I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ilmu Ortodonsia merupakan ilmu kedokteran gigi yang mempelajari tentang perkembangan, kelainan posisi gigi dan rahang yang berpengaruh terhadap kesehatan mulut, estetik dan mental seseorang (Salzmann, 1966). Alat ortodontik yang dapat menghasilkan dan menyimpan tekanan disebut alat aktif dan dapat berupa alat cekat ataupun alat lepasan. Alat cekat dilekatkan pada gigi dan tidak dapat dipasang ataupun dilepas oleh pasien, sedangkan alat lepasan dapat dikeluarkan dari mulut oleh pasien untuk dibersihkan atau oleh operator untuk diperbaiki (Adams, 1970). Pemakaian alat ortodontik cekat maupun lepasan mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut karena dapat mengakumulasi bakteri dan plak dalam rongga mulut (Turkkahraman dkk., 2005). Komponen yang terdapat pada alat ortodontik lepasan adalah komponen kawat dan komponen plat dasar berupa resin akrilik. Resin akrilik memiliki kelebihan mudah dimanipulasi dengan teknik sederhana, murah, serta memiliki estetika yang baik. Kelemahan resin akrilik yaitu tidak tahan terhadap abrasi, menyerap cairan, dan porositas akibat adanya monomer sisa yang menyebabkan topografi permukaan resin akrilik menjadi tidak rata dan kasar (Combe,1992). Komponen kawat terbuat dari stainless steel atau nikel titanium yang permukaannya halus dan rata (Proffit, 2007). Alat ortodontik lepasan ketika berada di dalam rongga mulut akan berkontak dengan saliva yang kaya akan protein dan akan terjadi proses absorbsi protein secara selektif yang akan 1 menghasilkan suatu lapisan Pelikel (Edgerton dan Levine, 1992). Pelikel merupakan glikoprotein saliva yang terbentuk dalam waktu beberapa menit, tidak berwarna, transparan, dan menempel kuat pada permukaan gigi ataupun resin akrilik. Pelikel merupakan media awal perlekatan mikroorganisme oral, seperti bakteri dan jamur, termasuk Candida albicans (Ramfjord dkk, 1989). Candida albicans merupakan jamur eukariotik dan termasuk gram positif. Koloni Candida albicans yang terbentuk pada media inkubasi Agar Saboraud akan berupa koloni-koloni lunak berwarna krim yang mempunyai bau seperti ragi (Jawetz, dkk, 1991). Candida albicans mampu melekat pada epitel mukosa dan apabila jumlahnya berlebihan dapat menimbulkan infeksi Candida yang disebut Candidiasis. Candida albicans juga mampu melekat pada plat yang terbuat dari resin akrilik (Marsh, dkk, 2000). Perlekatan mikroorganisme termasuk Candida albicans dipengaruhi oleh kekasaran atau topografi permukaan yang tidak teratur, semakin kasar permukaan maka akan semakin banyak pula akumulasi Candida albicans (Shay, 2000). Topografi permukaan resin akrilik yang lebih kasar dari komponen kawat pada alat ortodontik lepasan mengakibatkan perlekatan mikroorganisme pada resin akrilik lebih besar dibanding pada komponen kawat (Dar-Odeh dkk., 2011). Penggunaan resin akrilik dalam dunia kedokteran gigi digunakan dalam lingkup ortodontik untuk basis plat ortodontik lepasan, prostodontik digunakan sebagai basis gigi tiruan lepasan, dan konservasi digunakan sebagai bahan restorasi gigi (resin komposit). Bidang prostodontik mengaplikasikan resin akrilik sebagai basis gigi tiruan lepasan, dan pemakaiannya sama dengan alat ortodontik 2 lepasan yaitu dimasukkan ke dalam mulut pasien. Perbedaannya adalah terdapat pada jenis resik akrilik yang digunakan dan lama waktu penggunaannya di dalam mulut. Gigi tiruan lepasan menggunakan jenis resin akrilik Heat cure dan digunakan setiap hari ketika makan dan beraktivitas saja, setelah itu harus dilepas dari mulut selama 8 jam tiap harinya atau ketika waktu tidur untuk mengistirahatkan jaringan yang terlah terkena tekanan (stress) (McGovern dkk, 2013). Alat ortodontik lepasan menggunakan jenis resin akrilik Cold cure yang diketahui penggunaannya lebih praktis namun memiliki porositas dan tingkat kekasaran permukaan lebih tinggi dibanding Heat cure, sehingga lebih beresiko meningkatkan perlekatan mikroorganisme oral (Siswomihardjo, 2000). Waktu penggunaannya dianjurkan untuk digunakan sepanjang waktu tiap harinya termasuk ketika waktu tidur, dan hanya dilepas pada saat makan dan ingin sikat gigi membersihkan mulut untuk menghindari kerusakan dan distorsi dimensi alat ortodontik lepasan (Alam, 2012). Selisih perbedaan lamanya waktu kedua alat tersebut pada saat dilepas dari mulut cukup besar, dimana alat ortodontik lepasan hanya berkisar 60-120 menit saja berada diluar mulut pasien. Rentang waktu tersebut dimanfaatkan untuk membersihkan alat ortodontik lepasan dari mikroorganisme patogen yang melekat pada alat menggunakan agen antimikroba, dan akan membutuhkan agen antimikroba yang ideal yaitu dapat berefek secara efektif dan signifikan dalam waktu yang relatif singkat (Aksoy, dkk, 2011). Antimikroba yang sering digunakan saat ini ialah Chlorhexidine, yang merupakan derivat disquanid atau bisguamidina yang umumnya digunakan dalam bentuk glukonatnya. Chlorhexidine mempunyai daya antimikroba dengan 3 spektrum luas, efektif terhadap gram positif, dan gram negatif (Kertanegara, 1984, sit. Prijantojo, 1992). Chlorhexidine juga efektif untuk bakteri aerob, anaerob, jamur termasuk Candida, dan beberapa virus lipofilik (Jones, 1997). Efek samping dari penggunaan Chlorhexidine adalah terjadinya pewarnaan dari gigi dan papila lidah. Pewarnaan pada gigi akan berwarna kuning kecoklatan. (Greenstein, 1986). Chlorhexidine mampu menonaktifkan mikroorganisme dengan cara merusak membran sel dan presipitasi isi sel. Mekanisme kerja Chlorhexidine adalah mengganggu membran sel dan menonaktifkan enzim ATPase (Erlin, 2004). Pada obat kumur Chlorhexidine umumnya digunakan pada konsentrasi 0,12 % dan 0,2 % (Smith dkk., 1995, sit. Daliemunthe, 1998). Rentang konsentrasi Chlorhexidine yang aman digunakan tanpa menimbulkan efek samping adalah 0,12 - 2 %, dan penelitian yang akan penulis lakukan menggunakan konsentrasi maksimal yaitu 2%. Hal ini dikarenakan alat ortodontik lepasan membutuhkan agen antimikroba yang mampu berefek secara efektif dan signifikan dalam waktu yang singkat, serta untuk mengurangi resiko staining akibat penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi (Greenstein dkk., 1985). Akhir-akhir ini telah dikembangkan desinfektan dan antiseptik berbahan dasar tradisional. Sejarah pengobatan di Indonesia telah lama mengenal daun sirih sebagai zat antibakteri. Daun sirih biasanya digunakan untuk antiseptik karena kandungannya kaya akan bahan aktif diantaranya adalah minyak atsiri, kavikol, hidroksivacikol, kavibetol, eugenol, karvakol, cineole, cadinene, estragol, tannin, distase, pati, allypyrokatekol, fenil propane, caryphyllene, p-cymene, dan katekin (Mardiana, 2007; Dhika, 2007). Ekstrak daun sirih mengandung minyak atsiri dan 4 beberapa senyawa fenol yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, termasuk kavikol yang mempunyai daya bunuh 5 kali lebih besar dibanding fenol biasa dan juga memberikan bau khas pada sirih yang sangat tajam (Moeljanto dan Mulyono, 2003). Ekstrak daun sirih mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans dan mikroba lainnya (Rahmah dan Rahman, 2010). Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis menggunakan ekstrak daun sirih 20%. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Rahmah dan Rahman (2010) yang menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih konsentrasi 20% memiliki daya penurunan pertumbuhan Candida albicans paling tinggi dibanding konsentrasi lainnya, yang mampu menurunkan populasi Candida albicans sebanyak 1.648.000 sel. B. Perumusan Masalah Bagaimana perbandingan efektivitas cairan desinfektan alat ortodontik lepasan Chlorhexidine 2% dengan ekstrak daun sirih 20% terhadap jumlah Candida albicans? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ekstrak daun sirih pernah dilakukan oleh GladysAuriqa (2006) dengan judul “Pengaruh Ekstrak Daun Sirih sebagai Obat Kumur Terhadap Pertumbuhan Plak pada Pemakai Alat Ortodontik Lepasan” yang hasilnya menyatakan bahwa ekstrak daun sirih sebagai obat kumur mampu menurunkan pertumbuhan plak pada pengguna alat ortodontik lepasan, dan oleh Latifa-Hanum (2007) dengan judul “Perbandingan Efektivitas Obat Kumur yang Mengandung Chlorhexidine dan Fluor Terhadap Jumlah Streptococcus alpha 5 pada Plak Gigi Pemakai Alat Ortodontik Lepasan” yang hasilnya menyatakan bahwa obat kumur yang mengandung Chlorhexidine lebih efektif dibandingkan dengan Fluor dalam hal menurunkan jumlah koloni Streptococcus alpha pada pengguna alat ortodontik lepasan. Sejauh yang peneliti ketahui, belum pernah dilakukan penelitian mengenai perbandingan efektivitas cairan desinfektan alat ortodontik lepasan Chlorhexidine dengan ekstrak daun sirih terhadap jumlah Candida albicans. D. Tujuan Penelitian Mengetahui bagaimana perbandingan efektivitas cairan desinfektan alat ortodontik lepasan Chlorhexidine 2% dengan cairan ekstrak daun sirih 20% terhadap jumlah Candida albicans E. Manfaat Penelitian Memberikan wawasan dan informasi mengenai perbandingan efektivitas cairan desinfektan alat ortodontik lepasan Chlorhexidine dengan cairan ekstrak daun sirih terhadap jumlah Candida albicans, sehingga dapat dijadikan acuan untuk tindakan klinis yang bersifat promotif dan preventif. 6