APLIKASI CONTACT GLOW DISCHARGE ELECTROLYSIS (CGDE) UNTUK DEGRADASI LINEAR ALKYLBENZENE SULPHONATE (LAS) MENGGUNAKAN LARUTAN Na2SO4 Intan Nugraha 1, Nelson Saksono 2, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia1,2 Email: [email protected], [email protected] Abstrak CGDE merupakan salah satu teknologi elektrolisis plasma yang efektif digunakan dalam mendegradasi limbah. Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan sistem CGDE dalam mendegradasi LAS. Anoda yang digunakan yakni tungsten dan katoda yakni stainless steel dengan jarak diantara keduanya sebesar 40 mm. Larutan elektrolit yang digunakan yakni Na2SO4 yang divariasikan pada konsentrasi 0,01 M, 0,02 M, dan 0,03 M. Variasi lainnya yakni variabel tegangan listrik 500 V dan 600 V serta variasi panjang kedalaman anoda pada 0,5 mm, 10 mm, dan 20 mm. Pengujian yang dilakukan yakni pengukuran konsentrasi LAS menggunakan metode MBAS dan produksi radikal OH (OH•) menggunakan metode titrasi iodometri. Variabel operasi yang menghasilkan %degradasi LAS paling tinggi hingga 96.19% yakni tegangan listrik 600 V, konsentrasi larutan elektrolit Na2SO4 0,02 M, dan panjang kedalaman anoda yang tercelup 20 mm di dalam larutan sistem dengan produksi OH• 958 mmol dan konsumsi energi degradasi 2650 kJ/mmol. Kata kunci : CGDE, elektrolisis plasma, LAS, radikal OH (OH•), konsumsi energi. 1. Pendahuluan Deterjen merupakan bahan pembersih yang banyak digunakan pada kegiatan industri maupun rumah tangga. Industri yang menggunakan bahan pembersih diantaranya industri tekstil, farmasi, kosmetik dan industri kimia lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kandungan surfaktan di lingkungan yakni sebesar 100,3 mg/L [1]. LAS merupakan senyawa organik yang memiliki sifat biodegradasi pada kondisi aerob. Akan tetapi, sifat biodegradasi LAS dipengaruhi oleh konsentrasinya. Semakin meningkat konsentrasi LAS maka sifat biodegradasinya semakin menurun. Konsentrasi LAS 100 mg/L merupakan kondisi nonbiodegradable, karena pada konsentrasi tersebut LAS memiliki sifat inhibitor terhadap mikroorganisme [2]. Hingga saat ini telah dilakukan beberapa penelitian mengenai metode untuk mendegradasi LAS diantaranya yakni proses elektrokimia Faraday, oksidasi udara basah/ wet air oxidation (WAO), fotokimia (UV/H2O2), dan lumpur aktif. Proses elektrokimia Faraday dapat mendegradasi LAS sebanyak 50% dan membutuhkan waktu operasi selama 6 jam [3]. Metode WAO dapat mendegradasi LAS hingga 90% selama 24 jam waktu operasi (Cuzzola, Bernini, & Salvadori, 2004). Kemudian pada tahun 2005, metode fotokimia dengan menggunakan sinar UV dan H2O2 dapat mendegradasi LAS hingga 90% dalam 150 menit waktu operasi [2]. Selanjutnya pada tahun 2006, dengan menggunakan metode lumpur aktif pada temperatur 90C dapat mendegradasi LAS hingga 99% setelah melewati fase adaptasi selama 20 hari [4]. LAS merupakan senyawa organik yang berasal dari kegiatan manusia dan paling banyak ditemukan di pengolahan air perkotaan [2]. Walaupun metode lumpur aktif dapat mendegradasi LAS hingga 99%, metode ini membutuhkan waktu yang cukup lama yakni hingga 20 hari. Selain itu juga terdapat batasan maksimum konsentrasi LAS yang dapat menjadikannya memiliki sifat sebagai inhibitor terhadap mikroorganisme. Oleh karena itu diperlukan suatu metode pengolahan limbah yang dapat secara efektif mendegradasi limbah organik. Contact Glow Discharge Electrolysis (CGDE) merupakan metode elektrolisis plasma dalam air yang banyak digunakan dan efektif dalam pengolahan limbah organik seperti dyes, phenol dan turunannya, aniline dan turunannya, naphthol, phenanthrene, benzoic acid, p-nitrotoluene, dan 2napthylamine [5]. Hal ini dikarenakan metode CGDE dapat menguraikan molekul air menjadi OH• dan H• [5]. Penggunaan metode CGDE pada pengolahan limbah LAS diharapkan dapat mendegradasi LAS dengan konversi yang tinggi dan konsumsi daya 1 Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013 Universitas Indonesia listrik rendah. Dengan keberadaan spesi reaktif yang dihasilkan pada elektrolisis plasma, peningkatkan persentase degradasi LAS dengan menerapkan metode CGDE memiliki potensi yang tinggi. Oleh karena itu penelitian ini penting untuk memperoleh kajian mengenai kondisi operasi pada penggunaan metode CGDE dalam mendegradasi LAS. Proses elektrolisis plasma telah dikenal sejak 150 tahun yang lalu dan seringkali digolongkan berdasarkan elektroda (anoda dan katoda) dimana terjadi fenomena plasma tersebut [6]. Sekarang ini, telah banyak dilakukan penelitian mengenai aplikasi proses elektrolisis plasma seperti pada proses produksi hidrogen, proses sintesis, dan pengolahan limbah [7]. Elektrolisis plasma terjadi akibat adanya tegangan listrik yang cukup tinggi dan telah melampaui proses elektrolisis Faraday [6]. Prinsip elektrolisis plasma serupa dengan elektrolisis, namun dilakukan pada kondisi tegangan tinggi sehingga menimbulkan pancaran plasma (glow discharge plasma) [8]. Proses elektrolisis plasma diawali dengan elektrolisis Faraday dimana terjadi pembentukan gas baik pada anoda maupun katoda. Pada bagian anoda akan terbentuk gas oksigen sedangkan pada bagian katoda akan terbentuk gas hidrogen. Elektrolisis Faraday akan berkembang menjadi elektrolisis plasma jika terdapat suplai tegangan listrik yang cukup tinggi. Selain itu, plasma diperoleh dengan menggunakan elektroda asimetrik, lucutan cahaya terjadi pada elektroda dengan area yang lebih kecil. Fenomena plasma ditandai dengan adanya penurunan drastis arus listrik yang ditunjukkan dengan munculnya selubung gas yang berpendar pada elektroda [9]. Dengan munculnya selubung gas tersebut maka akan membuat suatu resistansi atau hambatan untuk aliran elektron sehingga menyebabkan terjadinya penurunan arus. Selubung gas terbentuk ketika laju pembentukan gas pada elektroda mencapai nilai kritis sehingga mengakibatkan ketidakstabilan, laju gelembung gas dapat menghancurkan batas antar permukaan gas-liquid sehingga gelembunggelembung tersebut dapat menyatu dan membentuk selubung gas yang kontinyu [10]. Selubung gas yang menyelimuti elektroda disebabkan oleh lapisan film dari solvent yang menguap akibat dari Joule heating. Joule heating yang disebut juga ohmic heating atau resistive heating merupakan proses pemanasan yang disebabkan oleh adanya aliran elektron yang melalui suatu konduktor. Pemanasan tersebut 2 terjadi secara lokal pada elektroda yang areanya lebih kecil. Hal ini dikarenakan adanya hambatan aliran elektron dan potensial listrik yang tinggi. CGDE merupakan bagian dari elektrolisis plasma. Selama proses tersebut, dapat terbentuk spesi reaktif diantaranya yakni H2O2, OH•, H•, dan e- [11]. Teori Hickling menyatakan ada dua zona reaksi ketika plasma berlangsung. Pada zona reaksi utama, senyawa H2O terionisasi atau teraktivasi yang kemudian saling bertubrukan satu sama lainnya untuk melepaskan ikatan dengan cara transfer elektron. Fenomena ini menghasilkan senyawa OH• dan H•. Keduanya kemungkinan dapat saling berinteraksi sehingga membentuk senyawa H2O2 dan H2. Kemudian, senyawasenyawa tersebut berdifusi keluar dari zona utama dan berinteraksi dengan substrat atau senyawa yang terlarut pada larutan atau fasa liquid di zona reaksi kedua. 2. Metode Penelitian Variabel proses penelitian dan pengujian yang dilakukan tampak pada Gambar 1 berikut ini. Karakterisasi Arus-Tegangan Uji Kinerja Plasma: ·∙ Tegangan listrik: 500 V dan 600 V ·∙ Konsentrasi larutan elektrolit: 0.01 M, 0.02 M, dan 0.03 M. ·∙ Kedalaman anoda: 0.5 mm, 10 mm, dan 20 mm Pengukuran konsentrasi LAS terdegradasi Pengukuran Arus yang dihasilkan untuk menghitung konsumsi energi Pengukuran konsentrasi hidrogen peroksida Analisis produk, pembahasan dan simpulan Gambar 1 Diagram Alir Penelitian Konsentrasi LAS diuji dengan menggunakan metode MBAS sedangkan konsentrasi H2O2 sebagai indikator produksi OH• menggunakan metode titrasi iodometri. Aquadest yang digunakan diperoleh dari Bratachem, LAS dari Unilever dan Na2SO4 dari Merck. Gambar 2 berikut ini menunjukkan skema reaktor CGDE yang diadaptasi dari Irawan (2012) dengan konsentrasi limbah mula-mula 100 mg/L. Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013 3 Gambar 2 CGDE Reaktor CGDE [12] 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Fenomena Pembentukan Plasma Gambar 3(a) menunjukkan fenomena terbentuknya gelembung kecil di sekitar anoda dan katoda yang menandakan terjadinya reaksi elektrolisis. Baik ion Na+ maupun SO42- tidak bereaksi. Yang terjadi justru peristiwa elektrolisis air menjadi unsur-unsur pembentuknya. Nilai potensial standar reduksi (E0red) H2O (-0,42) lebih besar dibandingkan ion Na+(-2,71). Berdasarkan nilai tersebut maka air yang akan tereduksi di katoda. Pada bagian anoda, ion SO42- tidak dapat mengalami oksidasi karena bilangan oksidasi sulfur (S) pada SO42- telah mencapai keadaan maksimumnya, yaitu +6. Oleh karena itu pada bagian anoda pun terjadi oksidasi senyawa air. Gambar 3 Fenomena Pembentukan Plasma Gambar 3(b) menunjukkan fenomena pembentukan gelembung gas pada anoda yang semakin banyak dan berukuran lebih besar dari sebelumnya. Gelembung gas yang muncul di sekitar anoda merupakan uap air yang terbentuk karena adanya efek pemanasan Joule atau Joule heating. Aliran elektron yang melalui anoda, yang ukurannya lebih kecil dibandingkan katoda, dapat memberikan efek pemanasan tersebut. Hal ini dikarenakan adanya hambatan aliran elektron dan potensial listrik yang tinggi. Pada Gambar 3(c), gelembung gas yang terbentuk mulai menyatu sehingga membentuk selubung. Selubung gas terbentuk ketika laju pembentukan gas pada elektroda mencapai nilai kritisnya, sehingga mengakibatkan ketidakstabilan arus listrik. Laju gelembung gas dapat menghancurkan batas antar permukaan gas-liquid sehingga gelembung-gelembung tersebut dapat menyatu dan membentuk selubung gas yang kontinyu [10]. Selain terbentuk selubung gas, pada anoda juga tampak ada sedikit lucutan cahaya berwarna keunguan dan percikan liquid yang menimbulkan suara yang tidak stabil. Pada tegangan listrik 350 V, spesi reaktif seperti OH• sudah mulai terbentuk [11]. Pada tegangan listrik 450 V terjadi fenomena pembentukan plasma dengan lucutan cahaya yang berwarna keunguan. Pada tahap ini, selubung gas sudah mulai stabil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3(d). Selain itu, suara yang dihasilkan pun sudah stabil dari sebelumnya. Fenomena ini menunjukkan peristiwa CGDE yang sebenarnya. Lucutan cahaya yang berwarna ungu dapat berasal dari adanya pembentukan OH• yang memiliki panjang gelombang sekitar 306,4 nm. Lucutan cahaya tersebut diameternya bertambah seiring dengan kenaikan tegangan listrik. Hingga pada Gambar 3(e) yakni pada tegangan 490 V warnanya menjadi kekuningan atau luminous. Seperti yang telah dijelaskan oleh Gao (2008), pancaran cahaya yang sebelumnya berwarna keunguan kemudian diameternya akan semakin besar dan terjadi perubahan warna menjadi kekuningan dengan panjang gelombang sekitar 589 nm seperti pancaran cahaya dari natrium (Na). 3.2. Karakteristik Arus-Tegangan pada CGDE Gambar 4 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan pada larutan Na2SO4 0,02 M. Kurva karakteristik arus-tegangan dibagi menjadi tiga zona, mulai dari zona I hingga zona III. Pada zona I terjadi proses elektrolisis Faraday, dimana arus akan semakin meningkat seiring dengan adanya peningkatan tegangan listrik. Pada zona ini terbentuk gelembung-gelembung gas di sekitar anoda maupun katoda. Peningkatan arus yang terjadi seiring dengan meningkatnya tegangan listrik akan mencapai suatu titik balik atau breakdown point (VB). Titik ini merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan dari elektrolisis Faraday menjadi elektrolisis plasma. Pada zona ini akan mulai Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013 terbentuk selubung gas di sekitar anoda yang menyebabkan adanya penurunan arus pada zona II. Selubung gas tersebut dapat menghambat aliran elektron menuju anoda. Oleh karena adanya hambatan ini, menyebabkan elektron memiliki cukup energi untuk tereksitasi sehingga gas yang terbentuk dapat terionisasi. Nilai arus listrik yang terbaca multimeter pada zona II mengalami fluktuasi. Fluktuasi arus ini dapat disebabkan oleh adanya selubung gas yang terbentuk pun belum stabil. Gambar 4 Kurva Karakteristik Arus-Tegangan Penurunan arus yang terjadi seiring dengan meningkatnya tegangan listrik akan mencapai suatu titik minimum (Vmin). Titik minimum (Vmin) ini merupakan nilai tegangan listrik minimal yang dibutuhkan untuk membentuk plasma. Pada zona ini, arus sudah mulai stabil karena selubung gas yang terbentuk sudah mulai stabil pula. Kemudian, setelah melewati zona II, arus akan mengalami kenaikan kembali seperti yang ditunjukkan pada zona III. Plasma yang terbentuk pada fase ini menghasilkan pancaran warna kemerahan seperti nyala ion Na+ [11]. Titik breakdown (VB) dan titik minimum (Vmin) dapat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan elektrolit Na2SO4. Nilai VB dan Vmin pada konsentrasi 0,01 M memiliki nilai yang paling besar. Hal ini berarti untuk mencapai daerah plasma diperlukan tegangan listrik yang lebih besar dibandingkan pada konsentrasi 0,02 M dan 0,03 M. Semakin meningkatnya konsentrasi larutan dapat memicu meningkatnya arus, hal ini dapat menyebabkan efek pemanasan Joule yang lebih besar [11]. Efek dari pemanasan Joule yang lebih besar tersebut menguapkan semakin banyak molekul air sehingga memicu terbentuknya selubung lebih cepat. Oleh karena itu, dengan meningkatnya konduktivitas, nilai VB dan Vmin menjadi lebih 4 rendah. Pengaruh konsentrasi larutan terhadap nilai tegangan breakdown (VB) dan tegangan minimum (Vmin) terangkum pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Pengaruh [Na2SO4] Terhadap VB Dan Vmin [Na2SO4] (M) 0,01 0,02 0,03 VB (V) 330 270 210 IB (A) 0,56 0,62 0,76 Vmin (V) 510 450 430 Imin (A) 0,11 0,12 0,13 Berkaitan dengan semakin cepatnya selubung gas terbentuk pada larutan dengan nilai konduktivitas yang lebih tinggi, dapat menurunkan nilai VB maupun Vmin serta meningkatkan IB dan Imin. Hal tersebut sebenarnya dipengaruhi oleh nilai energi pemanasan Joule. Pada konsentrasi larutan elektrolit yang lebih rendah, dibutuhkan energi pembentukan plasma yang lebih besar. Hal ini dikarenakan, energi yang dihasilkan untuk membentuk plasma lebih banyak terserap oleh liquid di sekitar plasma. Oleh karena itu, pada kondisi ini, selain energi yang dibutuhkan lebih besar, waktu yang dibutuhkan hinga terbentuknya plasma pun semakin banyak. 3.3. Kinerja CGDE Pengaruh Tegangan Listrik Variasi tegangan listrik pada 500 V dan 600 V berpengaruh pada produksi OH• seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Produksi OH• semakin meningkat dengan adanya kenaikan tegangan listrik. Tegangan listrik yang semakin tinggi memungkinkan arus yang mengalir pun semakin tinggi. Arus yang meningkat ini menyebabkan efek pemanasan Joule lebih besar sehingga penguapan molekul air semakin banyak. Hal tersebut memicu ionisasi gas semakin banyak sehingga menyebabkan produksi OH• pun meningkat. Gambar 5 Pengaruh Tegangan pada Produksi OH• Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013 5 Gambar 6 menunjukkan pengaruh tegangan listrik terhadap degradasi limbah. Pada grafik tersebut tegangan listrik 600 V menghasilkan penurunan konsentrasi limbah yang lebih rendah dibandingkan pada 500 V. Hal ini disebabkan arus listrik yang semakin tinggi dapat memicu penguapan air yang disebabkan oleh efek pemanasan Joule yang lebih besar. Semakin tinggi arus listrik yang mengalir maka semakin banyak elektron yang bergerak, menyebabkan meningkatnya temperatur sehingga dapat menguapkan air lebih banyak. Penguapan air yang lebih banyak ini memicu pembentukan selubung gas yang lebih besar sehingga menyebabkan pembentukan plasma yang lebih besar pula. Gambar 6 Pengaruh Tegangan pada Degradasi LAS Tabel 2 menunjukkan adanya pengaruh tegangan listrik terhadap konsumsi energi listrik untuk mendegradasi limbah LAS. Berdasarkan tabel tersebut, untuk mendegradasi lebih banyak limbah LAS diperlukan jumlah energi yang lebih banyak. Penggunaan tegangan listrik 600 V menyebabkan konsumsi energi listrik lebih besar dibandingkan pada 500 V. Akan tetapi kenaikan konsumsi energi pada menit tersebut tidak sampai 2 kali lipatnya. Hal ini menunjukkan peningkatan tegangan listrik menjadi 600 V pada proses elektrolisis plasma menyebabkan proses degradasi lebih efisien. Tabel 2 Pengaruh Tegangan pada Konsumsi Energi Pengaruh Konsentrasi Larutan Na2SO4 Tabel 3 menunjukkan produksi OH• yang meningkat seiring dengan meningkatnya energi listrik. Produksi OH• pada konsentrasi elektrolit 0,01 M dan 0,02 M meningkat hampir 2 kali lipatnya, peningkatannya lebih besar dibandingkan peningkatan energi listriknya, begitu pula pada 0,01 M dan 0,03 M. Produksi OH• pada rentang tersebut meningkat hampir 6 kali lipatnya, sedangkan energi listriknya hanya meningkat 2 kali lipatnya. Dengan berlimpahnya produksi OH•, memperbesar kemungkinan % degradasi yang lebih tinggi pada proses degradasi limbah LAS. Tabel 3 Pengaruh Konsentrasi pada Produksi OH• Berdasarkan Tabel 4, konsentrasi LAS hasil degradasi pada larutan Na2SO4 0,01 M memiliki nilai paling besar dibandingkan pada larutan Na2SO4 0,02 M, dan 0,03 M. Hal ini dikarenakan konduktivitas larutan pada konsentrasi Na2SO4 0,01 M memiliki nilai paling rendah. Semakin tinggi nilai konduktivitas maka ion Na+ dan SO42di dalam larutan semakin banyak. Dengan begitu, arus yang mengalir pada larutan elektrolit semakin besar. Hal ini akan memicu efek pemanasan Joule semakin besar sehingga ukuran plasma akan semakin besar pula. Tabel 4 Pengaruh Konsentrasi pada Degradasi LAS Konsentrasi LAS hasil degradasi juga dipengaruhi oleh jumlah energi listrik yang dikonsumsi. Konsumsi energi listrik meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan elektrolit. Hal ini berkaitan dengan nilai konduktivitas yang menyebabkan meningkatnya arus listrik. Peningkatan konsumsi energi listrik ini linier dengan % degradasinya. Berdasarkan Tabel 4 tersebut, semakin banyak energi listrik yang dikonsumsi maka tinggi pula nilai % degradasinya. Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013 6 Pengaruh Panjang Kedalaman Anoda Berdasarkan Tabel 5, produksi OH• meningkat seiring dengan meningkatnya energi listrik. Produksi OH• pada konsentrasi elektrolit 0,01 M dan 0,02 M meningkat hampir 8 kali lipatnya, peningkatannya lebih besar dibandingkan peningkatan energi listriknya, begitu pula pada 0,01 M dan 0,03 M.. Produksi OH• pada rentang tersebut meningkat hampir 15 kali lipatnya, sedangkan energi listriknya hanya meningkat 2 kali lipatnya. Dengan berlimpahnya produksi OH•, memperbesar kemungkinan % degradasi yang lebih tinggi pada proses degradasi limbah LAS. Selain itu, kontak OH• dengan limbah LAS akan semakin besar seiring dengan penambahan luas permukaan anoda yang tercelup. Tabel 5 Pengaruh Panjang Anoda pada Produksi OH• Berdasarkan Tabel 6, konsentrasi LAS hasil degradasi pada kondisi anoda tercelup 20 mm memiliki nilai paling besar dibandingkan pada kondisi 0,5 mm dan 10 mm. Hal ini dikarenakan luas permukaan anoda yang tercelup semakin besar. Semakin besar luas permukaan anoda yang tercelup pada larutan elektrolit akan menyebabkan pembentukan plasma yang semakin besar. Tabel 6 Pengaruh Panjang Anoda pada Degradasi LAS Peningkatan luas permukaan anoda tersebut menyebabkan elektron yang bergerak menuju anoda semakin banyak sehingga arus semakin tinggi. Peningkatan arus ini membuat konsumsi energi listrik pun meningkat. Dikarenakan semakin banyaknya elektron yang bergerak menuju anoda menyebabkan efek pemanasan Joule semakin besar sehingga dapat meningkatkan ukuran plasma. Konsentrasi LAS hasil degradasi juga dipengaruhi oleh jumlah energi listrik yang dikonsumsi. Konsumsi energi listrik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah arus yang mengalir pada larutan elektrolit. Hal ini dapat menyebabkan adanya peningkatan arus listrik. Peningkatan konsumsi energi listrik ini linier dengan % degradasinya. Fenomena yang terjadi pada variabel panjang kedalaman anoda ini selain ukuran plasmanya yang semakin besar, pada luas permukaan anoda yang semakin besar, terjadi ketidakstabilan hidrodinamika pada larutan elektrolit. Hal ini dikarenakan adanya pembentukan selubung gas di dalam larutan elektrolit menyebabkan ketidakstabilan pada fasa antar muka liquid-gas. 4. Simpulan Variabel operasi yang menghasilkan %degradasi paling besar yaitu 96.19% adalah tegangan listrik 600 V, konsentrasi larutan elektrolit Na2SO4 0,02 M, dan panjang kedalaman anoda yang tercelup 20 mm di dalam larutan sistem. Produksi OH• dan konsumsi energi degradasi yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi limbah LAS tersebut yaitu 958 mmol dan 2650 kJ/mmol. 5. Daftar Acuan [1] H. Prasetyo, "Perbedaan Penurunan Kadar Deterjen antara Filtrasi Media Karbon Aktif dan Proses Antifoaming pada Air Limbah," Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang, 2006. [2] M. Mehrvar, G. B. Tabrizi, and N. AbdelJabbar, "Effects of Pilot-Plant Photochemical Pre-treatment (UV/H2O2) on The Biodegradability of Aqueous Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) " International Journal of Photoenergy, vol. 7, pp. 1-6, 2005. [3] S. Zor, B. Yazici, M. Erbil, and H. Galip, "The Electrochemical Degradation of Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) on Platinum Electrode," Wat. Res. Elsevier Science, vol. 32, pp. 579-586, 1998. [4] V. M. Leon, C. Lopez, P. A. Lara-Martin, D. Prats, P. Varo, and E. Gonzales-Maro, "Removal of Linear Alkylbenzene Sulfonates and Their Degradation Intermediates at Low Temperatures During Activated Sludge Treatment," Chemosphere, vol. 64, pp. 1157-1166, 2006. [5] J. Gao, "A Novel Technique for Wastewater Treatment by Contact Glow Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013 7 [6] [7] [8] [9] Discharge Electrolysis," Pakistan Journal of Biological Sciences, vol. 9, pp. 323329, 2006. R. Wuthrich and P. Mandin, "Eledtrochemical Discharges - Discovery and Early Application," Electrochimica Acta, vol. 54, pp. 4031-4035, 2009. X. Wang, M. Zhou, and X. Jin, "Application of Glow Discharge Plasma for Wastewater Treatment," Electrochimica Acta, vol. 83, pp. 501-512, 2012. N. Saksono, S. Bismo, and F. Abqari, "Aplikasi Teknologi Elektrolisis Plasma pada Proses Produksi Klor-Alkali," Jurnal Teknik Kimia Indonesia, vol. 11, pp. 141148, 2012. S. K. Sengupta and O. P. Singh, "Contact Glow Discharge Electrolysis: A Study of Its Onset and Location," J. Electroanal Chem., vol. 301, pp. 189-197, 1991. [10] [11] [12] S. K. Sengupta, A. K. Srivastava, and R. Singh, "Contact Glow Discharge Electrolysis: A Study on Its Origin in The Light of The Theory of Hydrodynamic Instabilities in Local Solvent Vaporisation by Joule Heating During Electrolysis," Journal of Electroanalytical Chemistry, vol. 427, pp. 23-27, 1997. J. Gao, A. Wang, Y. Fu, J. Wu, D. Ma, X. Guo, et al., "Analysis of Energetic Species Caused by Contact Glow Discharge Electrolysis in Aqueous Solution," Plasma Science and Technology, vol. 10, pp. 3038, 2008. K. Irawan, "Aplikasi Reaktor Contact Glow Discharge Electrolysis dalam Pengolahan Limbah Air yang Mengandung Amonia," Sarjana, Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia, Depok, 2012. Universitas Indonesia Aplikasi contact..., Intan Nugraha, FT-UI, 2013