keanekaragaman jenis vegetasi di areal model

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Hutan Mangrove
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu
komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar
garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies
(Supriharyono, 2000). Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula
dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut (Rochana, 2006)
penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau
merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove.
Ciri-Ciri Ekosistem Mangrove
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Departemen
Pertanian No. 60/Kpts/DJ/I/1978 yang dimaksud hutan mangrove adalah tipe
hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan
pada waktu surut. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk
ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis
penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove
ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas
tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut
(Departemen Kehutanan, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya
yang unik, adalah :
•
memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
•
memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar
melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang
mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada apiapi Avicennia spp.;
•
memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di
pohonnya, khususnya pada Rhizophora;
•
memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan
memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah :
•
tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya
tergenang pada saat pasang pertama;
•
tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
•
daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang
kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.
(Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia, 2008)
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Departemen
Pertanian No. 60/Kpts/DJ/I/1978 yang dimaksud hutan mangrove adalah tipe
hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan
pada waktu surut. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk
ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis
Universitas Sumatera Utara
penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove
ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas
tinggi
dan
biasanya
terdapat
sepanjang
daerah
pasang
surut
(Departemen Kehutanan, 1992).
Tempat ideal bagi pertumbuhan hutan mangrove adalah sekitar pantai,
delta, muara sungai yang arus sungainya banyak mengandung pasir dan lumpur
serta umumnya pada pantai yang landai yang terhindar dari ombak besar. Selain
tempat hidupnya berbagai jenis satwa tersebut, hutan mangrove juga berperan
dalam keberlanjutan ekosistem pantai dan terumbu karang, karena merupakan
tempat berkembang biaknya dan migrannya ikan-ikan tertentu. Dengan demikian
dari segi kepentingan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya menjadi penting karena merupakan habitat dari suatu jenis satwa
langka dan atau dikhawatirkan akan punah; dan merupakan tempat dan kehidupan
bagi jenis satwa migran tertentu. (Sagala, 1994 dalam Basyuni, 2000)
Vegetasi Hutan Mangrove
Soerianegara (1987) dalam Noor et al. (1999) memberikan batasan hutan
mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan
sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta ciri dari hutan
ini terdiri dari tegakan pohon Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora dan Nypa.
Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Telah
diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan
lebih kurang 80 spesies. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di
Universitas Sumatera Utara
hutan mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis
pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit.
Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :
1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang
menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan
membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur
komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus
(bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan
mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya
adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia,
Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu
membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan
dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus,
Heritiera,
Aegiceras.
Aegialitis,
Acrostichum,
Camptostemon,
Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.
3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris,
Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.
Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai
dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove
mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi
lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu
zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung
Universitas Sumatera Utara
pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan.
Beberapa faktor
lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :
•
Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air
(water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang
surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan.
•
Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah,
tingginya muka air dan drainase.
•
Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies
terhadap kadar garam.
•
Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species
intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia.
•
Pasokan dan aliran air tawar
Zonasi Hutan Mangrove
Menurut Bengen (2001) Flora mangrove umumnya tumbuh membentuk
zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan
mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap
gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana
(satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi)
tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa
faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :
1. Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air
(water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang
surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan.
Universitas Sumatera Utara
2. Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah,
tingginya muka air dan drainase.
3. Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies
terhadap kadar garam serta pasokan dan aliran air tawar.
4. Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species
intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia.
Menurut struktur ekosistem, secara garis besar dikenal tiga tipe formasi
mangrove, yaitu :
•
Mangrove Pantai: tipe ini air laut dominan dipengaruhi air sungai. Struktur
horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari
tumbuhan pionir (Avicennia sp), diikuti oleh komunitas campuran
Soneratia alba, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni
Rhizophora sp dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora–Bruguiera.
Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fructicans di
belakang komunitas campuran yang terakhir
•
Mangrove Muara: pengaruh oleh air laut sama dengan pengaruh air sungai.
Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora sp. Di tepian
alur, diikuti komunitas campuran Rhizophora – Bruguiera dan diakhiri
komunitas murni Nypa fructicans
•
Mangrove sungai: pengaruh oleh air sungai lebih dominan daripada air
laut, dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara.
Jenis-jenis mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.
Berdasarkan Bengen (2001), jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove,
umumnya mangrove di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan
Universitas Sumatera Utara
biasanya dapat dibedakan menjadi 4 zonasi yaitu sebagai berikut :
1.
Zona Api-api – Prepat (Avicennia – Sonneratia)
Terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur
agak lembek (dangkal), dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organik dan
kadar garam agak tinggi. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis api-api
(Avicennia spp) dan prepat (Sonneratia spp), dan biasanya berasosiasi dengan
jenis bakau (Rhizophora spp).
2. Zona Bakau (Rhizophora)
Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur
lembek (dalam). Pada umumnya didominasi bakau ( Rhizophora spp ) dan di
beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang
( Bruguiera spp )
3. Zona Tanjang (Bruguiera)
Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan.
Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai. Pada umumnya
ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera spp) dan di beberapa tempat berasosiasi
dengan jenis lain.
4. Zona Nipah (Nypa fruticans)
Terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat. Zona ini
mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona lainnya,
tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut dan kebanyakan berada di tepitepi sungai dekat laut. Pada umumnya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fruticans) dan
beberapa spesies palem lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi Tapak Hutan Mangrove
Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya alluvial biru sampai coklat
keabu-abuan. Tanah ini berupa lumpur kaku dengan persentase liat yang tinggi,
bervariasi, tanah liat biru dengan sedikit atau tanpa bahan organik sampai tanah
lumpur coklat hitam yang mudah melepas karena banyak mengandung pasir dan
bahan organik (Kusmana et.al. 2005).
Menurut Kusmana et.al. (1995) tanah mangrove dapat di klasifikasikan
menjadi 3 golongan utama yaitu:
1. Golongan I, tanah tidak matang (unripped soils) adalah tanah baru, sifat
fisik tanahnya belum sempurna, dan hanya horizon A dan C yang dapat di
amati dari profil tanah. Pada beberapa daerah tanah dari horizon C
mungkin berkaitan dengan bahan induknya. Pada umumnya tanah berwana
gelap dari tanah bawah yang biasanya berwarna biru atau hijau. Adapun
sifat kimia tanahnya adalah pH sangat rendah hingga 2,5, kadar garam
tinggi, variasi bahan organik ±2-20 %, mengandung sejumlah K dan P,
variasi tekstur tanah dari liat sampai berpasir
2. Golongan II, tanah
matang (repening soils) adalah tanah yang sudah
berkembang dan umumnya ditemukan di daerah paling atas pada waktu air
pasang. Adapun sifat fisik kmia dan sifat fisiknya yaitu tanah bagian
atasnya adalah liat berwarna gelap yang memiliki kedalaman sebesar 1030 cm dengan kandungan bahan organik yang relatif tinggi, tanah bagian
bawah kadar bahan organiknya lebih rendah dengan kedalaman 40-49 cm
yang berwarna lebih terang, pH tinggi, kadar garam tinggi dan kadar P
rendah.
Universitas Sumatera Utara
3. Golongan III, tanah organik (organic soils) adalah tanah yang
mengandung bahan organik tinggi dan profil yang dalam. Lapisan tanah
organik yang tidak sempurna terdegredasi. Tanah bagian atas abu-abu
sampai coklat keabuan. Sifat kimia tanahnya adalah pH rendah, kadar
garam dan K yang tinggi, tetapi kadar P yang rendah dan tekstur tanahnya
liat.
Menurut Kusmana (1997) sifat tanah merupakan faktor pembatas utama
terhadap pertumbuhan di dalam hutan mangrove. Karakteristik kimia dan sifat
tanah berbeda pada zona pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula sifat tanah
mangrove berbeda dengan tanah diluar daerah mangrove. Susunan jenis dan
kerapatan pada hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah
dan kosentrasi ion tanah yang bersangkutan. Pada lahan mangrove yang tanahnya
lebih banyak terdiri atas liat (clay) dan debu (silt), terdapat tegakan yang lebih
rapat dari lahan yang tanahnya mengandung liat dan debu pada kosentarasi yang
lebih rendah. Tanah dengan kosentrasi kation Na>Mg>Ca> atau K, tegakan di
kuasai oleh jenis Avicennia spp. Tanah dengan susunan kosentrasi kation
Mg>Ca>Na atau K, tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa fruticans). Lebih lanjut
pada tanah dengan susunan kation Ca > Mg >Na atau K, tegakan di kuasai oleh
jenis Melalueca spp.
Menurut Matondang (1979) dalam Widhiaastuti (1996) tanah hutan
mangrove dibagi dalam dua kategori umum yaitu :
1. Halic hydaquent, lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak tua
(unripe clay soils) mempunyai nilai entisol (n) > 0,7. nilai n adalah
Universitas Sumatera Utara
hubungan antara persentase tanah liat inorganik dan humus. Semakin
kecil nilai n berarti tingkat kematangan tanah semakin besar.
2. Halic sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa yaitu tanah liat muda yang
mengandung air secara permanen, mempunyai bahan-bahan sulfidik
dalam 50 cm lapisan permukaan tanah dan kapasitas tukar kation
tinggi.
Faktor Lingkungan untuk Pertumbuhan Mangrove
Menurut Departemen Kehutanan (1992), kondisi ekologis yang mengatur
dan memelihara kelestarian ekosistem mangrove sangat tergantung pada kondisi
berimbangnya jumlah ketersedian air tawar dan air masin yang cukup. Menurut
Parcival and Womersley (1975) dalam Kusmana (1995) lebih lanjut menyatakan
bahwa kondisi lingkungan yang mempengaruhi hutan mangrove adalah kondisi
sedimentasi, erosi laut dan sungai, penggenangan pasang surut dan kondisi garam
tanah serta kondisi akibat eksploitasi. Beberapa faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah :
- Fisiografi pantai (topografi)
- Pasang (lama, durasi, rentang)
- Gelombang dan arus
- Iklim (cahaya, curah hujan, suhu, angin)
- Salinitas
- Oksigen terlarut
- Tanah
- Hara
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor lingkungan tersebut diuraikan sebagai berikut :
A. Fisiografi pantai
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan
lebar hutan mangrove. Pada pantai yanglandai, komposisi ekosistem mangrove
lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan
karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya
mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai
yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena
kontur yang terjal me nyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.
B. Pasang
Pasang yang te rjadi di kaw asan mangrove sangat me ne ntukan zonasi
tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove .
Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai
berikut:

Lama pasang :
1. Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempe ngaruhi pe
rubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang
dan se baliknya akan menurun pada saat air laut surut
2. Perubahan salinitas yang te rjadi se bagai akibat lama terjadinya pasang
merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies
secara horizontal.
3. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi
distribusi vertikal organisme
Universitas Sumatera Utara

Durasi pasang :
1. Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis
pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.
2. Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut
durasi pasang atau frekuensi pengge nangan. Misalnya : penggenagan
sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora
mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.

Rentang pasang (tinggi pasang):
1. Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata me njadi lebih tinggi
pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya
2. Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada
lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.
C. Gelombang dan Arus
1. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem
mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang
cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pe
ngurangan luasan hutan.
2. Gelombang dan arus juga be rpe ngaruh langsung te rhadap distribusi spesies
misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai
me nemukan substrat yang se suai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.
3. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi
pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya
Universitas Sumatera Utara
se dimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik
untuk me nunjang pertumbuhan mangrove
4. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui
transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove kelaut. Nutrien-nutrien
yang be rasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari run
off daratan dan terjebak dihutan mangrove akan terbawa oleh arus dan
gelombang ke laut pada saat surut.
D. Iklim
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan pe rubahan faktor fisik
(substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan mangrove melalui
cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Cahaya
•
Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan
struktur fisik mangrove
•
Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants
yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk
hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan
mangrove
•
Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar
matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya
•
Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana
tumbuhan yang be rada di luar ke lompok (gerombol) akan menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada
tumbuhan yang berada di dalam gerombol.
2. Curah hujan
•
Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan
tumbuhan mangrove
•
Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas
air dan tanah
•
Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000
mm/tahun
3. Suhu
•
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi)
•
Produksi daun baru Avice nnia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika
suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang
•
Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada
suhu 26-28C
•
Bruguiera tumbuh optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh
optimal pada suhu 21-26C
4. Angin
•
Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus
•
Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu
terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove
Universitas Sumatera Utara
E. Salinitas
1. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar
antara 10-30 ppt
2. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan
zonasi mangrove ,hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan
3. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam
keadaan pasang
4. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air
F. Oksigen Terlarut
1. Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena
bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan
oksigen untuk kehidupannya.
2. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis
3. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan
kondisi terendah pada malam hari
G. Substrat
1. Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan
mangrove
2. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam tebal
dan be rlumpur
3. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir
Universitas Sumatera Utara
4. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan
tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu
(silt) maka tegakan menjadi lebih rapat
5. Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan
Avicennia/Sonn ratia/Rhizophora/Bruguiera
6. Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah
7. Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca
H. Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik
dan organik.
1. Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na
2. Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)
Macnae dan Kalk (1962) dalam Sukardjo (1981) menyatakan bahwa tinggi
pohon-pohon mangrove dipengaruhi oleh faktor-faktor salinitas air, drainase air
dan pasang surut. Biasanya pada daerah dengan air tanah mendekati permukaan
dan mempunyai aerasi baik, kondisi dan tinggi vegetasinya seragam. Kemudian
vegetasi mangrove akan menjadi pendek jika mendekati zona dengan kondisi
permukaan air jauh dari permukaan.
Dampak Kegiatan Pada Hutan Mangrove
Dengan berkembangnya pembangunan di wilayah pesisir, banyak
kegiatan-kegiatan manusia yang merusak ekosistem hutan mangrove. Saat ini
kerusakan dan degradasi hutan mangrove merupakan fenomena yang perlu
mendapat penanganan secara hati-hati. Bengen (2001) menyatakan kegiatan-
Universitas Sumatera Utara
kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove adalah:
1. Tebang habis, yang berdampak pada perubahan komposisi tumbuhan
mangrove dan tidak berfungsinya daerah tersebut sebagai tempat mencari
makanan dan pengasuhan.
2. Pengalihan aliran air tawar, misalnya pembangunan irigasi, yang berdampak
pada peningkatan salinitas hutan mangrove dan menurunnya kesuburan hutan
mangrove.
3. Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan, permukiman dan lainnya, yang
berdampak pada ancaman regenerasi stok ikan dan udang perairan lepas pantai
yang memerlukan hutan mangrove, pencemaran laut oleh bahan-bahan
pencemar yang sebelumnya di ikat oleh substrat hutan mangrove,
pendangkalan perairan pantai, intrusi garam dan erosi garis pantai.
4. Pembuangan sampah padat, yang berdampak pada terlapisnya pneumatophora
yang
mengakibatkan
matinya pohon mangrove, perembesan bahan-bahan
pencemar dalam sampah padat.
5. Pembuangan sampah cair, yang berdampak pada penurunan kandungan
oksigen terlarut dan timbulnya gas H2S
6. Pencemaran minyak tumpahan, yang berdampaPk pada kematian pohon
mangrove.
7. Pengembangan dan ekstraksi mineral di dalam hutan dan di daratan sekitar
hutan mangrove yang berdampak pada kerusakan total ekosistem, sehingga
memusnahkan fungsi ekologis hutan mangrove dan terjadinya pengendapan
sedimen yang dapat mematikan pohon mangrove.
Universitas Sumatera Utara
Download