TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Mangrove Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Supriharyono, 2000). Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut (Rochana, 2006) penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove. Ciri-Ciri Ekosistem Mangrove Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian No. 60/Kpts/DJ/I/1978 yang dimaksud hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Departemen Kehutanan, 1992). Universitas Sumatera Utara Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah : • memiliki jenis pohon yang relatif sedikit; • memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada apiapi Avicennia spp.; • memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora; • memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah : • tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama; • tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; • daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin. (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia, 2008) Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian No. 60/Kpts/DJ/I/1978 yang dimaksud hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis Universitas Sumatera Utara penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Departemen Kehutanan, 1992). Tempat ideal bagi pertumbuhan hutan mangrove adalah sekitar pantai, delta, muara sungai yang arus sungainya banyak mengandung pasir dan lumpur serta umumnya pada pantai yang landai yang terhindar dari ombak besar. Selain tempat hidupnya berbagai jenis satwa tersebut, hutan mangrove juga berperan dalam keberlanjutan ekosistem pantai dan terumbu karang, karena merupakan tempat berkembang biaknya dan migrannya ikan-ikan tertentu. Dengan demikian dari segi kepentingan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya menjadi penting karena merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah; dan merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu. (Sagala, 1994 dalam Basyuni, 2000) Vegetasi Hutan Mangrove Soerianegara (1987) dalam Noor et al. (1999) memberikan batasan hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta ciri dari hutan ini terdiri dari tegakan pohon Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora dan Nypa. Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Telah diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang 80 spesies. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di Universitas Sumatera Utara hutan mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit. Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni : 1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa. 2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera. 3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain. Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung Universitas Sumatera Utara pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah : • Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan. • Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase. • Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam. • Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia. • Pasokan dan aliran air tawar Zonasi Hutan Mangrove Menurut Bengen (2001) Flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah : 1. Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan. Universitas Sumatera Utara 2. Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase. 3. Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam serta pasokan dan aliran air tawar. 4. Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari species intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia. Menurut struktur ekosistem, secara garis besar dikenal tiga tipe formasi mangrove, yaitu : • Mangrove Pantai: tipe ini air laut dominan dipengaruhi air sungai. Struktur horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Avicennia sp), diikuti oleh komunitas campuran Soneratia alba, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora–Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fructicans di belakang komunitas campuran yang terakhir • Mangrove Muara: pengaruh oleh air laut sama dengan pengaruh air sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora sp. Di tepian alur, diikuti komunitas campuran Rhizophora – Bruguiera dan diakhiri komunitas murni Nypa fructicans • Mangrove sungai: pengaruh oleh air sungai lebih dominan daripada air laut, dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara. Jenis-jenis mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan. Berdasarkan Bengen (2001), jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove, umumnya mangrove di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan Universitas Sumatera Utara biasanya dapat dibedakan menjadi 4 zonasi yaitu sebagai berikut : 1. Zona Api-api – Prepat (Avicennia – Sonneratia) Terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak lembek (dangkal), dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organik dan kadar garam agak tinggi. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis api-api (Avicennia spp) dan prepat (Sonneratia spp), dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau (Rhizophora spp). 2. Zona Bakau (Rhizophora) Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur lembek (dalam). Pada umumnya didominasi bakau ( Rhizophora spp ) dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang ( Bruguiera spp ) 3. Zona Tanjang (Bruguiera) Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan. Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai. Pada umumnya ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera spp) dan di beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain. 4. Zona Nipah (Nypa fruticans) Terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat. Zona ini mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona lainnya, tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut dan kebanyakan berada di tepitepi sungai dekat laut. Pada umumnya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fruticans) dan beberapa spesies palem lainnya. Universitas Sumatera Utara Kondisi Tapak Hutan Mangrove Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya alluvial biru sampai coklat keabu-abuan. Tanah ini berupa lumpur kaku dengan persentase liat yang tinggi, bervariasi, tanah liat biru dengan sedikit atau tanpa bahan organik sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah melepas karena banyak mengandung pasir dan bahan organik (Kusmana et.al. 2005). Menurut Kusmana et.al. (1995) tanah mangrove dapat di klasifikasikan menjadi 3 golongan utama yaitu: 1. Golongan I, tanah tidak matang (unripped soils) adalah tanah baru, sifat fisik tanahnya belum sempurna, dan hanya horizon A dan C yang dapat di amati dari profil tanah. Pada beberapa daerah tanah dari horizon C mungkin berkaitan dengan bahan induknya. Pada umumnya tanah berwana gelap dari tanah bawah yang biasanya berwarna biru atau hijau. Adapun sifat kimia tanahnya adalah pH sangat rendah hingga 2,5, kadar garam tinggi, variasi bahan organik ±2-20 %, mengandung sejumlah K dan P, variasi tekstur tanah dari liat sampai berpasir 2. Golongan II, tanah matang (repening soils) adalah tanah yang sudah berkembang dan umumnya ditemukan di daerah paling atas pada waktu air pasang. Adapun sifat fisik kmia dan sifat fisiknya yaitu tanah bagian atasnya adalah liat berwarna gelap yang memiliki kedalaman sebesar 1030 cm dengan kandungan bahan organik yang relatif tinggi, tanah bagian bawah kadar bahan organiknya lebih rendah dengan kedalaman 40-49 cm yang berwarna lebih terang, pH tinggi, kadar garam tinggi dan kadar P rendah. Universitas Sumatera Utara 3. Golongan III, tanah organik (organic soils) adalah tanah yang mengandung bahan organik tinggi dan profil yang dalam. Lapisan tanah organik yang tidak sempurna terdegredasi. Tanah bagian atas abu-abu sampai coklat keabuan. Sifat kimia tanahnya adalah pH rendah, kadar garam dan K yang tinggi, tetapi kadar P yang rendah dan tekstur tanahnya liat. Menurut Kusmana (1997) sifat tanah merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan di dalam hutan mangrove. Karakteristik kimia dan sifat tanah berbeda pada zona pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula sifat tanah mangrove berbeda dengan tanah diluar daerah mangrove. Susunan jenis dan kerapatan pada hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan kosentrasi ion tanah yang bersangkutan. Pada lahan mangrove yang tanahnya lebih banyak terdiri atas liat (clay) dan debu (silt), terdapat tegakan yang lebih rapat dari lahan yang tanahnya mengandung liat dan debu pada kosentarasi yang lebih rendah. Tanah dengan kosentrasi kation Na>Mg>Ca> atau K, tegakan di kuasai oleh jenis Avicennia spp. Tanah dengan susunan kosentrasi kation Mg>Ca>Na atau K, tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa fruticans). Lebih lanjut pada tanah dengan susunan kation Ca > Mg >Na atau K, tegakan di kuasai oleh jenis Melalueca spp. Menurut Matondang (1979) dalam Widhiaastuti (1996) tanah hutan mangrove dibagi dalam dua kategori umum yaitu : 1. Halic hydaquent, lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak tua (unripe clay soils) mempunyai nilai entisol (n) > 0,7. nilai n adalah Universitas Sumatera Utara hubungan antara persentase tanah liat inorganik dan humus. Semakin kecil nilai n berarti tingkat kematangan tanah semakin besar. 2. Halic sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa yaitu tanah liat muda yang mengandung air secara permanen, mempunyai bahan-bahan sulfidik dalam 50 cm lapisan permukaan tanah dan kapasitas tukar kation tinggi. Faktor Lingkungan untuk Pertumbuhan Mangrove Menurut Departemen Kehutanan (1992), kondisi ekologis yang mengatur dan memelihara kelestarian ekosistem mangrove sangat tergantung pada kondisi berimbangnya jumlah ketersedian air tawar dan air masin yang cukup. Menurut Parcival and Womersley (1975) dalam Kusmana (1995) lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang mempengaruhi hutan mangrove adalah kondisi sedimentasi, erosi laut dan sungai, penggenangan pasang surut dan kondisi garam tanah serta kondisi akibat eksploitasi. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah : - Fisiografi pantai (topografi) - Pasang (lama, durasi, rentang) - Gelombang dan arus - Iklim (cahaya, curah hujan, suhu, angin) - Salinitas - Oksigen terlarut - Tanah - Hara Universitas Sumatera Utara Faktor-faktor lingkungan tersebut diuraikan sebagai berikut : A. Fisiografi pantai Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yanglandai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal me nyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh. B. Pasang Pasang yang te rjadi di kaw asan mangrove sangat me ne ntukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove . Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut: Lama pasang : 1. Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempe ngaruhi pe rubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan se baliknya akan menurun pada saat air laut surut 2. Perubahan salinitas yang te rjadi se bagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal. 3. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme Universitas Sumatera Utara Durasi pasang : 1. Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda. 2. Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi pengge nangan. Misalnya : penggenagan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada. Rentang pasang (tinggi pasang): 1. Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata me njadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya 2. Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi. C. Gelombang dan Arus 1. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pe ngurangan luasan hutan. 2. Gelombang dan arus juga be rpe ngaruh langsung te rhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai me nemukan substrat yang se suai untuk menancap dan akhirnya tumbuh. 3. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya Universitas Sumatera Utara se dimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk me nunjang pertumbuhan mangrove 4. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove kelaut. Nutrien-nutrien yang be rasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari run off daratan dan terjebak dihutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut. D. Iklim Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan pe rubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Cahaya • Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove • Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove • Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya • Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang be rada di luar ke lompok (gerombol) akan menghasilkan Universitas Sumatera Utara lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol. 2. Curah hujan • Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove • Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah • Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun 3. Suhu • Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi) • Produksi daun baru Avice nnia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang • Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28C • Bruguiera tumbuh optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26C 4. Angin • Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus • Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove Universitas Sumatera Utara E. Salinitas 1. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt 2. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove ,hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan 3. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang 4. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air F. Oksigen Terlarut 1. Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya. 2. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari G. Substrat 1. Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove 2. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam tebal dan be rlumpur 3. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir Universitas Sumatera Utara 4. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat 5. Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonn ratia/Rhizophora/Bruguiera 6. Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah 7. Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca H. Hara Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik. 1. Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na 2. Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga) Macnae dan Kalk (1962) dalam Sukardjo (1981) menyatakan bahwa tinggi pohon-pohon mangrove dipengaruhi oleh faktor-faktor salinitas air, drainase air dan pasang surut. Biasanya pada daerah dengan air tanah mendekati permukaan dan mempunyai aerasi baik, kondisi dan tinggi vegetasinya seragam. Kemudian vegetasi mangrove akan menjadi pendek jika mendekati zona dengan kondisi permukaan air jauh dari permukaan. Dampak Kegiatan Pada Hutan Mangrove Dengan berkembangnya pembangunan di wilayah pesisir, banyak kegiatan-kegiatan manusia yang merusak ekosistem hutan mangrove. Saat ini kerusakan dan degradasi hutan mangrove merupakan fenomena yang perlu mendapat penanganan secara hati-hati. Bengen (2001) menyatakan kegiatan- Universitas Sumatera Utara kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove adalah: 1. Tebang habis, yang berdampak pada perubahan komposisi tumbuhan mangrove dan tidak berfungsinya daerah tersebut sebagai tempat mencari makanan dan pengasuhan. 2. Pengalihan aliran air tawar, misalnya pembangunan irigasi, yang berdampak pada peningkatan salinitas hutan mangrove dan menurunnya kesuburan hutan mangrove. 3. Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan, permukiman dan lainnya, yang berdampak pada ancaman regenerasi stok ikan dan udang perairan lepas pantai yang memerlukan hutan mangrove, pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelumnya di ikat oleh substrat hutan mangrove, pendangkalan perairan pantai, intrusi garam dan erosi garis pantai. 4. Pembuangan sampah padat, yang berdampak pada terlapisnya pneumatophora yang mengakibatkan matinya pohon mangrove, perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat. 5. Pembuangan sampah cair, yang berdampak pada penurunan kandungan oksigen terlarut dan timbulnya gas H2S 6. Pencemaran minyak tumpahan, yang berdampaPk pada kematian pohon mangrove. 7. Pengembangan dan ekstraksi mineral di dalam hutan dan di daratan sekitar hutan mangrove yang berdampak pada kerusakan total ekosistem, sehingga memusnahkan fungsi ekologis hutan mangrove dan terjadinya pengendapan sedimen yang dapat mematikan pohon mangrove. Universitas Sumatera Utara