ym miner yang di mineral dibe ralpad iberi ra

advertisement
MINERAL
M
L PADA SUSU
S
KA
AMBING PERANA
AKAN ET
TAWAH YANG
Y
MINER
RALPADA SUSU KAMBIN
K
NG PERA
ANAKAN
N ETAWA
AH
DIBE
ERI RANS
SUM BER
RSUPLEM
MEN KEDELAI S
SANGRAI,
Y
YANG
DIIBERI RA
ANSUM BERSUPL
B
LEMEN KEDELA
AI SANGRAI,
SELENIU
UM, KRO
OMIUM,V
VITAMIN
N A, DDA
AN E
SELENIU
UM,KRO
OMIUM,V
VITAMIN
N A, DDA
AN E
SKRIPS
SI
ALTAMII NURMIL
LA DANIAR
RI
DEP
PARTEME
EN ILMU NUTRISI
N
DAN
D
TEKN
NOLOGI P
PAKAN
FAKUL
LTAS PETE
ERNAKAN
N
INSTITUT
T PERTAN
NIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
ALTAMI NURMILA DANIARI. D24080231.2012. Mineral pada Susu Kambing
Peranakan Etawah yang Diberi Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai,
Selenium,Kromium, Vitamin A, Ddan E. Skripsi. Departemen Ilmi Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Insititut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama :Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc.
Pembimbing Anggota:Dr. Ir. Ibnu Khatsir Amrullah, MS.
Susu kambing merupakan salah satu alternatif sumber protein hewani.
Namun produktifitas kambing perah di Indonesia masih rendah. Hal tersebut
disebabkan karena pemberian pakan dengan nutrien yang belum mencukupi.Kondisi
lingkungan yang panas dan lembab memungkinkan kebutuhan kambing laktasi
terhadap nutrien meningkat. Oleh karena itu diperlukan koreksi terhadap kebutuhan
nutrien dengan suplementasi.
Penelitian ini dirancang untuk mengkajipengaruh suplementasi kromimum
(3,0 ppm), selenium (0,3 ppm), vitamin A (8000 IU/kg), vitamin D (1500 IU/kg), dan
vitamin E (400 IU/kg) pada delapan ekor kambing perah peranakan Etawah (PE)
laktasi dengan rataan produksi susu 556,67 ± 366,67 ml/hari/ekor.Kambing dibagi
menjadi dua kelompok masing-masing empat ekor sesuai dengan produksi susunya.
Kambing dikandangkan dan dipelihara secara individu dalam kandang panggung
beratapkan genting. Pakan yang diberikan adalah rumput lapang, ampas tempe,
rumput gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan crude
palm oil (CPO)sebagai pakan perlakuan 1 dan pakan dengan suplemen kedelai
sangrai, selenium, kromimum,vitamin A,D, danE sebagai perlakuan 2. Kambing
mendapat pakan perlakuan selama 6 minggu. Peubah yang diukur meliputi produksi
susu, konsumsi pakan, kadar mineral susu, kadar mineral feses, absorbsi mineral, dan
deposisi mineral dalam susu. Rataan nilai peubah dibandingkan menggunakan uji t.
Pemberian ransum komplit bersuplemen kedelai sangrai, selenium,
kromium,vitamin A, Ddan Etidak mempengaruhi konsumsi bahan kering dan
mineral, kadar mineral feses, absorbsi mineral,dan sekresi mineral di susu. Kadar
mineral susu pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar mineral susu
yang telah dilaporkan sebelumnya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kualitas pakan kambing PE diperkirakan lebih diperlukan untuk
menunjang produksi dan kualitas susu.
Kata kunci: Kambing, susu, selenium, vitamin, mineral
ABSTRACT
Mineral of Milk from Etawah Grade Goats Offered a Ration Suplemented with
Selenium, Cromium, Roasted Soybeans, Vitamin A, D and E
A.N Daniari, T. Toharmat, I. K Amrullah
Milk from Etawah grade goatsis known as an alternative source of animal protein
and provides better nutrients than cow’s milk. However,the dairy goat in Indonesia
has low productivity. Goat may be exposed to heat stress and therefore nutrient
intake is not adequate for optimum milk production. This study was designed to
evaluate the efficiency of mineral, roasted soybeans, and vitamin supplementation in
lactating goats. Eight Etawah gradegoat were allocated randomly to two dietary
treatments. Experimental diet were a complete diet without supplement (treatment 1)
and diet supplemented with roasted soybeans (280 g/kg),selenium (0.5
ppm),cromium (3 ppm),vitamin A (8000 IU/kg), vitamin D (1500 IU/kg), dan
vitamin E (400 IU/kg). Feed intake, mineralabsorption, andmilkmineral content were
observed. The results showed that the suplementation of minerals and vitamins in a
complete ration did not affect feed intake, mineral absortion and mineral component
in the dairy goats. It was concluded that supplementation of roasted soybeans,
selenium, chromium, vitamin A, D and E in lactating goats did not influence
absorption and secretion of the mineral in milk of Goats. The improvement of feed
quality in feeding Etawah grade goats was important tosupport high production and
quality of milk.
Keywords: Milk, goat, selenium, vitamin, mineral
MINERALPADA
PADASUSU
SUSUKAMBING
KAMBINGPERANAKAN
YANG DIBERI
RANSUM
MINERAL
ETAWAH
YANG
BERSUPLEMEN
SELENIUM,
KROMIUM
ORGANIK,
DIBERI RANSUM BERSUPLEMEN KEDELAI SANGRAI,
KEDELAI
SANGRAI,VITAMINA,
A,DDAN E
SELENIUM,
KROMIUM,VITAMIN
VITAMIN DDAN VITAMIN E
ALTAMI NURMILA DANIARI
D24080231
Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul
: Mineral pada Susu Kambing Peranakan Etawah yang Diberi
Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Selenium, Kromium,
Vitamin A, Ddan E
Nama
:
NIM
: D24080231
Altami Nurmila Daniari
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc.
NIP. 19590902198303 1 003
Dr. Ir. Ibnu Khatsir Amrullah, MS.
NIP. 19521110 198003 1 004
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MScAgr
NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 20 Juni 2012
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan 21 tahun yang lalu pada
tanggal 21 Januari 1991 di Desa Gadungan, Kediri, Jawa
Timur. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara pasangan Budi Wiyono, B.Sc (55 tahun) dan
Nurhayati Wiyono, B.Sc (48 tahun). Adik pertama
bernama Hasbi Asyari merupakan mahasiswa jurusan
psikologi Universitas Muhamadiyah Malang sedangkan
adik
kedua
bernama
Apsari
Sekar
Candrasmurti
merupakan siswi kelas 4 SD Negeri Pare 1.
Penulis memperoleh pendidikan yang dimulai pada tahun 1996 di SDN Pare I
dan lulus pada tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri
2 Pare dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Penulis di SMA Negeri 2 Pare dan lulus pada tahun 2008. Kemudian pada tahun
2008 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Nutrisi dan Teknologi
Pakan sebagai major dan minor pada Budidaya dan Pengolahan Hasil Ternak
Pedaging.
Selama menjadi mahasiwa penulis aktif di berbagai kepengurusan organisasi
diantaranya anggota pada Organisasi Mahasiswa Daerah Kediri KAMAJAYA
(Keluarga Mahasiswa Jayabaya), Sanyuri (Santi Paguyuban Kediri), BEM KM staff
Kementrian Lingkungan Hidup Kabinet Gemilang2009-2010,BEM KM Kementrian
Budaya Olahraga dan Seni2010-2011, anggota dari Leadership and Entepreunership
School (LES) Angkatan III, dan menjadi anggota Ikatan Senat Mahasiswa
Peternakan Indonesia (ISMAPETI). Pada tahun 2010 Penulis beserta tim mendapat
dana Dikti untuk melaksanakan PKM-P (Pekan Kreativitas Mahasiswa Bidang
Penelitian). Pada tahun 2012 Penulis menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah
Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis (PKTT).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul “Mineral pada Susu Kambing Peranakan
Etawah
yang
Diberi
Ransum
Bersuplemen
Kedelai
Sangrai,
Selenium,Kromium, Vitamin A, Ddan E”.
Penelitian ini merupakan lanjutan dari kegiatan penelitiandari Program
Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian (PKM-P) pada tahun 2010 dan
dil5aksanakan selama 4 bulan (Juni – September 2011) bertempat di Pesantren Darul
Fallah, Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Analisa pakan, feses, dan kandungan mineral
susu dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat
memberikan informasi terhadap upaya peningkatan kualitas susu kambing perah
Etawah melalui perbaikan kualitas pakan yang diberikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan skripsi ini. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat
memenuhi tujuan kegiatan penyusunan serta memberikan manfaat bagi pembaca.
Kritik dan saran dan membangun sangat penulis harapkan untuk menjadikan karya
ilmiah ini menjadi lebih baik.
Bogor, Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN …………………………………………………………….
i
ABSTRACT ………………………………………………………………
iii
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………....
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………....
Vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………….......
viii
DAFTAR TABEL …………………………………………………….......
X
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..
Xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………......
Xii
PENDAHULUAN ……………………………………………………......
1
Latar Belakang ……………………………………………………
Tujuan……………………………………………………………..
1
3
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….
4
Ratio Pakan Hijauan dan Kosentrat ………………………………
Kacang Kedelai Sangrai …………………………………………..
Kambing Peranakan Etawah (PE) ………………………………...
Populasi dan Produksi Susu ………………………………………
Komposisi Susu …………………………………………………..
Mineral …………………………………………………................
Kromium (Cr) ………………………………………………….....
Selenium (Se) ……………………………………………………..
Kalsium (Ca) ………………………………………………….......
Pospor (P) …………………………………………………...........
Magnesium (Mg) …………………………………………………
Seng (Zn) …………………………………………………............
Natrium (Na) ………………………………………………….......
Kalium (K) …………………………………………………..........
Vitamin …………………………………………………...............
Vitamin A ………………………………………………………...
Vitamin E …………………………………………………............
Vitamin D …………………………………………………...........
Kondisi Lingkungan Kandang dan Cekaman Panas ……………...
4
4
5
6
7
9
9
12
13
14
14
15
15
16
17
18
18
18
19
MATERI DAN METODE ………………………………………………..
20
Lokasi dan Waktu ………………………………………………...
Materi …………………………………………………..................
Prosedur …………………………………………………..............
Perlakuan ……………………………………………………..
Persiapan Pakan ……………………………………………....
21
21
21
21
23
Pemeliharaan Kambing ……………………………………….
Pengambilan Sampel dan Pengukuran Kadar Mineral Susu …
Pengambilan Sampel dan Pengukuran Kadar Mineral Feses ...
Konsumsi Pakan (g/ekor/hari) ………………………………..
Komposisi Mineral Susu (%) dan Absorbsi Mineral (%) …….
Produksi susu (ml/ekor/hari) dan Sekresi Mineral Susu
(g/ekor/hari) …………………………………………………..
Rancangan Percobaan …………………………………………….
23
24
24
25
25
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………..
27
Kondisi Lingkungan Peternakan ………………………………….
Konsumsi Pakan ………………………………………………….
Absorbsi Mineral …………………………………………………
Komposisi Mineral Susu ………………………………………….
Sekresi Mineral Susu ……………………………………………
28
30
31
33
34
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………..
36
Kesimpulan ………………………………………………….........
Saran …………………………………………………...................
36
36
UCAPAN TERIMAKASIH ……………………………………………...
37
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….....
38
LAMPIRAN …………………………………………………....................
44
26
26
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase
Produksi …………………………………………………………..
4
2. Komposisi Susu Kambing, Sapi, dan ASI ………………………..
7
3. Karakteristik Susu Kambing ……………………………………...
8
4. Komposisi Bahan Komponen Pakan yang Digunakan pada
Penelitian …………………………………………………………
22
5. Komposisi Nutrient Rumput Lapang, Ampas Tempe, dan Ransum
Komplit …………………………………………………………
22
6. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Mineral Kambing Peranakan
Etawah Laktasi yang Mendapat Pakan Tanpa atau Dengan
Suplemen ………………………………………………................
30
7. Rataan Kandungan Mineral Feses Kambing PE Laktasi yang
Mendapat Pakan Tanpa atau Dengan Suplemen ……………….
31
8. Absorbsi Mineral pada Kambing PE Laktasi yang Mendapat
Pakan Tanpa atau Dengan Suplemen …………………………..
32
9. Komposisi Mineral Susu Kambing Peranakan Etawah Laktasi
yang Mendapat Pakan Tanpa atau Dengan Suplemen …………
32
10. Sekresi Mineral dalam Susu Kambing Peranakan Etawah Laktasi
yang Mendapat Pakan Tanpa atau Dengan Suplemen …
35
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kambing Perah Peranakan Etawah …….........................................
10
2. Struktur Glucose Tolerance Factor (Linder, 1992) .........................
11
3. Metabolisme Se selenit ..................................................................
11
4. Reabsorbsi Asam Amino pada Filtrat Glomerulus (Sudrajat,
2000) ..............................................................................................
13
5. Grafik Suhu Minimum dan Maksimum di dalam Kandang
Kambing Milik Darul Fallah Farm Selama Penelitian ..................
28
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Konsumsi Kambing Perah Peranakan Etawah (g/ekor/minggu) …
45
2. Kadar Mineral Pakan Kambing Perah Peranakan Etawah ..............
45
3. Data Koleksi Feses Kambing Perah Peranakan Etawah .................
46
4. Kadar Mineral Feses Kambing Perah Peranakan Etawah ..............
47
5. Kadar Mineral Susu Kambing Perah Peranakan Etawah ................
48
6. Data Produksi Susu Kambing Perah Peranakan Etawah ................
49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi susu masyarakat Indonesia pada tahun 2001 adalah 883.758 ton
dan meningkat menjadi 1.758.243 ton pada tahun 2007 atau meningkat sebesar
98.9%. Peningkatan konsumsi tersebut sejalan dengan peningkatan minat masyarakat
akan susu kambing. Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor
(BPS, 2011). Menurut Ditjenak (2008) peningkatan konsumsi susu nasional tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional termasuk susu kambing.
Susu kambing mempunyai nilai nutrient yang tinggi. Menurut American
Dairy Goat Association (2002) secara keseluruhan nilai nutrien susu kambing lebih
tinggi dibandingkan susu sapi kecuali kadar kolesterol sedangkan kandungan protein,
vitamin C dan vitamin D kadarnya sama. Apabila dibandingkan dengan air susu ibu
(ASI), nilai nutrien susu kambing lebih tinggi, kecuali pada kandungan lemak, unsur
besi (Fe) dan kolesterol. Namun produktifitas kambing perah di Indonesia masih
rendah sehingga ketersediannya masih terbatas
Kondisi lingkungan yang panas dan lembab khas iklim tropis di Indonesia
menyebabkan kambing mengalami cekaman panas. Menurut Wayman et al. (1962)
Cekaman panas meningkatkan kebutuhan nutrien untuk mempertahankan status
fisiologis normalnya namun menurunkan konsumsi bahan kering karena kambing
akan lebih banyak mengkonsumsi air. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan
produksi susu maupun performan reproduksi kambing perah. Salah satu tindakan
yang dapat dilakukan untuk mendukung produktifitas kambing perah peranakan
Ettawah (PE) di Indonesia adalah dengan pemberian ransum berkualitas baik yang
mampu menjaga kondisi fisiologis yang normal. Kondisi pemberian pakan pada
kambing PE di Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya
sehingga diperlukan upaya perbaikan pakan. Beberapa pakan yang biasa digunakan
peternak mempunyai kadar mineral mikro yang rendah.Selain itu perbaikan pakan
dapat dilakukan dengan suplementasi nutrien yang mampu meminimalisasi pengaruh
buruk dari oksidasi yang berlebihan dalam tubuh kambing yang mengalami cekaman.
Beberapa komponen mineral mikro dan vitamin yang dapat ditambahkan adalah
selenium, kromium organik, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E.
1
Kacang kedelai merupakan salah satu sumber protein dan asam linoleat
(Adawiyah et al., 2006). Proses pemanasan (sangrai) dapat menambah efisiensi
pakan karena protein dapat diproteksi dari degradasi rumen dan lemak linoleat dapat
membentuk conyugated linoleic acid (CLA) (Adawiyahet al., 2006).Sehingga
suplementasi kacang kedelai diharapkan mampu menambah mutu ransum bagi ternak
ruminansia. Menurut Piliang dan Soewondo (2006) kandungan protein yang cukup
pada pakan dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrien oleh sel-sel tubuh.
Menurut Muchtadi (1994) dan Winarto (2010) vitamin E mempunyai fungsi
utama sebagai antioksidan di dalam tubuh dan mengurangi pengaruh buruk radikal
bebas yang menumpuk akibat terjadinya cekaman. Vitamin E bekerja sinergis
dengan Se dalam menjaga keutuhan membran selular dan subselular (Underwood
dan Suttle, 2001; McDowell 1982). Unsur Se dikenal sebagai salah satu mineral yang
mampu melawan efek oksidasi dari radikal bebas, sehubungan dengan perannya
dalam salah satu unsur dari glutathione peroxidase (GSH-Px). GSH-Px merupakan
salah satu enzim yang mampu melindungi membran selular dan subselular dari
kerusakan oksidatif dengan cara mencegah akumulasi H2O2 (radikal hidroksil) serta
menghancurkan peroksida sebelum peroksida merusak membran selular.(McDowell,
1992; Brody, 1994). Pemberian vitamin E dan selenium diharapkan mampu
mempertahankan kondisi fisiologis kambing perah dalam memproduksi susunya.
Menurut McDowell (2000)defisiensi vitamin A dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makanserta menyebabkan fertilitas menurun. Kambing dengan
berbagai jenis status fisiologis membutuhkan vitamin A sebanyak 5000 IU/kg.
Pemberian
vitamin
A
diharapkan
mampu
membantu
kambing
dalam
mempertahankan status fisiologis normalnya dan menunjang produksi susu.
Cromium (Cr) organik sebagai suplemen digunakan karena kemampuan
absorbsinya lebih baik dibanding Cr anorganik (Astuti, 2005). Menurut Piliang dan
Soewondo (2006) Cr berfungsi: 1) meningkatkan aktifitas insulin dalam metabolisme
glukosa; 2) mempertahankan kecepatan transpor glukosa dari darah menuju sel; 3)
mengaktifkan kerja beberapa enzim; serta 4) merupakan komponen aktif dari GTF
(glucose tolerance factor) yang dibutuhkan dalam transpor glukosa dan asam amino
serta memegang peran dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Unsur
Cr menurunkan level kortisol yang bekerja antagonistik dengan kerja insulin pada
2
ternak sapi yang mengalami cekaman sehingga kerja insulin berjalan normal untuk
mendorong glukosa masuk ke dalam jaringan tubuh (Moonsie dan Mowat, 1993).
Vitamin D diperlukan pada metabolisme kalsium (Ca), meningkatkan
produksi enzim citrogenase dan pada akhirnya meningkatkan produksi sitrat yang
dibutuhkan pada saat metabolisme Ca (Piliang dan Soewondo, 2006). Kalsium
merupakan salah satu komponen pembentuk susu dan mineral yang diperlukan dalam
jumlah banyak pada kambing periode laktasi. Selain itu Ca berfungsi untuk: 1)
pembentukan tulang dan gigi; 2) membantu pembekuan darah; 3) membantu
perkembangan fetus; 4) mempertahankan ritme jantung normal; 5) mempertahankan
mekanisme tubuli ginjal; 6) berperan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf; 7)
mempertahankan kerja enzim, permeabilitas sel dan produksi air susu.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh perlakuan pemberian ransum
komplit bersuplemen vitamin E, vitamin D, mineral Se dan Cr organik terhadap (a)
konsumsi bahan kering, (b) konsumsi mineral, (c) absorpsi mineral, dan (d) sekresi
mineral pada susu kambing peranakan Ettawah laktasi.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Ratio Pakan Hijauan dan Konsentrat
Menurut Sudono et al. (2003), hijauan dalam pakan sapi laktasi yang tinggi
menyebabkan tingginya kadar lemak susu karena lemak susu disintesis dari asetat
yang tinggi produksinya jika kandungan serat kasar ransum tinggi. Pada ransum,
serat kasar minimal 17% dari bahan kering. Jadi kadar lemak dalam susu tergantung
pada rasio hijauan dan konsentrat dalam bahan pakan. Penurunan rasio hijauan
menyebabkan produksi dan protein meningkat namun kadar lemak menurun.
Formula ransum sangat mempengaruhi efisiensi produksi ternak. Menurut
Blakely dan Bade (1991) kambing yang sedang laktasi akan menunjukan performan
yang lebih baik jika diberikan hijauan yang dicampur dengan konsentrat. Apabila
kualitas hijauannya tinggi, maka penggunaannya dalam ransum harus ditingkatkan,
sebaliknya apabila kualitas hijuan rendah, presentase dalam ransum juga harus
dikurangi dengan ketentuan serat kasar dan protein tidak kurang dari batas minimum
(Suherman, 2005). Perbedaan konsumsi terjadi karena perbedaan faktor fisiologis
ternak dan pakan (Orskov, 2001). Selain itu tingkat konsumsi pada kambing perah
dipengaruhi oleh bobot badan, produksi susu, dan periode laktasi (Avondo etal.,
2008), sedangkan pakan adalah faktor utama penentu produksi susu. Kebutuhan
kambing perah pada setiap fase produksi ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase Produksi
Fase Produksi
Konsumsi BK
(% bobot badan)
Kebutuhan Nutrien
Hidup Pokok
1,8 – 2,4
Protein Kasar
(% BK)
7
TDN
(% BK)
53
Awal Kebuntingan
2,4 – 3,0
9 – 10
53
Akhir Kebuntingan
2,4 – 3,0
13 – 14
53
Laktasi
2,8 – 4,6
12 – 17
53 – 66
(Rashid, 2008)
Kacang Kedelai Sangrai
Kacang kedelai merupakan salah satu sumber protein dan asam linoleat
(Adawiyah et al., 2006). Asam linoelat merupakan salah satu jenis asam lemak yang
4
sangat penting untuk tubuh karena berperan dalam pembentukan asam arachidonat
dan asam linolinic (Williams, 1997). Sehingga suplementasi kacang kedelai
diharapkan mampu menambah mutu ransum bagi ternak ruminansia. Proses
pemanasan (sangrai) dapat menambah efisiensi pakan karena protein dapat diproteksi
dari degradasi rumen dan lemak linoleat dapat membentuk conyugated linoleic acid
(CLA) (Adawiyahet al., 2006).
Kambing Peranakan Etawah (PE)
Kambing termasuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas
Mammalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae, subfamili Capriane, genus Capra dan
spesies Carpa hicrus (Ensminger, 2002). Kambing peranakan Etawah (PE)
merupakan hasil kawin tatar (grading-up) antara kambing Kacang dengan kambing
Etawah, sehingga mempunyai sifat diantara tetuanya (Atabany, 2001). Sarwono
(2002) menambahkan kambing PE memiliki bentuk fisik mirip kambing Etawah, dan
ukuran badannya lebih kecil dari kambing PE dan disebut kambing Bligon,
Gumbolo, atau Jawa Randu.
Gambar 1. Kambing Perah Peranakan Ettawah (PE)
Sumber : https://sites.google.com/site/afitrianto25/kambingPE.jpg (2012)
5
Karakterisitik kambing PE yaitu telinga panjang menggantung dengan warna
bulu hitam atau merah dengan putih. Bobot badan jantan sektar 40 – 45 kg
sedangkan bobot betina sekitar 32 kg (Susilorini et al., 2009). Kambing jantan PE
berbulu di bagian atas dan bawah leher, pundak dan paha belakang, lebih lebat dan
panjang. Kambing PE betina mempunyai bulu panjang hanya pada bagian paha
belakang. Warna kombinasi coklat sampai hitam abu-abu (Sudono dan Abdulgani,
2002).
Populasi dan Produksi Susu
Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS,
2011). Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,5 – 2,5 liter/hari/ekor dengan
masa laktasi 7-10 bulan (Sawarno, 2002). Asminaya (2007) menunjukkan bahwa
konsumsi bahan kering dan produksi susu kambing PE laktasi ke-2 adalah 1346
g/ekor/hari dan 1,2 liter/ekor/hari secara berturut-turut, sedangkan karakteristik susu
kambing PE yaitu: berat jenis 1,0276 kg/m3; protein 3,43%; laktosa 6,42%; lemak
5,56%. Menurut Novita et al. (2006) produksi susu pada kambing PE dapat berkisar
567,1 g/ekor/hari, sedangkan menurut Atabany (2001) produksi susu harian PE di
peternakan Barokah 0,99 kg/ekor/hari.
Menurut Ensminger (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
susu kambing antara lain: 1) bobot badan induk; 2) umur induk; 3) ukuran ambing;
4) jumlah anak; 5) nutrisi pakan; 6) suhu lingkungan; dan 7) penyakit. Phalepi
(2004) melaporkan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh mutu genetik, umur induk
ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan
terhadap ternak (perkandangan, pakan, dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya
adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan.
Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS,
2011). Menurut Ditjenak (2008) peningkatan konsumsi susu nasional tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional. Konsumsi susu masyarakat
Indonesia pada tahun 2001 adalah 883.758 ton dan meningkat menjadi 1.758.243 ton
pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 98,9%.
6
Komposisi Susu
Menurut American Dairy Goat Association (2002) terdapat perbedaan antara
komposisi susu kambing, susu sapi, dan air susu ibu (ASI). Komposisi susu kambing
dan susu spesies lainnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Susu Kambing, Sapi, dan ASI
Komposisi
Satuan
Kambing
Sapi
ASI
Protein
(%)
3,0
3,0
1,1
Lemak
(%)
3,8
3,6
4,0
Kalori
(/100 ml)
70
69
68
Vitamin A
(IU/gram)
39
21
32
Vitamin B
(μ/100mg)
68
45
17
Riboflavin
(μ/100mg)
210
159
26
Vitamin C
(mg/100ml)
2
2
3,0
Vitamin D
(IU/gram)
0,7
0,7
0,3
Kalsium
(%)
0,19
0,18
0,04
Fe
(%)
0,07
0,06
0,2
Fosfor
(%)
0,27
0,23
0,06
(mg/100ml)
12
15
20
Kolesterol
Sumber: American Dairy Goat Association (2002)
Kosentrasi laktosa, mineral, dan komponen solid lainnya dalam susu
dipengaruhi langsung oleh nutrien yang dikonsumsi ternak (Pulina et al., 2008).
Menurut Ensminger (2002) susu kambing lebih berwarna putih dibanding susu sapi
karena tidak mengandung karoten. Perbedaan utama antara susu sapi dan susu
kambing adalah butiran lemak (fat globule) susu kambing lebih kecil dibandingkan
dengan susu sapi sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh manusia. Hal ini yang
menyebabkan susu kambing perah PE mulai digemari oleh masyarakat Indonesia,
selain kandungan gizinya yang lebih baik dibandingkan ASI dan susu sapi, daya
serap susu kambing perah PE ini juga lebih baik di bandingkan kedua susu tersebut.
Beberapa penelitian terdahulu telah mencoba menganalisa komposisi susu kambing
pada umumnya. Komposisi susu kambing disajikan pada Tabel 3.
7
Tabel 3. Karakteristik Susu Kambing
Komposisi
Satuan
Jumlah
Sumber
Bahan kering
(%)
15,56 – 17,76
Hertaviani (2009)
Berat jenis
(kg/m3)
1,030 – 1,035
Hertaviani (2009)
Laktoferin
(mg/I)
42,62 – 46,10
Hertaviani (2009)
Laktosa
(%)
4,8
Pulina dan Nudda (2004)
Energi
(kkal/I)
650
Pulina dan Nudda (2004)
Kalsium
(mg/I)
134
Pulina dan Nudda (2004)
Ca
(%)
0,133
Setiawan (2003)
(mg/100g)
130,28 ± 2,26
Soliman (2005)
(mg/100g)
114
Haeinlein (1980)
(%)
0,27
ADGS*(2002)
(%)
0,11
Setiawan (2003)
(mg/100g)
110,16 ± 1,61
Soliman (2005)
(mg/100g)
84
Haeinlein (1980)
(%)
0,0134
Setiawan (2003)
(mg/100g)
13,87 ± 0,11
Soliman (2005)
(mg/100g)
13
Haeinlein (1980)
(%)
0,204
Setiawan (2003)
(mg/100g)
201,45 ± 1,90
Soliman (2005)
(mg/100g)
165
Haeinlein (1980)
(%)
0,490
Setiawan (2003)
(mg/100g)
50,33 ± 0,77
Soliman (2005)
(mg/100g)
35
Haeinlein
(%)
0,0003
Setiawan (2003)
(mg/100mg)
0,32 ± 0,03
Soliman (2005)
(mg/100g)
0,002
Haeinlein (1980)
Vitamin A
(IU/gram)
39
ADGS*(2002)
Vitamin B
(μ/100mg)
68
ADGS*(2002)
Vitamin C
(mg / 100 ml)
2
ADGS* (2002)
Vitamin D
(IU/gram)
0,7
ADGS*(2002)
Posfor
Mg
K
Na
Zn
*Keterangan : ADGS (American Dairy Goat Association)
8
Mineral
Menurut McDowell (1992) mineral mutlak dibutuhkan oleh tubuh ternak
karena menyusun seluruh jaringan tubuh ternak dalam kosentrasi dan proporsi yang
berbeda. Mineral dibedakan menjadi mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 ppm (part per million) atau
dinyatakan dalam persen (%) sedangkan mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah
kurang dari 100 ppm dan dinyatakan ppb (part per billion).
Fungsi mineral diantaranya sebagai: 1) komponen penyusun organ dan
jaringan tubuh; 2) penyusun cairan tubuh dan jaringan sebagai elektrolit; 3) katalis
enzim dan sistem hormon (Underwood, 1981).
Mineral dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah yang cukup dan proposional (McDonald, 1992). Jumlah mineral yang
terdapat di dalam tubuh hanya mencapai 3,5% dari tubuh.
Namun jika terjadi
kekurangan atau kelebihan akan menyebabkan gangguan metabolisme secara luas.
Metabolisme yang abnormal akan berhubungan dengan produktifitas dan
pertumbuhan.
Kromium (Cr)
Unsur Cr bentuk organik dibuat dengan menginkorporasi mineral Cr
inorganik ke dalam tubuh fungi dan fungi yang memberikan nilai inkorporasi dan
efisiensi terbaik adalah Rhizopus oryzae (Astuti et al., 2005). Suplementasi Cr
organik
banyak
digunakan
karena
ketersediaannya
(bioavailability)
dan
penyerapannya lebih baik dibandingkan dengan Cr anorganik.
Unsur Cr tergolong sebagai unsur transisi yang terdapat pada kondisi oksidasi
+
+
0, 2 , 3 , dan 6+. Ion Cr 3+ dianggap sebagai bentuk yang paling stabil dalam sistem
biologis namun sulit melewati membran sel dan tidak reaktif sehingga sulit diserap
oleh tubuh. Sedangkan ion Cr 6+ memiliki tingkat absorbsi di usus tinggi karena
mudah melewati membran biologis dan bereaksi dengan komponen protein dan asam
nukleat, namun dapat menimbulkan toksisitas (Mordenti et al., 1997).
Bentuk Cr organik diidentifikasi berperan dalam sintesis susu, metabolisme
karbohidrat dan lemak. Menurut Mertz (1998) unsur Cr berperan dalam sistem
kekebalan tubuh dan konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3). Hormon
tersebut berperan dalam meningkatkan laju metabolisme karbohidrat lemak, dan
protein dalam hati, ginjal, jantung, dan otot serta meningkatkan sintesis protein.
9
Subiyatno et al (1996) melaporkan bahwa suplementasi Cr dapat meningkatkan
glukosa dan kosentrasi hormone IGF-I (Insulin Like Growth Factor I) Hormon IGF-I
berpengaruh terhadap pertumbuhan sel ambing, transport glukosa, dan berpengaruh
langsung pada perkembangan epithelium sel ambing untuk sintesis susu. Meskipun
menurut Collier (1985) pada sel kelenjar ambing ruminansia, uptake glukosa tidak
dipengaruhi oleh insulin namun insulin berhubungan dengan uptake asam amino ke
dalam kelenjar susu seperti valin, isoleusin, tirosin (Laarveld et al.,1981), metionin,
lisin, asam glutamate, treonin, asparagin, dan serin (Fleet dan Mepham, 1985).
Unsur Cr berperan dalam metabolisme glukosa dalam tubuh. Unsur Cr dalam
tubuh membentuk glucose tolerance faktor (GTF). Menurut Cefalu dan Hu (2004)
sGTF tersusun atas kompleks Cr 3+dengan 2 molekul asam nikotinat dan 3 asam
amino yang terkandung dalam glutation yaitu glutamate, glisin, dan sistein. Tanpa
adanya Cr pada intinya maka GTF tidak bisa bekerja mempengaruhi insulin dan
kondisi ini disebut apo-chromodulin. Apo-chromodulin terdapat pada sitoplasma dan
nukleus sel yang sensitif terhadap insulin. Setiap individu hewan mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam mensintesis GTF. Sintesis GTF berlangsung dalam
hati dan dapat terbentuk dalam usus oleh bakteri (Pilliang dan Soewondo, 2006).
Pada kondisi hewan stress maka kebutuhan glukosa sebagai sumber energi
untuk mempertahankan kondisi fisiologis normalnya meningkat. Keadaan ini diikuti
oleh meningkatnya level kortisol yang menghambat penyerapan glukosa menuju
jaringan tubuh sehingga terjadi penumpukan glukosa dalam darah (hiperglikemia).
Unsur Cr menurunkan level kortisol yang bekerja antagonistik dengan kerja insulin.
Unsur Cr masuk ke dalam tubuh secara endositosis dengan bantuan transferin dan
bergabung dengan apo-chromodulin membentuk chromodulin aktif (GTF).
Chromodulin aktif mengaktivasi reseptor insulin sehingga mengaktifasi tyrosine
kinase dan phospotyrosine phospatase. Ketika reseptor insulin aktif maka reseptor
tersebut mampu menangkap insulin sehingga uptake glugosa dan asam amino
dipermudah (Burton, 1995; Davis dan Vincent, 1997; Nikkah et al., 2010; Moonsie
dan Mowat, 1993; Pechova dan Pavlata, 2007; Vincent, 1999; Vincent, 2000;)
10
Gam
mbar 2. Strukktur Glukosse Tolerancce Factor
Suumber: Linder (1992)
Supleementasi Crr dapat menningkatkan konsumsi
k
b
bahan
kering (Hayirli et
e al,.
20001; McNaamara dan Valdes, 2005;
2
dan Nikkah et al., 2010)).
Pening
gkatan
koonsumsi dissebabkan kaarena suplem
mentasi Cr menekan
m
lippolisis (Nikkkah et al., 2010)
2
m
mobilisasi
lemak dan laj
aju pelepasaan non esterrified fatty acids
a
(NEF
FA) (Yang et
e al.,
19996; Kegleyy et al., 20000). Meninggkatnya kon
nsumsi bahaan kering dan berkuran
ngnya
leevel insulin dalam daraah menginddikasikan banyaknya nutrien
n
yangg beredar dalam
d
tuubuh, terutaama yang menuju
m
ke kelenjar susu
s
untuk sintesis protein susu
u dan
prroduksi sussu (Hayirli et
e al.,2001; NRC, 2001
1)
Astussti et al (20005) melapoorkan bahw
wa suplemenntasi Cr orgganik cendeerung
daapat meningkatkan produksi NH
H3, volatile fatty acidss (VFA) tootal, isoacid
d dan
prroduksi propionat yangg berkolerasi dengan peningkatan
p
n efisiensi kkonversi hek
ksosa
seerta penurunnan produkssi CH4 (mettan). Menurrut McDonaald (1995) ppropionat adalah
a
V
VFA
yang bersifat
b
gluukogenik ataau dapat seebagai prekkursor padaa proses sin
ntesis
gllukosa melaalui tahapann glukoneogenesis. An
ndries et all.(1987) meelaporkan bahwa
b
isoacid adalaah sumber kerangka karbon
k
bagii bakteri unntuk biosinntesis asam--asam
mino rantai cabang seperti valin, leusin, dan
n isoleusin serta berguuna bagi baakteri
am
seelulotik untuuk sintesis asam
a
lemakk rantai panjjang dan sinntesis aldehhid. Astuti (2
2005)
m
melaporkan
bahwa penningkatan efisiensi
e
ko
onversi hekksosa berhuubungan deengan
peenurunan energi
e
yangg terbuang dalam ben
ntuk metann. Penelitiann Astuti (2
2005)
m
menyatakan
b
bahwa
supllementasi krromium org
ganik pada level 1 mg//kg telah mampu
m
meningkatka
n kosentrassi ammonia.. Arora (199
95) menyataakan bahwaa amonia peenting
kaarena berpenngaruh terhhadap pertum
mbuhan bio
omassa mikrroba rumenn sehingga sangat
s
m
menentukan
sintesis prootein mikrooba rumen. Perbaikan kondisi biomassa mik
kroba
11
rumen tersebut berpengaruh terhadap aktivitas mikroba rumen dalam mencerna
bahan kering.
Selenium (Se)
Selenium telah lama dikenal sebagai mineral yang mempunyai peran penting
pada tubuh ternak. Unsur Se memiliki tingkat rentang yang sempit antara tingkat Se
ransum suboptimal dan tingkat Se toksis (Sudrajat, 2000). Optimasi penggunaan Se
dapat meningkatkan efisiensi produksi telur, efisiensi produksi daging, dan produksi
susu (Lyson, 2007). McDowell (1992) menjelaskan bahwa Se dapat direduksi
menjadi keadaan oksidasi -2 (selenida) atau dioksidasi menjadi keadaan oksidasi +4
(selenite) atau +6 (selenat). Georgievskii (1982) menginformasikan bahwa H2SeO3
dan (H2SeO4 dapat membentuk garam selenit dan selenat.
Sodium selenit dan sodium selenat dikenal sebagai sumber Se inorganik
untuk hewan, sedangkan seneomethionin dikenal sebagai bentuk Se organik. Saat ini
kedua garam tersebut banyak digunakan untuk suplementasi pada pakan. (Lyson et
al., 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan Se adalah bentuk kimia
dari Se, komponen penyusun pakan yang lain, status Se, status fisiologis ternak, dan
spesies (Thomson, 1998).
Se selenit
Eritrosit
Selenida
Plasma
Albumin
Gluthatione
Hati
Gambar 3. Metabolisme Se selenit
Menurut Underwood (1977) serta Suzuki dan Ogra (2002) Se selenit diubah
menjadi selenida oleh glutathione di eritrosit sehingga dapat ditransport melalui
plasma dan berikatan dengan albumin dan selanjutnya ditransfer ke hati. McDowell
(1982) menyatakan bahwa Se diangkut darah menuju tulang, rambut, dan leukosit.
Georgievskii (1982) menerangkan bahwa penyerapan Se melawan kosentrasi di
bagian bawah usus halus dan ekskresi Cr endogen terjadi pada duodenum
(Georgievskii, 1982). McDowell (1982) menyatakan bahwa tidak ada penyerapan Se
12
di rumen dan abomasum domba, penyerapan tertinggi terjadi pada duodenum dan
sekum.
Vitamin E bekerja sinergis dengan Se dalam menjaga keutuhan membran
selular dan subselular (Underwood dan Suttle, 2001; McDowell 1982). Unsur Se
dikenal mampu melawan efek oksidasi dari radikal bebas dalam bentuk glutathione
peroxidase (GSH-Px). GSH-Px merupakan salah satu enzim yang mampu
melindungi membran selular dan subselular dari kerusakan oksidatif dengan cara
mencegah akumulasi H2O2 serta menghancurkan peroksida sebelum peroksida
merusak membran selular (McDowell, 1992; Brody, 1994). Brody (1994)
menyatakan bahwa glutathione terlibat dalam reabsorpsi asam amino pada filtrat
glomerulus. Glutathione mempengaruhi enzim γ-glutamyltranspeptidase yang
membatasi sel lumen tubulus ginjal dan mempengaruhi penyerapan substrat asam
amino cystein, glutamine, methionine, alanine, serine, dan dipeptida.
γ-glutamyltranspeptidase
Asam amino
Gluthatione γ-glutamyl – asam amino Cys-Gly Gambar 4. Reabsorbsi Asam Amino pada Filtrat Glomerulus
Sumber: Sudrajat (2000)
Kalsium (Ca)
Unsur Ca diperlukan dengan kisaran 1%-2% dalam ransum. Unsur Ca
merupakan mineral terbesar yang terdapat dalam tubuh hewan. Sebagian besar (99%)
terdapat dalam tulang dan gigi, sedangkan 1% terdapat dalam cairan ekstraseluler
(Paraksi, 1999). Unsur Ca diabsorpsi pada usus halus (Uderwood dan Suttle, 1999).
Menurut Haenlein (1980) aborbsi Ca terbanyak dimulai dari duodenum, jejunum,
dan ileum. Piliang dan Soewondo (2006) menjelaskan bahwa Ca diserap dengan
transpor aktif dalam keadaan ionik . Ca dieksresikan dari tubuh melalui feses, urine,
plasenta, kulit dan melalui kelenjar susu pada proses laktasi. Menurut McDowell
(1992) ekskresi Ca dalam urin sangat sedikit karena adanya penyerapan kembali oleh
ginjal.
13
Unsur Ca dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar ketika kambing berada
pada masa laktasi. Kekurangan Ca menyebabkan hipokalsemia, berkurangnya Ca
dalam susu, dan berkurangnya produksi susu (Horst,2003; Heinlein, 1980).
Kekurangan Ca pada kambing laktasi akan mengurangi cadangan Ca di tulang dan
meningkatkan absorpsi Ca (Heinlein, 1980). Pengambilan Ca dalam tubuh selama
periode kehamilan dan laktasi dapat mencapai 60% atau 70%. Pada sapi perah Ca
yang berasal dari tulang lebih banyak digunakan untuk produksi susu daripada Ca
dari pakan sehingga penting untuk menjaga keseimbangan Ca dalam darah dan
tulang. Penurunan konsumsi Ca juga berakibat pada infertilitas (Piliang dan
Soewondo, 2006). Penyerapan Ca dihambat oleh adanya sodium alginate (Heinlein,
1980).
Piliang dan Soewondo (2006) menyatakan bahwa hormon parathyroid
mempengaruhi metabolisme Ca dan eksresi P dalam urine. Hormon tersebut
memiliki fungsi mengatur kadar Ca di dalam plasma dan mengatur kosentrasi Ca di
dalam air susu. Beberapa fungsi Ca adalah: (1) komponen tulang, gigi, dan produksi
susu (2) terlibat pada proses pembekuan darah, (3) mendukung pertumbuhan dan
perkembangan fetus, (4) memelihara rhytme jantung yang normal, (5) membantu
fungsi tubuli ginjal, (6) berperan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf, (7)
mengatur aktifitas enzim, dan (8 mempertahankan permeabilitas dinding sel.
Piliang dan Soewondo (2006) menjelaskan bahwa protein berperan dalam
penyerapan Ca oleh usus. Pakan yang mengandung protein tinggi akan
mempermudah penyerapan Ca. Kadar P pakan yang P tinggi menurunkan absorbsi
Ca. Transpor Ca dapat dihambat oleh kelangkaan oksigen dan adanya i dinitrofenol,
natrium azida, maupun florizin. Kosentrasi K yang tinggi menghambat transpor Ca di
dalam sel mukosa. Mineral Ca memegang peranan penting pada proses transfer
komplek vitamin B12–intrinstic factor ke dalam sel. Haenlein (1980) menjelaskan
bahwa penambahan ammonium klorida pada pakan akan meningkatkan penyerapan
Ca di usus. Hal ini karena sifat ammonium klorida yang asam. Namun pemberian
ammonium klorida dapat menurunkan nafsu makan.
Posfor (P)
Unsur P sangat penting perannya dalam proses biokimia dan fisiologis.
Pospor berfungsi untuk 1) mengatur keseimbangan asam basa, 2) dalam metabolisme
14
protein dan energy, 3) mempertahankan struktur sel membrane, 4) menjaga
kesehatan tulang dan gigi (WHO/FAO, 1996). Rasio Ca:P pada pakan menentukan
produksi susu dan rasio yang normal akan mencegah terjadinya hipophospatemia dan
hipokalsemia (Fomon, 1993). Suplementasi 20g CaO dan 13g P2O5 selama 2 minggu
akan meningkatkan produksi susu kambing sebanyak 10% sedangkan suplementasi
selama 4 minggu akan meningkatkan produksi susu sebanyak 15% - 25% (Soliman,
2005)
Penyerapan P akan terhambat dengan pemberian estrogen (estradiol).
Kekurangan asupan P akan menyebabkan berkurangnya nafsu makan dan menekan
pemanfaatan fosfat oleh tulang. Hal ini dapat menimbulkan hipophospatemia yang
merupakan salah satu penyebab milk fever. Keadaan ini akan mempengaruhi kerja
hormon paratiroid pada mekanisme homeostasis (Haenlein, 1980).
Magnesium (Mg)
Unsur Mg memegang peranan penting dalam mengaktifkan 100 enzim dan
berperan dalam reaksi 300 enzim. Unsur Mg juga berfungsi menjaga kesehatan
kardiovaskular, otot, fungsi syaraf, metabolisme protein, dan pembentukan tulang
dan gigi (WHO/FAO, 1996). Kadar Mg darah menurun ketika kambing mendapat
pakan yang banyak mengandung Kyang menyebabkan peningkatan uptake seluluar
Mg, dan meningkatkan retensi Mg. Menurut Haenlein (1980) pemberian 238 mg Mg
pada kambing berusia 2 tahun selama 11 hari mengindikasikan terjadinya defisiensi
Mg yang ditandai dengan penurunan produksi susu, penurunan eksresi urin,
penurunan eksresi Mg total, dan peningkatan plasma darah sebesar 10%. Kadar Mg
pada urin turun, namun akan kembali naik dengan volume urin yang lebih sedikit,
sedangkan kadar Mg susu tidak berubah.Tempat absorpsi Mg pada ternak ruminansia
dewasa adalah pada bagian retikulorumen, sekitar 25% Mg. Jumlah Mg yang
diaborpsi menurun seiring dengan penurunan tingkat Mg pakan. Dalam kondisi
defisien Mg, hewan akan meningkatkan mobilisasi Mg cadangan dalam tubuh untuk
menggantikan absorpsi Mg yang rendah (McDowell, 1992).
Seng (Zn)
Unsur Zn berfungsi dalam pengaktifan 200 enzim dan terlibat pada
metabolisme, reproduksi, dan penyembuhan luka (WHO/FAO, 1996). Ketika
15
pasokan Zn menurun tidak mempengaruhi produksi susu namun menurunkan kadar
Zn susu. Gejala defisiensi Zn diantaranya terjadi paraketosis, peningkatan bakteri di
mulut, kekuan sendi dan pembengkakan kaki, berkurangnya inkordinasi, mata
banyak mengeluarkan cairan, produksi saliva berlebih, testis kecil, skortum kecil,
berkurangnya nafsu makan, rambut tumbuh kasar, dan tidak adanya libido. Di dalam
tubuh kosentrasi tertinggi Zn ada pada prostat, semen, dan epididimis. Metabolisme
Zn dihambat oleh adanya Cu dan Fe. Kadar Zn yang tinggi menyebabkan terjadinya
anemia. Level Zn 1000 ppm menyebabkan diare. Sekresi Zn terbanyak ada pada
feses (88%) sedangkan sekresi pada urin dan susu rendah. Analisa rambut dapat
mengetahui status Zn pada tubuh ternak (Haenlein, 1980)
Natrium (Na)
Natrium terdapat di dalam cairan esktraseluler membentuk larutan NaCl atau
Na2CO3 dan berfungsi mengatur keseimbangan air, mengatur tekanan osmosis,
mengatur keseimbangan asam basa, mengatur kontraksi otot, dan mengatur kontraksi
syaraf (WHO/FAO, 1996; Nasoetion, 1995). Kekurangan Na menyebabkan 1)
turunnya nafsu makan, 2) timbulnya rasa haus, 3) menurunkan tekanan osmosis, 4)
volume cairan tubuh menurun sehingga tekanan darah menurun dan penurunan berat
badan, 5) penurunan volume urin, 6) produksi susu menurun, 7) lemak susu
meningkat, 8) pertumbuhan terhambat, dan 10 ) penurunan produksi susu saat
laktasi. Kelebihan Na menyebabkan 1) diare, 2) otot gemetar, 3) naiknya tekanan
darah, 4) volume cairan esktraseluler meningkat, dan 5) kematian (Haeinlein, 1980;
Nasoetion, 1995).
Nasoetion (1995) menyatakan bahwa metabolisme Na diatur oleh aldosteron
dari korteks adrenal yang meningkatkan penyerapan kembali dari ginjal.
Pengangkutan Na melalui dinding epitel usus. Pada duodenum dan jejenum, NaCl
akan berpindah dari darah ke usus bila cairan mengalami hipotonik. Metabolisme Na
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Estrus dan estrogen akan menyebabkan penurunan
Na dan Cl (Soliman, 2005). Pemberian ammonium chloride akan menyebabkan
asidosis dan meningkatkan ekskresi Na dan air (Heinlein, 1980)
16
Kalium (K)
Kalium adalah unsur terbanyak yang terdapat pada susu kambing (Soliman,
2005). Menurut WHO/FAO (1996), K berfungsi untuk 1) mengatur impuls syaraf,
2) mengatur keseimbangan air dan cairan tubuh, 3) mengatur keseimbangan asam
basa, 4) mengatur kontraksi otot, 5) dan meregulasikan detak jantung secara normal.
Defisiensi K menurut Hurley (1989) akan menyebabkan 1) estrus tidak normal, 2)
aktivitas ovarium menurun, 3) fertilitas menurun, 4) hypophospatemic.
Unsur K bersama Na, Ca dan Mg dalam cairan ekstraseluler mempunyai
reaksi alkalis. Kalium bersama-sama dengan klorida
(Cl) membantu menjaga
tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa dalam cairan intraseluler dan sebagian
terikat dengan protein. Kalium membantu mengaktivasi reaksi enzim piruvat kinase
yang menghasilkan asam piruvat dalam metabolisme karbohidrat. Kalium
diekskresikan dalam usus oleh cairan pencernaan tetapi sebagian besar akan diserap.
Ginjal adalah organ utama ekskresi K. Kalium mencapai sel melalui proses absorbsi
aktif. Kalium dibuang dari tubuh melalui urin. Hampir sebagian besar kegiatan tubuh
dipengaruhi oleh kosentrasi K dalam plasma (Nasoetion, 1995).
Vitamin
Menurut Piliang dan Soewondo (2006) vitamin-vitamin dapat diabsorpsi
secara keseluruhan oleh usus halus. Vitamin tidak dapat digunakan secara habis
dalam reaksi biokomia namun satu molekul vitamin akan digunakan berulang-ulang,
namun mengalami degradasi dan memerlukan pergantian molekul baru. Fungsi
vitamin diantaranya 1) sebagai koenzim atau gugus prostetik dari enzim, 2) mengatur
metabolisme, 3) membantu mengkonversi lemak dan karbohidrat mejadi energi, dan
4) membantu pembentukan tulang serta jaringan tubuh.
Beberapa vitamin dapat disintesis oleh tubuh di saluran pencernaan pada
batas-batas tertentu, misalnya vitamin K, thiamin, folacin, dan vitamin B12. Vitamin
A, choline, dan niacin dapat dibentuk di dalam tubuh jika tersedia prekursornya.
Vitamin D dapat disintesis kulit melalui bantuan sinar ultra violet (UV). Jumlah
maksimum suatu vitamin dimana jaringan tubuh dapat mempertahankannya dikenal
sebagai kadar kejenuhan suatu vitamin (Saturation Level). Bentuk vitamin dapat
mempengaruhi tingkat absorbsi (Piliang dan Soewondo, 2006).
17
Vitamin larut lemak dapat disimpan dalam jumlah yang lebih banyak
dibanding vitamin yang larut air, sehingga vitamin larut lemak mempunyai potensi
besar untuk mencapai kondisi toksisitas dibanding vitamin larut air. Vitamin larut
air mempunyai daya jenuh rendah karena kelebihannya akan diekskresikan melalui
urin. Vitamin
larut lemak umumnya cukup
stabil terhadap proses pemasakan,
pemanasan, dan tidak hilang dalam air dalam proses memasak (Piliang dan
Soewondo, 2006).
Vitamin A
Vitamin A berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan,
diferensiasi sel, reproduksi dan kekebalan. Menurut McDowell (2000) defisiensi
vitamin A dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, hilangnya bobot badan,
penampilan buruk dan rabun serta menyebabkan fertilitas menurun pada kambing
yang sedang tumbuh. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan
vitamin A sebanyak 5000 IU/kg.
Vitamin D
Piliang dan Soewondo (2006) menyatakan bahwa vitamin D meningkatkan
enzim citrogenase dan produksi sitrat dan memacu penyerapan Ca.Hurley (1989)
menyatakan bahwa vitamin D terlibat dalam proses homeostatis Ca darah yang juga
melibatkan hormone paratiroid, kalsitonin, dan bentuk aktif vitamin D (1,25
dihidroxyvitamin D3) (Horst, 2003). Kadar Ca darah memiliki laju pergantian yang
sangat cepat ketika kambing sedang laktasi. Regulasi Ca dalam darah penting untuk
dijaga pada level normal untuk mencegah terjadinya hipokalsemia.Kambing dengan
berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin E sebanyak 100 IU/kg
(McDowell, 2000).
Vitamin E
Menurut Muchtadi (1994) dan Winarto (2010) vitamin E mempunyai fungsi
utama sebagai antioksidan di dalam tubuh dan mengurangi pengaruh buruk radikal
bebas yang menumpuk akibat terjadinya cekaman. Menurut Piliang dan Soewondo
(2006) vitamin E mempunyai potensi sebesar 1%-50% dari bentuk aktif dalam
vitamin E, yaitu sebagai tokoferol (Piliang dan Soewondo, 2006). Vitamin E
berfungsi: (1) sebagai antioksidan biologis, (2) menjaga struktur lipida, (3) dalam
18
reaksi-reaksi fosforilasi, (4) dalam metabolisme asam nukleat, (5) dalam sintesis
asam askorbat, (6) sintesis ubiquinon dan metabolisme sulfur asam amino
(Sumardjo, 2006). Vitamin E juga berfungsi untuk mengatur integritas dan fungsi
organ reproduksi, sirkulasi darah, dan kekebalan tubuh (Leshchinsky dan Klasing,
2001). Vitamin E sebagian besar disimpan di jaringan lemak dan selebihnya di hati
(Almatsier, 2001).
Menurut Noguchi dan Niki (1999), vitamin E termasuk antioksidan primer
yang bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai peroksidasi lipid dengan cara
menjadi donor ion hidrogen bagi radikal bebas menjadi molekul yang lebih stabil
yaitu hidroperoksida. Enzim GSH-Px juga bekerja sebagai donor hidrogen. Vitamin
E bekerja sinergis dengan Se dalam menjaga keutuhan membran selular dan
subselular (Underwood dan Suttle, 2001; McDowell 1982; Parakkasi, 1983). Dalam
bentuk tokoferol, vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida bebas
sedangkan Se mengurangi peroksidasi fofolipid yang sudah terlanjur terbentuk
(Fellenberg dan Speisky, 2006; McDowell, 1982). Namun jumlah vitamin E yang
cukup masih belum mampu mencegah timbulnya beberapa peroksida yang terbentuk.
Unsur Se merupakan pertahanan kedua untuk menjaga keutuhan membrasel setelah
Vitamin E (McDowell, 1982). Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis
membutuhkan viamin E sebanyak 100 IU/kg (McDowell, 2000).
Kondisi Lingkungan Kandang dan Cekaman Panas
Menurut Siregar (1997) iklim merupakan stressor yang kuat dalam
mempengaruhi produksi susu baik secara langsung maupun tidak langsung. Wayman
et al (1962) mengungkapkan bahwa suhu udara yang tinggi dapat menurunan
produksi susu sebagai akibat dari turunnya nafsu makan ternak, turunnya gerak laju
digesta, dan turunnya efisiensi penggunaan energi untuk produksi susu. Battacharya
dan Husain (1974) menyatakan bahwa suhu yang panas mampu menurunkan daya
cerna bahan kering, protein kasar, lemak, dan metabolisme energi.
Menurut Scientific Committee on Animal Health and Animal Welfare (1999)
kambing lebih sensitif terhadap dingin dibandingkan dengan domba.
Kambing
rentan terhadap kelembaban dan angin (Constantinou, 1987). Meskipun kambing
lebih toleran terhadap suhu yang tinggi, namun kambing juga peka terhadap suhu
tinggi. Menurut Appleman dan Delouche (1958), suhu 300C dapat menurunkan
19
produksi susu. Hafez (1968) melaporkan bahwa suhu 350C sudah dapat menurunkan
produksi susu kambing. Smith dan Sherman (1994) melaporkan kondisi optimum
kandang kambing pada iklim temperate minimum 60C dan maksimum 270C,
sedangkan kelembaban relatifnya 60%-80%.
Olsson et al. (1997) menjelaskan bahwa suhu lingkungan yang tinggi
mempengaruhi peripheral thermoreceptor dan thermosensitive unit pada sistem
syaraf pusat. Suhu juga merangsang bagian pre-optical di hipotalamus untuk
mengaktifkan mekanisme heat-loss secara fisiologis dan tingkah laku.
Ketika
cekaman panas terjadi maka peredaran darah mengalami penyesuaian dengan adanya
inhibisi dari syaraf sympathetic vasoconstrictor sehingga kulit mencapai vasodilatasi
maksimal. Suhu rectal meningkat sehingga hewan akan mengalami panting yang
diikuti dengan menurunnya konsumsi pakan dan meningkatnya konsumsi air.
20
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing Darul Fallah Farm yang
terletak di Pondok Pesantren Darul Fallah, Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Penelitian
dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September 2011. Analisa
pakan, feses, dan kandungan mineral susu dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi
Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Ternak yang digunakan adalah kambing perah peranakan Etawah (PE) yang
sedang laktasi sebanyak 8 ekor dengan rataan produksi susu 356,46±320,69
g/hari/ekor. Pakan yang diberikan adalah rumput lapang, ampas tempe, rumput
gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan crude palm oil
(CPO). Suplemen yang digunakan adalah kedelai sangrai, selenium, kromium,
vitamin A, vitamin D, dan vitamin E. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan
kambing berupa kandang individu berbentuk panggung berukuran 1 x 2m yang
terbuat dari bambu. Peralatan lain yang digunakan selama penelitian adalah
perlengkapan kandang, perlengkapan koleksi feses, peralatan analisa proksimat,
peralatan analisa mineral, gelas ukur 1 liter, timbangan kasar 5 kg, timbangan kasar 1
kg, oven 600 dan tanur.
Prosedur
Perlakuan
Pakan yang diberikan adalah rumput lapang, ampas tempe, rumput gajah,
dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan crude palm oil (CPO).
Dua perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalahperlakuan 1 yaitu pemberian
pakan tanpa suplementasi dan perlakuan 2 yaitu pemberian pakan dengan
suplementasi kedelai sangrai, vitamin A, D, E dan mineral kromium dan selenium.
Pakan Komposisi ransum komplit yang digunakan selama penelitian dapat dilihat di
Tabel 4.
21
Tabel 4. Komposisi Bahan Pakan yang Digunakan pada Penelitian
Bahan Pakan
Komposisi dalam Ransum (%)
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Pakan Basal
Rumput Lapang
32,12
32,12
Ampas Tempe
53,15
53,15
Rumput Gajah Kering
5,89
5,89
Dedak
0,85
0,85
Jagung
2,48
2,48
Onggok
1,29
1,29
Bungkil Kedelai
2,98
2,98
Bungkil Kelapa
0,94
0,94
CPO
0,30
0,30
Suplementasi
Kedelai Sangrai
-
280g/kg
Vitamin A
-
8000 IU
Vitamin E
-
0,045 g/kg
Vitamin D3
1500 IU
Se
-
0,30 ppm
Cr Organik
-
3,00 ppm
Pakan yang digunakan pada penelitian terdiri dari dua jenis, yaitu perlakuan 1
dan pakan perlakuan 2. Kedua jenis pakan tersebut dianalisa beserta sampel ampas
temp dan rumput lapang yang digunakan pada peternakan Darul Fallah Farm.
Analisa proksimat bertujuan untuk mendapatkan komposisi nutrien yang terkandung
pada pakan dan bahan pakan tersebut. Analisa proksimat berguna untuk menghitung
peubah-peubah yang diamati meliputi (a) konsumsi bahan kering, (b) konsumsi
mineral, (c) absorpsi mineral, dan (d) sekresi mineral pada susu kambing peranakan
Ettawah laktasi. Komposisi nutrien pakan perlakuan 1, pakan perlakuan 2, ampas
temped an rumput lapang yang digunakan dalam penelitian terdapat pada Tabel 5.
22
Tabel 5. Komposisi Nutrient Rumput Lapang, Ampas Tempe, dan Pakan
Kode
BK(%)
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Ampas Tempe
Rumput Lapang
85,69
84,18
20,59
22,42
Abu
10,85
10,85
4,42
11,69
PK
21,96
16,27
18,02
13,29
SK
17,62
19,29
51,68
39,16
LK
2,26
2,77
2,23
1,29
Beta-N
47,31
50,82
23,65
34,57
Ca
0,28
0,37
0,16
0,21
P
0,14
0,12
0,04
0,18
Mg
0,07
0,03
0,04
0,04
K
4,03
4,29
0,94
4,11
Na
0,06
0,04
0,15
0,03
Zn
0,02
0,02
0,02
0,02
Komponen(% BK)
Mineral(%)
Keterangan : Data diperoleh dari analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor
Persiapan Pakan
Rumput gajah yang digunakan dikeringkan (hay) dibawah terik matahari.
Bahan-bahan lain penyusun konsentrat digiling halus. Kromium yang digunakan
berasal dari inkorporasi kromium inorganik melalui bantuan fermentasi kapang
tempe (Rhizopus oligosporus) selama 10 hari. Tempe yang mengandung kromium
dan telah siap panen kemudian dicacah dan dikeringkan di dalam oven 60o untuk
selanjutnya digiling. Selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E diperoleh dari
PT. Nutreco Indonesia. Saat penyusunan ransum dilakukan pencampuran bertahap.
Bahan yang dicampurkan lebih dahulu adalah bahan-bahan dengan presentase
terkecil hingga presentase terbesar, metode ini dilakukan untuk memastikan bahwa
bahan-bahan ransum komplit tercampur secara merata.
Pemeliharaan Kambing
Kambing yang telah dikelompokkan ke dalam dua perlakuan dipelihara
selama 1 bulan dengan masa adaptasi pakan selama 2 minggu. Pakan diberikan
23
sebanyak 7,3 kg/hari/ekor. Setiap harinya dilakukan pencatatan konsumsi pakan dan
produksi susu. Pada minggu ke-4 dilakukan koleksi total feses dan pengambilan
sampel susu untuk analisa mineral.
Pengambilan Sampel dan Pengukuran Kadar Mineral Susu
Pengambilan sampel susu dilakukan pada minggu keempat. Sampel susu
terdiri atas susu pada pemerahan pagi dan sore hari. Sampel susu pagi disimpan
dalam botol plastik ukuran 50 ml dan dimasukan ke dalam lemari es, kemudian
setelah mendapatkan sampel susu sore hari dilakukan pencampuran kedua sampel
secara proposional, lalu dihomogenkan dan diabukan dengan metode wet ashing
(Reitz, 1960).
Pengabuan dengan metode wet ashing dilakukan untuk mengetahui
kandungan mineral pada susu kambing. Sebanyak 5 ml susu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer ukuran 100 ml. Sampel ditambah 5 ml HNO3(p) dan didiamkan selama 1
jam di ruang asam. Sampel dipanaskan di atas hot plate bertemperatur 250 OC
selama 4 – 6 jam di ruang asam, tempat sampel ditutup lalu dibiarkan selama
semalam. Selanjutnya ke dalam sampel ditambahkan 0,4 ml H2SO4(P) dan sampel
dipanaskan selama ± 1 jam pada suhu 250 OC hingga larutan lebih pekat. Selanjutnya
hasil destruksi ditambah 2-3 tetes campuran larutan HClO4 : HNO3(P)
dengan
perbandingan 2:1. Sampel tetap diletakkan di atas hot plate dan dilakukan
pemanasan hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning muda.
Sampel kemudian didinginkan dan ditambah 2 ml aquades dan 0,6 ml HCl(p).
Pemanasan dilanjutkan hingga sampel larut kemudian dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml. Endapan disaring dengan kertas saring whatman No.41 lalu filtrat
digunakan untuk pembacaan kadar mineral menggunakan atomic absorption
spectrophotometer (AAS) atau double beam spectophotometer khususnya untuk
posphor.
Pengambilan Sampel dan Pengukuran Komposisi Mineral Feses
Pengambilan sampel feses dilakukan pada minggu keempat selama 1 minggu.
Koleksi feses dilakukan menggunakan jaring paranet yang dipasang di bawah setiap
kandang individu. Feses individu kambing yang terkumpul pada pagi hari, dijemur
menggunakan nampan dan setelah kering dikumpulkan pada kantung kain hingga
24
periode koleksi selesai. Sebanyak 10% feses dimasukan ke dalam oven 60⁰C selama
24 jam. Sebanyak 15 g feses kering digunakan untuk analisa komposisi mineral
dengan metode wet ashing (Reitz, 1960)
Pengabuan dengan metode wet ashing dilakukan untuk mengetahui
kandungan mineral pada susu kambing. Sebanyak 15 g feses dimasukkan ke dalam
erlenmeyer ukuran 100 ml. Ke dalam labu ditambahkan 15 ml HNO3(p) dan
didiamkan selama 1 jam. Sampel dipanaskan di atas hot plate bertemperatur 250OC
selama 4 – 6 jam di ruang asam, sampel ditutup lalu dibiarkan selama semalam.
Sampel ditambah 1,2 ml H2SO4(P) dan dipanaskan selama ± 1 jam hingga larutan
lebih pekat. Selanjutnya ditambahkan 6-9 tetes campuran larutan HClO4 : HNO3(P)
dengan perbandingan 2:1. Sampel tetap diletakkan di atas hot plate dan dilakukan
pemanasan pada suhu 250OC hingga terjadi perubahan larutan menjadi kuning muda.
Sampel kemudian didinginkan dan ditambah 6 ml aquades dan 1,8 ml HCl(p).
Pemanasan dilanjutkan hingga sampel larut kemudian dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml. Endapan disaring dengan kertas saring whatman No.41 lalu filtrat
digunakan untuk pembacaan kadar mineral menggunakan atomic absorption
spectrophotometer (AAS) atau double beam spectophotometer khususnya untuk
phospor.
Konsumsi Pakan (g/ekor/hari)
Konsumsi pakan merupakan selisih antara pakanyang diberikan (g/ekor/hari)
dengan pakan sisa yang ditimbang (g/ekor/hari). Jumlah konsumsi digunakan untuk
mengetahui konsumsi bahan kering (BK) dan mineral.
1. Konsumsi BK pakan (g/ekor/hari) =
[BK pakan yang diberikan (g/ekor/hari) – BK sisa pakan (g/ekor/hari)]
2. Konsumsi mineral pakan (g/ekor/hari) / KM =
[Mineral pakan yang diberikan (g/ekor/hari) – Mineral sisa pakan
(g/ekor/hari)]
Komposisi Mineral Susu (%) dan Absorbsi Mineral (%)
Sampel susu diambil pada minggu keempat pada penelitian untuk mengetahui
kandungan mineral. Analisa komposisi mineral susu meliputi mineral makro kalsium
(Ca), phospor (P), magnesium (Mg), kalium (K), dan natirum (Na) serta mineral
25
mikro seng (Zn), selenium (Se), dan kromium (Cr). Koleksi feses dilakukan selama
7 hari berturut-turut pada minggu keempat penelitian dengan menggunakan jaring
paranet yang dipasang di bawah setiap kandang individu. Feses individu kambing
dikoleksi pada pagi hari. Feses yang terkumpul dijemur di bawah terik matahari
selama ± 7 jam dengan menggunakan nampan, setelah setengah kering dikumpulkan
pada kantung kain hingga periode koleksi selesai. Penjemuran feses bertujuan untuk
mencegah tumbuhnya jamur selama periode koleksi feses. Sebanyak 10% feses
dimasukan kedalam oven 60⁰C selama 24 jam.
Sebanyak 15 g feses kering
digunakan untuk analisa komposisi mineral dengan metode wet ashing (Reitz,1960).
Mineral feses yang diukur kadarnya meliputi mineral makro, kalsium (Ca), phospor
(P), magnesium (Mg), kalium (K), dan natirum (Na) serta mineral mikro seng (Zn),
selenium (Se), dan kromium (Cr).
Koleksi feses dilakukan untuk menghitung nilai absorbsi mineral pakan.
Absorbsi mineral merupakan selisih dari konsumsi mineral pakan dengan kandungan
mineral feses. Konsumsi mineral merupakan jumlah total konsumsi mineral yang
terkandung pada BK pakan yang terdiri terdiri atas rumput lapang, ampas tempe, dan
ransum komplit selama periode pemeliharaan. Sedangkan kandungan mineral feses
dihitung dengan mengalikan jumlah total BK feses yang dikoleksi dengan kandungan
mineral feses tersebut.
1. Kandungan Mineral Feses (g/ekor/hari) / KMF:
Total BK feses (g) x kadar mineral feses (%)
2. Absorbsi Mineral (%) =
KM (g/ekor/hari) – KMF (g/ekor/hari)
KM (g/ekor/hari)
X 100%
Produksi susu (ml/ekor/hari) dan Sekresi Mineral Susu (g/ekor/hari)
Produksi susu diperoleh dengan cara mencatat hasil pemerahan dari setiap 8
ekor kambing PE pada pagi dan sore hari yang diukur selama masa penelitian. Alat
yang digunakan adalah gelas ukur plastik dengan kapasitas 1 liter dan milk can. Hasil
produksi susu digunakan untuk menghitung sekresi mineral susu pada minggu
terakhir penelitian. Sekresi mineral susu dihitung dengan mengalikan kandungan
mineral dalam susu dengan jumlah produksi susu pada minggu terakhir penelitian.
26
Sekresi Mineral Susu (g/ekor/hari): Jumlah produksi susu (g/ekor/hari) x kandungan
mineral susu (%)
Rancangan Percobaan
Percobaan dilakukan terhadap delapan ekor kambing PE laktasi yang dibagi
menjadi dua kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari empat
ulangan. Data hasil penelitian pada dua perlakuan dianalisis menggunakan Uji t
untuk dua perlakuan masing-masing empat ulangan kambing perah dengan
perhitungan mengikuti prosedur Mattjik dan Sumertajaya (2002). Hubungan antara
dua peubah dianalisis menggunakan analisis regresi linear (Steel dan Torri, 1995)
untuk mendapatkan gambaran penuh mengenai pengaruh pemberian ransum komplit
terhadap peubah yang diamati.
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lingkungan Peternakan
Rataan suhu minimum dan maksimum di dalam kandang pada peternakan
selama penelitian adalah berturut-turut 22,55 ± 0,469oC dan 32,25 ± 0,374oC. Cuaca
pada saat penelitian berlangsung menggambarkan cuaca pada musim kemarau yang
umumnya panas, kering, dan berangin. Pada cuaca ini kambing perah rentan
mengalami cekaman panas karena perbedaan suhu kandang yang ekstrim pada
malam hari dan siang hari.
Pada Gambar 1 disajikan grafik suhu maksimum dan minimum di dalam
kandang di peternakan Darul Fallah Farm. Suhu yang dicatat merupakan suhu
terendah dan suhu tertinggi dalam periode waktu 24 jam. Sumbu Y merupakan suhu
di dalam kandang sedangkan sumbu X merupakan hari pengamatan.Terdapat
perbedaan suhu yang mencolok pada suhu terendah dan tertinggi. Hal ini merupakan
salah satu faktor penyebab cekaman panas dan stress pada ternak.
35
33
Suhu Kandang (OC)
31
29
27
25
Suhu Maksimum
23
Suhu Minimum
21
19
17
15
1
2
3
4
5
6
7
8
Hari Pengamatan
Gambar5. Grafik Suhu Minimum dan Maksimum di dalam Kandang
Kambing Milik Darul Fallah Farm Selama Penelitian. Menurut Siregar (1997) iklim merupakan stressor yang kuat dalam
mempengaruhi produksi susu baik secara langsung maupun tidak langsung. Wayman
et al (1962) mengungkapkan bahwa suhu udara yang tinggi dapat menurunkan
28
produksi susu sebagai akibat dari turunnya nafsu makan ternak, gerak laju makanan
rumen, dan efisiensi penggunaan energi untuk produksi susu. Battacharya dan
Husain (1974) menyatakan iklim adalah salah satu faktor menurunnya daya cerna
bahan kering, protein kasar, lemak, dan metabolisme energi.
Oisson et al. (1997) menjelaskan bahwa reaksi adaptif kambing perah
terhadap panas dapat dilihat dari tingkah lakunya yang menghindari merumput saat
cuaca panas dan cenderung mencari area teduh. Suhu yang tinggi mempengaruhi
peripheral thermoreceptor dan thermosensitive unit pada sistem syaraf pusat. Suhu
juga merangsang bagian pre-optical di hipotalamus untuk mengaktifkan mekanisme
heat-loss secara fisiologis dan tingkah laku. Ketika cekaman panas terjadi maka
peredaaran darah akan mengalami penyesuaian dengan adanya inhibisi dari syaraf
sympathetic vasoconstrictor sehingga kulit mencapai vasodilatasi maksimal. Suhu
rectal meningkat sehingga hewan akan mengalami panting yang diikuti dengan
menurunnya konsumsi pakan dan meningkatnya konsumsi air.
Menurut Appleman dan Delouche (1958) suhu lingkungan 300C dapat
menurunkan produksi susu. Hafez (1968) melaporkan bahwa suhu 350C sudah dapat
menurunkan produksi susu kambing. mith dan Sherman (1994) melaporkan kondisi
optimum kandang kambing pada iklim temperate minimum 60C dan maksimum
270C, sedangkan kelembaban relatifnya 60% - 80%. Sementara dari data yang
diperoleh diketahui bahwa suhu di dalam kandang melebihi suhu yang dinyatakan
dapat menyebabkan cekaman. Data suhu maksimum dan maksimum di dalam
kenadang menggambarkan bahwa kambing mengalami cekaman khusunya pada
siang hari. Perbedaan suhu maksimum dan suhu minimum dalam 24 jam membuat
kambing memerlukan nutrien yang cukup untuk mempertahankan status fisiologis
normalnya dan menunjang produksi susunya.Unsur Se dikenal mampu melawan efek
oksidasi dari radikal bebas dalam bentuk glutathione peroxidase (GSH-Px). Selenium
bekerja secara sinergis dengan vitamin E untuk menjaga keutuhan membrane selular
dan subselular sehingga sel dapat berfungsi secara normal. Kedelai sangrai sebagai
sumber protein disuplementasikan agar dapat membantu sel dalam menyerap nutrien
dari pakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piliang dan Soewondo (2006) bahwa
protein dapat meningkatkan efisiensi absorbs nutrien. Vitamin D dan vitamin A
29
disuplementasikan untuk meningkatkan aborbsi kalsium yang banyak dibutuhkan
pada kambing PE laktasi.
Konsumsi Pakan
Tabel 6 menunjukkan bahwa rataankonsumsi bahan kering sebesar 1821 ±
298 g/ekor/hari untuk perlakuan 1 dan 1750 ± 521 g/ekor/hari untuk perlakuan 2.
Apdini (2011) menunjukkan konsumsi bahan kering yang lebih tinggi 2170.86
g/ekor/hari. Sedangkan Novita (2005) pada penelitiannya menunjukkan bahwa
konsumsi BK pada kambing PE betina laktasi adalah 1071± 63 g/ekor/hari, konsumsi
Ca 2,84 ± 0,95 g/ekor/hari, dan konsumsi P 4,49 ± 0,26 g/ekor/hari. Atabany (2001)
menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering harian kambing PE dengan rataan bobot
hidup 48 kg adalah 1753 g/ekor/hari. Konsumsi bahan kering dan mineral disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Mineral Kambing Peranakan Etawah
Laktasi yang Mendapat Pakan Tanpa atau dengan Suplemen
Konsumsi
Perlakuan 1
Perlakuan 2
1821 ± 29
1750 ±52
Ca
3,668 ± 0,102
3,316 ± 0,131
P
1,716 ± 0,040
1,714 ± 0,078
Mg
1,660 ± 0,015
1,055± 0,527
K
43,464 ± 1,313
40,502 ± 2,142
Na
1,738 ± 0,020
1,715 ± 0,052
Zn
0,366 ± 0,006
0,350 ± 0,010
BK, g/ekor/hari
Mineral, g/ekor/hari
Tidak terdapat perbedaan konsumsi bahan kering dan komponen nutriennya
dalam penelitian ini (P>0,05).Konsumsi bahan kering kambing perah pada penelitian
ini lebih dari 4% bobot badan kambing. Namun hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Apdini (2011) yang melaporkan bahwa konsumsi bahan kering
kambing perah lebih dari 4% bobot badan kambing. Kebutuhan nutrien kambing
perah dewasa pada fase produksi laktyasi dapat mencapai 4,6% dari bobot hidup
(Rashid, 2008). Tingginya konsumsi bahan kering ransum komplit pada kedua
30
perlakuan memastikan bahwa kambing percobaan mendapat suplai nutrien yang
mencukupi kebutuhan masa laktasi.
Perbedaan konsumsi dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya
faktor fisiologis ternak dan pakan (Orskov, 2001). Selain itu tingkat konsumsi pada
kambing perah dipengaruhi oleh bobot badan, produksi susu, dan periode laktasi
(Avondo etal., 2008). Perbedaan konsumsi berpengaruh terhadap konsumsi nutrien
yang terkandung dalam pakan.
Penelitian ini menunjukkan konsumsi yang tinggi. Hal ini diduga terkait
dengan perbaikan kualitas ransum yang diberikan. Sedangkan turunnya konsumsi
pada pakan perlakuan 2, diduga karena pengaruh suplementasi kromium organik
yang digunakan. Kromium organik mampu mempengaruhi aktivitas metabolisme
rumen. Penelitian Astuti (2005) menyatakan bahwa suplementasi kromium organik
pada level 1 mg/kg telah mampu meningkatkan kosentrasi ammonia. Arora (1995)
menyatakan bahwa amonia penting karena berpengaruh terhadap pertumbuhan
biomassa mikroba rumen sehingga sangat menentukan sintesis protein mikroba
rumen. Perbaikan kondisi biomassa mikroba rumen tersebut berpengaruh terhadap
aktivitas mikroba rumen dalam mencerna bahan kering.
Absorbsi Mineral
Efisiensi penyerapan mineral pada kambing penelitian dapat diketahui
dengan mengukur tingkat absorpsinya. Data dari hasil pengukuran kadar mineral
feses disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Kandungan Mineral Feses Kambing PE Laktasi yang Mendapat
Pakan Tanpa atau dengan Suplemen (%)
Mineral
(%)
Ca
Perlakuan 1
Perlakuan 2
0,63 ± 0,46
0,61 ± 0,15
P
0,42 ± 0,12
0,33 ± 0,05
Mg
0,23 ± 0,11
0,15 ± 0,05
K
1,25 ± 0,36
1,03 ± 0,29
Na
0,22 ± 0,10
0,28 ± 0,17
Zn
0,23 ± 0,11
0,07 ± 0,023
31
Suplementasi kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan
vitamin E yang diberikan melalui pakan tidak berpengaruh (P > 0,05) terhadap rataan
kandungan mineral feses pada kambing Ettawah laktasi. Kandungan Ca, P, Mg, pada
feses kambing perlakuan memiliki kecenderungan lebih rendah. Hal ini terkait
dengan konsumsi yang lebih rendah dan juga kemungkinan mengindikasikan bahwa
absorbsi mineral berlangsung dengan baik. Absorbsi mineral sangat tergantung pada
kelarutan mineral, jumlah dan kebutuhan ternak yang mengkonsumsinya.
Peningkatan absorpsi dapat terjadi jika unsur mineral mudah larut dan mempunyai
konsentrasi tinggi.
Data absorbsi mineral pada kambing laktasi yang digunakan dalam percobaan
disajikan pada Tabel 8. Suplementasi kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A,
vitamin D, dan vitamin E yang diberikan melalui ransum komplit tidak berpengaruh
terhadap absorbsi mineral pada kambing Ettawah laktasi (P > 0,05). Toharmat et al.
(2006) melaporkan bahwa pada kambing peranakan Etawah muda, absorsi mineral
Ca berkisar antara 12,44%-33,82% Mg 17,92%-52,32% dan Zn 22,11% - 41,69%.
Absorpsi Ca, P, Mg, Na, K dan Zn pada kambing Etawah laktasi sangat
tinggi pada penelitian ini. Nilai absorpsi dan konsumsi mineral yang tinggi
merupakan indikator kebutuhan dan kecukupan mineral tersebut. Semakin tinggi
nilai absorbsi yang diperoleh maka semakin banyak mineral yang diabsorbsi oleh
tubuh kambing dan semakin sedikit yang disekresikan oleh kambing melalu feses.
Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan kambing laktasi akan mineral sangat tinggi,
namun diperkirakan bahwa kebutuhannya sudah terpenuhi dari pakan yang
dikonsumsinya.
Tabel 8. Absorbsi Mineral pada Kambing PE Laktasi yang Mendapat Pakan Tanpa
atau dengan Suplemen
Mineral(%)
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Ca
57,96 ± 21,99
50,60 ± 18,88
P
39,41 ± 7,04
49,54 ± 14,78
Mg
27,84 ± 17,85
44,66 ± 27,89
K
92,22 ± 2,94
93,21 ± 2,57
Na
64,83 ± 20,03
59,17 ± 21,83
Zn
40,94 ± 4,05
56,91 ± 28,33
32
Komposisi Mineral Susu
Konsumsi nutrien ditentukan oleh komposisi nutrien pakan dan jumlah
konsumsi pakan tersebut. Konsumsi akan mempengaruhi produksi dan kualitas susu
kambing perah karena untuk mensintesis susu pada ambingnya,kambing memerlukan
nutrien yang terkandung dalam pakan. Rumentor (2008) menyatakan bahwa kualitas
susu ditentukan oleh nutrien yang terdapat dalam darah sebagai prekursor sintesis
susu. Nutrien yang dikonsumsi akan mengalami proses pencernaan dan metabolisme
kemudian ditranspor ke seluruh tubuh dengan bantuan darah menuju organ-organ
yang memerlukan. Salah satunya adalah organ ambing yang merupakan tempat
terjadinya sintesis susu. Komposisi mineral susu kambing yang digunakan dalam
peneltian ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Komposisi Mineral Susu Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang
Mendapat Ransum Tanpa atau dengan Suplemen
Mineral
(%)
Ca
Perlakuan 1
Perlakuan 2
0,20 ± 0,13
0,165 ± 0,05
P
0,21 ± 0,06
0,220 ± 0,10
Mg
0,02 ± 0,01
0,030 ± 0,005
K
0,47 ± 0,05
0,618 ± 0,15
Na
0,44 ± 0,09
0,471 ± 0,28
Zn
0,02 ± 0,01
0,015 ± 0,003
Menurut Setiawan (2003) komposisi mineral susu kambing adalah sebagai
berikut: Ca 0,133%, Mg 0, 0134%, P 0,110 %, K 0,204 %, Na 0,490%, dan Zn
0,0003 %. Kandungan mineral susu kambing Ettawah laktasi menunjukkan bahwa
suplementasi kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin
E yang diberikan melalui ransum komplit tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap
kandungan mineral susu kambing. Kandungan mineral Ca, Mg, P, K, dan Zn pada
susu kambing yang digunakan dalam penelitian ini lebih baik dari pada komposisi
mineral susu kambing yang dilaporkanSetiawan (2003).Hal ini mengindikasikan
bahwa kambing dalam penelitian mengkonsumsi mineral dalam jumlah mencukupi
kebutuhan dan mampu mengekresikan dalam jumlah yang lebih banyak.
33
Menurut Vincent dan Davis (1997) di dalam tubuh kromium membentuk
senyawa kompleks yang disebut glucose tolerance factor (GTF). Molekul tersebut
berinteraksi dengan insulin dan sel reseptor yang memungkinkan pasokan glukosa
ke dalam sel lebih baik. Sel akan mengubah glokosa menjadi energi yang diperlukan
untuk peningkatan imunitas, pemulihan pasca stress, glikogenesis, transpor, dan
pengambilan asam amino. Peningkatan kualitas transpor dan metabolisme nutrien
diperkirakan mempengaruhi komposisi mineral pada susu kambing yang dihasilkan
dan meningkatkan kandungan mineral pada susu kambing kelompok perlakuan.
Suplementasi Se dan vitamin E pada ransum komplit sangat diperlukan
terkait fungsinya yang sinergis sebagai antioksidan utama (Underwood dan Suttle,
2001). Surai (2003) melaporkan bahwa Se membantu retensi vitamin E dalam
plasma. Antioksidan utama tersebut berguna untuk menghilangkan radikal lemak,
radikal H2O2, atau metabolit relatif O2 yang berpotensi mengakibatkan kerusakan sel
dan menimbulkan penyakit. Vitamin E bekerja mencegah terbentuknya peroksida
bebas sedangkan selenium bekerja mengurangi peroksida yang sudah terlanjur
terbentuk (Fellenberg dan Speisky, 2006). Terhambatnya pembentukan radikal bebas
tersebut berpengaruh terhadap pening katan kualitas fisiologis ternak dari cekaman
stress, sehingga metabolisme nutrien dari bahan pakan lebih baik.Kualitas transpor
metabolisme dalam tubuh yang meningkat berhubungan dengan peningkatan kualitas
komposisi mineral susu pada kambing.Perbaikan metabolisme dalam tubuh kambing
dengan supelementasi Se dan vitamin E, tidak terekpresikan dalam produksi, namun
terjadi terdapat sedikit peningkatan pada kadar beberapa mineral susu (Tabel 9).
Vitamin D berkaitan dengan penyerapan dan metabolisme Ca yang sangat
dibutuhkan oleh kambing perah pada periode laktasi. Piliang dan Soewondo (2006)
menyatakann bahwa keasaman pada lambung yang berasal dari HCl akan
meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus. Vitamin D dapat meningkatkan enzim
citrogenase dan pada gilirannya akan meningkatkan produksi sitrat dalam sel
mukosa (Piliang dan Soewondo, 2006). Ketika sitrat diproduksi maka penyerapan Ca
dari usus semakin meningkat sehingga efisiensi penyerapan Ca menjadi lebih baik.
Neuman (1961) menyatakan bahwa vitamin D juga berperan sebagai antioksidan.
Defiseinsi vitamin D dapat menurunkan Ca darah dan merangsang sekresi kelenjar
paratiroid yang menghambat proses oksidasi sehingga menyebabkan mobilisasi Ca
34
dari tulang dan tulang rawan (Piliang dan Soewondo, 2006). Namun peran tersebut
tidak terekpresikan dalam komposisi susu. Hal ini kemungkinan bahwa kebutuhan
vitamin D pada kambing penelitian telah terpenuhi.
Sekresi Mineral Susu
Piliang dan Soewondo (2006) menyatakan bahwa pengambilan Ca dalam
tubuh selama periode kehamilan dan laktasi dapat mencapai 60% atau 70% dari
kebutuhan Ca selama proses tersebut. Sekresi mineral susu dihitung dengan
mengalikan jumlah produksi susu (g/ekor/hari) dengan kandungan mineral susu
(%).Suplementasi Cr, Se, vitamin D, dan vitamin E yang diberikan melalui ransum
komplit tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap sekresi mineral dalam susu pada
kambing Etawah laktasi. Mineral yang disekresi dan diekresikan sebagai komponen
susu disajikan pada Tabel 10.
Penambahan kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan
vitamin E pada kelompok kambing perlakuan menyebabkan kecenderungan
penurunan sekresi Ca, Na, dan Zn namun menyebabkan kecenderungan peningkatan
sekresi P, Mg, dan K di susu kambing. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi
tersebut berpengaruh berbeda pada mineral yang berbeda.
Tabel 10. Sekresi Mineral dalam Susu Kambing PE Laktasi yang Mendapat
RansumTanpa atau dengan Suplemen.
Mineral
Sekresi (g/ekor/hari)
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Ca
1,45 ± 1,29
0,82 ± 0,93
P
1,39 ± 0,94
1,50 ± 1,61
Mg
0,14 ± 0,13
0,15 ± 0,15
K
3,22 ± 1,94
3,39 ± 3,90
Na
1,79 ± 0,87
1,77 ± 1,66
Zn
0,20 ± 0,10
0,15 ± 0,01
35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Suplementasi kedelai sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan
vitamin E yang diberikan melalui ransum komplit tidak berpengaruh nyata terhadap
konsumsi bahan kering, komsumsi mineral, absorpsi dan sekresinya dalam air susu
kambing perah Etawah pada peternakan Darul Fallah. Upaya peningkatan kualitas
susu kambing perah ettawah dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memastikan
pemenuhan asupan nutrien pakan khususnya protein sesuai dengan standar
kebutuhannya.
Saran
Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk menentukan taraf pemberian kedelai
sangrai, kromium, selenium, vitamin A, vitamin D, dan vitamin E yang tepat
sehingga dapat diketahui taraf yang tepat untuk peningkatan kualitas mineral susu
kambing Etawah yang optimal.
36
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga penulis mampu menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc selaku pembimbing utama skripsi dan Dr. Ir.
Ibnu Khatsir Amrullah, MS selaku pembimbing anggota sekaligus pembimbing
akademik, atas motivasi, bimbingan, dan pelajaran serta koreksi yang diberikan sejak
perencanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terima
kasih ingin penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Suharti, MSi selaku dosen penguji
seminar dan panitia sidang, kepada Dr. Despal Tanjung, S.Pt, MScAgr dan kepada
Dr. Afton Attabany, S.Pt, MSi selaku dosen penguji sidang.
Ucapan terimakasih dan rasa hormat setinggi-tingginya juga ingin penulis
sampaikan kepada yang tercinta Ayahanda Budi Wiyono, B.Sc dan Ibunda
Nurhayati, B.Sc atas doa, dukungan moril maupun materiil, nasihat, kesabaran, dan
cinta kasih yang sangat berlimpah dan tiada henti. Adik Hasbi Asyari dan Adik
Apsari Sekar Candrasmurti atas keceriaan yang diberikan. Keluarga besar Kakek dan
Nenek: Hj. Sudari Effendy (Alm) dan Ibu Hj. Zainab, keluarga besar Bapak
Soekardji dan Ibu Rinah atas doa dan motivasi yang selalu diberikan, dan keluarga
besar Bapak Kaboel yang menginspirasi. Ucapan terimakasih juga ingin penulis
sampaikan untuk yang terkasih Yogie Santoso, S.Si atas pengalaman yang berharga,
dukungan selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi.
Penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada Pak Hendri, Bu Novit, Pak
Kiki dan seluruh pegawai di peternakan Darul Fallah Farm atas kerja sama dan
bantuannya selama ini. Dhiki Mardiana Januari, Annita Aviantry, Putri Hidayah, dan
Ali Nurhadi, teman-teman tim PKM-P 2010 atas pengorbanannya. Selviana Yustika
Moechry dan Emmy Ratna Susanti, teman satu bimbingan dan penelitian untuk
perjuangan selama ini. Keluarga besar Kamajaya Kediri sebagai keluarga kedua.
Sahabat suka maupun duka Ira Dewiyana Sambas, Liza Nur Azizah, Fenni Uldha S,
Tekad Urip Pambudi Sujarnoko, Realita Denik Purwohandini, dan GENETIC 45
serta sahabat-sahabat terdekat atas kebersamaan yang indah. Seluruh staff
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan yang sabar dan penuh pengertian.
Terima kasih kepada semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu,
semoga skripsi ini berguna bagi pembaca.
37
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, T. Sutardi, T. Toharmat, W. Manalu, & Nahrowi. 2006. Respons kualitas
susu pada suplementasi kacang kedelai sangrai dan sabun kalsium serta
mineral organik dalam ransum sapi perah. JITV11(4): 280-286
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Pustaka Utama. Gramedia, Jakarta.
American Dairy Goat Association. 2002. Milk Comparison. The American Dairy
Goat Association. Sinpdale, New York City.
Andries, J. I., F. X. Buysse, D. L.Debrabander, & B. G. Cottyn. 1987. Isoacid in
ruminant nutrition: their role in ruminal and intermediary metabolism and
possible influences on perfomance. Anim Feed Sci Technol18: 169-180.
Appleman, R. D.& J. C. Delouche. 1958. Behavioral, physiological and biochemical
responses of goats to temperature 0oC to 40oC. J. Anim. Sci. 17:326-330.
Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Murwani R, penerjemah;
Srigandono B, editor. Ed ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Terjemahan dari: Microbial Digestion in Ruminants.
Asminaya, N. S. 2007. Penggunaan ransum komplit berbasis sampah sayuran pasar
untuk produksi dan komposisi susu kambing perah. Tesis. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Astuti, W. D. 2005. Produksi kromium organik dari fungi serta peranannya bagi
aktivitas fermentasi rumen. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Atabany, A. 2001. Study kasus produktivitas kambing peranakan ettawah dan
kambing saanen pada peternakan kambing perah barokah dan PT. Taurus Dairy
Farm. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Avondo, M., L. Biondi, R. I. Pagan, A. Bonannom,& L. Lutri. 2008. Feed Intake. In:
G. Pulina & A. Cannas (Eds.) Dairy Goats Feeding and Nutrition. CAB
International, Wallingford.
[BPS]
Badan Pusat Statistik. 2010. Populasi
https://www.bps.go.id/. [10 Agustus 2011]
Ternak
di
Indonesia.
Bhattacharya, A.N.& F. Hussain. 1974 . Intake and utilization of nutrients in sheep
fed different levels of roughage under heat stress. J. Anim.Sci.38:877.
Brody, T. 1994. Nutritional Biochemistry. Academic Press, Toronto.
Burton, J.L. 1995. Supplemental chromium: its benefit to the bovine immune system.
Anim. Feed. Sci. Technol. 53: 117-125.
Cefalu, W. T.&F. B. Hu. 2004. Role of chromium in human health and in diabetes.
Diabetes Care27:2741-2751.
Collier R. J. 1985. Nutritional metabolic and environmental aspect of lactation. Di
dalam: Larson BLM editor. Lactation. The Iowa State University Press, Iowa.
38
Constantinou, A. 1987. Goat housing for different environment and production
systems. Proceedings, 4th International Conference on Goats, Brasilia, Brazil,
EMBRAPA 1: 241-268.
Davis, C.M.&J. B. Vincent. 1997. Isolation and characterization of a biologically
active chromium oligopeptide from bovine liver. Archives of Biochemistry
and Biophysics 119: 335-343.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Statistik Peternakan 2008. Jakarta:
Departemen Pertanian.
Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat (Animal Agriculture Series) 6th Ed.
Interstate Publisher, Inc., Danvile.
Fellenberg, M. A. & H. Speisky. 2006. Antioxidant: what role do they plan in
physical activity and health. Am. J. Clin. Nutr. 729: 637-646.
Fleet I. R. & T. B. Mepham. 1985. Mammary uptake of amino acids and glucose
throughout lactation in Friesland sheep. J. Dairy Res.52: 228-237.
Fomon, S. J.1993. Nutrition of Normal Infants. Mosby, St. Louis.
Georgievskii VI. 1982. The Physiological Role of Microelements. Di dalam: Mineral
Nutrition of Animals. London: Butterworths, London.
Hayirli, A., D. R. Bremmer, S. J. Bertics, M. T. Socha, & R. R Grummer.2001.
Effect of chromium supplementation on production and metabolic parameter
in periparturient dairy cows. Journal of Dairy Science 84: 1218-1230.
Haenlein, G.F.W. 1980. Mineral nutrition of goat. J Dairy Sci. 63:1729-1748.
Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger, Philadelphia.
Hertaviani, R. F. 2009. Kandungan nutrisi dan kadar laktoferin dalam susu kambing
perah bangsa peranakan etawah (PE) dan jawarandu. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Horst, R. L., J. P Goff,& T. A Reinhardt. 2003. Role of vitamin D in calcium
homeostasis and its use in prevention of bovine periparturient paresis. Acta.
Ved Scand. Suppl. 97: 35-50.
Hurley, W. L. &R. M. Doanne. 1989. Recent Development in The roles of vitamins
and minerals in reproduction. J Dairy Sci 72: 784-804.
Kegley, E. B., D. L Galloway, & T. M Fakler. 2000. Effect of dietary chromium Lmethionine on glucose metabolism of beef steers. Journal of Animal Science
78: 3117-3118.
Laarveld, B., D. A. Christensen,& R. P. Brockman. 1981. The effect of insulin on
nett metabolism of glucose and amino acid by the bovine mammary gland. J.
Endocrinol 108:2217-2225.
Leschchinsky, T. V. & K. C. Klasing. 2001. Relationship between the level of
dictary vitamin E and the immune response of broiler chickens. Poultry Sci.
80: 1590-1599.
39
Linder M. C. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Mikromineral dalam: Biokimia Nutrisi
dan Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis. Cetakan Pertama.
Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lyson, M. P., T. T. Papazyan,&P. F. Surai. 2007. Selenium in food chain and animal
nutrition: lesson from nature. Asian-Aust. J. Animal Sci.20 (7): 1135-1155.
McDowell, L. R. 1992. Minerals and Human Nutrition. Academic Press, London.
McDowell, L. R. 2000. Vitamins in Animal and Human Nutrition. Second Edition.
Iowa State University Press.
McDonald P.R. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, &C. A. Morgan. 1995. Animal
Nutrition Ed ke-5. New York: Longman Scientific and Technical, New York.
McNamara, J. P.&F. Valdes. 2005. Adiposetissue metabolism and production
responses to calcium propionate and chromium propionate. Journal of Dairy
Science 88: 2498-2507.
Mertz, W. 1998. Chromium research from a distance: from 1959 to 1980. Journal of
The American College of Nutrition 17:554-547.
Muchtadi, D. 1994. Makanan sebagai Sumber Energi dan Zat Fizi. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Moonsie S. S &D. N. Mowat. 1993. Effect of level of supplemental chromium on
perfomance, serum constituents, and immune status of stressed feeder calves.
J.Anim.Sci.71: 232-238.
Mordenti A &G. Piva. 1997. The European perpective on organic chromium in
animal nutrition. Di dalam: Lyson TP, Jacques KA, editor. Biotechnology in
The Feed Industry. Proc. Of Alltech 13tg Annual Sympsoium. Nottingham
University Press: 227-240.
[NRC] National Research Council. 2001. Nutrient Requierment of Dairy Cattle. EdKe 7. National Academic Press, Washington, D.C
Nasoetion, A., H. Riyadi, & S. M. Edi. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta.
Nikkah, A., M. Mirzaei, M. Khorvash, H. R Rahmani, & G. R Ghorbani. 2010.
Chromium improves production and alter metabolisme of early lactation cows
in summer. Journal of Animal Physiology and Animal Nutrition 95:81-89
Noguchi, N. & E. Niki. 1999. Chemistry of active oxygen species and atioxidant. In:
A. M. Papas (Ed). Antioxidants Status, Diet, Nutrition, and Health. CRC
Press Boca Roton, London, New York. Washington, DC.
Novita, C. I., A. Sudono, I. K. Sutama,& T. Toharmat. 2006. Produktivitas kambing
Peranakan Etawah yang diberi ransum berbasis jerami padi fermentasi. Media
Peternakan 29 (2): 96 – 106.
Neuman, W. F &C. M. Dowse. 1961. Possible Fundamental Action in Parathyroid
Hormone. In: Greep, R. O. and Talmage, R. V. (eds). The parathyroid.
Charles Thomas Publ., Springfield III, USA.
40
Oisson, K., S. Benlamlih, J. Hossaini-Hilall,& K. Dahlborn. 1997. Regulation of
fluid balance in goats and sheep from dry area. CIHEAM: Options
Mediterraneennes.
Orskov, E. R. 2001. The Feeding of Ruminants Principles and Practice. Chalcombe
Publication, Lincoln.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Pechova, A &L. Pavlata. 2007. Chromium as an essential nutrient: a review.
Veterinarni Medicinena, 52 (1): 1-18.
Phalepi, M. A. 2004. Performa Kambing Peranakan Ettawah (Studi Kasus di
Peternakan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Citarasa).
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Piliang, W.G. & D. A. H. Soewondo. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume II. Edisi Revisi
; Januari 2006. IPB Press, Bogor.
Pulina, G. & A. Nudda. 2004. Milk production. Di dalam: D. Pulina, editor. Dairy
Sheep Nutrition. CABI Production, Wallingford.
Pulina, G, A. Nudda, G. Battacone, S. Fancellu, & A. H. D. Francesconi. 2008.
Nutrition and Quality of Goat’s Milk. Di dalam : Cannas A dan Pulina G,
editor. Dairy Goats Feeding and Nutrition. Wallingford: CAB International.
Reitz, L. L., W. H. Smith, and M. I. Plumlee. 1960. A simple wet oxidation
procedure for biological materials. Anal. Chem. 32:1728.
Reporsitory IPB. 2012. Kambing Perah Peranakan Etawah (PE).
https://sites.google.com/site/afitrianto25/kambingPE.jpg). [1 Juli 2012]
Rumentor, S. D. 2008. Suplementasi daun bangun-bangunan (Coleus amboinicus
lour) dan zinc-vitamin E dalam ransum untuk memperbaiki metabolisme dan
produksi susu kambing peranakan Ettawah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Scientific Committee on Animal Health and Animal Welfare. 1999. Standart for the
microclimate inside animal transport road vehicle. European Comission of
Health
&
Consumer
Protection
Directorate-General.
Sanco/B3/AW/R13/1999.
Setiawan, T.&A. Tanius. 2003. Beternak Kambing Perah Peranakan Ettawah.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S.B. 1997. Aspek iklim tropis terhadap kemampuan berproduksi susu
kambing perah. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia. Vol.6 No.2.
Smith, M.C. and D. M. Sherman. 1994. Goat Medicine. Lea & Febiger, Philadelphia,
Baltimore, London, Munich, Tokio, p. 251.
Soliman, G.Z.A. 2005. Comparison of chemical and mineral content of milk from
human, cow, buffalo, camel and goat in Egypt. The Egyptian Journal of
Hospital Medicine Vol.21: 116 – 130.
41
Subiyanto, A., D. N. Mowat, &W. Z. Yang. 1996. Metabolite and hormonal
responses to glucose or propionate infusions in periparnutrient dairy cows
supplemented with chromium. J. Dairy. Sci. 79:1436-1445.
Sudrajat, D. 2005. Pengaruh Suplementasi Se Organik Dalam Ransum Terhadap
Kecernaan, Aktivitas Fermentasi dan Pertumbuhan Kambing Peranakan
Ettawah. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Susilorini, T.E., M.E. Sawitri, & Muharlien. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudono, A.& I. K. Abdulgani, & H. Nadjib. 2002. Budidaya Aneka Ternak Perah.
Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Suherman, D. 2005. Imbangan rumput lapangan dan kosentrat terhadap kualitas
produksi susu sapi perah holstein. Animal Production. 7(1):14 – 20.
Sumardjo, D. 2006. Pengantar Kimia. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Surai, P. F. 2003. Natural Antioxidant in Avian Nutrition and Reproduction.
Nottingham University Press, Nottingham.
Suzuki, K. T. & Y. Ogra. 2002. Metabolic pathway for selenium in body speciation
by HPLC-ICP MS with enriched Se food addit contamin. 19: 974-983.
Thomson, C. D. 1998. Selenium Speciation in Human Body Fluids. Analyst.
123:827-831
Toharmat, T., N. Hotimah, E. Nurasih, R. Nazilah, T. Q. Noerzihad, N. A. Sigit, &
Y. Retnani.2006. Status Ca, Mg dan Zn pada kambing peranakan ettawah
muda yang diberi ransum bentuk Mash dengan pakan sumber serat berbeda.
Med. Pet. 30 (2): 71-78.
Underwood, E. J. & N. F. Suttle. 2001. The Mineral Nutrition of Lifestock. 3rd
Edition. CABI Publishing, New York.
Vincent J.B. 1999. Mechanism of chromium action : low molecular weight
chromium binding substance. J Am College of Nutrition 18:6-12
Vincent J.B. 2000. The Biochemistry of Chromium. J Nutrition 130: 715-718.
WHO/FAO report. 1996. Trace Elements in Human Nutrition and Health.
Williams, I. 1997. CLA: The Essential Nutrient for Cutting Cancer Risk, Reducing
Body Fat, and Providing Antioxidant Properties. Woodland Publishing, UT.
Winarto, D. 2010. Pemanfaatan Vitamin C dan Vitamin E Sebagai Antioksidan
Untuk Memperbaiki Kuantitas dan Kualitas Spermatozoa. Universitas
Muhammadiyah Purworejo, Purworejo.
Wayman, D.H., H.D.,C. P. Johnson, Mariland,& I.L.Berry.1962. Effects of ad ibitum
or force-feeding of two retions on lactating dairy cows subject to temepature
stress. J. Dairy Sci. 45: 1472
42
Yang, W. Z., D. N Mowat, A. Subiyanto,&R. M Liptrap. 1996. Effect of chromium
supplementation on early lactation perfomance of holstein cows. Canadian
Journal of Animal Science 76: 221-230.
43
LAMPIRAN
Lampiran 1. Konsumsi Kambing Perah Peranakan Etawah (g/ekor/minggu)
Kambing Konsentrat Rumput
K1
K2
K3
K4
P1
P2
P3
P4
1910
1410
1495
1830
1930
860
920
980
19240
19495
19030
19630
18790
18680
19400
20425
Ampas
Tempe
33210
34255
34305
34400
31450
33630
33810
35340
BK
Konsentrat
1607,83
1186,93
1258,49
1540,49
1653,81
736,93
788,34
839,76
BK
Rumput
4313,60
4370,77
4266,52
4401,04
4212,71
4188,05
4349,48
4579,28
BK Ampas Tempe
6837,93
7053,10
7063,39
7082,96
6475,55
6924,41
6961,47
7276,50
Total Konsumsi
BK
1822,76
1801,54
1798,34
1860,64
1763,15
1692,77
1728,47
1813,65
Rata-Rata Konsumsi K / hari
Standar deviasi K
1820,82
28,67
Rata-Rata Konsumsi P / hari
Standar deviasi P
1749,512
51,51
Lampiran 2. Kadar Mineral Pakan Kambing Perah Peranakan Etawah (PE)
Bahan Pakan
Rumput
Ampas Tempe
Kosentrat P
Kosentrat K
45
K (%)
4,11
0,94
4,29
4,03
Na (%)
0,03
0,15
0,04
0,06
P (%)
0,18
0,04
0,12
0,14
Ca (%)
0,21
0,16
0,37
0,28
Mg (%)
0,04
0,04
0,03
0,07
Zn (%)
0,02
0,02
0,02
0,02
Lampiran 3. Data Koleksi Feses Kambing Perah Peranakan Etawah
Tanggal
31-Jul-11
1-Aug-11
2-Aug-11
3-Aug-11
4-Aug-11
5-Aug-11
6-Aug-11
TOTAL
Rataan Feses/hari/ekor/g
Berat Total Feses (Kering Udara)
Kering udara (%)
10% berat total feses (KU)
setelah di oven 60⁰C
Oven (%)
BK Proximat (%)
BK TOTAL
46
Feses Kambing (g)
K4
P1
800
600
850
650
1000
750
800
900
900
1200
750
700
800
900
5900
5700
K1
1050
680
950
1050
1500
900
1200
7330
K2
600
200
400
650
400
400
500
3150
K3
600
700
750
700
750
600
700
4800
P2
500
350
550
450
650
450
550
3500
P3
1050
550
750
900
1250
1000
900
6400
P4
450
1000
400
650
750
750
800
4800
1047,14
450
685,71
842,85
814,28
500
914,28
685,71
2820
38,47
1700
53,96
2100
43,75
2650
44,91
2600
45,61
1600
45,71
2830
44,21
2300
47,91
282,02
250,21
88,72
170,06
158,3
93,08
210,01
187,37
89,21
265,09
234,77
88,56
260,43
235,87
90,56
160,06
157,75
98,55
283,04
240,86
85,09
230,68
183,28
79,45
89,6
30,58
89,73
45,07
89,93
35,10
89,69
35,67
89,98
37,17
89,56
40,35
89,63
33,72
89,75
34,16
Lampiran 4. Kadar Mineral Feses Kambing Perah Peranakan Etawah (PE)
Kambing
Kadar K (%)
Kadar Na (%)
Kadar P (%)
Kadar Ca (%)
Kadar Mg (%)
Kadar Zn (%)
P1
1,45
0,07
0,4
0,82
0,11
0,06
P2
0,96
0,47
0,28
0,57
0,14
0,04
P3
0,92
0,33
0,31
0,61
0,23
0,08
P4
0,79
0,28
0,32
0,46
0,13
0,09
K1
1,23
0,35
0,28
0,31
0,13
0,07
K2
0,75
0,23
0,55
1,31
0,32
0,1
K3
1,45
0,18
0,47
0,44
0,33
0,08
K4
1,55
0,14
0,37
0,47
0,15
0,08
AV P
1,03
0,28
0,32
0,61
0,15
0,06
STDEV P
0,28
0,16
0,05
0,15
0,053
0,02
AV K
1,24
0,22
0,41
0,63
0,23
0,08
STDEV K
0,35
0,091
0,11
0,45
0,10
0,01
47
Lampiran 5. Kadar Mineral Susu Kambing Perah Peranakan Etawah (PE)
Kambing
Kadar K (%)
Kadar Na (%)
Kadar P (%)
Kadar Ca (%)
Kadar Mg (%)
Kadar Zn (%)
P1
0.636
0.589
0.221
0.161
0.025
0.015
P2
0.549
0.500
0.082
0.176
0.035
0.011
P3
0.467
0.319
0.300
0.226
0.033
0.020
P4
0.819
0.333
0.292
0.096
0.024
0.014
K1
0.538
0.254
0.265
0.116
0.011
0.016
K2
0.418
0.788
0.228
0.100
0.017
0.013
K3
0.473
0.340
0.227
0.182
0.017
0.014
K4
0.457
0.164
0.133
0.387
0.038
0.045
AV P
0.618
0.435
0.224
0.165
0.029
0.015
STDEV P
0.151
0.131
0.101
0.053
0.006
0.004
AV K
0.472
0.387
0.213
0.196
0.021
0.022
STDEV K
0.050
0.277
0.056
0.132
0.012
0.015
48
Lampiran 6. Data Produksi Susu Kambing Perah Ettawah
Rataan Produksi
Rataan Produksi P
Standar deviasi P
Rataan Produksi K
Standar deviasi K
Rataan Produksi
Total
Stdev Total
K1
K2
K3
K4
P1
P2
P3
P4
770
860
980
820
850
810
790
845
850
600
970
890
950
570
890
600
950
960
570
880
530
1000
450
850
580
970
960
550
950
1000
980
1000
819,53
515,84
437,74
597,49
343,01
556,66
55
90
90
90
80
90
70
80
40
80
110
115
100
60
130
50
110
120
80
110
60
79
50
100
60
120
90
70
70
110
120
120
87,46
540
640
800
700
780
760
840
510
690
690
740
825
720
580
800
500
800
840
550
780
560
840
450
700
520
800
820
550
900
750
820
900
709,21
690
830
980
860
950
950
630
680
700
800
860
890
870
610
870
520
850
800
430
870
620
740
550
870
560
850
890
650
700
950
900
840
773,75
110
160
200
160
230
180
120
170
135
150
120
140
160
90
140
50
130
130
60
110
50
74
50
55
50
80
80
20
70
100
90
90
111,06
240
320
380
320
550
320
190
160
220
150
300
230
220
140
190
80
230
150
90
130
80
89
90
50
40
55
70
20
60
50
40
50
165,75
670
700
900
870
850
930
550
880
700
820
990
980
900
870
950
580
1060
930
850
1060
630
1120
510
880
680
1010
870
500
1150
900
1000
950
851,25
790
920
1030
1010
1000
1060
650
930
870
940
880
900
910
850
920
630
1000
1010
1050
1090
700
1080
700
1000
700
950
1210
700
1100
1150
1150
1050
935,31
367,31
49 
Download