Kajian Histopatologi Efek Imunomodulator Dari

advertisement
HASIL DAN PEMBAaASAN
Perubahan Histopatologi pada Organ Timus
Hasil pengukuran ketebalan korteks dan medula timus pada tiap perlakuan
disajikan dalam bentuk diagram batang (Gambar ll), dan hasil uji statistiknya
ditunjukkan pada Tabel 5.
1
Ketebalan Korteks dan Medula
s korteks
rnedula
Kontrol
SOP
Daun kering
perlakuan
Gambar 11 Diagram Perbandimgan Ketebalan Korteks dan Medula.
Tabel 5 Perbandingan Ketebalan Koneks d m Medula
Perlakuan
Ketebalon Koneks (ltm)
Kontrol
SODdaun Torbangun 5%
Daun Torbangun kering 5%
-
13.21h4.55a
12.59*4.55=
14.39*5.503
Ketebalan Medula (pm)
51.45h59.7Sa
80.65h66.46"
66.70~66.46"
Keterangan : Iluruf superscript yang berbeda pada kolorn yang s m a rnenunjukkan perbedaan yang
Dalam diagram batang di atas baik perbandingan ketebalan korteks
maupun medula terlihat perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok yang
diberi perlakuan. Dalam kelompok yang diberi perlakuan sop daun Torbangun 5%
mengalami penurunan ketebalan korteks dan peningkatan ketebalan medula bila
dibdmgkan dengan kontrol. Sebaliknya, kelornpok yang diberi perlakuan daun
Torbangun kering 5% mengalami peningkatan ketebalan baik pada korteks
maupun medula. Namun setelah diuji secara statistik, dapat dilihat dari tabel di
atas bahwa dari ketiga kelompok baik kontrol, sop dam Torbangun 5% rnaupun
dam Torbangun kering 5% menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata
(P>0.05).
Menurut Searcy (1995), timus adalah organ limfoepitelial yang paling
penting dalam perkembangan dan fimgsi dari sistem imun, terutama pada bagian
korteksnya. Karena menurut Sarnuelson (2007), timosit yang berasal dari sumsum
tulang menjadi immunocompetent, yaitu mampu menyusun respon imun di dalam
korteks. Dari hasil tersebut, mengindikasikan bahwa t h u s mencit yang diberi
daun Torbangun kering 5% memiliki kecenderungan terjadi hiperplasia.
Hiperplasia adalah peningkatan ukuran dan kepadatan sel (Cheville 2006).
Menurut Jubb et a1 (1993), hiperplasia timus pada hewan dewasa biasanya
terpusat pada korteks.
Selanjutnya hasil penghitungan jumlah sel timosit pada tiap perlakuan
disajikan dalam bentuk diagram batang (Gambar 12), dan hasil uji statistiknya
ditunjukkan pada Tabel 6.
Jumlah Sel Timosit per 1000 vm2
Luas Korteks
.-
Kontrol
SOP
Daun kering
perlakuan
Gambar 12 Diagram Perbandingan Jumlah Sel Timosit Korteks.
Tabel 6 Perbandingan Jumlah Sel Timosit
Perlakuan
Kontrol
SODdaun Torbanmn 5%
Daun Torbangun krring 5%
.,
Jumlah Sel Timosit per 100OPm2
10336.88*885.OOc
9450.35*833.94~
7872,34*75 1 .14a
Ketenngan : Huruf superscript
yang.berbeda pnda kolom yang snma menuniukkan perbedaan yang
. .
nyata ( ~ 2 0 . 0 ~ )
Dalam diagram batang di atas dapat dilihat bahwa kelompok yang diberi
perlakuan baik sop daun Torbangun 5% maupun dam Torbangun kering 5%
mengalami penurunan jumlah sel tunosit bila dibandingkan dengan kontrol.
Keseimbangan dari produksi dan distribusi sel timosit sangat penting dalam
homeostasis imun. Penurunan jumlah timosit pada korteks kemungkinan terjadi
karena adanya gertakan dari antigen. Antigen pertama kali masuk melewati epitel,
masuk ke aliran limfatik, mengalir ke kelenjar
getah bening regional dan
bersirkulasi dalam peredaran darah (Cheville 2006). Apabila ada rangsangan
antigen, sel timosit yang teraktivasi berpindah dari korteks ke jalur medula lalu
keluar ke peredaran darah melalui saluran limfe eferen (Searcy 1995).
Dari tabel di atas dapat dilihat baliwa jlunlah sel timosit pada kelompok
perlakuan baik sop dam Torbangun 5% maupun daun Torbangun kering 5%
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kelo~npokkontrol (W0.05). Rataan
jumlah sel timosit kelompok sop lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0,05)
dibandingkan dengan kelompok d a m kering. Dengan demikian, timus yang diberi
perlakuan dalam kondisi reaktif. Pemberian daun Torbangun kering menimbulkan
kondisi yang lebih reaktif daripada dalam bentuk sop. Pada pembuatan sop
diberikan penambahan-penambahan bahan lain, seperti bumbu-bumbu dan
antioksidan BHT (Butil Hidroksi Toluen) yang mungkin dapat menetralkan
khasiat dari daun Torbangun. Selain itu proses pemasakan menjadi sop
kemungkinan juga dapat menghilangkan bahan aktif yang terkandung dalam daun
Torbangun. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa pemberian dam Torbangun
dalam bentuk sop dan daun kering dapat menyebabkan dilepaskannya sel timosit
ke peredaran darah. Dengan demikian, walaupun timus dari kedua perlakuan tidak
mengalami hiperplasia namun dalam kondisi yang reaktif.
Perubahan Histopatologi pada Organ Lirnpa
Menurut Martini (1992), fungsi limpa ada dua, yaitu memfagositosis
komponen darah yang abnormal dan menginisiasi respon imun melalui sel B dan
sel T. Berikut disajikan hasil penghitungan jumlah folikel pada tiap perlakuan
dalam bentuk diagram batang (Gambar 13), dan hasil uji statistiknya ditunjukkan
pada Tabel 7.
Jumlah Folikel Limpa per 1000
pm2Satuan Luas
-E
.-a
Kontrol
SOP
Daun kering
perlakuan
Gambar 13 Diagram Perbandingan Jumlah Folikel Limpa.
Tabel 7 Perbandingan Jumlah Folikel Limpa.
Perlakuan
Jumlah Folike1/1000~m~
Kontrol
1.18*0.25"
Sop dam Torbangun 5%
1.037*0.28'
Daun Torbangun kering 5%
0.89*0.23"
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0.05)
Daliun diagram batang di atas dapat dilihat bahwa kelompok yang diberi
perlakuan baik sop daun Torbangun 5% maupun dam Torbangun kering 5%
mengalami p e n m a n jumlah folikel bila dibandingkan dengan kontrol. Namun
setelah diuji secara statistik, dapat dilihat dari tabel di atas bahwa dari ketiga
kelompok baik kontrol, sop dam Torbangun 5% maupun daun Torbangun kering
5% menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (PB0.05). P e n m a n jumlah
folikel kemungkiian dapat terjadi karena adanya peningkatan diameter dari folikel
tersebut, sehingga beberapa folikel bergabung menjadi satu.
Selanjutnya hasil pengukuran diameter folikel limfoid pada tiap perlakuan
disajikan dalam bentuk diagram batang (Gambar 14), dan hasil uji statistiknya
ditunjukkan pada Tabel 8.
-
.---
Diameter Folikel Limpa
Kontrol
SOP
Daun kering
perlakuan
Gambar 14 Diagram Perbandingan Diameter Folikel Limpa.
Tabel 8 Perbandingan Diameter Folikel Limpa
Sop daun Torbangun 5%
Daun Torbangun kering 5%
13.93i3.3sb
14.84k4.93~
Ketenngan :Hwuf superscript yang berbeda pada kolom yang sanla menunjukkan perbedaau yang
nyata (P<0.05)
Dalam diagram batang di atas dapat diliiat bahwa kelompok yang diberi
perlakuan baik sop dam Torbangun 5% maupun daun Torbangun kering 5%
mengalami peningkatan diameter folikel bila dibandingkan dengan kontrol. Dari
tabel dapat dilihat bahwa diameter folikel pada kelompok perlakuan baik sop dam
Torbangun 5% maupun dam Torbangun kering 5% menunjukkan perbedaan yang
nyata terhadap kelompok kontrol (P<0.05). Akan tetapi antar perlakuan yaitu sop
dam Torbangum 5% dan daun Torbangum kering 5% tidak berbeda nyata
(Pz0.05). Menurut Tizard (2004), apabila ada antigen yang masuk, pusat
germinativum akan mengalami hiperplasia yang akan menyebabkan diameter
folikel meningkat. Pemberian daun Torbangun dalam bentuk sop dan daun kering
dapat menginduksi terjadinya hiperplasia folikel.
Menurut Jubb et al. (1993), pusat germinativum dari limpa memegang
peranan penting dalam respon humoral, yaitu dengan produksi antibodi dan
menentukan kelanjutan sel-B memori ke organ limfoid perifer. Berikut disajikan
hasil penghitungan jumlah sel limfoid pada tiap perlakuan dalam bentuk diagram
batang (Gambar 15), dan hasil uji statistiknya ditunjukkan pada tabel 9.
Jumlah Sel Limfoid Limpa per
1000 vm2 satuan luas
Kontrol
SOP
Daun kering
perlakuan
Gambar 15 Diagram Perbandingan Jumlah Sel L i o i d Limpa.
Tabel 9 Perbandingan Jumlah Sel Limfoid Limpa
Perlakuan
Kontrol
SODdaun Torbangun
- 5%
Daun Torbangon kcring 5%
Jumlah Sei Limfoid per 1 0 0 0 ~ m ~
11493.79i1533.97~
9847.81i1724.59a
10534.87~1373.66'
Keterangan : Humf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pcrbedmn yang
nyata (P<o.o~)
Dalam diagram batang di atas dapat dilihat bahwa kelompok yang diberi
perlakuan baik sop daun Torbangun 5% maupun dam Torbangun kering 5%
mengalami p e n m a n jumlah sel limfoid bila dibandingkan dengan kontrol. Dari
tabel dapat dilihat bahwa jumlah sel limfoid pada kelompok perlakuan baik sop
dam Torbangun 5% maupun dam Torbangun kering 5% menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap kelompok kontrol (W0.05). Akan tetapi antar perlakuan yaitu
sop daun Torbangun 5% dan daun Torbangun kering 5% tidak berbeda nyata
(E-0.05). Penurunan jumlah limfosit terjadi karena adanya rangsangan antigen.
Menurut Hartono (1989), bila ada antigen, limfosit berdiferensiasi menjadi sel
plasma. Selain itn, limfosit dapat pula dilepas menjadi penghasil antibodi pada
korteks dan menjadi sel memori dalam aliran darah perifer. Dalam penelitian ini
dapat diliiat bahwa pemberian dam Torbangun dalam bentuk sop maupun dam
kering menyebabkan dilepaskannya sel limfosit ke sirkulasi darah. Dengan
demikian secara kuantitatif dan uji statistik, pemberian daun Torbangun dalam
bentuk sop clan daun kering dapat menginduksi folikel limfoid limpa mengalami
hiperplasia dan dalam kondisi reaktif.
Perubahan Histopatologi pada Organ Limfonodus
Hasil penghitungan jumlah folikel pada tiap perlakuan disajikan dalan
bentuk diagram batang (Gambar 16), dan hasil uji statistiknya ditunjukkan pada
Tabel 10.
Jumlah Folikel Limfonodus
per1000 vmZ Satuan Luas
.3
Kontrol
Daun kering
SOP
perlakuan
Gambar 16 Diagram Perbandingan Jumlah Folikel Limfonodus.
Tabel 10 Perbandigan Jumlah Folikel L i o n o d u s
Perlakuan
Kontrol
Son daun Torbanrmn 5%
Daun Torbangun kering 5%
Keterangan :Hasil tidak dapat diuji secara statistik.
-
Ju~nlahFolike1/1000prn'
2.90
1.24
1.12
Dalam diagram batang di atas dapat dilihat bahwa kelompok yang diberi
perlakuan baik sop dam Torbangun 5% maupun dam Torbangun kering 5%
mengalami p e n m a n jurnlah folikel bila dibandingkan dengan kontrol. Namun
data yang ada tidak memiliki pembanding sehingga tidak dapat diuji secara
statistik. Hal ini terjadi karena kesulitan pengambilan organ limfonodus yang
berukwan sangat kecil pada hewan mencit, sehingga tejadi pengeliruan dengan
organ tubuh serupa limfonodus. Menurut Searcy (1995), limfonodus berperan
penting dalam pertahanan tubuh dan fungsi imun. Limfonodus bisa mengalami
atropi maupun hipertropi, atau bisa juga menjadi tempat dari inflamasi lokal
maupun mum. Penyakit inflamasi selalu berhubungan dengan perubahan pada
aliran limfatik dan daerah di sekitar limfonodus (Cheville 2006).
Hasil pengukuran diameter folikel limfoid pada tiap perlakuan disajikan
dalam bentuk diagram batang (Gambar 17), dan hasil uji statistiknya ditunjukkan
pada Tabel 11.
Diameter Folikel Limfonodus
Kontrol
SOP
Daun kering
perlakuan
Ganibar 17 Diagram Perbandingan Diameter Folikel Limfonodus.
Tabel 11 Perbandingan Diameter Folikel Limfonodus
Perlakuan
Diameter Folikel (pm)
Kontrol
9.93*1.93"
Sop daun Torbangun 5%
9.07*3.79"
Daun Torbangun kering 5%
14.88~5.84~
Keterangan :Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukknn perbedaan yang
nyata (Pi0.05)
Dalam diagram batang di atas dapat dilihat bahwa kelompok yang diberi
perlakuan sop daun Torbangun 5% mengalami p e n m a n diameter folikel,
sedangkan kelompok yang diberi perlakuan daun Torbangun kering 5%
mengalami peningkatan diameter folikel bila dibandingkan dengan kontrol. Dari
tabel dapat dilihat bahwa diameter folikel pada kelompok perlakuan sop dam
Torbangun 5% tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan konrol @>0.05).
Sedangkan kelompok perlakuan daun Torbangun kering 5%
menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap kelompok kontrol (P<0.05). Menurut Jones et al.
(2006), stimulasi antigen bisa menyebabkan hiperplasia reaktif yang dicirikan
dengan pembesaran folikel limfoid. Umumnya, pada kondisi sistem imun yang
aktif akan terjadi peningkatan dari plasma sel. Pemberian daun Torbangun dalam
bentuk dam kering dapat mengaktifkan sistem imun, sedangkan dalam bentuk sop
tidak reaktif. Hal ini mungkin disebabkan adanya bahan yang terkandung dalam
daun Torbangun hilang setelah proses pemanasan menjadi sop.
Hasil penghitungan jumlah sel limfoid pada tiap perlakuan disajikan dalam
bentuk diagram batang (Gambar IS), dan hasil uji statistiknya ditunjukkan pada
Tabel 12.
Jumlah Sel Limfoid Limfonodus
per 1000 pm2satuan luas
Kontrol
SOP
Daun kering
perlakuan
Gambar 18 Diagram Perbandingan Jumlah Sel Limfoid Limfonodus.
Tabel 12 Perbandingan Jumlah Sel Limfoid Lifonodus
Perlakuan
Jumlah Sel Limfoid per 1 0 0 0 ~ m ~
Kontrol
10611.7~1391.75~
Sop daun Torbangun 5%
8324.47h1379.23"
Daun Torbangun kering 5%
9348.4W1591.83"
Keterangan :Huuf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0.05)
Dalam diagram batang di atas dapat dilihat bahwa kelompok yang diberi
perlakuan baik sop d a m Torbangun 5% maupun dam Torbangun kering 5%
mengalami p e n m a n jumlah sel limfoid bila dibandingkan dengan kontrol. Dari
tabel dapat dilihat bahwa jumlah sel limfoid pada kelompok perlakuan baik sop
daun Torbangun 5% maupun dam Torbangun kering 5% menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap kelompok kontrol (P<0.05). Akan tetapi antar perlakuan yaitu
sop daun Torbangun 5% dan daun Torbangun kering 5% tidak berbeda nyata
(P>0.05).
Pada kejadian limfadenitis akut terjadi hiperplasia folikel limfoid terutama
pada pusat ge~minativumdan terjadi aliran limfosit ke pembuluh darah perifer
(Jones et al. 2006). Menurut Searcy (1995), keberhasilan pertemuan antara
limfosit dan antigen dibantu oleh antigen-presenting cells yang menampakkan
antigen dengan imunogenitas yang tinggi. Limfonodus mengerahkan limfosit
muda folikel limfoid untuk menjadi limfosit di peredaran darah untuk melakukan
fungsinya mendeteksi antigen. Kebanyakan limfosit yang terdapat dalam folikel
pada superfisial korteks adalah sel-B. Sel-B ini dapat inasuk ke peredaran darah
sebagai sel memori.
Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa pemberian dam Torbangun
dalam bentuk sop maupun dam kering menyebabkan dilepaskannya sel limfosit
ke sirkulasi darah sebagai sel memori. Dengan demikian walaupun hanya folikel
limfoid dari kelompok yang diberi daun Torbangun kering yang mengalami
hiperplasia, tapi grup daun Torbangun kering dan sop sama-sama dalam kondisi
reaktif.
Differensiasi Sel Darah
Total dan jumlah diferensial leukosit dapat menjadi bagian penting dalam
evaluasi patogenesa penyakit. Korelasi dari data ini dengan temual lesio organ
limforetikular dapat menggambarkan kondisi imunopatologik akibat gertakan
antigen. Tiga bagian penting pada respon idamasi adalah perubahan
hemodinamik, perubahan permeabilitas, dan selalu melibatkan leukosit. Pada saat
terjadi reaksi inflamasi yang melibatkan respon sistemik, sering terjadi
peningkatan jumlah leukosit pada sistem sirkulasi (Slauson dan Cooper 1990).
Pada pemeriksaan differensiasi darah ini ditemukan adanya limfosit,
monosit, dan neutrofil. Sedangkan eosinofil dan basofil tidak ditemukan. Eosinofil
tidak ditemukan kemungkinan karena mencit yang diteliti mengalami stress saat
pemeliharaan. Menurut Jain (1993), jumlah eosinofil cenderung rendah pada saat
stress. Sedangkan basofil sendiri memang sangat jarang ditemukan dalam
peredaran darah (Slauson dan Cooper 1990). Berikut disajikan hasil penghitungan
jumlah leukosit dalam bentuk diagram batang (Gambar 19), dan hasil uji
statistiknya ditunjukkan pada Tabel 13.
Leukosit
rn Limfosit
tm Monosit
Neutrofil
Kontrol
SOP
Daun
kering
perlakuan
Gambar 19 Diagram Perbandingan Jumlah Leukosit.
Tabel 13 Perbandingan Jumlah Leukosit
Perlakuan
Jumlah Limfosit Jumlah Monosit Jurnlah Neutrofil
Kontrol
517.14+199.88"
59.10+67.718
443.26a230.33a
Sop daun Torbangun 5%
679.675204.73=
44.33*O.0Oa
369.39+92.27"
Daun Torbangun kering 5% 664.89+132.9Sa 118.2W167.82n 753.55i469.10a
Keterangan :IIuruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (FY0.05)
Dalam diagram batang di atas dapat dilihat bahwa kelompok yang diberi
perlakuan sop dam Torbangun 5% mengalami peningkatan jumlah limfosit,
penurunan jumlah monosit, dan penurunan jumlah neutrofil bila dibandingkan
dengan kontrol. Sedangkan kelompok yang diberi perlakuan dam Torbangun
kering 5% mengalami peningkatan jumlah liiosit, peningkatan jumlah monosit,
dan peningkatan jumlah neutrofil bila dibandingkan dengan kontrol. Dari tabel
dapat dilihat bahwa jumlah leukosit pada kelompok perlakuan baik sop dam
Torbangun 5% maupun daun Torbangun kering 5% menunjukkan tidak ada
perbedaan yang nyata terhadap kelompok kontrol (P>0.05). Secara statistik hal ini
disebabkan karena simpangan baku penghitungan leukosit cukup tinggi nilainya,
akibat variasi individu. Namun demikian, secara kuantidtif terjadi perubahan
jumlah leukosit pada kelompok perlakuan. Peningkatan jumlah sel darah putih
dalam sirkulasi darah yang tidak signifikan dan tidak adanya sel darah putih yaig
menonjol menunjukkan tidak adanya antigen lain.
Menurut Slauson dan Cooper (1990), limfosit berhubungan dengan reaksi
imun dan merupakan mediator dari respon imun berperantara antibodi maupun
respon hipersensitifitas yang berlangsung lambat. Menurut Searcy (1995), pada
reaksi imun, peningkatan monosit terjadi karena monosit bermigrasi ke tempat
terjadinya rangsangan antigen dan dapat berubah menjadi makrofag. Makrofag
memainkan peranan yang penting
dalam respon imun. Pada fungsi
in~unomodulatoryang merupakan respon imun yang tidak spesifik, sel darah putih
yang paling berperan adalah monosit.
Neutrofil pada penelitian ini juga mengalami peningkatan. Menurut
Slauson dan Cooper (1990), neutrofil merupakan leukosit pertama yang bereaksi
pada kondisi peradangan akut. Peningkatan neutrofil mengindikasikan adanya
peradangan akut pada mencit percobaan. Tetapi pada penelitian ini lokasi
peradangan tidak dapat diidentifikasikan karena tidak dilakukan pengamatan
histopatologi pada organ lain.
Secara histopatologi peningkatan sistem imun dapat diketahui dengan cara
melihat ketebalan korteks, peningkatan diameter limpa dan limfonodus serta
peningkatan jumlah sel limfosit. Pada mencit yang diberi sop dam Torbangun
terjadi hiperplasia folikel limfoid limpa dan dalam kondisi reaktif, sedangkan pada
timus dan limfonodus walaupun tidak terjadi hiperplasia organ, tetapi juga dalam
kondisi yang reaktif. Pada mencit yang diberi dam Torbangun kering terjadi
hiperplasia folikel limfoid limpa dan limfonodus serta dalam kondisi reaktif,
sedangkan pada timus walaupun tidak terjadi hiperplasia organ, tetapi juga dalam
kondisi yang reaktif. Pemberian sop dan daun Torbangun kering juga
meningkatkan jumlah limfosit pada peredaran darah.
Dari hasil tersebut dapat diliiat bahwa perubahan yang terjadi pada organ
limforetikular mempengamhi komposisi sel leukosit dalam peredaran darah. Hal
ini terjadi karena adanya antigen, sehingga sel limfosit jaringan keluar ke
peredaran darah perifer dan menyebabkan peningkatan jumlah leukosit pada aliran
darah. Pada penelitian ini antigen yang diberikan adalah daun Torbangun.
Beberapa komponen dam Torbangun antara lain minyak atsiri, saponin,
flavonoid, dan polifenol (Anonim 2008a). Zat aktif yang dapat meningkatkan
sistem imun yang terkandung dalam daun Torbangun kemungkinan adalah
saponin. Saponin tidak hanya memiliki efek imunostimulan pada sistem imxm
spesifik, tetapi juga terdapat pada beberapa reaksi sistem imun yang non spesifik
seperti inflamasi dan proliferasi monosit (Rajput et a1 2007).
Download