8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank

advertisement
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bank
2.1.1 Pengertian Bank
Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya
pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan
peran serta lembaga keuangan untuk membiayai, karena pembangunan
sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan
lembaga keuangan dalam pembiayaan pembangunan sangat diperlukan.
Lembaga
keuangan
yang
terlibat
dalam
suatu
pembiayaan
pembangunan ekonomi dibagi menjadi dua, yaitu lembaga keuangan
bank (bank) dan lembaga keuangan non bank (Kuncoro dan
Suhardjono, 2002).
Bank berasal dari bahasa Italia yaitu “Banco” yang berarti
“Bangku”. Menurut Undang-Undang Perbankan no. 10 tahun 1998,
menyebutkan bahwa bank ialah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan perbankan
merupakan segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan,
kegiatan
usaha,
serta
cara
dan
proses
dalam
melaksanakan kegiatan usahanya (Kashmir, 2000).
9
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
9
Perbankan
Indonesia
dalam
melaksanakan
kegiatannya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatihatian (prudential) yang bertujuan untuk menunjang pelaksanaan dalam
rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional ke arah peningkatan rakyat banyak. Kemudian untuk
mengetahui lebih jauh peranan yang dapat dilakukan oleh suatu bank
dapat
disimak
dari
definisi
bank
tersebut.
Dalam
berbagai
bukuperbankan, suatu bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan
yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan
kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta
memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran
uang. Menurut Suhardjono (2002), terdapat tiga fungsi utama bank
dalam pembangunan ekonomi, yaitu :
1.
Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk simpanan.
2.
Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat
dalam bentuk kredit.
3.
Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan
dan peredara uang.
2.2 Penilaian Kesehatan Bank
Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi.
Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi
yang sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat, sehingga Bank
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
10
Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan
arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan
dihentikan kegiatan operasinya. Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan
bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Bank-bank diharuskan membuat
laporan baik yang bersifat rutin maupun secara berkala mengenai seluruh
aktifitasnya dalam suatu periode tertentu (Kashmir, 2000).
Penilaian kesehatan bank dapat dilakukan setiap tahun, apakah ada
peningkatan atau penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat
tidak jadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya dipertahankan
terus kesehatannya. Akan tetapi bagi bank yang terus tidak sehat, mungkin
harus mendapat pengarahan atau sanksi dari Bank Indonesia sebagai pengawas
dan pembina bank-bank. Bank Indonesia dapat saja menyarankan unutk
melakukan perubahan manajemen, merger, konsolidasi, akuisisi atau malah
dilikuidir keberadaannya jika memang sudah parah kondisi bank tersebut.
Menurut Kashmir (2000) mengemukakan bahwa penilaian yang
dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi bebarapa aspek seperti :
1.
Aspek Permodalan
Yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan kepada
kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut
didasarkan kepada Capital Adequacy Ratio (CAR) yang telah ditetapkan
BI. Perbandingan rasio tersebut adalah rasio modal terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) dan sesuai ketentuan pemerintah
CAR tahun 1999 minimal harus 8%.
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
11
2.
Aspek Kualitas Aset
Yaitu untuk menilai jenis-jenis asset yang dimiliki oleh bank.
Penilaian aset harus sesuai dengan peraturan oleh Bank Indonesia dengan
memperbandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan
aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva
produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio ini dapat
dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank
Indonesia.
3.
Aspek Kualitas Manajemen
Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga dinilai kualitas
manajemennya.
Kualitas manajemen dapat
dilihat
dari kualitas
manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dapat dilihat dari
pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani
berbagai kasus-kasus yang terjadi dalam aspek ini yang dinilai adalah
manajemen
permodalan,
manajemen
aktiva,
manajemen
umum,
manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas.
4.
Aspek Likuiditas
Suatu bank dapat
dikatakan likuid, apabila bank yang
bersangkutan dapat membayar semua hutang-hutangnya terutama
simpanan tabungan, giro, dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula
memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.Secara umum
rasio ini merupakan rasio antara jumlah aktiva lancar dibagi dengan
hutang lancar.
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
12
5.
Aspek Rentabilitas
Merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan
labanya, apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi
usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang
sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat.
2.3 Capital Adequacy Ratio
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang mewajibkan
pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. CAR diukur dari
rasio antara modal sendiri terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR). Modal sendiri adalah total modal yang berasal dari bank yang
terdiri dari modal disetor, laba ditahan, dan cadangan yang dibentuk bank.
Sedangkan ATMR adalah merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca
dengan ATMR administratif. ATMR neraca diperoleh dengan cara
mengalikan nilai nominalnya dengan bobot resiko masing-masing. ATMR
administratif diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominalnya dengan
bobot resiko aktiva administratif (Hadinugroho dan Yudha, 2012).
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) terdiri atas jumlah
ATMR yang dihitung berdasarkan masing-masing nilai pos aktiva pada
rekening administratif bank dikaitkan dengan bobot resikonya masingmasing. Komponen-komponen pembentukan ATMR adalah sebagai berikut
(Sam, 2012) :
1. Penempatan pada bank lain (bobot 20%)
2. Surat berharga (bobot 100%)
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
13
3. Tagihan derivative (bobot 100%)
4. Kredit yang diberikan (bobot 100%)
5. Penyertaan (bobot 100%)
6. Aktiva tetap (bobot 100%)
7. Aktiva lain-lain (bobot 100%)
8. Fasilitas kredit yang belum ditarik nasabah (bobot 100%)
9. Bank garansi yang belum diberikan (bobot 100%)
Capital Adequacy Ratio (CAR) memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, dan
tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping
memperoleh dana-dana dari sumber-sumber luar bank, seperti dana
masyarakat, pinjaman (utang). Rasio permodalan ini merupakan komponen
kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
terhadap ketentuan yang berlaku (Muljono, 1996).
Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan kemampuan bank dalam
mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank
dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol resiko-resiko
yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank (Sukarno
dan Syaichu, 2006). Jumlah dari ketentuan minimum permodalan yang harus
dipertahankan adalah sebesar 8%, yaitu perbandingan antara Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) dibanding dengan jumlah Modal Inti
dan Modal Pelengkap yang dimiliki bank, minimal 100 berbanding 8. Artinya
jumlah kredit yang dapat diberikan akan dihitung bobot resikonya terlebih
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
14
dahulu, dan maksimum kredit yang diberikan sebesar 1250% dari jumlah
modal yang dimilikinya. Oleh karena itu, di dalam perencanaan volume kredit
tidak boleh melanggar batas CAR tersebut (Muljono, 1996).
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau Capital Adequacy Ratio
tersebut pada dasarnya suatu ukuran modal yang diharapkan dapat menjamin
bahwa bank yang beroperasi secara internasional maupun nasional akan
beroperasi secara baik. Bank-bank umum di Indonesia wajib menjaga Capital
Adequacy Ratio (CAR) sebesar 8% untuk dikatakan sebagai bank yang sehat.
Bank yang memiliki CAR dibawah 8% atau dibawah ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku, maka pemilik pengendali diharuskan untuk
menambah modal atau kehilangan hak pengendaliannya atas bank dengan
kata lain bank memiliki potensi untuk dilikuidasi (Margaretha dan
Setiyaningrum, 2011).
2.4 Non Performing Loans (NPL)
Non Performing Loans (NPL) atau yang sering disebut dengan kredit
bermasalah ialah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup
membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang
telah diperjanjikannya. Kredit bernasalah menurut ketentuan Bank Indonesia
merupakan kredit yang digolongkan ke dalam kolektibilitas Kurang Lancar
(KL), Diragukan (D), dan Macet (M). Sedangkan penilaian atau
penggolongan suatu kredit kedalam tingkat kolektibilitas kredit tertentu
didasarkan pada kriteria kuantitatif dan kualitatif.
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
15
Kriteria penilaian kolektibilitas secara kuantitatif didasarkan pada
keadaan pembayaran kredit oleh nasabah yang tercermin dalam catatan
pembukuan bank, yaitu mencakup ketepatan pembayaran pokok, bunga,
maupun kewajiban lainnya. Penilaian terhadap pembayaran tersebut dapat
dilihat berdasarkan data historis (past performance) dari masing-masing
rekening pinjaman. Selanjutnya, data historis tersebut dibandingkan dengan
standar
sistem
penilaian
kolektibilitas,
sehingga
dapat
ditentukan
kolektibilitas dari suatu rekening pinjaman. Sedangkan kriteria penilaian
kolektibilitas secara kualitatif didasarkan pada prospek usaha debitur dan
kondisi keuangan usaha debitur. Dalam menentukan judgement terhadap
usaha debitur yang dinilai adalah kemampuan debitur membayar kembali
pinjaman dari hasil usahanya (sebagai first way out) sesuai perjanjian
(Kuncoro dan Suhardjono, 2002).
Non Performing Loans dihitung berdasarkan perbandingan antara
jumlah kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Kredit
adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
penilaian kualitas asset bank umum. Kredit bermasalah dihitung berdasarkan
nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi cadangan
kerugian penurunan nilai).
Kredit bermasalah disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi
kewajibannya untuk membayar angsuran pokok kredit beserta bunga yang
telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit. Kredit bermasalah
dibagi menjadi:
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
16
1. Kredit Kurang Lancar, yaitu kredit pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama tiga bulan dari
waktu yang telah diperjanjikan.
2. Kredit Diragukan, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama enam bulan
atau dua kali dari jadwal yang telah diperjanjikan.
3. Kredit Macet, yaitu kredit pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran
bunganya telah mengalami penundaan selama lebih dari satu tahun sejak
jatuh tempo dari jadwal yang telah diperjanjikan.
Secara garis besar, penyebab kredit macet terbagi menjadi 2, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal (Kuncoro dan Suhardjono, 2002).
1. Faktor Internal :
1) Kebijakan perkreditan yang kurang menunjang,
2) Kelemahan sistem dan prosedur penilaian kredit,
3) Pemberian dan pengawasan kredit yang menyimpang dari prosedur,
4) Itikad yang kurang baik dari pemilik, pengurus, dan pegawai bank.
2. Faktor Eksternal
1) Lingkungan usaha debitur,
2) Musibah (kebakaran, bencana alam) atau kegagalan usaha,
3) Persaingan antar bank yang tidak sehat.
Kredit bermasalah merupakan kondisi yang sangat ditakuti oleh setiap
pegawai bank, karena dengan adanya kredit bermasalah tersebut akan
menyebabkan
menurunnya
pendapatan
bank,
yang
selanjutnya
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
17
memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kondisi kinerja bank yang kurang
bagus akan berpengaruh secara menyeluruh terhadap upaya perbaikan
kesejahteraan pegawai, pemupukan modal sendiri, pengembangan usaha dan
sebagainya. Oleh karena itu manajemen kredit selalu berusaha membuat
pedoman deteksi dini (early warning system) terhadap setiap perubahan yang
terjadi pada kredit nasabah, karena kredit menjadi bermasalah tentu melalui
suatu proses yang memakan waktu cukup lama. Sehingga manajemen kredit
bermasalah harus bersifat antisipatif, proaktif, dan harus disiplin dalam
penanganannya (Suhardjono dan Kuncoro, 2002).
Deteksi dini atas kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis
dengan cara mengembangkan sistem “pengenalan diri” yang berupa suatu
daftar kejadian atau gejala yang diperkirakan dapat menyebabkan suatu
pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah.
2.5 Kualitas Manajemen
Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai aspek.
Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi
yang sehat, cukup sehat, dan tidak sehat. Salah satu aspek yang digunakan
oleh Bank Indonesia dalam menilai kesehatan bank ialah aspek kualitas
manajemen.
Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam
bekerja. Selain itu, kualitas manajemen juga dilihat dari pendidikan serta
pengalaman karyawannya dalam menangani berbagai kasus yang terjadi
dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
18
aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas.
Net Interest Manajemen (NIM) digunakan sebagai pengukur kualitas
manajemen bank yang dilihat dari pendapatan bunga bersih yang diperoleh
bank (Kashmir, 2000).
Net Interest Margin (NIM) adalah rasio antara pendapatan bunga
bersih terhadap jumlah kredit yang diberikan (outstanding credit). Pendapatan
bunga bersih diperoleh melalui bunga yang diterima dari pinjaman yang
diberikan dikurangi dengan biaya bunga dari sumber dana yang dikumpulkan.
NIM suatu bank dikatakan sehat apabila mempunyai NIM diatas 2%. Rasio
ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih
(Krisna, 2008).
Semakin tinggi Net Interest Margin (NIM) menunjukkan bank
semakin efektif dalam penempatan aktiva produktif dalam bentuk kredit.
Oleh karena itu, semakin tinggi NetInterest Margin (NIM) yang dicapai oleh
suatu bank, maka kinerja bank tersebut semakin baik, sehingga Capital
Adequacy Ratio (CAR) semakin meningkat (Krisna, 2008).
2.6 Likuiditas Bank
Pengelolaan likuiditas bank merupakan masalah yang cukup kompleks
dalam kegiatan operasi bank. Bank yang sehat adalah bank yang mampu
menjaga kontinuitas usahanya serta dapat memenuhi kewajibannya kepada
pihak yang berkepentingan. Sulitnya pengelolaan likuiditas tersebut
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
19
disebabkan dana yang dikelola bank sebagian besar adalah dana masyarakat
yang sifatnya jangka pendek yang sewaktu-waktu dapat ditarik (Jaya, 2012).
Likuiditas bank dapat didefinisikan sebagai kemampuan bank untuk
menyediakan alat-alat likuid guna membayar semua kewajiban yang segera
jatuh tempo berupa titipan nasabah dan pemberian pinjaman kepada nasabah.
Bank dikatakan likuid apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Cash asset sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi
likuiditasnya.
2. Cash asset lebih kecil dari kebutuhan yang akan digunakan untuk
likuiditasnya, tetapi bank juga mempunyai asset lainnya (khususnya suratsurat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami
penurunan pasarnya.
3. Kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui berbagai bentuk
utang.
2.6.1 Fungsi Likuiditas Bank
Likuiditas bank sangat penting karena besar likuiditas wajib
minimum (LWM) atau giro wajib minimum (GWM) bank telah
ditetapkan Bank Indonesia selaku bank sentral. Terdapat lima fungsi
utama likuiditas bank, yaitu (Jaya, 2012) :
1. Mampu memberikan rasa aman kepada para nasabah deposan,
penabung, giran, maupun kreditur lainnya. Fungsi utama likuiditas
adalah jaminan bahwa uang yang disimpan atau dipinjamkan
kepada bank dapat dibayar kembali oleh bank pada saat jatuh
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
20
tempo. Oleh karena itu, sepanjang bank tersebut dinilai mempunyai
likuiditas tinggi, pemilik dana tidak ragu-ragu menempatkan atau
menyimpan uangnya di bank tersebut.
2. Menjamin tersedianya dana bagi setiap pemohon kredit yang telah
disetujui. Pada dasarnya bank melakukan bisnis dengan nasabah,
jika bank menolak untuk menyediakan dana atas permohonan kredit
yang telah disetujui, mungkin debitur akan lari ke bank lain.
3. Mencegah penjualan asset secara terpaksa, apabila dalam posisi
likuid
cukup
berat
bank
tersebut
mungkin
tidak
dapat
memperpanjang pinjaman yang diterima dari bank lain. Salah satu
cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan terpaksa
menjual surat berharga yang umum dengan harga rendah.
4. Menghindarkan diri dari kewajiban membayar suku bunga yang
tinggi atas dana yang diperoleh di pasar uang. Pemilik dana akan
menganggap bahwa menempatkan dana pada bank beresiko tinggi.
5. Menghindarkan diri dari penggunaan fasilitas discount window
secara terpaksa. Semakin sering suatu bank menggunakan fasilitas
discount window, semakin tidak bebas manajemen bank tersebut
menentukan dan melaksanakan kebijakan usahanya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat digambarkan bahwa fungsi
likuiditas bank adalah untuk menjaga kelangsungan dan kesehatan
bank. Bank yang likuid mampu memberikan rasa aman kepada para
nasabah deposan sebagai jaminan bahwa uang yang disimpan atau
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
21
dipinjamkan kepada bank dapat dibayar kembali oleh bank pada saat
jatuh tempo. Suatu bank yang likuid akan mampu meningkatkan
kepercayaan masyarakat atau nasabah terhadap bank tersebut sehingga
dapat memperkuat daya tahannya.
Penyediaan likuiditas bank akan diambil dari permodalannya
bila bank tersebut mengalami kerugian, dan kemungkinan besar modal
bank akan terkikis sedikit demi sedikit untuk untuk menutupi kerugian
yang dialami bank, dengan demikian rasio kecukupan modal bank akan
mengalami penurunan (Haryati 2001).
2.6.2 Sumber Likuiditas Bank
Sumber likuiditas bank merupakan alat yang dapat digunakan
oleh bank untuk memelihara posisi likuiditasnya. Menurut Kuncoro
dan Suhardjono (2002), sumber dana untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas bank adalah sebagai berikut :
1. Dana dari masyarakat berupa penempatan netto dari giro, deposito,
dan lain-lain. Penempatan netto (surplus antara penarikan
perpanjangan dan penempatan dana baru) dari para deposito bank.
2. Bagian asset bank yang dapat dicairkan dan telah jatuh tempo
pembayaran. Termasuk dalam bagian ini adalah pelunasan kembali
kredit dari nasabah dan pencairan surat berharga likuid yang telah
jatuh tempo.
3. Penjualan asset (tagihan bank), untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas yang tidak dapat lagi dipenuhi sumber dana lainnya yang
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
22
likuid, bank dapat mencairkan secondary reserve berupa SBI,
SPBU, Sertifikat Deposito, dan lain-lain.
4. Melakukan pinjaman dana baru berupa Interbank Call Money,
Deposit on Call.
5. Memanfaatkan fasilitas pinjaman yang disediakan Bank Sentral
sebagai bagian dari peranannya sebagai lender of the last resort
berupa pemberian fasilitas diskonto, kredit likuiditas dan lain-lain.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sumber dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dapat berasal dari
dana perusahaan maupun dana dari pihak luar perusahaan. Dana yang
berasal dari perusahaan sendiri berupa asset perusahaan yang
digunakan dalam bentuk tagihan kepada nasabah dan surat berharga.
Sedangkan dana yang berasal dari luar perusahaan yaitu berupa dana
yang berasal dari masyarakat berupa penempatan netto dan giro,
deposito dan tabungan, pinjaman dari bank sentral serta pinjaman dari
bank lain berupa interbank call money dan deposit on call.
2.6.3 Resiko Likuiditas Bank
Dalam mengelola likuiditas selalu akan terjadi benturan
kepentingan
antara
keputusan
untuk
menjaga
likuiditas
dan
meningkatkan keuntungan. Bank yang terlalu berhati-hati dalam
menjaga likuiditasnya akan cenderung memelihara alat likuid yang
relatif besar dari yang diprlukan dengan maksud untuk menghindari
resiko kesulitan likuiditas, namun di sisi lain bank tersebut juga
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
23
dihadapkan pada biaya yang besar berkaitan dengan pemeliharaan alatalat likuid yang berlebihan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan
likuiditas bank tersebut terdapat beberapa risiko yang timbul dalam
pengelolaan likuiditas bank, antara lain sebagai berikut (Kuncoro dan
Suhardjono, 2002) :
1. Resiko Pendanaan (Funding Risk)
Risiko ini timbul apabila bank tidak cukup dana untuk memenuhi
kewajibannya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan risiko
pendanaan adalah penarikan deposito dan pinjaman dalam jumlah
besar yang tidak diduga sebelumnya, atau jatuh tempo (maturity
profile) dari asset maupun liabilities tidak terdeteksi, dan
sebagainya.
2. Resiko Bunga (Interest Risk)
Adanya berbagai variasi tingkat suku bunga dalam asset maupun
liabilities dapat menimbulkan ketidakpastian tingkat keuntungan
yang akan diperoleh.
2.7 Kerangka Pemikiran
Penelitian terdahulu tentang Capital Adequacy Ratio (CAR) telah
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Shitawati (2006) melakukan
penelitian untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Capital
Adequacy Ratio pada bank umum di Indonesia. Shitawati menggunakan
beberapa rasio yang menjadi variabel independennya yaitu Return on Asset,
Return on Equity, Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi, Giro Wajib
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
24
Minimum, Net Interesting Margin, dan Loan to Deposit Ratio. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel tersebut memiliki
pengaruh terhadap Capital Adequacy Ratio baik secara parsial maupun
simultan.
Krisna (2008) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi Capital Adequacy Ratio, dimana faktor-faktor yang digunakan
ialah Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Biaya Operasi
terhadap Pendapatan Operasi (BOPO), Net Interesting Margin (NIM), Loan
to Deposit Ratio (LDR), danNon Performing Loans(NPL). Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa variabel Return OnInvestment (ROI), Loan to
Deposit Ratio (LDR), danNon Performing Loans(NPL) secara parsial
mempengaruhi Capital Adequacy Ratio. Sedangkan Return on Equity (ROE),
Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO), dan Net Interesting
Margin (NIM) tidak signifikan mempengaruhi Capital Adequacy Ratio.
Hadinugroho dan Yudha (2012) telah meneliti tentang analisis faktorfaktor yang mempengaruhi Capital Adequacy Ratio (CAR) pada bank umum
di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa secara parsial Net Interest
Margin (NIM) dan Giro Wajib Minimum (GWM) memiliki pengaruh
signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).
Edginarda (2012) dalam penelitiannya tentang analisis pengaruh rasio
rentabilitas dan likuiditas terhadap Capital Adequacy ratio(CAR) pada bank
pemerintah di Indonesia menunjukkan bahwa indikator rentabilitas yang
dilihat dari ROA dan BOPO serta indikator likuiditas yaitu LDR secara
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
25
simultan maupun parsial berpengaruh terhadap CAR pada bank pemerintah di
Indonesia.
Fitrianto dan Mawardi (2006) menguji tentang analisis pengaruh
kualitas asset, likuiditas, rentabilitas, dan efisiensi terhadap rasio kecukupan
modal perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio NPA dan NPL tidak signifikan terhadap CAR.
Penelitian Margaretha dan Setyaningrum (2011) tentang pengaruh
resiko, kualitas manajemen, ukuran, dan likuiditas bank terhadap Capital
Adequacy Ratio (CAR) bank-bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
menunjukkan bahwa variabel resiko (NPL) dan ukuran bank tidak
mempunyai pengaruh terhadap Capital Adequacy Ratio(CAR). Sedangkan
kualitas manajemen dan likuiditas mempunyai pengaruh negatif dan
signifikan terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan sistematis, maka dapat
dibuat suatu kerangka berpikir dari pengaruh Non Performing Loan (NPL),
kualitas manajemen, dan likuiditas bank yang terinci dalam Loan to Deposit
Ratio (LDR) terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada gambar berikut :
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
26
NPL
(X1)
Kualitas Manajemen
CAR
(X2)
(Y)
Likuiditas Bank
(X3)
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
2.8 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran di atas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Non Performing Loan (NPL), kualitas manajemen, dan likuiditas bank
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Capital Adequacy
Ratio (CAR).
H2 : Non Performing Loan (NPL) berpengaruh signifikanterhadap Capital
Adequacy Ratio (CAR).
H3 : Kualitas manajemen berpengaruh signifikanterhadap Capital Adequacy
Ratio (CAR).
H4 : Likuiditas bank berpengaruh signifikanterhadap Capital Adequacy
Ratio (CAR).
Pengaruh Non Performing Loans... Lusiana Yunika Mayadi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
Download