3.5 Keanekaragaman Ekosistem Ekosistem merupakan kesatuan yang menyeluruh dan saling mempengaruhi yang membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Ekosistem dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi antara komponen-komponen biotik dan nonbiotik yang saling mempengaruhi. Ekosistem dalam ekologi tidak hanya melibatkan suatu sistem antara tingkah laku (behavior) dari faktor-faktor biotik dan non biotik, tetapi melibatkan berbagai sistem dalam aliran energi dan siklus materi (Begon et al., 2006). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah, ekosistem dibagi menjadi Ekosistem Alami (Natural Ecosystem) dan Ekosistem Buatan (Man madeecosystem). Ekosistem alami merupakan ekosistem yang terbentuk secara alami tanpa ada campur tangan manusia. Contoh ekosistem alami antara lain : Ekosistem Hutan Tropis, Danau, Mangrove, dan Savana. Ekosistem buatan merupakan ekosistem yang terbentuk dari hasil rekayasa manusia untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhan hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat (Resosoedarmo, 1985). Tipe ekosistem yang ada di wilayah Surabaya meliputi ekosistem alami (Natural Ecosystem) dan buatan (Man madeecosystem). Ekosistem alami dibagi menjadi tiga, yaitu laut, pesisir (diwakili oleh mangrove), serta daratan (yang diwakili oleh sungai). Sedangkan ekosistem buatan dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem pesisir (yang diwakili oleh tambak) dan ekosistem daratan yang diwakili oleh ekosistem pertanian (sawah, ladang), Ruang Terbuka Hijau, dan ekosistem kolam penampung air (Boezem). Berikut adalah diagram tentang luasan lahan dari masing-masing ekosistem (Grafik 3.19). 56 Grafik 3.19 Luas Wilayah Surabaya Berdasarkan Tipe Ekosistem (Ha) Berdasarkan Grafik 3.19, dapat diketahui bahwa Ekosistem Alami (26.728,03 Ha) lebih luas dibandingkan dengan Ekosistem Buatan (14.811,89 Ha). Ekosistem alami yang mendominasi Kota Surabaya adalah wilayah laut dengan luasan 19.039 Ha, sedangkan ekosistem buatan yang mendominasi Surabaya adalah ekosistem tambak dengan luasan 4.569 Ha. Berdasarkan besar prosentase luasan tersebut dapat didefinisikan bahwa Surabaya merupakan suatu wilayah kota yang bersifat maritim, dimana sebagian besar pemanfaatan wilayahnya dipengaruhi oleh kegiatan maritim seperti transportasi laut, pelabuhan tanpa mengesampingkan Surabaya sebagai kota metropolitan yang modern dengan pemanfaatan lahan daratannya sebagai daerah industri, permukiman, dan area publik lainnya. A. Ekosistem Alami 1) Ekosistem Laut Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sumberdaya di Wilayah Laut Pasal 1 Ayat 3, wilayah laut merupakan suatu kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi paling jauh 12 mil dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 57 Wilayah laut Surabaya secara administratif meliputi daerah Teluk Lamong hingga wilayah Kawasan Lindung di Pamurbaya (Pantai Timur Surabaya). Salinitas laut diantara 17-30‰. Pada umumnya air laut tidak berbau, dengan suhu antara 2832°C. Substrat meliputi pasir dan berlumpur terutama wilayah kawasan Konservasi Pamurbaya. Pola angin di Surabaya dicirikan oleh sebaran pada lingkup timurselatan dengan dominasi angin tenggara. Pada perairan Kali Lamong, angin dominan berembus dengan kecepatan maksimum 3-6 knot, kecuali pada bulan Agustus karena pada bulan ini tiupan angin lebih cepat dibandingkan bulan yang lainnya. Pada daerah Suramadu dicirikan oleh dominannya angin tenggara dengan sebaran pada lingkup timur-selatan. Pola arus di wilayah laut Surabaya didominasi oleh arus timur dengan frekuensi kejadian sekitar 35-45%. Gerakan arus relatif perlahan dengan capaian maksimum kecepatan 2-3 cm/s. Pola gelombang musim timur pada umumnya adalah pola gelombang yang kuat dan khas yakni gelombang datang dari timur dengan tinggi dibawah 10 cm. Pasang surut air lautnya berjenis campuran cenderung ganda, yang berarti dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan waktu yang berbeda-beda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya, 2011). Wilayah laut Surabaya memiliki diversitas yang dapat dilihat dari hasil lautnya seperti ikan, udang, dan kepiting oleh nelayan serta biota lainnya mulai dari jenis teripang (Holothureidea) dan kerang (Bivalvea) yang melimpah. Selain hal tersebut, hasil laut seperti karang-karang juga masih terdapat di wilayah laut Surabaya. Wilayah laut Surabaya memiliki beberapa potensi dan fungsi, baik ekonomis maupun non ekonomis. Dengan dasar hal inilah, maka wilayah laut Surabaya dibagi menjadi empat wilayah dengan luas dan fungsi sebagai berikut : 58 Tabel 3.7 Zona Wilayah Laut, Luas, dan Fungsi Unit Pengembangan Wilayah Laut I Wilayah Laut II Wilayah Laut III Wilayah Laut IV Wilayah Fungsi Utama Wilayah laut sebelah utara, di sekitar Pengembangan pelabuhan dan alur Teluk Lamong pelayaran kapal besar Pelabuhan dan Angkutan Penyeberangan, Wilayah laut sebelah utara, di sekitar pangkalan militer Angkatan Laut, industri Pelabuhan Tanjung Perak perkapalan dan alur pelayaran kapal besar Wilayah laut di sebelah timur laut, Wisata bahari / laut, area penangkapan dan di sekitar Tambak Wedi dan budidaya perikanan, serta alur pelayaran Kenjeran kapal nelayan Kawasan lindung dan rehabilitasi Wilayah laut sebelah timur, di lingkungan laut dan pantai serta area sekitar perairan dan pantai timur penangkapan dan budidaya perikanan Tabel 3.7 menyatakan bahwa wilayah laut Surabaya dibagi menjadi empat zona, dimana setiap zona memiliki fungsi utama. Fungsi pada tiap zona wilayah laut disesuaikan dengan pemanfaatan kawasan oleh masyarakatnya dan rencana pembangunan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Wilayah Zona I Teluk Lamong dan Zona II Tanjung Perak, merupakan daerah yang memiliki aktivitas yang tinggi dengan pengembangan daerah pelabuhan. Penggunaan wilayah ini dapat mempengaruhi ekosistem terutama flora dan fauna yang masih terdapat di daerah tersebut. Kemungkinan besar, akibat dari penggunaan wilayah yang telah lama menjadi daerah pelabuhan mengakibatkan daerah ini memiliki kelimpahan fauna yang rendah. Pada daerah Zona III Tambak Wedi-Kenjeran dimanfaatkan sebagai wisata bahari dan daerah tangkap ikan. Pada zona III terdapat banyak daerah wisata terutama daerah Kenjeran, dimana terdapat Taman Ria Kenjeran, Ken Park, dan pemancingan ikan. Pada kawasan ini aktivitas tinggi manusia dikarenakan perahu wisata dan nelayan. Sedangkan pada zona IV, daerah Pamurbaya merupakan daerah konservasi, dimana daerah tersebut masih memiliki wilayah yang lebih alami. Daerah tersebut banyak dimanfaatkan sebagai area penelitian dan daerah tangkap ikan serta pembudidayaan yang dapat mempengaruhi arah pembangunan daerah pesisir dan laut. Masyarakat di sekitarnya banyak memanfaatkan laut sebagai daerah penangkapan ikan, misalnya masyarakat Wonorejo dan Gunung Anyar mencari ikan dan hasil laut lainnya. Selanjutnya masyarakat menjualnya dalam bentuk ikan segar maupun hasil olahan seperti olahan krupuk ikan maupun kepiting. 59 Gambar 3.1 Masyarakat nelayan mencari ikan Gambar 3.2 Krupuk ikan sebagai salah satu atau udang di daerah pesisir Gunung Anyar olahan pemanfaatan hasil laut Wilayah laut di Surabaya memberikan peranan bagi pembangunan ekonomi di Surabaya. Hal ini terlihat dari hasil ikan tangkap menurut Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya dalam Surabaya Dalam Angka Tahun 2009 menunjukkan terdapat 14 jenis ikan tangkap dan jenis ikan lainnya dengan total 9.493,15 ton/tahun dengan rata-rata hasil jual mencapai Rp 153.342.799,00. Secara kualitatif ekosistem laut Surabaya yang dibagi menjadi empat zona merupakan daerah dengan standard baku mutu yang berbeda-beda. Setiap triwulan diukur parameter fisik, biologi, kimia, maupun logam terlarut yang dapat menentukan kualitas laut. Zona I Daerah Teluk Lamong berdasarkan pengambilan sampling oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya diketahui bahwa faktor biologi pada akhir triwulan 2011, menunjukkan tidak memenuhi batas baku mutu air laut yang telah ditentukan (koliform : 54000, koliform tinja : 54000), sedangkan pada faktor fisik, kimia maupun logam pada beberapa poin seperti BOD, Fosfat Nitrat, dan tingkat kekeruhan melampaui batas baku mutu sedangkan plankton tercemar sedang. Pada zona II, pada titik pelabuhan Nilam Timur tidak memenuhi batas baku mutu air laut sedangkan titik Nilam Barat memenuhi batas baku mutu air laut. Pada Zona III, faktor tingkat kekeruhan, Nitrat, Fosfat dan Surfaktan detergen melampaui batas baku mutu air laut yang ditentukan. Pada zona IV, daerah Gunung Anyar faktor tingkat kekeruhan, Nitrat, Fosfat dan Koliform tidak memenuhi batas baku mutu air laut yang telah ditentukan. Sedangkan, pada titik Wonorejo diketahui bahwa tingkat kekeruhan, Fosfat, Nitrat, Amoniak namun faktor biologi memenuhi batas baku mutu air laut. 60 2) Ekosistem Pesisir Ekosistem pesisir merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, ekosistem pesisir dan laut juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tumbuh besar, serta tempat mencari makanan bagi beragam biota laut. Selain itu, ekosistem pesisir dan laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini (Bengen, 2002). Perairan pesisir menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 1 ayat 1, merupakan suatu wilayah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 mil diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna. Ekosistem pesisir di Kota Surabaya yang memiliki potensi besar bagi pembangunan adalah Pantai Timur Surabaya (PAMURBAYA) dan Pantai Utara Surabaya (PANTURA). Berdasarkan geofisiknya, Pamurbaya dan Pantura ini termasuk jenis pantai berlumpur. Pantai berlumpur dicirikan oleh ukuran butiran sedimen sangat halus dan memiliki tingkat bahan organik yang tinggi. Pantai ini juga banyak dipengaruhi oleh pasang surut yang mengaduk sedimen secara periodik. Interaksi organisme dengan sedimen dan pengaruh evaporasi perairan sangat tinggi di lingkungannya. Ekosistem pesisir pada kedua wilayah ini lebih didominasi oleh ekosistem mangrove, dimana keberadaannya memiliki fungsi dan manfaat baik bagi lingkungan maupun masyarakatnya. Mangrove memiliki fungsi baik ekologis maupun ekonomi dan dimanfaatkan sebagai lahan untuk tambak, perlindungan pantai maupun sungai. 61 Tabel 3.8 Pemanfaatan Lahan Mangrove di Surabaya Tahun 2010 Lokasi Hutan Mangrove (Ha) Kabupaten/Kota SURABAYA DAS Brantas Kecamatan / kelurahan Jumlah(Ha) Pantai Kec. Mulyorejo Kalisari 74.47 Kejawan Putih 10.12 Tambak Jumlah 84.59 Kec. Sukolilo Keputih 24.03 Jumlah 24.03 Kec. Rungkut Wonorejo 23.12 Medokan Ayu 24.76 Jumlah 47.88 Kec. Gunung Anyar Gunung Anyar 14.94 tambak Jumlah 14.94 Jumlah Pantai 171.44 Timur JUMLAH 249.32 TOTAL Tambak Sungai Lainnya 17.50 5.55 - 97.52 28.63 10.57 - 49.32 46.13 16.12 - 146.84 85.72 85.72 7.16 7.16 - 116.91 116.91 13.29 56.68 69.97 27.86 8.30 36.16 - 64.27 89.74 154.01 47.64 11.28 - 47.64 11.28 - 73.86 249.46 70.72 - 491.62 285.46 89.95 - 624.73 (Sumber : Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2010) Berdasarkan Tabel 3.8 dapat diketahui bahwa mangrove di daerah Surabaya dimanfaatkan sebagai area tambak, perlindungan pantai dan kanan-kiri sungai. Kawasan mangrove yang dimanfaatkan sebagai daerah tambak memiliki luasan yang lebih besar dibandingkan dengan daerah pantai dan sungai. Hal ini diduga karena adanya alih fungsi lahan mangrove menjadi daerah pertambakan sehingga keberadaan mangrove paling besar berada di daerah tambak. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan fungsi mangrove. Tambak yang semakin besar dibandingkan dengan daerah mangrove di pantai maupun sungai dapat meningkatkan abrasi yang mungkin terjadi saat air pasang. Selain hal tersebut, perubahan lahan menjadi tambak akan membuka daerah dan dapat meningkatkan fragmentasi habitat antara daerah pantai, mangrove, dan sungai. Pembukaan lahan dan fragmentasi lahan mangrove menjadi fragmen atau bagian bagian petak tambak juga dapat mempngaruhi fauna yang berasosiasi dengan mangrove tersebut. Jenis- 62 jenis Mollusca maupun Aves, Mamalia, dan lainnya dapat berpindah tempat karena kurangnya naungan dan daerah untuk beristirahat. 2.1) Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) Pantai Timur Surabaya atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pamurbaya, adalah sebuah kawasan hutan bakau (mangrove) di pesisir timur Surabaya dan terletak di bagian timur kota Surabaya yang berbatasan langsung dengan Selat Madura. Secara administratif, Pamurbaya meliputi empat kelurahan di tiga Kecamatan, yakni Kelurahan Keputih di Kecamatan Sukolilo, Kelurahan Wonorejo dan Medokan Ayu di Kecamatan Rungkut, serta Kelurahan Gunung Anyar Tambak di dalam Kecamatan Gunung Anyar. Secara geografis, Pamurbaya terletak memanjang dari selatan ke utara dengan batas 1120 47' 52,52" BT; 1120 50' 47,34" BT; dan 70 15' 30" LS; 70 20' 45" LS. Suhu udara rata-rata berkisar antara 26,6030,30C. Kondisi tanah umumnya homogen yang terdiri dari jenis tanah liat dan liat berpasir yang mempunyai daya dukung rendah pada lingkungan dan bangunan. Wilayah Pamurbaya terletak di tepi Selat Madura yang luasnya relatif sempit. Daerahnya merupakan bentang alam yang relatif datar dengan kemiringan antara 03%. Keberadaan Pamurbaya sangat berperan penting bagi Kota Surabaya, terkait dengan hal pengendalian banjir, dimana lokasi Pamurbaya yang ada di ujung aliran sungai di Surabaya. Secara ekologis, kehadiran hutan bakau di kawasan ini berfungsi untuk melindungi pantai dari abrasi, serta melindungi keanekaragaman hayati pesisir yang tersisa di Surabaya. Bagi masyarakat Surabaya, keberadaan hutan bakau di Pamurbaya membantu terjadinya infiltrasi atau penyerapan air laut ke dalam air tanah. Sedangkan berdasarkan penggunaannya, Pamurbaya ideal dikembangkan dengan beberapa fungsi yang melekat di dalamnya, antara lain pendidikan lingkungan hidup, ekowisata, dan riset. Luas Pamurbaya sekitar 2.534 Ha. Namun, berdasarkan analisa spasial perbandingan antara citra tahun 1972 hingga 2009, terdapat perbedaan luas Pamurbaya sebesar 1.136 Ha. Perbedaan ini muncul akibat adanya sedimentasi (pengendapan material dari daratan) yang menumpuk dan menambah daratan. Daratan baru ini sering disebut sebagai tanah timbul atau tanah oloran. Kawasan ini terbentuk sebagai hasil endapan dari sistem sungai yang ada di sekitarnya dan 63 pengaruh laut. Kondisi daerah delta dengan tanah aluvial yang sangat kuat dipengaruhi oleh sistem tanah ini (disebut juga dengan istilah tanah rawang laut), merupakan habitat yang baik bagi terbentuknya ekosistem mangrove. Ada beberapa sungai yang bermuara di Pamurbaya yang menjadi terminal sedimen dan subtrat. Sungai-sungai tersebut setiap hari mengirimkan berton-ton subtrat dari hulu sungai, sehingga akhirnya akan mengalami proses sedimentasi di Pamurbaya dan akhirnya akan mempercepat proses lahan oloran. Sejak tahun 1986-1996 terjadi penambahan lahan sekitar 2-4 km di Pamurbaya karena porses sedimentasi. Tanah oloran ini dimanfaatkan warga sebagai tambak dan pemukiman. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ecoton, pada tahun 2002 luas hutan mangrove Pantai Timur Surabaya sekitar 3200 Ha. Namun, karena adanya berbagai aktivitas di sekitar ekosistem mangrove, maka pada tahun 2008 luasnya menurun menjadi 1180 Ha. Ekosistem mangrove di Pamurbaya meliputi Kecamatan Rungkut (daerah Kenjeran, Keputih Tambak, Wonorejo, Medokan) dan Gunung Anyar. Pantai Timur Surabaya menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya termasuk dalam kawasan perlindungan bawahan yang memiliki fungsi penting dalam mencegah banjir dan bencana terutama dalam hal resapan air. Pengembangan kawasan konservasi di wilayah timur diarahkan pada wilayah pantai timur, hal ini untuk menyiasati perkembangan akibat adanya sedimentasi laut yang diupayakan, atau yang lebih dikenal dengan istilah tanah oloran. Pengembangan konservasi pantai timur ini dengan pertimbangan kecenderungan dari masyarakat sekitar pantai untuk memanfaatkan tanah tersebut padahal daerah tersebut merupakan daerah pantai yang selayaknya dilindungi. Konservasi hutan bakau diarahkan di sepanjang pesisir dengan ketebalan minimal 355 meter, serta di sekitar estuari Kali Wonokromo dikembangkan untuk kawasan perlindungan burung air, burung pemangsa dan burung migran. Berdasarkan data Ecoton dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya diketahui bahwa di garis Pantai Kenjeran sampai muara Sungai Jagir Wonokromo, ketebalan kawasan mangrove + 5-10 meter didominasi jenis Avicennia marina. Kondisi hutan relatif baik kecuali di daerah Kenjeran, garis pantai muara Sungai Jagir Wonokromo sampai dengan muara Sungai Wonorejo, ketebalan kawasan mangrove ± 5-10 meter didominasi jenis Avicennia marina, Avicennia alba, Sonneratia ovata, Sonneratia caseolaris, dan Rhizopora mucronata. Kondisi hutan 64 relatif baik. Pertambakan di Kelurahan Gunung Anyar, tambak produktif terkesan panas, karena pematangnya jarang ditanami pohon mangrove (jarak tanam 3-4 meter). Tidak terdapat buffer zone berupa tanaman hijau yang membatasi wilayah perumahan dan pertambakan. Upaya perlindungan Pamurbaya terkait dengan ancaman maupun kerusakan yang ada, Dinas Pertanian Kota Surabaya memberikan peraturan bahwa di Kawasan Pamurbaya tidak diperbolehkan melakukan pembangunan baik tambak, rumah, dan sebagainya terkait dengan keberadaan mangrovenya. Secara teknis dilakukan pengawasan di lapangan dengan bekerjasama oleh kecamatan-kecamatan yang ada di Pamurbaya. Prosedur dan pengawasan pengendalian mangrove masih dalam tahap penyusunan. Untuk melestarikan hutan mangrove yang telah dihijaukan kembali maka ditetapkanlah kawasan hutan mangrove di bagian timur Surabaya yaitu Kawasan Pamurbaya sebagai kawasan konservasi serta membuka Wisata Anyar Mangrove (WAM) yang terletak di RW VII Kecamatan Gunung Anyar. Di kawasan konservasi terdapat pos pemantau hutan mangrove dari Forum Kemitran Polisi dan Masyarakat (FKPM) sekaligus sebagai pengelola WAM. Sedangkan dalam hal ekowisata bukan merupakan inisiatif dari Pemerintah, sehingga belum ada peraturan terikat yang mengatur keberadaan ekowisata yang terdapat di Pamurbaya. Dampak positif yang diimbulkan dengan adanya ekowisata tersebut adalah dengan peningkatan kesejahteraan warga (warung, perahu, dan sebagainya), sedangkan dampak negatifnya adanya aspek lingkungan yang menurun. Fungsi Ekosistem Mangrove Pamurbaya Mangrove di Pamurbaya memiliki beberapa fungsi menurut Naamin, 1990 dan disesuaikan dengan keadaan masyarakatnya sebagai berikut : (1) Fungsi Fisik Mangrove Pamurbaya Mangrove di Surabaya dapat menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah erosi laut, sebagai penangkap zat-zat pencemar dan limbah. Kondisi perakaran tanaman mangrove sesuai dengan karakteristik habitatnya. Perakaran yang tertanam di daerah berlumpur atau genangan yang kurang oksigen, membentuk sistem akar napas (pneumatopora) yang muncul di atas permukaan lumpur. Perakaran yang mencuat ke atas permukaan menghambat aliran 65 arus sungai atau laut serta mengendapkan lumpur hingga dasar tanah meningkat dan akhirnya mengering. Gambar 3.3 Pneumatophora dari Avicennia di Gunung Anyar, Surabaya (2) Fungsi Biologi Berfungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan jenis ikan, udang serta menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis biota. Mangrove di Wonorejo yang mengalami proses pelapukannya, hutan mangrove sangat kaya protein dan menjadi sumber makanan utama bagi hewan-hewan tersebut di atas, yang selanjutnya akan menjadi bahan makanan ikan-ikan lainnya seperti Belanak yang banyak terdapat di Pamurbaya. Gambar 3.4 Kelompok Burung Ardeidae yang Bertengger dan Membangun Sarang di Avicennia Wonorejo, Surabaya 66 (3) Fungsi Ekonomi, Produksi, dan Edukasi Ekosistem mangrove juga difungsikan oleh masyarakat sekitar sebagai makanan, minuman, obat-obatan, peralatan rumah tangga, pertanian, perikanan, dan sebagainya. Sebagai contoh, daerah Kedungasem, Rungkut terdapat sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam pengelolaan mangrove oleh masyarakat. Hasilnya berupa batik mangrove, sabun, kripik dan lain sebagainya. Usaha Kecil Menengah lainnya juga terdapat di daerah Wonorejo dalam pengelolaan mangrove terutama Sonneratia sebagai sirup mangrove. Selain hal tersebut, keberadaan mangrove di Pamurbaya menjadi tempat yang baik untuk melakukan riset dan studi bagi pelajar, mahasiswa maupun peneliti yang bergerak di bidang pendidikan. Gambar 3.5 Pemanfaatan Mangrove sebagai Bahan “Sirup Bogem Mangrove” yang Dikelola oleh Masyarakat Wonorejo, Surabaya Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Pantai Timur Surabaya (1) Di daerah Kenjeran dimanfaatkan sebagai pariwisata. Pariwisata di Kenjeran berkembang dengan adanya Ken Park, Pantai Ria Kenjeran, dan pusat oleh-oleh dari masyarakat sekitar. Selain hal tersebut, mangrove di daerah Kenjeran belum termanfaatkan sebagai bahan industri kecil seperti sirup dan lebih diutamakan sebagai daerah penahan air laut dan penambat perahu oleh masyarakat (2) Di daerah Keputih Tambak, mangrove dimanfaatkan sebagai penahan gelombang air laut oleh masyarakat untuk melindungi tambak, dan belum ada pemanfaatan untuk sektor industri kecil 67 (3) Di daerah Wonorejo, masyarakat membentuk Ekowisata Mangrove sebagai upaya pemanfaatan di bidang pariwisata yang di dalamnya terdapat ekowisata perahu, pos pantau dan pemancingan ikan. Selain hal tersebut, mangrove (Sonneratia) dimanfaatkan sebagai bahan sirup mangrove (4) Di daerah Medokan, mangrove dimanfatkan oleh kelompok Usaha Kecil Menengah di Rungkut sebagai bahan pembuat batik tulis mangrove (5) Di daerah Gunung Anyar, masyarakat membentuk Ekowisata Perahu Mangrove Kondisi Ekosistem Mangrove secara Kualitatif Kondisi mangrove di daerah Pantai Timur Surabaya secara kualitatif berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove berada pada level buruk dimana penutupan mangrove dari Keputih hingga Gunung Anyar < 50%, dengan kerapatan < 1000 pohon/ha. 2.2) Pantai Utara Surabaya (Pantura) Pantai Utara Surabaya memiliki panjang garis pantai ± 9 Km, luas kawasan ± 1.000 Ha. Kelurahan yang termasuk pesisir utara adalah : Kecamatan Benowo : Kelurahan Romokalisari, Tambak Osowilangun Kecamatan Asemrowo : Kelurahan Tambak Langon, Greges, Kalianak Kecamatan Krembangan : Kelurahan Morokrembangan, Perak Barat Kecamatan Semampir : Kelurahan Ujung Kecamatan Pabean Cantikan : Kelurahan Perak Utara, Perak Timur Keadaan lingkungan di daerah Pantura umumnya memiliki keadaan ombak dan angin lebih kecil daripada di pesisir timur. Pantura merupakan daerah yang didominasi oleh industri terutama industri bongkar muat dan peti kemas dari sepanjang jalan dari Kecamatan Pabean Cantikan hingga Benowo. Kawasan Pantura memiliki Teluk Lamong yang mempengaruhi ekosistem di kawasan tersebut. Kedalaman Perairan Teluk Lamong berkisar 0,2-2 meter, kedalaman alur pelayaran mencapai 12 meter. 68 Keadaan Lingkungan Teluk Lamong adalah sebagai berikut: o Kali Lamong merupakan anak sungai Bengawan Solo o Sungai yang bermuara di Teluk Lamong adalah Sungai Lamong, Sungai Kalianak, Sungai Greges, Sungai Manukan, Sungai Branjangan, dan Sungai Sememi o Lapisan tanah didominasi oleh lanau dan lempung sangat lunak (very soft claily silt) dengan nilai N-SPT antara 0-4. Dibawahnya secara berurutan merupakan lapisan yang sama (lanau berlempung) dengan kondisi kepadatan meningkat secara berurutan mulai dari soft (N=4) hingga hard (N>25). Lapisan tanah relatif lebih keras, merupakan jenis lanau berlempung dengan 29% sand and gravel, terletak mulai dari kedalaman -45.000 meter LWS (Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya, 2010) Pemanfaatan Teluk Lamong hingga saat ini adalah sebagai tempat tujuan penangkapan ikan oleh nelayan tradisional Romokalisari, Gresik, dan wilayah lainnya, serta merupakan daerah Konservasi. Ekosistem mangrove di Kawasan Pantura memiliki keanekaragaman spesies yang hampir sama. Namun demikian, ada beberapa komponen spesies pendukung yang ditemukan di daerah Pantura tetapi tidak ditemukan di daerah Pamurbaya. Komponen spesies penyusun ekosistem mangrove di kawasan ini diantaranya adalah jenis mangrove sejati, seperti Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Avicennia alba, Xylocarpus moluccensis, Sonneratia alba, Bruguiera gymnoriz, Bruguiera palviflora, Ceriops tagal dan Excoecaria agallocha, sedangkan mangrove ikutan jenis Morinda citrifolia dan Sesuvium portulacastrum. Gambar 3.6 Rhizophora mucronata yang Gambar 3.7 Mangrove di Daerah Greges, Kec. Melimpah di Daerah Tambak Wedi, Kec. Asem Rowo Kenjeran 69 Upaya perlindungan dari Dinas-Dinas yang berada di kawasan Surabaya didasarkan pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijabarkan bahwa penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Namun, sampai sekarang belum ditetapkan sebagai daerah konservasi. Fungsi Ekosistem Mangrove Pantura (1) Fungsi Fisik Mangrove Pantura Menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai, mencegah erosi laut, sebagai penangkap zat-zat pencemar dan limbah. Kondisi perakaran tanaman mangrove di Pantai Utara sesuai dengan karakteristiknya, sebagai contoh daerah Greges yang memiliki ketebalan mangrove relatif rendah (2-5 meter) didominasi oleh Rhizophora sebagai penahan gelombang. Gambar 3.8 Perakaran Rhizophora yang Kuat Mampu Menahan Gelombang Air Laut di Greges, Surabaya (2) Fungsi Biologi Mangrove Pantura Berfungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan jenis ikan, udang, serta menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis biota. Kawasan Pantura merupakan daerah tinggi aktivitas manusianya sehingga aktivitas biologi baik flora maupun fauna terbatas pada kawasan mangrove. Terdapat beberapa jenis burung yang bergantung di kawasan mangrove, seperti Famili Ardeidae (cangak dan kuntul), burung kacamata (Zosterops sp.), maupun dari jenis cikakak-sungai (Halcyon chloris) yang 70 umum mendiami daerah perairan. Selain hal tersebut jenis Insecta juga terdapat di kawasan mangrove ini. Gambar 3.9 Insecta (Nephila sp.) yang Berasosiasi dengan Mangrove di Daerah Greges (3) Fungsi Ekonomi, Produksi, dan Edukasi Ekosistem mangrove juga sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk bahan kayu bakar dan perikanan. Masyarakat kawasan Pantura belum banyak memanfaatkan mangrove sebagai bahan industri kecil seperti di kawasan Pamurbaya. Mangrove oleh masyarakat hanya dimanfaatkan sebagai tempat perlindungan tambak. Industri industri seperti peti kemas banyak terdapat dikawasan ini dan dimanfaatkan sebagai bahan untuk studi AMDAL maupun kualitas lingkungan. Pemanfaatan mangrove di kawasan Pantura hanya difokuskan sebagai pelindung pantai dari ancaman gelombang air laut. Petani juga memanfaatkan funsi ekologis mangrove sebagai tempat feeding ground bagi ikan sehingga menanamnya di pinggir tambak. Menurut Dinas Pertanian Kota Surabaya, daerah Pantura akan dimanfaatkan sebagai daerah wisata bahari. Kondisi Ekosistem Mangrove Pantura secara Kualitatif Kondisi mangrove di Pantura menurut survei yang dilakukan terdapat data penutupan < 50%, sehingga mangrove di kawasan Pantura dapat dikategorikan rusak sesuai baku mutu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. 71 3). Ekosistem Sungai Ekosistem sungai juga dapat dibagi berdasarkan urutan kejadian (order). Suatu sungai pada umumnya akan dibentuk oleh beberapa anak sungai yang menyatu membentuk suatu aliran sungai yang besar. Sungai yang tidak memiliki anak sungai disebut sebagai sungai order 1. Apabila sungai order 1 bertemu dan bersatu dengan sungai order 1 lainnya akan membentuk sungai order 2. Selanjutnya bila sungai order dua 2 bertemu sungai order 2 lainnya akan membentuk sungai order 3 dan seterusnya (Barus, 2002). Mulai dari hulu menuju ke arah hilir akan terjadi peningkatan volume aliran air, sedangkan kecepatan arus akan menurun dan semakin lambat pada aliran air yang mendekati hilir. Substrat dasar di daerah hulu umumnya merupakan batubatuan yang mempunyai diameter yang lebih besar dan akan semakin kecil diameternya pada daerah hilir. Di daerah hilir (muara) substrat dasar umumnya berupa partikel halus berupa lumpur (Barus, 2002). Surabaya memiliki kurang lebih 35 sungai yang mengalir dengan tiga sungai besar, yaitu Kali Mas, Kali Jagir, dan Kali Surabaya (luasan dan jenis mengacu pada data bentang alam). Sungai utama yang berada di Kota Surabaya berasal dari Kali Brantas yang mengalir melalui Kota Mojokerto. Di Kota Surabaya Kali Brantas terbagi menjadi dua, yakni Kali Porong dan Kali Surabaya yang dimensinya lebih kecil. Di Wonokromo Kali Surabaya terpecah menjadi dua anak sungai, yaitu Kali Mas dan Kali Wonokromo. Kali Mas mengalir ke arah pantai utara melewati tengah kota, sedangkan Kali Wonokromo ke arah pantai timur dan bermuara ke Selat Madura. Kali Surabaya mengalir dari PDAM Nglirip Mojokerto sampai PDAM Jagir Surabaya, panjangnya 41 km dan berperan penting bagi kehidupan masyarakat khususnya yang tinggal di Kota Surabaya. Kali Jagir merupakan salah satu anak Sungai Brantas yang mengalir di Kota Surabaya, berada di sepanjang Jl. Jagir Wonokromo. 72 Gambar 3.10 Kali Surabaya yang Melintasi Kawasan Wiyung, Surabaya Upaya perlindungan dari daerah sungai besar tersebut yakni telah dibukanya kawasan RTH (Ruang Terbuka Hijau) di beberapa kawasan di sepanjang sungai. Selain hal tersebut, upaya pembersihan sungai telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya seperti Pembersihan Sungai Jagir. Sempadan Kali Wonokromo ditetapkan sebagai jalur hijau dengan lebar sekurang-kurangnya tiga meter pada bagian sungai yang bertanggul dan 15 meter pada sungai yang tidak bertanggul. Sempadan Kali Tempurejo, Kali Dami, Kali Keputih, Kali Wonorejo, Kali Medokan Ayu, Kali Kebon Agung, Kali Perbatasan dengan lebar tiga meter pada sungai bertanggul dan 10 meter pada sungai tidak bertanggul (Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya, 2010). Fungsi Ekosistem Sungai Surabaya 1. Secara Ekologis Secara ekologis sungai memiliki karakter yang menampung biota-biota khas sungai, dimana di dalamnya terdapat interaksi antara biotik dan abiotik, serta terjalinnya rantai makanan. Misalnya dalam Kali Jagir, terdapat berbagai macam sumberdaya, diantaranya ikan air tawar, yang terkenal salah satunya ialah ikan keting dan udang. 2. Secara Ekonomis Sungai di Surabaya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk MCK (Mandi Cuci Kakus) terutama di daerah Kali Mas yang memiliki kualitas air paling bersih dibandingkan dengan yang lain. Selain hal tersebut, Kali Mas yang alirannya melalui taman dijadikan sebagai objek wisata. Kali Surabaya 73 mengalir dari PDAM Nglirip Mojokerto sampai PDAM Jagir Surabaya, panjangnya 41 km dan merupakan pasokan utama sumber air baku PDAM yang melayani lebih dari tiga juta penduduk Surabaya. Tidak hanya itu, Kali Surabaya juga memberikan peranan penting bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, termasuk masyarakat industri yang memanfaatkan air sungai sebagai salah satu komponen dalam proses produksinya. Air dari Kali Jagir juga diolah menjadi Air PDAM dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Surabaya. Pemanfaatan sungai di Surabaya terutama sungai-sungai besar dimanfaatkan sebagai pasokan air PDAM Kota Surabaya, selain hal tersebut juga dimanfaatkan oleh industri yang berada di kawasan sungai sebagai komponen produksinya. Kondisi Ekosistem Sungai secara Kualitatif Mutu kualitas Sungai Kali Mas berdasarkan Lampiran 2 berada pada kualitas II. Sungai lain yang berada di Kawasan Surabaya seperti Sungai Surabaya berada pada kualitas III, Sedangkan sungai-sungai kecil seperti Banyu Urip, Kalibokor, Pegirian, berada pada kualitas III. Mutu Sungai II dan III dapat didefinisikan bahwa air sungai tersebut masih dalam taraf dapat diminum. B. Ekosistem Buatan 1) Ekosistem Tambak Kota Surabaya memiliki dua macam tambak, yaitu tambak garam dan tambak ikan, baik tawar maupun payau. Tambak garam terletak di tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Benowo, Asemrowo, dan Tandes dengan Kelurahan yang mengusahakan tambak garam di enam Kelurahan dengan luas + 2.137,07 Ha. Tambak garam hanya digunakan pada saat musim kemarau, dimana pada musim kemarau proses kristalisasi berlangsung. Sedangkan pada saat musim penghujan akan dimanfaatkan sebagai tambak ikan. Tambak ikan digunakan untuk membudidayakan hewan-hewan air payau (terutama ikan dan udang). Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu ikan bandeng, nila, mujair, patin, bawal, kepiting, udang vannamei, dan udang windu dengan luas sebesar + 4.569 Ha dan kawasan ini terletak di 10 Kecamatan. 74 Gambar 3.11 Tambak Garam di Tambak Gambar 3.12 Tambak Ikan di Tambak Wedi Osowilangun (Bappeko, 2009) (Foto pribadi, 2011) Fungsi Ekosistem Pertambakan (1) Fungsi Tambak Ikan secara Ekologis : o Habitat berbagai jenis hewan dan tumbuhan air Tambak menjadi tempat hidup (habitat) yang mampu mendukung pertumbuhan ikan, udang, dan hewan payau budidaya lainnya. Tambak juga berfungsi sebagai wadah penumbuh makanan alami (seperti plankton dan klekap) bagi hewan budidaya. Selain itu tambak dijadikan sebagai tempat singgah dan mencari makan burung-burung air, contohnya Numenius phaeophus, Charadriidae, dan Phalacrocoridae. Gambar 3.13 Tambak sebagai Tempat Mencari Makan bagi Numenius phaeophus (Foto Aditya, 2010) Pembangunan tambak yang digabungkan dengan hutan mangrove (sistem silvofishery), secara ekologis sangat menguntungkan karena dapat menjamin kelangsungan hidup hewan budidaya, ketersediaan benih alami, dan kelangsungan hidupan liar lainnya seperti ikan, udang, kepiting, burung air, mamalia, dan reptilia. 75 Gambar 3.14 Tambak Ikan yang Digabung dengan Hutan Mangrove di Tambak Wedi (Foto pribadi, 2011) o Sumber Plasma Nutfah Pembangunan tambak di wilayah estuari menyebabkan terperangkapnya berbagai jenis hewan air liar yang menjadi sumber plasma nutfah untuk meningkatkan hasil perikanan. Keberadaan plasma nutfah dan benih tersebut akan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas tambak (Puspita dkk, 2005). (2) Fungsi Tambak Ikan secara Ekonomis : o Menghasilkan berbagai sumber daya alam bernilai ekonomis Tambak merupakan lahan budidaya perikanan yang dibangun untuk meningkatkan produksi perikanan laut. Tambak menghasilkan berbagai sumber daya alam perikanan khas pesisir berupa ikan dan hewan air lain seperti ikan bandeng, nila, mujair, patin, bawal, kepiting, udang vannamei, dan udang windu. Hewan air budidaya ini diproduksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein masyarakat. o Meningkatkan perekonomian masyarakat Kegiatan pertambakan merupakan usaha budidaya perikanan yang menjadi sumber mata pencaharian dan pendapatan bagi masyarakat pesisir. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi dari ikan hasil tambak menurut jenisnya pada tahun 2010 bernilai untuk ikan bandeng sebanyak 6.433,97 ton senilai Rp 94.769.212, udang windu 442,99 ton senilai Rp 20.905.426, udang vannamei 1.325,33 ton senilai Rp 50.939.864, dan udang putih 434 ton senilai Rp 11.181.367. Dengan adanya tambak di Surabaya ini dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 556 76 orang sebagai pemilik dan 335 orang sebagai penunggu tambak (Pandega) (Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2010). (3) Fungsi Tambak Garam secara Ekologis: Fungsi utama ladang garam adalah untuk memproduksi garam bagi kebutuhan masyarakat. Pada ladang garam hidup berbagai jenis mikroorganisme. Keberadaan mikroorganisme ini mempengaruhi warna ladang garam (Puspita dkk, 2005). Selain mikroorganisme, pada ladang garam juga dapat dijumpai beberapa jenis burung seperti kuntul (Ardeidae), kokokan laut (Butorides striatus), dan lain-lain. (4) Fungsi Tambak Garam secara Ekonomis : Tambak garam ini dapat menambah penghasilan penduduk. Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner di daerah Tambak Osowilangun pada tahun 2011, hasil tambak garam ini biasanya dijual ke perusahaan pembuat garam dengan harga Rp 1000,00 per Kg dan dalam satu petak tambak dapat menghasilkan 150-200 karung, @ karung berisi 45 kg. 2). Ekosistem Pertanian Lahan pertanian di Surabaya terdiri dari areal persawahan dan ladang. Wilayah persawahan di Kota Surabaya ini tersebar di 17 Kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan Benowo, Bulak, Gayungan, Gunung Anyar, Jambangan, Karang Pilang, Kenjeran, Lakarsantri, Mulyorejo, Pakal, Rungkut, Sambikerep, Sukolilo, Sukomanunggal, Tandes, Wiyung, dan Wonocolo. Luas persawahan di Surabaya sebesar 1741 Ha. Kepemilikan lahan persawahan di Surabaya ini sebagian besar sudah menjadi milik pengembang, sedangkan daerah pertanian yang masih milik pribadi sebagian besar terletak di Kecamatan Lakarsantri. Berdasarkan data luasan lahan yang ada di Lampiran 4 tentang luas persawahan menunjukkan bahwa lahan persawahan yang terluas terletak di Kecamatan Lakarsantri yaitu sebesar 488 Ha. 77 Gambar 3.15 Ladang/Tegal di Kec. Pakal Gambar 3.16 Sawah di Kec. Benowo Dalam satu tahun dilakukan tiga kali penanaman. Pada penanaman pertama ditanami padi, kemudian ditanami jagung, dan penanaman yang ketiga ditanami padi. Jenis padi yang ditanam di Surabaya yaitu varietas IR 64, Ciherang, Situ Bagendit, IR 66, Membramo, dan Hibrida SL-8. Selain padi juga dapat ditanami jagung, cabe, semangka, blewah, dan jenis sayuran. Sistem penanaman yang dilakukan para petani di Surabaya ada tiga macam, yaitu monokultur, tumpangsari, dan minapadi. Gambar 3.17 Monokultur Sistem Gambar Minapadi 3.18 Sistem Gambar 3.19 Tumpangsari Sistem Fungsi Ekosistem Pertanian secara Ekologis : o Habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan Sawah merupakan ekosistem perairan tergenang yang menjadi habitat hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan air lainnya, seperti ikan, siput, burung, serangga, amfibi, kangkung, enceng gondok, dan lain-lain. Hewanhewan yang hidup di sawah tersebut, ada yang menghabiskan seluruh/sebagian besar hidupnya di sawah dan ada juga yang hanya singgah sebentar di sawah hanya untuk mencari makan. Hewan dan tumbuhan air 78 yang hidup di sawah juga ada yang bernilai ekonomis dan ada pula yang bersifat merugikan. o Pengendap lumpur dan zat hara yang terbawa air Sawah yang hampir selalu dialiri dan digenangi air, berfungsi sebagai pengendap partikel lumpur yang terbawa oleh air. Lumpur ini mengandung berbagai unsur hara yang dapat menyuburkan tanah, sehingga berfungsi sebagai pupuk bagi tanaman padi. Berkaitan dengan fungsi ini, sawah juga digunakan untuk mendaur ulang limbah organik (Puspita dkk, 2005). o Sumber plasma nutfah Padi merupakan salah satu tanaman yang dapat dikembangkan untuk menciptakan jenis baru yang lebih unggul, baik dari segi produktivitas, kecepatan pertumbuhan, rasa, maupun ketahanan terhadap penyakit. Dalam hal rekayasa genetik, tanaman padi mengalami perkembangan jauh lebih pesat dibandingkan tanaman lainnya. Hal ini terutama karena padi memiliki gen-gen yang relatif kecil (hanya sepersepuluh ukuran gen jagung). Perekayasaan genetik untuk pengembangan varietas padi unggul dilakukan untuk mengimbangi meningkatnya kebutuhan akan beras, namun pengembangan varietas padi unggul ini akan menekan keberadaan varietas padi lokal sehingga varietas padi lokal terancam punah (Puspita dkk, 2005). Fungsi Ekosistem Pertanian secara Ekonomis : o Lahan persawahan ini merupakan mata pencaharian masyarakat o Sebagai sumber bahan pokok bagi masyarakat 3) Ekosistem Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. RTH Kota Surabaya terdiri dari mangrove, makam, lapangan, pertanian, hutan kota, sempadan sungai, waduk, telaga, jalur hijau, taman, buffer zone kawasan industri, dan sekitar jalan tol. RTH yang tersedia di Surabaya telah tersebar di 79 beberapa kawasan. Total kawasan RTH yang terdapat di Kota Surabaya sebesar 6.875 Ha dengan prosentase 20,84%. RTH sendiri memiliki tipologi, yakni RTH Publik dan RTH Privat. RTH Publik adalah RTH yang dapat diakses langsung oleh publik baik yang dikelola Pemerintah maupun swasta. Sedangkan RTH Privat adalah ruang terbuka yang berada pada kavling-kavling individu yang dikelola dan hanya diakses oleh pemilik. Adapun jumlah luasan dan rincian RTH yang terdapat dalam Kota Surabaya juga telah tersaji sebelumnya dalam Bab 3.1 Tata Ruang. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau : RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. Fungsi RTH yang ada di Surabaya ini telah disesuaikan dengan Arahan Pemantapan Ruang Terbuka Hijau sesuai Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 3 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya. Contohnya seperti taman rekreasi yang ada di Taman Pantai Kenjeran, Taman Remaja/THR dan Jurang Kuping (Lampiran 5). Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati. 80 Gambar 3.20 RTH Taman Prestasi 4) Ekosistem Kolam Penampung Air (Boezem) Kota Surabaya memiliki suatu sistem kolam penampung air yang memiliki fungsi sama dengan waduk yaitu Boezem. Boezem ini diantaranya Boezem Morokrembangan, Kalidami, Bratang, Rungkut Industri, Wonorejo, Kedurus, dan Jurang Kuping. Ekosistem boezem dibangun dikarenakan Surabaya merupakan kota yang rawan banjir dengan kurangnya daerah resapan yang berkurang. Hal ini disebabkan pembangunan di Kota Surabaya yang berkembang dengan pesat. Secara umum boezem dibangun tanpa memotong sungai. Secara umum boezem ini biasanya oleh masyarakat dimanfaatkan untuk pengendali dan penyimpan air. Selain fungsi tersebut masyarakat juga memanfaatkan sebagai budidaya ikan dan pengairan sawah. Berikut adalah luasan boezem yang ada di Surabaya : Tabel 3.9 Daftar Nama Waduk di Surabaya No. Nama Waduk Luas (Ha) 1. Bozem Morokrembangan 79,57 2. Bozem Kedurus 37 3. Bozem Bratang 1,49 4. Bozem Kali Dami 2,7 5. Bozem Jurang Kuping 3,7 6. Bozem Wonorejo 8,5 (Sumber : Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya, 2010) 81 Fungsi Ekosistem Boezem secara Ekologis : o Menampung air, mencegah bencana banjir, dan menanggulangi kekeringan Waduk/boezem (khususnya bendungan) berfungsi untuk menampung air, baik yang berasal dari aliran sungai maupun limpasan air hujan. Air ini dimanfaatkan untuk keperluan irigasi sawah dan kolam. Waduk juga berfungsi untuk mengatur sistem hidrologi, yaitu dengan menyeimbangkan aliran air antara hulu dan hilir sungai, serta memasok air ke kantung-kantung air lain seperti ekuifer (air tanah), sungai, dan persawahan. Dengan demikian waduk dapat mengendalikan dan meredam banjir pada musim hujan, serta menyimpannya sebagai cadangan pada musim kemarau untuk menghindari kekeringan. o Habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan Ekosistem waduk merupakan habitat bagi berbagai jenis sumberdaya hayati. Berbagai jenis Pisces, tumbuhan air, plankton, burung air, Mamalia, Reptilia, Insecta, dan Amphibi hidup, dan berkembang biak, serta mencari makan di ekosistem waduk. Contoh tumbuhan yang biasanya hidup antara lain enceng gondok, pistia, kangkung, sedangkan hewan yang biasanya hidup antara lain adalah ikan mujair, sepat, kutuk, kodok, ular, dan lain-lain. Fungsi Ekosistem Waduk secara Ekonomis : o Menghasilkan berbagai jenis sumberdaya hayati bernilai ekonomis Waduk di Kota Surabaya ini sebagian besar dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Jenis hewan yang umum dibudidayakan di waduk adalah ikan. Ikan-ikan ini biasa dibudidayakan dalam Karamba Jaring Apung (KJA). Jenis-jenis ikan yang biasa dipelihara di KJA adalah ikan mas (Cyprinuscarpio), nila (Oreochromis niloticus), pangasius), dan gurami (Osphronemus gouramy). 82 jambal (Pangasius Gambar 3.21 Budidaya Ikan dengan Sistem KJA di Boezem Kedurus Kecamatan Karang Pilang o Menampung air irigasi Salah satu fungsi utama waduk adalah untuk mengairi persawahan. Selain itu air dalam waduk juga dapat digunakan untuk mengairi kolam ikan. C. Ancaman Ekosistem di Surabaya Ekosistem di Surabaya, baik alami maupun buatan memiliki hubungan yang saling terkait dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Ekosistem alami akan mempengaruhi ekosistem buatan begitu pula sebaliknya. Hubungan ini menjadi hubungan timbal balik. Ekosistem Laut Wilayah laut di Surabaya sebagai suatu ekosistem alami yang dominan memiliki ancaman-ancaman yang dapat mengganggu ekosistemnya maupun eksosistem lainnya. Ancaman tersebut dapat berupa aktivitas tinggi manusia di kawasan laut terutama daerah pelabuhan dan area transportasi laut (zona I dan II). Selain itu pada zona III dan IV, dengan adanya aktivitas manusia sebagai daerah wisata dapat mempengaruhi ekosistem laut, terutama sampah pariwisata maupun pergerakan manusia yang berlebih dapat mengganggu aktivitas flora dan fauna di laut. Penangkapan yang tidak menggunakan alat yang aman juga dapat mengganggu stabilitas tangkapan ikan dan jenis ikan yang terjaring. Gangguan pada ekosistem laut dapat mempengaruhi daerah pesisir maupun daratan. 83 Ekosistem Pesisir Ekosistem pesisir di Surabaya terutama mangrove memiliki ancaman yang lebih tinggi diantaranya alih fungsi lahan, penebangan liar, pencemaran dan sedimentasi yang menambah jumlah tanah oloran. Dampak yang akan muncul bila terjadi konversi ekosistem mangrove menjadi lahan pertanian, perikanan yang tidak terkendali diantaranya : 1. Mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan (rawa) mangrove sebagai nursery ground. Hal ini akan berpengaruh terhadap nelayan di sekitar Gunung Anyar hingga Keputih yang banyak menggantungkan hidupnya dengan mencari ikan. 2. Erosi dan abrasi garis sepadan pantai atau sepadan sungai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove. Hal ini dapat terlihat pada bagian sisi depan daerah Wonorejo dan Medokan Ayu yang ketebalan mangrovenya relatif rendah (bagian muara Jagir). 3. Volume sampah yang tidak terkendali masuk ke kawasan mangrove, berkontribusi terhadap rusaknya ekosistem mangrove di Pamurbaya. Sampah dari daerah hulu dialirkan oleh sungai besar dan kecil yang masuk bermuara ke laut lepas menyangkut pada akar-akar tanaman mangrove. Sampah padat terutama plastik yang sulit terurai menutupi lubang akar napas sehingga tanaman mangrove mengalami kematian. 4. Pencemaran yang terjadi di kawasan Pamurbaya, antara lain dialirkan melalui Kali Dami, Kali Wonokromo, Kali Kenjeran, Kali Kepiting, Kali Keputih dan Kali Perbatasan yang membawa logam berat, limbah domestik dan sampah. Pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah pesisir Pamurbaya disebabkan oleh limbah cair, sampah, logam berat. Meskipun data lapangan menunjukkan bahwa kualitas air di wilayah Surabaya Timur masih termasuk golongan “C”, namun limbah logam berat yang berasal dari industri-industri merupakan potensi pencemar berat yang dapat terus terakumulasi di muara sungai (Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya, 2010). 84 Ekosistem Sungai Ancaman paling besar ekosistem sungai adalah pencemaran sungai. Sungai di Surabaya tercemar akibat aktivitas manusia yang tinggi di sekitar sungai. Misalnya adalah pemukiman di daerah sungai, pembuangan sampah di sungai, dan limbah pabrik. Dampak dari ancaman di atas adalah terjadinya pencemaran sungai. Fungsi sungai akan berubah sehingga secara langsung dapat mempengaruhi biota di dalam sungai. Hal tersebut akan berimbas ke aliran materi yang akan mempengaruhi tingkat kualitas dan hasil dari sungai. Ekosistem Tambak Ancaman yang dapat terjadi pada ekosistem tambak antara lain sebagai berikut : a. Terjadinya alih fungsi lahan Terjadinya alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan bangunan lainnya, ini terjadi di beberapa daerah seperti yang terdapat pada Lampiran 3 yaitu di Kecamatan Asem Rowo, Mulyorejo, dan Krembangan. Dengan adanya alih fungsi lahan akan mengurangi habitat jenis hewan-hewan dan tumbuhan yang biasanya hidup atau singgah di tambak, selain itu juga dapat menyebabkan petani tambak atau pandega kehilangan pekerjaan sehingga angka pengangguran meningkatkan pengangguran. b. Serangan hama penyakit Hama penyakit yang biasanya menyerang ikan-ikan di tambak antara lain jenis bakteri, parasit dan jamur.Serangan hama penyakit dan bencana banjir dapat mengakibatkan produksi perikanan menurun dan dapat juga terjadi kegagalan panen. c. Bencana alam Bencana alam yang biasanya terjadi di Surabaya adalah banjir yang biasanya terjadi di daerah Benowo. Banjir ini dapat mengakibatkan terjadinya gagal panen atau penurunan hasil panen. d. Kurangnya pengetahuan tentang cara pembudidayaan Kurangnya pengetahuan akan mengakibatkan penurunan hasil dan kualitas tambak, misalnya kurangnya pengetahuan pengelolaan 85 tanah mengakibatkan kegagalan panen, hal ini terjadi di daerah Wonorejo. Ekosistem Pertanian Ancaman yang terjadi adalah terjadinya alih fungsi lahan, terserang hama penyakit, bencana alam, dan penggunaan pestisida yang berlebihan. Berdasarkan data yang terdapat pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa luas lahan pertanian yang meliputi lahan sawah, ladang dan pekarangan pada tahun 2008-2009 sekitar 27.582 Ha (Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2010), sedangkan pada tahun 2010 luasnya sekitar 18.779 Ha (Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2011). Hal ini menunjukkan adanya pengurangan luas lahan yang disebabkan adanya alih fungsi lahan menjadi perumahan, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Dampak yang ditimbulkan akibat adanya alih fungsi lahan akan mengurangi habitat jenis hewan-hewan dan tumbuhan yang biasanya hidup di sawah dan daerah resapan air hujan berkurang sehingga Kota Surabaya rentan terjadi banjir. Dinas Pertanian Kota Surabaya telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi ancaman tersebut, diantaranya adalah : 1. Pemberikan sumbangan bibit secara gratis. Bibit yang diberikan diantaranya adalah padi, sawi, cabe, terong, dan lain-lain. 2. Penempatan tim penyuluh di tiap-tiap kecamatan untuk membantu dan memberikan penyuluhan dalam hal bercocok tanam serta melakukan pengontrolan terhadap hasil panen di tiap-tiap kecamatan. Ekosistem Ruang Terbuka Hijau Ancaman yang berpengaruh terhadap kelestarian Ekosistem Ruang Terbuka Hijau (RTH) diantaranya adalah adanya aktivitas yang tinggi pada lingkungan RTH sehingga kemungkinan dapat mengganggu ekosistem baik flora maupun fauna asosiasinya. Ekosistem Kolam Penampung Air (Boezem) Ancaman yang dapat berpengaruh terhadap kelestarian Ekosistem Boezem adalah tingkat pencemaran pada daerah boezem serta aktivitas manusia yang tinggi di daerah boezem. 86 D. Upaya Perlindungan dan Pelestarian Ekosistem Surabaya Berikut ini adalah upaya perlindungan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan adanya berbagai ancaman dan dampak yang nantinya akan timbul pada ekosistem di Surabaya : 1. Penetapan daerah konservasi di Surabaya sebagai daerah lindung yang dijaga kelestariannya dan segala yang terdapat didalamnya baik flora, fauna maupun komponen ekosistem yang lain. Wilayah tersebut adalah Pantai Timur Surabaya dan wilayah konservasi satwa dan flora seperti taman-taman dan Kebun Binatang Surabaya 2. Penetapan kanan-kiri sungai sebagai Jalur Hijau sehingga dapat mengurangi pemanfaatan kanan-kiri sungai menjadi permukiman dan pembuangan sampah 3. Bidang perikanan : upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya antara lain sebagai berikut : a. Pemberian bantuan benih ikan yang berkualitas b. Melakukan pengontrolan terhadap hasil tambak c. Melakukan pembasmian hama penyakit dengan melakukan vaksinasi dan pengobatan seperti inrofloxs-12 merupakan obat pembasmi bakteri d. Melakukan pembinaan mutu hasil perikanan, yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat akan pentingnya mutu dan keamanan hasil perikanan yang layak untuk dikonsumsi e. Melakukan pelatihan budidaya udang vannamei untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembudidaya tambak terkait dengan teknologi yang berhasil guna untuk peningkatan hasil perikanan. 4. Bidang pertanian : upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Pertanian antara lain sebagai berikut: a. Pemberikan sumbangan bibit secara gratis. Bibit-bibit yang diberikan yaitu padi, sawi, cabe, terong, dan lain-lain. b. Penempatan tim penyuluh di tiap-tiap kecamatan untuk membantu dan memberikan penyuluhan dalam hal bercocok tanam serta melakukan pengontrolan terhadap hasil panen di tiap-tiap Kecamatan. . 87