Journal of Electroanalytical Chemistry,
vol. 427, pp. 23-27, 1997.
J. Gao, A. Wang, Y. Fu, J. Wu, D. Ma, X.
Guo, et al., "Analysis of Energetic Species
Caused by Contact Glow Discharge
Electrolysis in Aqueous Solution," Plasma
Science and Technology, vol. 10, pp. 3038, 2008.
K. Irawan, "Aplikasi Reaktor Contact
Glow Discharge Electrolysis dalam
Pengolahan
Limbah
Air
yang
Mengandung
Amonia,"
Sarjana,
Departemen Teknik Kimia, Universitas
Indonesia, Depok, 2012. Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013
Download