3.5 Keanekaragaman Ekosistem Ekosistem merupakan kesatuan

advertisement
3.5
Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem merupakan kesatuan yang menyeluruh dan saling mempengaruhi
yang membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Ekosistem dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi antara komponen-komponen
biotik dan nonbiotik yang saling mempengaruhi. Ekosistem dalam ekologi tidak
hanya melibatkan suatu sistem antara tingkah laku (behavior) dari faktor-faktor
biotik dan non biotik, tetapi melibatkan berbagai sistem dalam aliran energi dan
siklus materi (Begon et al., 2006).
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 29 Tahun
2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah, ekosistem
dibagi menjadi Ekosistem Alami (Natural Ecosystem) dan Ekosistem Buatan (Man
madeecosystem). Ekosistem alami merupakan ekosistem yang terbentuk secara alami
tanpa ada campur tangan manusia. Contoh ekosistem alami antara lain : Ekosistem
Hutan Tropis, Danau, Mangrove, dan Savana. Ekosistem buatan merupakan
ekosistem yang terbentuk dari hasil rekayasa manusia untuk memenuhi dan
mencukupi
kebutuhan
hidup
penduduk
yang jumlahnya terus meningkat
(Resosoedarmo, 1985).
Tipe ekosistem yang ada di wilayah Surabaya meliputi ekosistem alami
(Natural Ecosystem) dan buatan (Man madeecosystem). Ekosistem alami dibagi
menjadi tiga, yaitu laut, pesisir (diwakili oleh mangrove), serta daratan (yang
diwakili oleh sungai). Sedangkan ekosistem buatan dibagi menjadi dua, yaitu
ekosistem pesisir (yang diwakili oleh tambak) dan ekosistem daratan yang diwakili
oleh ekosistem pertanian (sawah, ladang), Ruang Terbuka Hijau, dan ekosistem
kolam penampung air (Boezem). Berikut adalah diagram tentang luasan lahan dari
masing-masing ekosistem (Grafik 3.19).
56
Grafik 3.19 Luas Wilayah Surabaya Berdasarkan Tipe Ekosistem (Ha)
Berdasarkan Grafik 3.19, dapat diketahui bahwa Ekosistem Alami
(26.728,03 Ha) lebih luas dibandingkan dengan Ekosistem Buatan (14.811,89 Ha).
Ekosistem alami yang mendominasi Kota Surabaya adalah wilayah laut dengan
luasan 19.039 Ha, sedangkan ekosistem buatan yang mendominasi Surabaya adalah
ekosistem tambak dengan luasan 4.569 Ha. Berdasarkan besar prosentase luasan
tersebut dapat didefinisikan bahwa Surabaya merupakan suatu wilayah kota yang
bersifat maritim, dimana sebagian besar pemanfaatan wilayahnya dipengaruhi oleh
kegiatan maritim seperti transportasi laut, pelabuhan tanpa mengesampingkan
Surabaya sebagai kota metropolitan yang modern dengan pemanfaatan lahan
daratannya sebagai daerah industri, permukiman, dan area publik lainnya.
A.
Ekosistem Alami
1)
Ekosistem Laut
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pengelolaan Sumberdaya di Wilayah Laut Pasal 1 Ayat 3, wilayah laut
merupakan suatu kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional
yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan
untuk provinsi paling jauh 12 mil dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan
provinsi untuk kabupaten/kota termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
57
Wilayah laut Surabaya secara administratif meliputi daerah Teluk Lamong
hingga wilayah Kawasan Lindung di Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya). Salinitas
laut diantara 17-30‰. Pada umumnya air laut tidak berbau, dengan suhu antara 2832°C. Substrat meliputi pasir dan berlumpur terutama wilayah kawasan Konservasi
Pamurbaya. Pola angin di Surabaya dicirikan oleh sebaran pada lingkup timurselatan dengan dominasi angin tenggara. Pada perairan Kali Lamong, angin dominan
berembus dengan kecepatan maksimum 3-6 knot, kecuali pada bulan Agustus karena
pada bulan ini tiupan angin lebih cepat dibandingkan bulan yang lainnya. Pada
daerah Suramadu dicirikan oleh dominannya angin tenggara dengan sebaran pada
lingkup timur-selatan. Pola arus di wilayah laut Surabaya didominasi oleh arus timur
dengan frekuensi kejadian sekitar 35-45%. Gerakan arus relatif perlahan dengan
capaian maksimum kecepatan 2-3 cm/s. Pola gelombang musim timur pada
umumnya adalah pola gelombang yang kuat dan khas yakni gelombang datang dari
timur dengan tinggi dibawah 10 cm. Pasang surut air lautnya berjenis campuran
cenderung ganda, yang berarti dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi dan waktu yang berbeda-beda (Badan Perencanaan dan Pembangunan
Kota Surabaya, 2011).
Wilayah laut Surabaya memiliki diversitas yang dapat dilihat dari hasil
lautnya seperti ikan, udang, dan kepiting oleh nelayan serta biota lainnya mulai dari
jenis teripang (Holothureidea) dan kerang (Bivalvea) yang melimpah. Selain hal
tersebut, hasil laut seperti karang-karang juga masih terdapat di wilayah laut
Surabaya.
Wilayah laut Surabaya memiliki beberapa potensi dan fungsi, baik ekonomis
maupun non ekonomis. Dengan dasar hal inilah, maka wilayah laut Surabaya dibagi
menjadi empat wilayah dengan luas dan fungsi sebagai berikut :
58
Tabel 3.7 Zona Wilayah Laut, Luas, dan Fungsi
Unit Pengembangan
Wilayah Laut I
Wilayah Laut II
Wilayah Laut III
Wilayah Laut IV
Wilayah
Fungsi Utama
Wilayah laut sebelah utara, di sekitar Pengembangan pelabuhan dan alur
Teluk Lamong
pelayaran kapal besar
Pelabuhan dan Angkutan Penyeberangan,
Wilayah laut sebelah utara, di sekitar
pangkalan militer Angkatan Laut, industri
Pelabuhan Tanjung Perak
perkapalan dan alur pelayaran kapal besar
Wilayah laut di sebelah timur laut, Wisata bahari / laut, area penangkapan dan
di sekitar Tambak Wedi dan budidaya perikanan, serta alur pelayaran
Kenjeran
kapal nelayan
Kawasan
lindung
dan
rehabilitasi
Wilayah laut sebelah timur, di
lingkungan laut dan pantai serta area
sekitar perairan dan pantai timur
penangkapan dan budidaya perikanan
Tabel 3.7 menyatakan bahwa wilayah laut Surabaya dibagi menjadi empat
zona, dimana setiap zona memiliki fungsi utama. Fungsi pada tiap zona wilayah laut
disesuaikan dengan pemanfaatan kawasan oleh masyarakatnya dan rencana
pembangunan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Wilayah Zona I Teluk Lamong dan
Zona II Tanjung Perak, merupakan daerah yang memiliki aktivitas yang tinggi
dengan pengembangan daerah pelabuhan.
Penggunaan wilayah
ini dapat
mempengaruhi ekosistem terutama flora dan fauna yang masih terdapat di daerah
tersebut. Kemungkinan besar, akibat dari penggunaan wilayah yang telah lama
menjadi daerah pelabuhan mengakibatkan daerah ini memiliki kelimpahan fauna
yang rendah. Pada daerah Zona III Tambak Wedi-Kenjeran dimanfaatkan sebagai
wisata bahari dan daerah tangkap ikan. Pada zona III terdapat banyak daerah wisata
terutama daerah Kenjeran, dimana terdapat Taman Ria Kenjeran, Ken Park, dan
pemancingan ikan. Pada kawasan ini aktivitas tinggi manusia dikarenakan perahu
wisata dan nelayan.
Sedangkan pada zona IV, daerah Pamurbaya merupakan daerah konservasi,
dimana daerah tersebut masih memiliki wilayah yang lebih alami. Daerah tersebut
banyak dimanfaatkan sebagai area penelitian dan daerah tangkap ikan serta
pembudidayaan yang dapat mempengaruhi arah pembangunan daerah pesisir dan
laut. Masyarakat di sekitarnya banyak memanfaatkan laut sebagai daerah
penangkapan ikan, misalnya masyarakat Wonorejo dan Gunung Anyar mencari ikan
dan hasil laut lainnya. Selanjutnya masyarakat menjualnya dalam bentuk ikan segar
maupun hasil olahan seperti olahan krupuk ikan maupun kepiting.
59
Gambar 3.1 Masyarakat nelayan mencari ikan Gambar 3.2 Krupuk ikan sebagai salah satu
atau udang di daerah pesisir Gunung Anyar
olahan pemanfaatan hasil laut
Wilayah laut di Surabaya memberikan peranan bagi pembangunan ekonomi
di Surabaya. Hal ini terlihat dari hasil ikan tangkap menurut Dinas Komunikasi dan
Informatika Kota Surabaya dalam Surabaya Dalam Angka Tahun 2009 menunjukkan
terdapat 14 jenis ikan tangkap dan jenis ikan lainnya dengan total 9.493,15 ton/tahun
dengan rata-rata hasil jual mencapai Rp 153.342.799,00.
Secara kualitatif ekosistem laut Surabaya yang dibagi menjadi empat zona
merupakan daerah dengan standard baku mutu yang berbeda-beda. Setiap triwulan
diukur parameter fisik, biologi, kimia, maupun logam terlarut yang dapat
menentukan kualitas laut. Zona I Daerah Teluk Lamong berdasarkan pengambilan
sampling oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya diketahui bahwa faktor
biologi pada akhir triwulan 2011, menunjukkan tidak memenuhi batas baku mutu air
laut yang telah ditentukan (koliform : 54000, koliform tinja : 54000), sedangkan
pada faktor fisik, kimia maupun logam pada beberapa poin seperti BOD, Fosfat
Nitrat, dan tingkat kekeruhan melampaui batas baku mutu sedangkan plankton
tercemar sedang. Pada zona II, pada titik pelabuhan Nilam Timur tidak memenuhi
batas baku mutu air laut sedangkan titik Nilam Barat memenuhi batas baku mutu air
laut. Pada Zona III, faktor tingkat kekeruhan, Nitrat, Fosfat dan Surfaktan detergen
melampaui batas baku mutu air laut yang ditentukan. Pada zona IV, daerah Gunung
Anyar faktor tingkat kekeruhan, Nitrat, Fosfat dan Koliform tidak memenuhi batas
baku mutu air laut yang telah ditentukan. Sedangkan, pada titik Wonorejo diketahui
bahwa tingkat kekeruhan, Fosfat, Nitrat, Amoniak namun faktor biologi memenuhi
batas baku mutu air laut.
60
2)
Ekosistem Pesisir
Ekosistem pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan
mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan
dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri
yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, ekosistem pesisir dan laut
juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien,
tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tumbuh besar, serta tempat mencari
makanan bagi beragam biota laut. Selain itu, ekosistem pesisir dan laut berperan
pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada
di belakang ekosistem ini (Bengen, 2002).
Perairan pesisir menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 1 ayat 1, merupakan suatu
wilayah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 mil diukur
dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari,
teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna. Ekosistem pesisir di Kota Surabaya
yang memiliki potensi besar bagi pembangunan adalah Pantai Timur Surabaya
(PAMURBAYA)
dan
Pantai
Utara
Surabaya
(PANTURA).
Berdasarkan
geofisiknya, Pamurbaya dan Pantura ini termasuk jenis pantai berlumpur. Pantai
berlumpur dicirikan oleh ukuran butiran sedimen sangat halus dan memiliki tingkat
bahan organik yang tinggi. Pantai ini juga banyak dipengaruhi oleh pasang surut
yang mengaduk sedimen secara periodik. Interaksi organisme dengan sedimen dan
pengaruh evaporasi perairan sangat tinggi di lingkungannya. Ekosistem pesisir pada
kedua
wilayah
ini
lebih
didominasi
oleh
ekosistem
mangrove,
dimana
keberadaannya memiliki fungsi dan manfaat baik bagi lingkungan maupun
masyarakatnya. Mangrove memiliki fungsi baik ekologis maupun ekonomi dan
dimanfaatkan sebagai lahan untuk tambak, perlindungan pantai maupun sungai.
61
Tabel 3.8 Pemanfaatan Lahan Mangrove di Surabaya Tahun 2010
Lokasi Hutan Mangrove (Ha)
Kabupaten/Kota
SURABAYA
DAS
Brantas
Kecamatan /
kelurahan
Jumlah(Ha)
Pantai
Kec. Mulyorejo
Kalisari
74.47
Kejawan Putih
10.12
Tambak
Jumlah
84.59
Kec. Sukolilo
Keputih
24.03
Jumlah
24.03
Kec. Rungkut
Wonorejo
23.12
Medokan Ayu
24.76
Jumlah
47.88
Kec. Gunung Anyar
Gunung Anyar
14.94
tambak
Jumlah
14.94
Jumlah Pantai
171.44
Timur
JUMLAH
249.32
TOTAL
Tambak
Sungai
Lainnya
17.50
5.55
-
97.52
28.63
10.57
-
49.32
46.13
16.12
-
146.84
85.72
85.72
7.16
7.16
-
116.91
116.91
13.29
56.68
69.97
27.86
8.30
36.16
-
64.27
89.74
154.01
47.64
11.28
-
47.64
11.28
-
73.86
249.46
70.72
-
491.62
285.46
89.95
-
624.73
(Sumber : Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2010)
Berdasarkan Tabel 3.8 dapat diketahui bahwa mangrove di daerah Surabaya
dimanfaatkan sebagai area tambak, perlindungan pantai dan kanan-kiri sungai.
Kawasan mangrove yang dimanfaatkan sebagai daerah tambak memiliki luasan yang
lebih besar dibandingkan dengan daerah pantai dan sungai. Hal ini diduga karena
adanya alih fungsi lahan mangrove menjadi daerah pertambakan sehingga
keberadaan mangrove paling besar berada di daerah tambak.
Hal ini dapat mengakibatkan perubahan fungsi mangrove. Tambak yang
semakin besar dibandingkan dengan daerah mangrove di pantai maupun sungai dapat
meningkatkan abrasi yang mungkin terjadi saat air pasang. Selain hal tersebut,
perubahan lahan menjadi tambak akan membuka daerah dan dapat meningkatkan
fragmentasi habitat antara daerah pantai, mangrove, dan sungai. Pembukaan lahan
dan fragmentasi lahan mangrove menjadi fragmen atau bagian bagian petak tambak
juga dapat mempngaruhi fauna yang berasosiasi dengan mangrove tersebut. Jenis-
62
jenis Mollusca maupun Aves, Mamalia, dan lainnya dapat berpindah tempat karena
kurangnya naungan dan daerah untuk beristirahat.
2.1)
Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya)
Pantai Timur Surabaya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pamurbaya,
adalah sebuah kawasan hutan bakau (mangrove) di pesisir timur Surabaya dan
terletak di bagian timur kota Surabaya yang berbatasan langsung dengan Selat
Madura. Secara administratif, Pamurbaya meliputi empat kelurahan di tiga
Kecamatan, yakni Kelurahan Keputih di Kecamatan Sukolilo, Kelurahan Wonorejo
dan Medokan Ayu di Kecamatan Rungkut, serta Kelurahan Gunung Anyar Tambak
di dalam Kecamatan Gunung Anyar. Secara geografis, Pamurbaya terletak
memanjang dari selatan ke utara dengan batas 1120 47' 52,52" BT; 1120 50' 47,34"
BT; dan 70 15' 30" LS; 70 20' 45" LS. Suhu udara rata-rata berkisar antara 26,6030,30C. Kondisi tanah umumnya homogen yang terdiri dari jenis tanah liat dan liat
berpasir yang mempunyai daya dukung rendah pada lingkungan dan bangunan.
Wilayah Pamurbaya terletak di tepi Selat Madura yang luasnya relatif sempit.
Daerahnya merupakan bentang alam yang relatif datar dengan kemiringan antara 03%.
Keberadaan Pamurbaya sangat berperan penting bagi Kota Surabaya, terkait
dengan hal pengendalian banjir, dimana lokasi Pamurbaya yang ada di ujung aliran
sungai di Surabaya. Secara ekologis, kehadiran hutan bakau di kawasan ini berfungsi
untuk melindungi pantai dari abrasi, serta melindungi keanekaragaman hayati pesisir
yang tersisa di Surabaya. Bagi masyarakat Surabaya, keberadaan hutan bakau di
Pamurbaya membantu terjadinya infiltrasi atau penyerapan air laut ke dalam air
tanah. Sedangkan berdasarkan penggunaannya, Pamurbaya ideal dikembangkan
dengan beberapa fungsi yang melekat di dalamnya, antara lain pendidikan
lingkungan hidup, ekowisata, dan riset.
Luas Pamurbaya sekitar 2.534 Ha. Namun, berdasarkan analisa spasial
perbandingan antara citra tahun 1972 hingga 2009, terdapat perbedaan luas
Pamurbaya sebesar 1.136 Ha. Perbedaan ini muncul akibat adanya sedimentasi
(pengendapan material dari daratan) yang menumpuk dan menambah daratan.
Daratan baru ini sering disebut sebagai tanah timbul atau tanah oloran. Kawasan ini
terbentuk sebagai hasil endapan dari sistem sungai yang ada di sekitarnya dan
63
pengaruh laut. Kondisi daerah delta dengan tanah aluvial yang sangat kuat
dipengaruhi oleh sistem tanah ini (disebut juga dengan istilah tanah rawang laut),
merupakan habitat yang baik bagi terbentuknya ekosistem mangrove. Ada beberapa
sungai yang bermuara di Pamurbaya yang menjadi terminal sedimen dan subtrat.
Sungai-sungai tersebut setiap hari mengirimkan berton-ton subtrat dari hulu sungai,
sehingga akhirnya akan mengalami proses sedimentasi di Pamurbaya dan akhirnya
akan mempercepat proses lahan oloran. Sejak tahun 1986-1996 terjadi penambahan
lahan sekitar 2-4 km di Pamurbaya karena porses sedimentasi. Tanah oloran ini
dimanfaatkan warga sebagai tambak dan pemukiman.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Ecoton, pada tahun 2002 luas hutan
mangrove Pantai Timur Surabaya sekitar 3200 Ha. Namun, karena adanya berbagai
aktivitas di sekitar ekosistem mangrove, maka pada tahun 2008 luasnya menurun
menjadi 1180 Ha. Ekosistem mangrove di Pamurbaya meliputi Kecamatan Rungkut
(daerah Kenjeran, Keputih Tambak, Wonorejo, Medokan) dan Gunung Anyar.
Pantai Timur Surabaya menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota
Surabaya termasuk dalam kawasan perlindungan bawahan yang memiliki fungsi
penting dalam mencegah banjir dan bencana terutama dalam hal resapan air.
Pengembangan kawasan konservasi di wilayah timur diarahkan pada wilayah pantai
timur, hal ini untuk menyiasati perkembangan akibat adanya sedimentasi laut yang
diupayakan, atau yang lebih dikenal dengan istilah tanah oloran. Pengembangan
konservasi pantai timur ini dengan pertimbangan kecenderungan dari masyarakat
sekitar pantai untuk memanfaatkan tanah tersebut padahal daerah tersebut
merupakan daerah pantai yang selayaknya dilindungi.
Konservasi hutan bakau diarahkan di sepanjang pesisir dengan ketebalan
minimal 355 meter, serta di sekitar estuari Kali Wonokromo dikembangkan untuk
kawasan perlindungan burung air, burung pemangsa dan burung migran.
Berdasarkan data Ecoton dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya
diketahui bahwa di garis Pantai Kenjeran sampai muara Sungai Jagir Wonokromo,
ketebalan kawasan mangrove + 5-10 meter didominasi jenis Avicennia marina.
Kondisi hutan relatif baik kecuali di daerah Kenjeran, garis pantai muara Sungai
Jagir Wonokromo sampai dengan muara Sungai Wonorejo, ketebalan kawasan
mangrove ± 5-10 meter didominasi jenis Avicennia marina, Avicennia alba,
Sonneratia ovata, Sonneratia caseolaris, dan Rhizopora mucronata. Kondisi hutan
64
relatif baik. Pertambakan di Kelurahan Gunung Anyar, tambak produktif terkesan
panas, karena pematangnya jarang ditanami pohon mangrove (jarak tanam 3-4
meter). Tidak terdapat buffer zone berupa tanaman hijau yang membatasi wilayah
perumahan dan pertambakan.
Upaya perlindungan Pamurbaya terkait dengan ancaman maupun kerusakan
yang ada, Dinas Pertanian Kota Surabaya memberikan peraturan bahwa di Kawasan
Pamurbaya tidak diperbolehkan melakukan pembangunan baik tambak, rumah, dan
sebagainya terkait dengan keberadaan mangrovenya. Secara teknis dilakukan
pengawasan di lapangan dengan bekerjasama oleh kecamatan-kecamatan yang ada di
Pamurbaya. Prosedur dan pengawasan pengendalian mangrove masih dalam tahap
penyusunan. Untuk melestarikan hutan mangrove yang telah dihijaukan kembali
maka ditetapkanlah kawasan hutan mangrove di bagian timur Surabaya yaitu
Kawasan Pamurbaya sebagai kawasan konservasi serta membuka Wisata Anyar
Mangrove (WAM) yang terletak di RW VII Kecamatan Gunung Anyar. Di kawasan
konservasi terdapat pos pemantau hutan mangrove dari Forum Kemitran Polisi dan
Masyarakat (FKPM) sekaligus sebagai pengelola WAM.
Sedangkan dalam hal ekowisata bukan merupakan inisiatif dari Pemerintah,
sehingga belum ada peraturan terikat yang mengatur keberadaan ekowisata yang
terdapat di Pamurbaya. Dampak positif yang diimbulkan dengan adanya ekowisata
tersebut adalah dengan peningkatan kesejahteraan warga (warung, perahu, dan
sebagainya), sedangkan dampak negatifnya adanya aspek lingkungan yang menurun.
 Fungsi Ekosistem Mangrove Pamurbaya
Mangrove di Pamurbaya memiliki beberapa fungsi menurut Naamin, 1990 dan
disesuaikan dengan keadaan masyarakatnya sebagai berikut :
(1)
Fungsi Fisik Mangrove Pamurbaya
Mangrove di Surabaya dapat menjaga garis pantai agar tetap stabil,
melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah erosi laut, sebagai
penangkap zat-zat pencemar dan limbah. Kondisi perakaran tanaman
mangrove sesuai dengan karakteristik habitatnya. Perakaran yang tertanam
di daerah berlumpur atau genangan yang kurang oksigen, membentuk
sistem akar napas (pneumatopora) yang muncul di atas permukaan
lumpur. Perakaran yang mencuat ke atas permukaan menghambat aliran
65
arus sungai atau laut serta mengendapkan lumpur hingga dasar tanah
meningkat dan akhirnya mengering.
Gambar 3.3 Pneumatophora dari Avicennia di Gunung Anyar, Surabaya
(2)
Fungsi Biologi
Berfungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan jenis ikan, udang
serta menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat
bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis
biota. Mangrove di Wonorejo yang mengalami proses pelapukannya,
hutan mangrove sangat kaya protein dan menjadi sumber makanan utama
bagi hewan-hewan tersebut di atas, yang selanjutnya akan menjadi bahan
makanan ikan-ikan lainnya seperti Belanak yang banyak terdapat di
Pamurbaya.
Gambar 3.4 Kelompok Burung Ardeidae yang Bertengger dan
Membangun Sarang di Avicennia Wonorejo, Surabaya
66
(3)
Fungsi Ekonomi, Produksi, dan Edukasi
Ekosistem mangrove juga difungsikan oleh masyarakat sekitar
sebagai makanan, minuman, obat-obatan, peralatan rumah tangga,
pertanian,
perikanan,
dan
sebagainya.
Sebagai
contoh,
daerah
Kedungasem, Rungkut terdapat sektor Usaha Kecil Menengah (UKM)
dalam pengelolaan mangrove oleh masyarakat. Hasilnya berupa batik
mangrove, sabun, kripik dan lain sebagainya. Usaha Kecil Menengah
lainnya juga terdapat di daerah Wonorejo dalam pengelolaan mangrove
terutama Sonneratia sebagai sirup mangrove. Selain hal tersebut,
keberadaan mangrove di Pamurbaya menjadi tempat yang baik untuk
melakukan riset dan studi bagi pelajar, mahasiswa maupun peneliti yang
bergerak di bidang pendidikan.
Gambar 3.5 Pemanfaatan Mangrove sebagai Bahan “Sirup Bogem
Mangrove” yang Dikelola oleh Masyarakat Wonorejo, Surabaya
 Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Pantai Timur Surabaya
(1) Di daerah Kenjeran dimanfaatkan sebagai pariwisata. Pariwisata di
Kenjeran berkembang dengan adanya Ken Park, Pantai Ria Kenjeran, dan
pusat oleh-oleh dari masyarakat sekitar. Selain hal tersebut, mangrove di
daerah Kenjeran belum termanfaatkan sebagai bahan industri kecil seperti
sirup dan lebih diutamakan sebagai daerah penahan air laut dan penambat
perahu oleh masyarakat
(2) Di daerah Keputih Tambak, mangrove dimanfaatkan sebagai penahan
gelombang air laut oleh masyarakat untuk melindungi tambak, dan belum
ada pemanfaatan untuk sektor industri kecil
67
(3) Di daerah Wonorejo, masyarakat membentuk Ekowisata Mangrove sebagai
upaya pemanfaatan di bidang pariwisata yang di dalamnya terdapat
ekowisata perahu, pos pantau dan pemancingan ikan. Selain hal tersebut,
mangrove (Sonneratia) dimanfaatkan sebagai bahan sirup mangrove
(4) Di daerah Medokan, mangrove dimanfatkan oleh kelompok Usaha Kecil
Menengah di Rungkut sebagai bahan pembuat batik tulis mangrove
(5) Di daerah Gunung Anyar, masyarakat membentuk Ekowisata Perahu
Mangrove
 Kondisi Ekosistem Mangrove secara Kualitatif
Kondisi mangrove di daerah Pantai Timur Surabaya secara kualitatif
berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun
2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove berada
pada level buruk dimana penutupan mangrove dari Keputih hingga Gunung Anyar <
50%, dengan kerapatan < 1000 pohon/ha.
2.2)
Pantai Utara Surabaya (Pantura)
Pantai Utara Surabaya memiliki panjang garis pantai ± 9 Km, luas kawasan
± 1.000 Ha. Kelurahan yang termasuk pesisir utara adalah :
Kecamatan Benowo
: Kelurahan Romokalisari, Tambak Osowilangun
Kecamatan Asemrowo
: Kelurahan Tambak Langon, Greges, Kalianak
Kecamatan Krembangan
: Kelurahan Morokrembangan, Perak Barat
Kecamatan Semampir
: Kelurahan Ujung
Kecamatan Pabean Cantikan
: Kelurahan Perak Utara, Perak Timur
Keadaan lingkungan di daerah Pantura umumnya memiliki keadaan ombak
dan angin lebih kecil daripada di pesisir timur. Pantura merupakan daerah yang
didominasi oleh industri terutama industri bongkar muat dan peti kemas dari
sepanjang jalan dari Kecamatan Pabean Cantikan hingga Benowo.
Kawasan Pantura memiliki Teluk Lamong yang mempengaruhi ekosistem di
kawasan tersebut. Kedalaman Perairan Teluk Lamong berkisar 0,2-2 meter,
kedalaman alur pelayaran mencapai 12 meter.
68
Keadaan Lingkungan Teluk Lamong adalah sebagai berikut:
o
Kali Lamong merupakan anak sungai Bengawan Solo
o
Sungai yang bermuara di Teluk Lamong adalah Sungai Lamong, Sungai
Kalianak, Sungai Greges, Sungai Manukan, Sungai Branjangan, dan
Sungai Sememi
o
Lapisan tanah didominasi oleh lanau dan lempung sangat lunak (very soft
claily silt) dengan nilai N-SPT antara 0-4. Dibawahnya secara berurutan
merupakan lapisan yang sama (lanau berlempung) dengan kondisi
kepadatan meningkat secara berurutan mulai dari soft (N=4) hingga hard
(N>25). Lapisan tanah relatif lebih keras, merupakan jenis lanau
berlempung dengan 29% sand and gravel, terletak mulai dari kedalaman
-45.000 meter LWS (Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota
Surabaya, 2010)
Pemanfaatan Teluk Lamong hingga saat ini adalah sebagai tempat tujuan
penangkapan ikan oleh nelayan tradisional Romokalisari, Gresik, dan wilayah
lainnya, serta merupakan daerah Konservasi.
Ekosistem mangrove di Kawasan Pantura memiliki keanekaragaman spesies
yang hampir sama. Namun demikian, ada beberapa komponen spesies pendukung
yang ditemukan di daerah Pantura tetapi tidak ditemukan di daerah Pamurbaya.
Komponen spesies penyusun ekosistem mangrove di kawasan ini diantaranya adalah
jenis mangrove sejati, seperti Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata,
Avicennia marina, Avicennia alba, Xylocarpus moluccensis, Sonneratia alba,
Bruguiera gymnoriz, Bruguiera palviflora, Ceriops tagal dan Excoecaria agallocha,
sedangkan mangrove ikutan jenis Morinda citrifolia dan Sesuvium portulacastrum.
Gambar 3.6 Rhizophora mucronata yang Gambar 3.7 Mangrove di Daerah Greges, Kec.
Melimpah di Daerah Tambak Wedi, Kec. Asem Rowo
Kenjeran
69
Upaya perlindungan dari Dinas-Dinas yang berada di kawasan Surabaya
didasarkan pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dijabarkan bahwa penggunaan sumber daya alam
harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Namun, sampai
sekarang belum ditetapkan sebagai daerah konservasi.
 Fungsi Ekosistem Mangrove Pantura
(1)
Fungsi Fisik Mangrove Pantura
Menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai, mencegah
erosi laut, sebagai penangkap zat-zat pencemar dan limbah. Kondisi
perakaran
tanaman
mangrove
di
Pantai
Utara
sesuai
dengan
karakteristiknya, sebagai contoh daerah Greges yang memiliki ketebalan
mangrove relatif rendah (2-5 meter) didominasi oleh Rhizophora sebagai
penahan gelombang.
Gambar 3.8 Perakaran Rhizophora yang Kuat Mampu Menahan
Gelombang Air Laut di Greges, Surabaya
(2)
Fungsi Biologi Mangrove Pantura
Berfungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan jenis ikan, udang,
serta menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat
bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis
biota. Kawasan Pantura merupakan daerah tinggi aktivitas manusianya
sehingga aktivitas biologi baik flora maupun fauna terbatas pada kawasan
mangrove. Terdapat beberapa jenis burung yang bergantung di kawasan
mangrove, seperti Famili Ardeidae (cangak dan kuntul), burung kacamata
(Zosterops sp.), maupun dari jenis cikakak-sungai (Halcyon chloris) yang
70
umum mendiami daerah perairan. Selain hal tersebut jenis Insecta juga
terdapat di kawasan mangrove ini.
Gambar 3.9 Insecta (Nephila sp.) yang Berasosiasi dengan Mangrove di
Daerah Greges
(3)
Fungsi Ekonomi, Produksi, dan Edukasi
Ekosistem mangrove juga sudah dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar untuk bahan kayu bakar dan perikanan. Masyarakat kawasan
Pantura belum banyak memanfaatkan mangrove sebagai bahan industri
kecil seperti di kawasan Pamurbaya. Mangrove oleh masyarakat hanya
dimanfaatkan sebagai tempat perlindungan tambak. Industri industri
seperti peti kemas banyak terdapat dikawasan ini dan dimanfaatkan
sebagai bahan untuk studi AMDAL maupun kualitas lingkungan.
Pemanfaatan mangrove di kawasan Pantura hanya difokuskan sebagai
pelindung pantai dari ancaman gelombang air laut. Petani juga
memanfaatkan funsi ekologis mangrove sebagai tempat feeding ground
bagi ikan sehingga menanamnya di pinggir tambak. Menurut Dinas
Pertanian Kota Surabaya, daerah Pantura akan dimanfaatkan sebagai
daerah wisata bahari.
 Kondisi Ekosistem Mangrove Pantura secara Kualitatif
Kondisi mangrove di Pantura menurut survei yang dilakukan terdapat data
penutupan < 50%, sehingga mangrove di kawasan Pantura dapat dikategorikan rusak
sesuai baku mutu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun
2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.
71
3).
Ekosistem Sungai
Ekosistem sungai juga dapat dibagi berdasarkan urutan kejadian (order).
Suatu sungai pada umumnya akan dibentuk oleh beberapa anak sungai yang menyatu
membentuk suatu aliran sungai yang besar. Sungai yang tidak memiliki anak sungai
disebut sebagai sungai order 1. Apabila sungai order 1 bertemu dan bersatu dengan
sungai order 1 lainnya akan membentuk sungai order 2. Selanjutnya bila sungai
order dua 2 bertemu sungai order 2 lainnya akan membentuk sungai order 3 dan
seterusnya (Barus, 2002).
Mulai dari hulu menuju ke arah hilir akan terjadi peningkatan volume aliran
air, sedangkan kecepatan arus akan menurun dan semakin lambat pada aliran air
yang mendekati hilir. Substrat dasar di daerah hulu umumnya merupakan batubatuan yang mempunyai diameter yang lebih besar dan akan semakin kecil
diameternya pada daerah hilir. Di daerah hilir (muara) substrat dasar umumnya
berupa partikel halus berupa lumpur (Barus, 2002).
Surabaya memiliki kurang lebih 35 sungai yang mengalir dengan tiga sungai
besar, yaitu Kali Mas, Kali Jagir, dan Kali Surabaya (luasan dan jenis mengacu pada
data bentang alam). Sungai utama yang berada di Kota Surabaya berasal dari Kali
Brantas yang mengalir melalui Kota Mojokerto. Di Kota Surabaya Kali Brantas
terbagi menjadi dua, yakni Kali Porong dan Kali Surabaya yang dimensinya lebih
kecil. Di Wonokromo Kali Surabaya terpecah menjadi dua anak sungai, yaitu Kali
Mas dan Kali Wonokromo. Kali Mas mengalir ke arah pantai utara melewati tengah
kota, sedangkan Kali Wonokromo ke arah pantai timur dan bermuara ke Selat
Madura. Kali Surabaya mengalir dari PDAM Nglirip Mojokerto sampai PDAM Jagir
Surabaya, panjangnya 41 km dan berperan penting bagi kehidupan masyarakat
khususnya yang tinggal di Kota Surabaya. Kali Jagir merupakan salah satu anak
Sungai Brantas yang mengalir di Kota Surabaya, berada di sepanjang Jl. Jagir
Wonokromo.
72
Gambar 3.10 Kali Surabaya yang Melintasi Kawasan Wiyung,
Surabaya
Upaya perlindungan dari daerah sungai besar tersebut yakni telah dibukanya
kawasan RTH (Ruang Terbuka Hijau) di beberapa kawasan di sepanjang sungai.
Selain hal tersebut, upaya pembersihan sungai telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Surabaya seperti Pembersihan Sungai Jagir. Sempadan Kali Wonokromo ditetapkan
sebagai jalur hijau dengan lebar sekurang-kurangnya tiga meter pada bagian sungai
yang bertanggul dan 15 meter pada sungai yang tidak bertanggul. Sempadan Kali
Tempurejo, Kali Dami, Kali Keputih, Kali Wonorejo, Kali Medokan Ayu, Kali
Kebon Agung, Kali Perbatasan dengan lebar tiga meter pada sungai bertanggul dan
10 meter pada sungai tidak bertanggul (Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota
Surabaya, 2010).
 Fungsi Ekosistem Sungai Surabaya
1. Secara Ekologis
Secara ekologis sungai memiliki karakter yang menampung biota-biota
khas sungai, dimana di dalamnya terdapat interaksi antara biotik dan abiotik,
serta terjalinnya rantai makanan. Misalnya dalam Kali Jagir, terdapat
berbagai macam sumberdaya, diantaranya ikan air tawar, yang terkenal salah
satunya ialah ikan keting dan udang.
2. Secara Ekonomis
Sungai di Surabaya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk MCK (Mandi
Cuci Kakus) terutama di daerah Kali Mas yang memiliki kualitas air paling
bersih dibandingkan dengan yang lain. Selain hal tersebut, Kali Mas yang
alirannya melalui taman dijadikan sebagai objek wisata. Kali Surabaya
73
mengalir dari PDAM Nglirip Mojokerto sampai PDAM Jagir Surabaya,
panjangnya 41 km dan merupakan pasokan utama sumber air baku PDAM
yang melayani lebih dari tiga juta penduduk Surabaya. Tidak hanya itu, Kali
Surabaya juga memberikan peranan penting bagi masyarakat yang tinggal di
bantaran sungai, termasuk masyarakat industri yang memanfaatkan air sungai
sebagai salah satu komponen dalam proses produksinya. Air dari Kali Jagir
juga diolah menjadi Air PDAM dan dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih warga Surabaya. Pemanfaatan sungai di Surabaya
terutama sungai-sungai besar dimanfaatkan sebagai pasokan air PDAM Kota
Surabaya, selain hal tersebut juga dimanfaatkan oleh industri yang berada di
kawasan sungai sebagai komponen produksinya.
 Kondisi Ekosistem Sungai secara Kualitatif
Mutu kualitas Sungai Kali Mas berdasarkan Lampiran 2 berada pada kualitas
II. Sungai lain yang berada di Kawasan Surabaya seperti Sungai Surabaya berada
pada kualitas III, Sedangkan sungai-sungai kecil seperti Banyu Urip, Kalibokor,
Pegirian, berada pada kualitas III. Mutu Sungai II dan III dapat didefinisikan bahwa
air sungai tersebut masih dalam taraf dapat diminum.
B.
Ekosistem Buatan
1)
Ekosistem Tambak
Kota Surabaya memiliki dua macam tambak, yaitu tambak garam dan tambak
ikan, baik tawar maupun payau. Tambak garam terletak di tiga Kecamatan, yaitu
Kecamatan Benowo, Asemrowo, dan Tandes dengan Kelurahan yang mengusahakan
tambak garam di enam Kelurahan dengan luas + 2.137,07 Ha. Tambak garam hanya
digunakan pada saat musim kemarau, dimana pada musim kemarau proses
kristalisasi berlangsung. Sedangkan pada saat musim penghujan akan dimanfaatkan
sebagai tambak ikan. Tambak ikan digunakan untuk membudidayakan hewan-hewan
air payau (terutama ikan dan udang). Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu ikan
bandeng, nila, mujair, patin, bawal, kepiting, udang vannamei, dan udang windu
dengan luas sebesar + 4.569 Ha dan kawasan ini terletak di 10 Kecamatan.
74
Gambar 3.11 Tambak Garam di Tambak Gambar 3.12 Tambak Ikan di Tambak Wedi
Osowilangun (Bappeko, 2009)
(Foto pribadi, 2011)
 Fungsi Ekosistem Pertambakan
(1)
Fungsi Tambak Ikan secara Ekologis :
o Habitat berbagai jenis hewan dan tumbuhan air
Tambak menjadi tempat hidup (habitat) yang mampu mendukung
pertumbuhan ikan, udang, dan hewan payau budidaya lainnya. Tambak
juga berfungsi sebagai wadah penumbuh makanan alami (seperti plankton
dan klekap) bagi hewan budidaya. Selain itu tambak dijadikan sebagai
tempat singgah dan mencari makan burung-burung air, contohnya
Numenius phaeophus, Charadriidae, dan Phalacrocoridae.
Gambar 3.13 Tambak sebagai Tempat Mencari Makan bagi
Numenius phaeophus (Foto Aditya, 2010)
Pembangunan tambak yang digabungkan dengan hutan mangrove (sistem
silvofishery), secara ekologis sangat menguntungkan karena dapat
menjamin kelangsungan hidup hewan budidaya, ketersediaan benih alami,
dan kelangsungan hidupan liar lainnya seperti ikan, udang, kepiting,
burung air, mamalia, dan reptilia.
75
Gambar 3.14 Tambak Ikan yang Digabung dengan Hutan Mangrove di
Tambak Wedi (Foto pribadi, 2011)
o Sumber Plasma Nutfah
Pembangunan tambak di wilayah estuari menyebabkan terperangkapnya
berbagai jenis hewan air liar yang menjadi sumber plasma nutfah untuk
meningkatkan hasil perikanan. Keberadaan plasma nutfah dan benih
tersebut akan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas tambak (Puspita
dkk, 2005).
(2)
Fungsi Tambak Ikan secara Ekonomis :
o Menghasilkan berbagai sumber daya alam bernilai ekonomis
Tambak merupakan lahan budidaya perikanan yang dibangun untuk
meningkatkan produksi perikanan laut. Tambak menghasilkan berbagai
sumber daya alam perikanan khas pesisir berupa ikan dan hewan air lain
seperti ikan bandeng, nila, mujair, patin, bawal, kepiting, udang vannamei,
dan udang windu. Hewan air budidaya ini diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi protein masyarakat.
o Meningkatkan perekonomian masyarakat
Kegiatan pertambakan merupakan usaha budidaya perikanan yang menjadi
sumber mata pencaharian dan pendapatan bagi masyarakat pesisir.
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi dari ikan
hasil tambak menurut jenisnya pada tahun 2010 bernilai untuk ikan
bandeng sebanyak 6.433,97 ton senilai Rp 94.769.212, udang windu
442,99 ton senilai Rp 20.905.426, udang vannamei 1.325,33 ton senilai Rp
50.939.864, dan udang putih 434 ton senilai Rp 11.181.367. Dengan
adanya tambak di Surabaya ini dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 556
76
orang sebagai pemilik dan 335 orang sebagai penunggu tambak (Pandega)
(Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2010).
(3)
Fungsi Tambak Garam secara Ekologis:
Fungsi utama ladang garam adalah untuk memproduksi garam bagi
kebutuhan masyarakat. Pada ladang garam hidup berbagai jenis
mikroorganisme. Keberadaan mikroorganisme ini mempengaruhi warna
ladang garam (Puspita dkk, 2005). Selain mikroorganisme, pada ladang
garam juga dapat dijumpai beberapa jenis burung seperti kuntul
(Ardeidae), kokokan laut (Butorides striatus), dan lain-lain.
(4)
Fungsi Tambak Garam secara Ekonomis :
Tambak garam ini dapat menambah penghasilan penduduk.
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner di daerah Tambak
Osowilangun pada tahun 2011, hasil tambak garam ini biasanya dijual ke
perusahaan pembuat garam dengan harga Rp 1000,00 per Kg dan dalam
satu petak tambak dapat menghasilkan 150-200 karung, @ karung berisi
45 kg.
2).
Ekosistem Pertanian
Lahan pertanian di Surabaya terdiri dari areal persawahan dan ladang.
Wilayah persawahan di Kota Surabaya ini tersebar di 17 Kecamatan, diantaranya
adalah Kecamatan Benowo, Bulak, Gayungan, Gunung Anyar, Jambangan, Karang
Pilang, Kenjeran, Lakarsantri, Mulyorejo, Pakal, Rungkut, Sambikerep, Sukolilo,
Sukomanunggal, Tandes, Wiyung, dan Wonocolo. Luas persawahan di Surabaya
sebesar 1741 Ha. Kepemilikan lahan persawahan di Surabaya ini sebagian besar
sudah menjadi milik pengembang, sedangkan daerah pertanian yang masih milik
pribadi sebagian besar terletak di Kecamatan Lakarsantri. Berdasarkan data luasan
lahan yang ada di Lampiran 4 tentang luas persawahan menunjukkan bahwa lahan
persawahan yang terluas terletak di Kecamatan Lakarsantri yaitu sebesar 488 Ha.
77
Gambar 3.15 Ladang/Tegal di Kec. Pakal
Gambar 3.16 Sawah di Kec. Benowo
Dalam satu tahun dilakukan tiga kali penanaman. Pada penanaman pertama
ditanami padi, kemudian ditanami jagung, dan penanaman yang ketiga ditanami
padi. Jenis padi yang ditanam di Surabaya yaitu varietas IR 64, Ciherang, Situ
Bagendit, IR 66, Membramo, dan Hibrida SL-8. Selain padi juga dapat ditanami
jagung, cabe, semangka, blewah, dan jenis sayuran. Sistem penanaman yang
dilakukan para petani di Surabaya ada tiga macam, yaitu monokultur, tumpangsari,
dan minapadi.
Gambar
3.17
Monokultur
Sistem Gambar
Minapadi
3.18
Sistem Gambar
3.19
Tumpangsari
Sistem
 Fungsi Ekosistem Pertanian secara Ekologis :
o Habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan
Sawah merupakan ekosistem perairan tergenang yang menjadi habitat
hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan air lainnya, seperti ikan, siput,
burung, serangga, amfibi, kangkung, enceng gondok, dan lain-lain. Hewanhewan
yang
hidup
di
sawah
tersebut,
ada
yang
menghabiskan
seluruh/sebagian besar hidupnya di sawah dan ada juga yang hanya singgah
sebentar di sawah hanya untuk mencari makan. Hewan dan tumbuhan air
78
yang hidup di sawah juga ada yang bernilai ekonomis dan ada pula yang
bersifat merugikan.
o Pengendap lumpur dan zat hara yang terbawa air
Sawah yang hampir selalu dialiri dan digenangi air, berfungsi sebagai
pengendap partikel lumpur yang terbawa oleh air. Lumpur ini mengandung
berbagai unsur hara yang dapat menyuburkan tanah, sehingga berfungsi
sebagai pupuk bagi tanaman padi. Berkaitan dengan fungsi ini, sawah juga
digunakan untuk mendaur ulang limbah organik (Puspita dkk, 2005).
o Sumber plasma nutfah
Padi merupakan salah satu tanaman yang dapat dikembangkan untuk
menciptakan jenis baru yang lebih unggul, baik dari segi produktivitas,
kecepatan pertumbuhan, rasa, maupun ketahanan terhadap penyakit. Dalam
hal rekayasa genetik, tanaman padi mengalami perkembangan jauh lebih
pesat dibandingkan tanaman lainnya. Hal ini terutama karena padi memiliki
gen-gen yang relatif kecil (hanya sepersepuluh ukuran gen jagung).
Perekayasaan genetik untuk pengembangan varietas padi unggul dilakukan
untuk
mengimbangi
meningkatnya
kebutuhan
akan
beras,
namun
pengembangan varietas padi unggul ini akan menekan keberadaan varietas
padi lokal sehingga varietas padi lokal terancam punah (Puspita dkk, 2005).
 Fungsi Ekosistem Pertanian secara Ekonomis :
o Lahan persawahan ini merupakan mata pencaharian masyarakat
o Sebagai sumber bahan pokok bagi masyarakat
3)
Ekosistem Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka
(open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan
vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak
langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
RTH Kota Surabaya terdiri dari mangrove, makam, lapangan, pertanian,
hutan kota, sempadan sungai, waduk, telaga, jalur hijau, taman, buffer zone kawasan
industri, dan sekitar jalan tol. RTH yang tersedia di Surabaya telah tersebar di
79
beberapa kawasan. Total kawasan RTH yang terdapat di Kota Surabaya sebesar
6.875 Ha dengan prosentase 20,84%. RTH sendiri memiliki tipologi, yakni RTH
Publik dan RTH Privat. RTH Publik adalah RTH yang dapat diakses langsung oleh
publik baik yang dikelola Pemerintah maupun swasta. Sedangkan RTH Privat adalah
ruang terbuka yang berada pada kavling-kavling individu yang dikelola dan hanya
diakses oleh pemilik. Adapun jumlah luasan dan rincian RTH yang terdapat dalam
Kota Surabaya juga telah tersaji sebelumnya dalam Bab 3.1 Tata Ruang.
 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau :
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota
secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan
berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan
sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat
hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural)
merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya
kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Fungsi RTH yang ada di Surabaya ini telah disesuaikan dengan Arahan Pemantapan
Ruang Terbuka Hijau sesuai Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 3 Tahun 2007
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya. Contohnya seperti taman
rekreasi yang ada di Taman Pantai Kenjeran, Taman Remaja/THR dan Jurang
Kuping (Lampiran 5).
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam
pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk
dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat
tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata
air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
80
Gambar 3.20 RTH Taman Prestasi
4)
Ekosistem Kolam Penampung Air (Boezem)
Kota Surabaya memiliki suatu sistem kolam penampung air yang memiliki
fungsi sama dengan waduk yaitu Boezem. Boezem ini diantaranya Boezem
Morokrembangan, Kalidami, Bratang, Rungkut Industri, Wonorejo, Kedurus, dan
Jurang Kuping. Ekosistem boezem dibangun dikarenakan Surabaya merupakan kota
yang rawan banjir dengan kurangnya daerah resapan yang berkurang. Hal ini
disebabkan pembangunan di Kota Surabaya yang berkembang dengan pesat. Secara
umum boezem dibangun tanpa memotong sungai. Secara umum boezem ini biasanya
oleh masyarakat dimanfaatkan untuk pengendali dan penyimpan air. Selain fungsi
tersebut masyarakat juga memanfaatkan sebagai budidaya ikan dan pengairan sawah.
Berikut adalah luasan boezem yang ada di Surabaya :
Tabel 3.9 Daftar Nama Waduk di Surabaya
No.
Nama Waduk
Luas (Ha)
1. Bozem Morokrembangan
79,57
2. Bozem Kedurus
37
3. Bozem Bratang
1,49
4. Bozem Kali Dami
2,7
5. Bozem Jurang Kuping
3,7
6. Bozem Wonorejo
8,5
(Sumber : Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya, 2010)
81
 Fungsi Ekosistem Boezem secara Ekologis :
o Menampung air, mencegah bencana banjir, dan menanggulangi kekeringan
Waduk/boezem (khususnya bendungan) berfungsi untuk menampung air,
baik yang berasal dari aliran sungai maupun limpasan air hujan. Air ini
dimanfaatkan untuk keperluan irigasi sawah dan kolam. Waduk juga
berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi, yaitu dengan menyeimbangkan
aliran air antara hulu dan hilir sungai, serta memasok air ke kantung-kantung
air lain seperti ekuifer (air tanah), sungai, dan persawahan. Dengan demikian
waduk dapat mengendalikan dan meredam banjir pada musim hujan, serta
menyimpannya sebagai cadangan pada musim kemarau untuk menghindari
kekeringan.
o Habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan
Ekosistem waduk merupakan habitat bagi berbagai jenis sumberdaya
hayati. Berbagai jenis Pisces, tumbuhan air, plankton, burung air, Mamalia,
Reptilia, Insecta, dan Amphibi hidup, dan berkembang biak, serta mencari
makan di ekosistem waduk. Contoh tumbuhan yang biasanya hidup antara
lain enceng gondok, pistia, kangkung, sedangkan hewan yang biasanya hidup
antara lain adalah ikan mujair, sepat, kutuk, kodok, ular, dan lain-lain.
 Fungsi Ekosistem Waduk secara Ekonomis :
o Menghasilkan berbagai jenis sumberdaya hayati bernilai ekonomis
Waduk di Kota Surabaya ini sebagian besar dimanfaatkan untuk
budidaya ikan. Jenis hewan yang umum dibudidayakan di waduk adalah ikan.
Ikan-ikan ini biasa dibudidayakan dalam Karamba Jaring Apung (KJA).
Jenis-jenis ikan yang biasa dipelihara di KJA adalah ikan mas
(Cyprinuscarpio),
nila
(Oreochromis
niloticus),
pangasius), dan gurami (Osphronemus gouramy).
82
jambal
(Pangasius
Gambar 3.21 Budidaya Ikan dengan Sistem KJA di Boezem Kedurus
Kecamatan Karang Pilang
o Menampung air irigasi
Salah satu fungsi utama waduk adalah untuk mengairi persawahan.
Selain itu air dalam waduk juga dapat digunakan untuk mengairi kolam ikan.
C.
Ancaman Ekosistem di Surabaya
Ekosistem di Surabaya, baik alami maupun buatan memiliki hubungan yang
saling terkait dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Ekosistem alami akan
mempengaruhi ekosistem buatan begitu pula sebaliknya. Hubungan ini menjadi
hubungan timbal balik.
 Ekosistem Laut
Wilayah laut di Surabaya sebagai suatu ekosistem alami yang dominan
memiliki ancaman-ancaman yang dapat mengganggu ekosistemnya maupun
eksosistem lainnya. Ancaman tersebut dapat berupa aktivitas tinggi manusia di
kawasan laut terutama daerah pelabuhan dan area transportasi laut (zona I dan
II). Selain itu pada zona III dan IV, dengan adanya aktivitas manusia sebagai
daerah wisata dapat mempengaruhi ekosistem laut, terutama sampah pariwisata
maupun pergerakan manusia yang berlebih dapat mengganggu aktivitas flora
dan fauna di laut. Penangkapan yang tidak menggunakan alat yang aman juga
dapat mengganggu stabilitas tangkapan ikan dan jenis ikan yang terjaring.
Gangguan pada ekosistem laut dapat mempengaruhi daerah pesisir maupun
daratan.
83
 Ekosistem Pesisir
Ekosistem pesisir di Surabaya terutama mangrove memiliki ancaman yang
lebih tinggi diantaranya alih fungsi lahan, penebangan liar, pencemaran dan
sedimentasi yang menambah jumlah tanah oloran. Dampak yang akan muncul
bila terjadi konversi ekosistem mangrove menjadi lahan pertanian, perikanan
yang tidak terkendali diantaranya :
1.
Mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di perairan lepas
pantai yang memerlukan hutan (rawa) mangrove sebagai nursery
ground. Hal ini akan berpengaruh terhadap nelayan di sekitar Gunung
Anyar hingga Keputih yang banyak menggantungkan hidupnya
dengan mencari ikan.
2.
Erosi dan abrasi garis sepadan pantai atau sepadan sungai yang
sebelumnya ditumbuhi mangrove. Hal ini dapat terlihat pada bagian
sisi depan daerah Wonorejo dan Medokan Ayu yang ketebalan
mangrovenya relatif rendah (bagian muara Jagir).
3.
Volume sampah yang tidak terkendali masuk ke kawasan mangrove,
berkontribusi terhadap rusaknya ekosistem mangrove di Pamurbaya.
Sampah dari daerah hulu dialirkan oleh sungai besar dan kecil yang
masuk bermuara ke laut lepas menyangkut pada akar-akar tanaman
mangrove. Sampah padat terutama plastik yang sulit terurai menutupi
lubang akar napas sehingga tanaman mangrove mengalami kematian.
4.
Pencemaran yang terjadi di kawasan Pamurbaya, antara lain dialirkan
melalui Kali Dami, Kali Wonokromo, Kali Kenjeran, Kali Kepiting,
Kali Keputih dan Kali Perbatasan yang membawa logam berat,
limbah domestik dan sampah. Pencemaran lingkungan yang terjadi di
wilayah pesisir Pamurbaya disebabkan oleh limbah cair, sampah,
logam berat. Meskipun data lapangan menunjukkan bahwa kualitas air
di wilayah Surabaya Timur masih termasuk golongan “C”, namun
limbah logam berat yang berasal dari industri-industri merupakan
potensi pencemar berat yang dapat terus terakumulasi di muara sungai
(Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya, 2010).
84
 Ekosistem Sungai
Ancaman paling besar ekosistem sungai adalah pencemaran sungai.
Sungai di Surabaya tercemar akibat aktivitas manusia yang tinggi di sekitar
sungai. Misalnya adalah pemukiman di daerah sungai, pembuangan sampah
di sungai, dan limbah pabrik. Dampak dari ancaman di atas adalah terjadinya
pencemaran sungai. Fungsi sungai akan berubah sehingga secara langsung
dapat mempengaruhi biota di dalam sungai. Hal tersebut akan berimbas ke
aliran materi yang akan mempengaruhi tingkat kualitas dan hasil dari sungai.
 Ekosistem Tambak
Ancaman yang dapat terjadi pada ekosistem tambak antara lain sebagai
berikut :
a. Terjadinya alih fungsi lahan
Terjadinya alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan bangunan
lainnya, ini terjadi di beberapa daerah seperti yang terdapat pada
Lampiran 3 yaitu di Kecamatan Asem Rowo, Mulyorejo, dan
Krembangan. Dengan adanya alih fungsi lahan akan mengurangi
habitat jenis hewan-hewan dan tumbuhan yang biasanya hidup atau
singgah di tambak, selain itu juga dapat menyebabkan petani tambak
atau pandega kehilangan pekerjaan sehingga angka pengangguran
meningkatkan pengangguran.
b. Serangan hama penyakit
Hama penyakit yang biasanya menyerang ikan-ikan di tambak
antara lain jenis bakteri, parasit dan jamur.Serangan hama penyakit
dan bencana banjir dapat mengakibatkan produksi perikanan menurun
dan dapat juga terjadi kegagalan panen.
c. Bencana alam
Bencana alam yang biasanya terjadi di Surabaya adalah banjir
yang biasanya terjadi di daerah Benowo. Banjir ini dapat
mengakibatkan terjadinya gagal panen atau penurunan hasil panen.
d. Kurangnya pengetahuan tentang cara pembudidayaan
Kurangnya pengetahuan akan mengakibatkan penurunan hasil
dan kualitas tambak, misalnya kurangnya pengetahuan pengelolaan
85
tanah mengakibatkan kegagalan panen, hal ini terjadi di daerah
Wonorejo.
 Ekosistem Pertanian
Ancaman yang terjadi adalah terjadinya alih fungsi lahan, terserang hama
penyakit, bencana alam, dan penggunaan pestisida yang berlebihan.
Berdasarkan data yang terdapat pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa luas
lahan pertanian yang meliputi lahan sawah, ladang dan pekarangan pada
tahun 2008-2009 sekitar 27.582 Ha (Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2010),
sedangkan pada tahun 2010 luasnya sekitar 18.779 Ha (Dinas Pertanian Kota
Surabaya, 2011). Hal ini menunjukkan adanya pengurangan luas lahan yang
disebabkan adanya alih fungsi lahan menjadi perumahan, pusat perbelanjaan
dan lain-lain. Dampak yang ditimbulkan akibat adanya alih fungsi lahan akan
mengurangi habitat jenis hewan-hewan dan tumbuhan yang biasanya hidup di
sawah dan daerah resapan air hujan berkurang sehingga Kota Surabaya
rentan terjadi banjir. Dinas Pertanian Kota Surabaya telah melakukan
beberapa upaya untuk mengatasi ancaman tersebut, diantaranya adalah :
1.
Pemberikan sumbangan bibit secara gratis. Bibit yang diberikan
diantaranya adalah padi, sawi, cabe, terong, dan lain-lain.
2.
Penempatan tim penyuluh di tiap-tiap kecamatan untuk membantu
dan memberikan penyuluhan dalam hal bercocok tanam serta
melakukan pengontrolan terhadap hasil panen di tiap-tiap kecamatan.
 Ekosistem Ruang Terbuka Hijau
Ancaman yang berpengaruh terhadap kelestarian Ekosistem Ruang
Terbuka Hijau (RTH) diantaranya adalah adanya aktivitas yang tinggi pada
lingkungan RTH sehingga kemungkinan dapat mengganggu ekosistem baik
flora maupun fauna asosiasinya.
 Ekosistem Kolam Penampung Air (Boezem)
Ancaman yang dapat berpengaruh terhadap kelestarian Ekosistem
Boezem adalah tingkat pencemaran pada daerah boezem serta aktivitas
manusia yang tinggi di daerah boezem.
86
D.
Upaya Perlindungan dan Pelestarian Ekosistem Surabaya
Berikut ini adalah upaya perlindungan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Surabaya dengan adanya berbagai ancaman dan dampak yang nantinya akan timbul
pada ekosistem di Surabaya :
1.
Penetapan daerah konservasi di Surabaya sebagai daerah lindung yang
dijaga kelestariannya dan segala yang terdapat didalamnya baik flora,
fauna maupun komponen ekosistem yang lain. Wilayah tersebut adalah
Pantai Timur Surabaya dan wilayah konservasi satwa dan flora seperti
taman-taman dan Kebun Binatang Surabaya
2.
Penetapan kanan-kiri sungai sebagai Jalur Hijau sehingga dapat
mengurangi pemanfaatan kanan-kiri sungai menjadi permukiman dan
pembuangan sampah
3.
Bidang perikanan : upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Surabaya antara lain sebagai berikut :
a. Pemberian bantuan benih ikan yang berkualitas
b. Melakukan pengontrolan terhadap hasil tambak
c. Melakukan pembasmian hama penyakit dengan melakukan vaksinasi
dan pengobatan seperti inrofloxs-12 merupakan obat pembasmi bakteri
d. Melakukan pembinaan mutu hasil perikanan, yang bertujuan untuk
menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat akan pentingnya
mutu dan keamanan hasil perikanan yang layak untuk dikonsumsi
e. Melakukan pelatihan budidaya udang vannamei untuk menambah
wawasan dan pengetahuan pembudidaya tambak terkait dengan
teknologi yang berhasil guna untuk peningkatan hasil perikanan.
4.
Bidang pertanian : upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Pertanian antara
lain sebagai berikut:
a. Pemberikan sumbangan bibit secara gratis. Bibit-bibit yang diberikan
yaitu padi, sawi, cabe, terong, dan lain-lain.
b. Penempatan tim penyuluh di tiap-tiap kecamatan untuk membantu dan
memberikan penyuluhan dalam hal bercocok tanam serta melakukan
pengontrolan terhadap hasil panen di tiap-tiap Kecamatan.
.
87
Download