BAB II LANDASAN TEORITIS

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Teori Keagenan (Agency Theory)
Penerapan good corporate governance didasarkan pada teori keagenan
(agency theory). Teori keagenan menjelaskan hubungan antara manajemen
dengan pemilik. Manajemen sebagai agen, secara moral bertanggung jawab untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal). Oleh karena itu dibutuhkan
pengawasan yang efektif oleh pihak-pihak yang berkaitan dalam pengelolaan
perusahaan. Salah satu pihak yang merupakan bagian terpenting dari
terlaksananya konsep GCG ini adalah dewan komisaris yang terdiri dari komisaris
independen.
Dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan
karena dewan komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen,
sedangkan manajemen bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya
saing perusahaan, sehingga dewan komisaris dapat mengawasi segala tindakan
manajemen dalam mengelola perusahaan termasuk kemungkinan manajemen
melakukan earnings management.
Teori keagenan menjelaskan hubungan agensi muncul ketika satu orang
atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu
jasa dan kemungkinan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada
agent tersebut Jensen dan Meckling, (1976). Sebagai pengelola perusahaan,
7
manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manager berkewajiban memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung
jawab atas pengelolaan perusahaan. Akan tetapi informasi yang disampaikan
terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya.
Dalam kondisi yang demikian ini di kenal sebagai infomasi yang tidak
simetris atau asimetri informasi menurutAli Irfan (2002:). Adanya asimetri antara
managemen (agent) dengan pemilik (principal) akan memberi kesempatan kepada
manajer untuk melakukan kinerja keuangan yang lebih baik. Dalam rangka
memahami good corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif
hubungan keagenan.Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan
keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor
(principal).
Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dengan agen karena
kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga
memicu biaya keagenan (agency cost).Sebagai agen, manajer bertanggung jawab
secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dengan
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua
kepentingan yang berbeda di dalam perusahaann dimana masing-masing pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang
dikehendaki (Ali irfan, 2002).
8
Tujuan laporan lebih diarahkan untuk memberikan informasi yang
berguna untuk mengambil keputusan bisnis dan ekonomi. FASB (Financial
Accounting Standards Boards) 1978, mengakui bahwa tujuan pelaporan keuangan
sangat dipengaruhi oleh ekonomi, hukum, politik, lingkungan sosial, karakteristik
dan keterbatasan jenis informasi yang dapat disediakan oleh laporan keuangan.
Sehingga penting untuk memahami pelaporan keuangan tidak terjadi dalam suatu
kevakuman melainkan dipengaruhi oleh social values. Kebutuhan investor untuk
mencurahkan waktu dan energi dalam menentukan kejujuran asersi-asersi
akuntansi, dan suatu disfunctional consequences tertentu akan muncul perubahanperubahan ini kecuali jika permasalahan diperbaiki (Ketz 1999).
Hampir dalam setiap pengambilan keputusan manajer keuangan bertitik
tolak dari data akuntansi. Bidang akuntansi dalam perusahaan bertanggung jawab
terhadap pengembangan laporan keuangan, baik sebagai alat ukur prestasi
manajemen di masa lalu maupun sebagai dasar pengambilan keputusan di masa
yang akan datang. Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu Akan
lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang
akan datang dibandingkan pemilik (stockholder).
Oleh karena itu manajer sudah seharusnya selalu memberikan sinyal
mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang dapat diberikan oleh
manajer yakni melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan
keuangan. Adanya ketidak seimbangan penguasaan informasi ini akan memicu
munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information
asymmetry). Dengan adanya asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan
9
pemilik (principal) akan memberi kesempatan kepada manajer untuk melakukan
manajemen laba (earnings management) sehingga akan menyesatkan pemilik
(stockholder)
mengenai
kinerja
ekonomi
perusahaan.
Good
Corporate
governance sangat berkaitan dengan bagaimana membuat para investor yakin
bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer
tidak akan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek - proyek yang
tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh
investor.
Principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent.
Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan
kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya
ketidak seimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent. Ketidak
seimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetris informasi.
Adanya asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan
dirinya sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetris informasi
yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak
diketahui pricipal. Asimetris informasi dan konflik kepentingan yang terjadi
antara pricipal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang
tidak sebenarnya kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan
dengan pengukuran kinerja agent.
10
B. Good Corporate Governance
C. Pengertian Corporate Governance
Corporate
governance
muncul
karena
terjadi
pemisahan
antara
kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan
istilah masalah keagenan. Menurut E john AldridgeSiswanto sutoyo,(2005: 01)
menyebutkan corporate governance adalah sebagai tata kelola atau tata
pemerintahan perusahaan, dengan hasil analisis yang dilakukan sebagai organisasi
internasional dan regulator pemerintah di banyak negara menemukan sebab utama
terjadinya tragedy ekonomi/bisnis adalah karena lemahnya corporate governance,
dan menyebutkan ada tiga definisi corporate governance yaitu:
1) OECD (Organization for Economic and Cooperation and Development)
menyebutkan profit organisasi adalah organisasi internasional yang
beranggautakan 30 negara di eropa, ini bertujuan membantu Negaranegara anggota dan non-anggota dalam upaya meningkatkan kehidupan
ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan perdagangan internasional.
2) ASX (Australian Stock Exchange) mengartikan corporate governance
sebagai system yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengelola
kegiatan perusahaan, mempunyai, pengaruh besar dalam menentukan
sasaran usaha maupun dalam mencapai sasaran usaha, pengaruh dalam
upaya mencapai kinerja bisnis yang optimal serta dalam analisis dan
pengendalian resiko bisnis yang di hadapi perusahaan, mendorong
perusahaan untuk meningkatkan nilai (the value) perusahaan serta
akuntabilitas dan system pengendalian kegiatan usaha bisnis.
11
3) Jill Solomon and Aris Solomon dalam bukunya corporate governance
sebagai system yang mengatur hubungan antara perusahaan (diwakili oleh
Board of Directors) dengan pemegang saham, juga mengatur hubungan
dan bertanggungan jawab atau akuntabilitas perusahaan kepada seluruh
anggota stakeholders’ non-pemegang saham.
Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan
manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa Dana yang
ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak
menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return.
Good Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan
keagenan antara pemilik dan manajer. Beberapa konsep tentang corporate
governance antara lain yang dikemukakan oleh Shleifer and Vishny (1997) yang
menyatakan corporate governance berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk
meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang sesuai dengan
investasi yang telah ditanam.
Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh
agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara
principal dengan agen. Jansen dan Meckling (1976), Watts dan Zimmerman
(1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka -angka
akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak -pihak yang
berkepentingan. Laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai
pertanggungjawaban kinerjanya, dengan itu principal dapat menilai, mengukur,
12
dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan
kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agen. Laporan keuangan
digunakan principal untuk memberikan kompensasi kepada agen dengan harapan
dapat mengurangi konflik keagenan dapat dimanfaatkan oleh agen untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis)
merupakan subjek managerial discretion, karena fleksibilitas yang diberikan oleh
GAAP (Generally Accepted Accounting Principles), memberikan dorongan
kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat menghasilkan
laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam
pelaporan laba Watts dan Zimmerman, (1986). Salah satu cara yang diharapkan
dapat digunakan untuk mengontrol biaya keagenan yaitu dengan menerapkan tata
kolola perusahaan yang baik good corporate governance. Penelitian yang pernah
dilakukan Jansen dan Meckling (1976) menunjukkan bahwa untuk meminimalkan
konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial di dalam
perusahaan.
D. Tujuan Good Corporate Governance
Goog corporate governance mempunyai Lima macam tujuan utama
sebagai berukut:
1) Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham atauthe stakeholders.
Melindungi hak dan kepentingan para anggauta the stakeholders nonpemegang saham.
13
2) Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
3) Meningkatkan efisiensi dan efectifitas kerja dewan pengurus atau Board of
directorsdan manajemen perusahaan.
4) Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen
senior perusahaan.
E. Manfaat Good Corporate Governance
Good corporate governance dapat membantu Board of Directors
mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan sesuai dengan tujuan
yang di inginkan pemiliknya, dan telah berhasil mencegah praktek pengungkapan
laporan keuangan perusahaan kepada pemegang saham, investor dan pihak lain
yang berkepentingan secara tidak transparan. Manfaat yang dapat di peroleh
secara optimal oleh satu perusahaan belum tentu dapat di peroleh secara penuh
oleh perusahaan yang lain. Oleh karena itu guna mencapai manfaat secara
optimal, seringkali diperlukan modifikasi penerapan prinsip-prinsip good
corporate governance dari satu perusahaan ke perusahaan lain.
F. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang diterbitkan OECD
(Organisation for Economic Cooperation and Development). Donald J. Johnson
(2004), mengutarakan para penguasa pemerintah dan masyarakat bisnis di banyak
Negara mulai menyadari good corporate governancedapat memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap stabilitas perkembangan pasar modal, iklim investasi dan
pertumbuhan ekonomi.Prinsip-prinsip tersebut adalah:
14
1) Landasan hukum yang diperlukan untuk menjamin penerapan good
corporate governance secara efektif.
2) Hak pemegang saham dan fungsi pokokkepemilikan perusahaan.
3) Perlakuan yang adil terhadap para pemegang saham.
4) Peranan the stakeholders’ dalam corporate governance.
5) Prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan.
6) Tanggung jawab dewan pengurus.
Cakupan Good Corporate Governance adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
2.
Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang
menjalankan fungsi pengendalian internal Perseroan.
3. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal.
4. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal.
5. Pengendalian penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana
besar.
6. Rencana strategis Perseroan.
7. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan.
G. Prinsip Dasar Pengelolaan Perusahaan yang Baik
Menurut Linan (2000) ada empat hal prinsip dasar pengelolaan perusahaan
yang baik. Keempat prinsip tersebut adalah :
1. Keadilan (fairness) yang meliputi :(a) Perlindungan bagi seluruh hak
pemegang saham.(b) Perlakuan yang sama bagi para pemegang saham.
15
2. Transparansi (transparancy) yang meliputi: (a) Pengungkapan informasi
yang bersifat penting.(b) Informasi harus disiapkan,diaudit,diungkapkan
dengan pembukuan berkualitas.(c) Penyebaran informasi harus bersifat
adil, tepat waktu dan efisien.
3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability) yang meliputi meliputi:(a)
Dewan direksi bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan pemegang
saham.(b) Penilaian yang bersifat independen terlepas dari manajemen.(c)
Akses terhadap informasi secara akurat, relevan dan tepat waktu.
4. Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi:(a) Menjamin dihormatinya
segala hak pihak-pihak yang berkepentingan.(b) Para pihak yang
berkepentingan harus mempunyai kesempatan untuk mendapatkan ganti
rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka. (c) Dibukanya
mekanisme pengembangan prestasi bagi pihak yang berkepentingan.(d)
Jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai akses
terhadapinformasi yang relevan.
H. Manajemen Laba
I.
Pengertian Manajemen Laba
Manajemen laba sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja
dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik didalam maupun diluar
batas General Accepted Accounting Princips(GAAP). Menurut sugiri (1998:1-18)
membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu:
1. Definisi Sempit. Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan
pemilihan metode akuntansi.Manajemen laba dalam artian sempit ini
didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen
discretionary accruals dalam menentukan besarnya laba.
2. Definisi Luas.Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk
meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit
usaha dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan
peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit
tersebut.
Pengertian manajemen laba olehMerchan (1989) dalam Merchan dan Rockness
(1994) didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan yang bisa memberikan
informasi
mengenai
keuntungan
ekonomis
16
(economic
advantage)
yang
sesungguhnya tidak dialami perusahaan, yang dalam jangka panjang tindakan
tersebut bisa merugikan perusahaan.
Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua
yang Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak
utang, dan political costs (opportunistic earnings management). Kedua, dengan
memandang manajemen labadari perspektif efficient contracting (efficient
earnings management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat
dalam kontrak.
Dengan
demikian,
manajer
dapat
mempengaruhi
nilai
pasar
perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba
(income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.Manajemen laba
adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan
untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba adalah salah satu faktor yang
dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias
dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang
mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa
rekayasa Setiawati dan Na’im,(2000), Rahmawati dkk, (2006).
Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam
akuntansi keuangan. Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu upaya
negatif yang merugikan karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi
pada manipulasi laba. Manajemen laba tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk
memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan
denganpemilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen
17
untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP (General Accepted Accounting
PrincipS).
1. Faktor-faktor pendorong manajemen laba
Dalam Positif Accounting Theory terdapat tiga faktor pendorong yang
melatarbelakangi terjadinya manajemen laba Watt dan Zimmerman, (1986).
a. Bonus Plan HypothesisManajemen akanmemilih metode akuntansi yang
memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan
yang
memberikan
bonus
besar
berdasarkan
labalebih
banyak
menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
b. Debt
Covenant
HypothesisSweeney
(1994)
dalam
Scott
(1997)
melaporkan pengujian terhadap hipotesis debt/equity dari pola income
maximization. Sweeney memperoleh informasi mengenai eksistensi dan
sifat pelanggaran debt covenant dari laporan tahunan perusahaan.
Sweeney menemukan bahwa pelanggaran perjanjian utang yang paling
sering terjadi adalah untuk memelihara working capital dan stockholders’
equity.Debt to equity dan interest coverage ratio relatif jarang dilanggar.
Beberapa dari perusahaan sampel mengungkapkan sifat kas mereka yang
muncul karena pelanggaran perjanjian ini. Meliputi kenaikan sekuritas,
pembatasan pinjaman dan tingkat bunga yang lebih tinggi. Sweeney
melaporkan bahwa perubahan dalam kebijakan akuntansi memungkinkan
manajemen untuk memanipulasi reported net income melalui waktu
pengadopsian standar yang baru. Temuan lainnya adalah bahwa earnings
18
management dilakukan perusahaan agar ketentuan-ketentuan kontrak
utang tidak dilanggar melalui penerapan lebih awal standar-standar yang
dapat meningkatkan labadan memperlambat pengadopsian standar yang
cenderung menurunkan laba. Manajer perusahaan yang melakukan
pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang
memiliki dampak meningkatkan laba Sweeney, (1994) Hal ini untuk
menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
c. Political Cost Hypothesis Semakin besar perusahaan, semakin besar pula
kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang
menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi
pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya: mengenakan
peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lainlain.
2. Sasaran Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-unsur laporan keuangan yang
dapat dijadikan sasaran untuk dilakukan manajemen laba yaitu
a. Kebijakan Akuntansi.
Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang
wajib diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu antara menerapkan
akuntansi lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya
sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
b. Pendapatan.
Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan.
19
c. Biaya.
Menganggap sebagai ongkos (beban biaya) atau menganggap sebagai
suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of
investment).
3. Motivasi dilakukannya manajemen laba
Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham
terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan
laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau
laba dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang
akan diterima oleh manajer. Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan
dengan pihak kreditor.
Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban
pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinya dengan
membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan
demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau
penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan. Manajemen
laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya terutama pada
perusahaan go publik pada saat Initial Public Offering (IPO).
4. Teknik Manajemen Laba.
Menurut Ayres (1994:27-29) manajemen laba dapat dilakukan oleh
manajer dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Manajer dapat menentukan kapan waktu akan melakukan manajemen laba
melalui kebijakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas
yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara
pribadi merupakan wewenang dari para manajer.
20
2) Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang
wajib diterapkan oleh suatu perusahaan. Yaitu antara menerapkan lebih
awal atau menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
3) Upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi
tertentu dari sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan
diakui oleh badan akuntansi yang ada (GAAP).
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba.
Berdasarkan penelitian sebelumnya Watts dan Zimmerman (1986)secara
empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agentsering ditentukan oleh
angka akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka
akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan
kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen
laba. Penyebab timbulnya manajemen laba akan dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori agensi. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara
moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dengan
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak.
Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu akan lebih
banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan
datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu manajer sudah
seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
pemilik.Sinyal yang dapat diberikan oleh manajer yakni melalui pengungkapan
informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna
eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling
besar ketidakpastiannya Ali,(2002). Adanya ketidakseimbangan penguasaan
21
informasi ini akan memicu munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri
informasi (information asymmetry). Dengan adanya asimetri informasi antara
manajemen (agent) dengan pemilik (principal) akan memberi kesempatan kepada
manajer untuk melakukan manajemen laba earnings management sehingga akan
menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Penelitian Richardson (1998) menunjukkan adanya hubungan positif antara
asimetri informasi dengan manajemen laba. Good corporate governance yang
merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa
berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
Good Corporate governance sangat berkaitan dengan bagaimana
membuat para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi
mereka, yakin bahwa manajer tidak akan menggelapkan atau menginvestasikan ke
dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau
kapital yang telah ditanamkan oleh investor. Selain itu Good Corporate
Governance juga berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para
manajer Shleifer dan Vishny, (1997). Dengan kata lain yakni good corporate
governance diharapkan akan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan
biaya keagenan (agency cost).
6. Kondisi untuk Praktik Manajemen Laba
Trueman dan Titman (1988) berpendapat bahwa hanya manajer yang
dapat mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap periode. Sebaliknya,
22
pihak lain mungkin dapat menarik kesimpulan sesuatu mengenai laba ekonomi
dari laba yang dilaporkan oleh perusahaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh
manajer. Dalam menyiapkan laporan mungkin manajer dapat memindah,
antarperioda, pada saat sebagian laba ekonomi diketahui sebagai laba akuntansi
dalam laporan keuangan.Perpindahan tersebut dapat dicapai, sebagai contoh,
melalui pengakuan biaya pensiun, penyesuaian penaksiran umur ekonomis
perusahaan, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika manajer tidak dapat
memindahkan laba antar periode maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan
sama dengan laba ekonomi pada setiap periode.
Fleksibilitas untuk menunda laba antar periode hanya tersedia bagi
beberapa perusahaan, dan hanya manajer yang mengetahui apakah mereka
mempunyai fleksibilitas tersebut atau tidak.Richardson (1998) menunjukkan bukti
hubungan antara ketidakseimbangan informasi dengan manajemen laba. Hipotesis
yang diajukan adalah bahwa tingkat ketidakseimbangan informasi akan
mempengaruhi tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan.
Hasil penelitian Richardson menunjukkan adanya hubungan yang positif
signifikan antara ukuran ketidakseimbangan informasi dan manajemen laba
setelah mengendalikan faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba,
seperti variabilitas aliran kas, ukuran, risiko, dan pengungkapan keuangan
perusahaan.
7. Pola Manajemen Laba
Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara:
23
1) Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk
pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah
besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa
datang.Income Minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami
tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode
mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba
periode sebelumnya.
2) Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas
income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi
untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan
yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
3) Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba
yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu
besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif
stabil.
J. Perumusan Hipotesis
K. Good Corporate Governance dan Manajemen Laba
Sesuai dengan kajian dalam teori keagenan (agency theory), hubungan
agensi muncul ketika satu orang atau lebih ( principal) mempekerjakan orang lain
(agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut Jensen dan Meckling, (1976).
Sebagai pengelola perusahaan, manajer lebih banyak mengetahui informasi
24
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik
(pemegang saham).
Asimetri antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) akan memberi
kesempatan manajer untuk melakukan manajemen laba ( earnings management)
Richardson, (1998). Good Corporate governance terdiri dari kepemilikan
manajerial,
proporsi
dewan
komisaris
independent
dan
kepemilikan
institusional.Shleifer dan Vishny (1986) menyatakan bahwa kepemilikan saham
yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor.
Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap
kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat.
Kepemilikan
manajemen
terhadap
saham
perusahaan
dipandang
dapat
menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar
dengan manajemen Jansen dan Meckling, (1976). Sehingga permasalahan
keagenen dia sumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus
sebagai seorang pemilik.
Dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan
kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini penting
mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen
laba yang berdampak pada kepercayaan investor. Untuk mengatasinya dewan
komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan.
Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka dewan
direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan
25
perusahaan kepada dewan komisaris (NCCG, 2001). Selain mensupervisi dan
memberi nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995, fungsi
dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang dinyatakan dalam National Code
for Good Corporate Governance (2001) adalah memastikan bahwa perusahaan
telah melakukan tanggung jawab sosial dan mempertimbangkan kepentingan
berbagai stakeholder perusahaan sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan good
corporate governance.
26
Tabel 2.1
Penelitian terdahulu
No
Nama Penelitian
dan Tahun
Judul Penelitian
Varable-Variabel yang
Digunakan
Hasil Penelitian
1
Rudi Isnanta (2008)
Pengaruh Corporate
Governance dan
Struktur Kepemilikan
terhadap Manajemen
Laba dan Kinerja
Keuangan
Variabel Independen yaitu:
Kinerja perusahaan,
Variabel eksogen yaitu
Corporate Governance, Dan
Struktur Kepemilikan serta
Variabel endogen yaitu
manajemen Laba dan
Kinerja keuangan, (CFROA)
1) Corporate Governance
Tidak terbukti berpengaruh secara signifikan
terhadap manajemen laba, tapi berpengaruh secara
signifikan positif terhadap kinerja keuangan.
2) Pengaruh struktur kepemilikan terhadap manajemen
laba tidak signifikan, tetapi berpengaruh secara
signifikan positif terhadap kinerja keuangan.
3) Manajemen Laba
Tidak terbukti berpengaruh secara signifikan
positif terhadap kinerja keuangan
2
Muharief Ujiyantho
dan Bambang Agus
Pramuka
(2007)
Mekanisme Corporate
Governance
Manajemen Laba dan
kinerja keuangan
Variabel Kepemilikan
institusional,
Variabel kepemilikan
manajerial.
Variabel Proposi dewan
komisaris independen.
Variabel jumlah dewan
1) Kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap manajemen laba.
2) Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif
signfikan terhadap manajemen laba.
3) Proposi dewan komisaris indepen den berpengaruh
secara signifikan terdahadap manajemen laba
27
komisaris
3
Gideon SB,
Boediono (2005)
Kualitas Laba:
Studi Pengaruh
mekanisme Corporate
Governance dan
dampak manajemen
laba dengan
menggunakan analisis
jalur
1.
4) Jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap manajemen laba
5) Pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, proposi dewan komisaris independen,
dan jumlah dewan komisari secara bersama-sama
teruji dengan tingkat pengaruh yang signifikan
terhadap manajemen laba
6) Manajemen Laba (discretionary accuals)
Tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja keuangan (cash flow return on assets).
Eksogen mekanisme
corporate governance
1) Kepemilikan
institusional (XI)
2) Kepemilikan
manajerial (X2)
3) Komposisi dewan
komisaris (X3)
4) Endogen manajem
laba (Y) kualitas laba
(Z)
28
1) Pengaruh mekanisme Corporate Governance Dalam
hal ini kepemilikan institusional, Kepemilikn
manajerial dan komposisi dewan komisari secara
bersama-sama terhadap manajemen laba teruji
dengan tingkat pengaruhnya lemah
2) Pengaruh mekanisme corporate governace dan
manajemen laba secara bersama-sama terhadap
kualitas laba, teruji dengan tingkat pengaruh yang
cukup kuat.
4
Debby Natalia
(2013)
Pengaruh mekanisme
Goog corporate
governance terhadap
praktik earning
manajemen laba dan
usaha sektor
perbankan terdaftar
BEI 2008-2011
Variabel dari mekanisme
Good Corporate governance
melalui Komisaris
independence
Kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional,
terhadap praktik terhadap
pratek manajemen laba
29
1) Bahwa mekanisme Good Corporate governance
badan usaha sektor perbankan. Berdasarkan
teori-teori yang ada. Mekanisme peranan good
corporate governance dalam suatu badan usaha
sangat penting dan diperlukan dalam
pengembangan iklim bisnis yang sehat.
Download