BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Data Global action against cancer (2005) dari World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kematian akibat kanker dapat mencapai angka 45% dari tahun 2007 hingga 2030, yaitu sekitar 7,9 juta jiwa menjadi 11,5 juta jiwa kematian. Di Indonesia, menurut laporan Riskesdes (2007) prevalensi kanker mencapai 4,3 per 1000 penduduk dan menjadi penyebab kematian nomor tujuh (5,7%) setelah sroke, tuberkulosis, hipertensi, trauma, perinatal dan diabetes melitus. Kanker laring merupakan salah satu kanker yang paling berbahaya pada regio leher dan kepala, dengan karsinoma sel skuamosa sebagai gambaran histologi yang utama. Diperkirakan 40% pasien kanker laring sudah stadium lanjut ( stadium III atau IV) ketika dievaluasi pertama kali (Myers, 2003). Menurut American Cancer Society, pada tahun 2013, terhitung 12,260 kasus baru kanker laring telah didiagnosa di Amerika Serikat, tercatat 3.630 kematian. pasien Dalam kanker laring beberapa tahun telah menunjukkan terakhir, sebuah survival rate penurunan yaitu dari 57,1% menjadi 51,9% (Hoffman, et al., 2006). Terjadinya kanker laring melalui proses bertahun-tahun, jadi kanker laring jarang ditemukan pada orang-orang muda. Lebih dari setengah pasien dengan kanker laring berumur 65 atau lebih ketika kanker pertama kali didiagnosis (American Cancer Society, 2014). Karsinoma laring terbanyak didapatkan pada pasien yang berumur menjelang tua, dengan usia antara 50-60 tahun (FK UI, 2007). Begitu juga dengan penelitian Ernawati (2013), didapati responden usia 51-60 tahun sebanyak 41.7% kasus. Dalam periode 6 tahun, di bagian THT RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 144 penderita karsinoma laring dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sebanyak 7:1. Kanker laring dan hipofaring lebih sering terjadi pada pria 4 kali lebih sering dibandingkan dengan wanita. Oleh karena merokok dan mengkonsumsi alkohol yang sering terjadi pada pria. Tetapi pada tahun-tahun terakhir, kebiasaan ini sering dijumpai pada wanita, tentunya risiko untuk terjadinya kanker laring meningkat (American Cancer Society, 2014). Ernawati (2013), dalam penelitiannya menemukan hasil yang serupa yaitu penderita kanker laring berjenis kelamin laki-laki sebanyak 94.4% kasus dan perempuan sebanyak 5.6% kasus. Kanker laring lebih sering ditemukan pada ras Amerika-Afrika dan orang kulit putih dibandingkan dengan ras Asia dan Latin (American Cancer Society, 2014). Insidens terjadinya kanker laring dua kali lebih tinggi pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih di Amerika (Wasfie T, 1988 dalam Cummings CW, 2005). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, jumlah populasi suku batak pada tahun 2000 berjumlah 4.827.000 dari 11.649.655 (41.44%) penduduk Sumatera Utara, dengan perkiraan pada tahun 2010 Suku Batak di Sumatera Utara menjadi 5.602.000 penduduk dari 12.982.204 (41.4%) penduduk di Sumatera Utara dan merupakan suku dengan penduduk terbanyak di Sumatera Utara. Dengan besarnya jumlah penduduk Suku Batak di Sumatera Utara maka memungkinkan untuk tingginya jumlah penderita kanker laring yang berasal dari Suku Batak di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014. Lama terpapar oleh debu kayu, uap cat, dan zat kimia tertentu yang digunakan pada industri metal, minyak, plastik, dan textil juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker laring (American Cancer Society, 2014). Pada penelitian Ernawati (2013), didapati pekerjaan terbanyak sebagai wiraswasta sebanyak 38.9% kasus dan pekerjaan petani sebanyak 22.2% kasus. Banyaknya penderita kanker laring yang bekerja sebagai petani, dimungkinkan akibat insektisida sebagai faktor yang memicu terjadinya kanker laring. Insektisida yang mengandung bahan kimia seperti dichlorodiphenyl trichloroethane (DDT) dapat memberikan efek pada kesehatan. Pada biantang percobaan, DDT mengakibatkan penurunan sel NK. Namun tidak mempengaruhi respon humoral. Dijumpai peningkatan risiko karsinoma paru dan non-Hodgkin lymphoma pada petani yang terpapar insektisida DDT di Amerika (Longnecker et al., 1997). Orang-orang yang memiliki sindrom disebabkan oleh kelainan yang diturunkan pada gen tertentu memiliki resiko yang tinggi terhadap terjadinya kanker leher, termasuk kanker laring (American Cancer Society, 2014). Menurut teori vogelstein tentang inaktivasi tumor supresor gen atau aktivasi proto-onkogen, salah satu teori onkologi, dan sudah dievaluasi pada kanker laring. Perubahan genetik pada kromosom regio 9p21 dapat mengakibatkan perubahan awal dan berkelanjutan dari mukosa abnormal preneoplastik ke kanker yang invasif. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada gen p16 yang mengatur siklus sel. Kegagalan pada kematian sel yang terprogram dan apoptosis merupakan awal dari sel tumor yang imortal (Cummings CW, 2005). Faktor risiko adalah segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya suatu penyakit, seperti kanker. Setiap kanker mempunyai faktor risiko yang berbedabeda. Beberapa faktor risiko seperti merokok dapat dicegah. Lainnya, seperti umur seseorang atau riwayat keluarga tidak dapat dicegah. Menurut American Cancer society ada beberapa fakor risiko untuk terjadinya kanker laring, yaitu : konsumsi alkohol, penggunaan tembakau, infeksi HPV, sindrom genetik, paparan tempat kerja, jenis kelamin, umur, ras, gastroesophageal reflux disease (gerd)(American Cancer Society, 2014). Penggunaan tembakau merupakan faktor risiko yang utama untuk terjadinya kanker leher dan kepala (temasuk kanker laring dan hipofaring). Risiko untuk terjadinya kanker ini jauh lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan non-perokok. Kebanyakan penderita kanker laring mempunyai riwayat merokok atau paparan tembakau dengan cara lain (American Cancer Society, 2014). Pada penelitian Ernawati (2013), didapati 58.3% kasus merupakan perokok. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa konsumsi alkohol meningkatkan risiko kanker rongga mulut, faring, dan laring. Mengkonsumsi 50 gram alkohol murni per hari dihubungkan dengan 2-3 kali risiko lebih tinggi terkena kanker laring dibandingkan dengan non-peminum (Baan et al). Penelitian Ernawati (2013), didapati penderita kanker laring yang merupakan pengkonsumsi alkohol sebanyak 16.7% kasus. Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah naiknya asam lambung ke esofagus. GERD dapat menyebabkan heartburn dan meningkatkan terjadinya kanker pada esofagus. Studi-studi sudah dilakukan untuk melihat jika ini meningkatkan risiko kanker pada laring (American Cancer Society, 2014). Koufman melaporkan bahwa 31 pasien kanker laring, didokumentasikan 84% dijumpai GERD. Berbeda dengan penelitian kebanyakan, hanya 58% pasien adalah perokok (koufman JA, 1991 dalam Cummings CW, 2005). Human Papilloma virus (HPV) ditemukan pada banyak lesi di regio kepala dan leher, termasuk pada karsinoma sel skuamosa. HPV tipe 16 dan 18 diketahui sebagai risiko mayoritas untuk terjadinya kanker serviks. ini diyakinkan karena protein virus E5 dan E6 yang mendegradasi p53. Enzim ini berhubungan dengan integritas gen, proliferasi, dan apoptosis yang mana sangat penting dalam mencegah kematian sel kanker. Kekuatan untuk menggunakan informasi tentang HPV ini masih kurang jelas pada kanker laring, karena banyaknya studi yang menggunakan teknik yang berbeda-beda dan hasil sensitivitas dan spesifitas yang beragam. Almadori et al mengungkapkan bahwa sepertiga dari tumor laring ditemukan adanya DNA HPV, tetapi Ha dan Califano berpendapat bahwa HPV menpunyai mekanisme untuk memicu perkembangan tumor. Clayman et al menemukan bahwa 24 diantara 57 spesimen dari kanker laring merupakan pasien yang positif HPV. Studi mereka mengungkapkan bahwa HPV bisa ditemukan pada tumor yang mengalami kelainan biologis dengan prognosis yang buruk (Cummings, 2005). Latar belakang peneliti melakukan penelitian ini dikarenakan belum adanya penelitian terdahulu dan juga kanker laring menempati urutan kedua dan ketiga dari keganasan THT setelah kanker nasofaring di Indonesia oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui gambaran faktor-faktor risiko pada penderita kanker laring. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah gambaran faktor-faktor risiko kanker laring. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran faktor-faktor risiko terjadinya kanker laring. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi frekuensi dari umur, jenis kelamin, dan suku/ras pada kasus kanker laring. b. Mengetahui lamanya paparan faktor risiko terhadap terjadinya kanker laring. c. Mengatahui gambaran paparan tempat kerja sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring. d. Mengetahui gambaran merokok sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring. e. Mengetahui gambaran konsumsi alkohol sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring. f. Mengetahui gambaran riwayat keluarga sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring. g. Mengetahui gambaran penyakit gastroesofageal refluks sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring. h. Mengetahui gambaran infeksi HPV sebagai faktor risiko terjadinya kanker laring. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis Sebagai pengalaman yang sangat berharga serta meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai gambaran faktor-faktor risiko kanker laring 2. Bagi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pencegahan kanker laring 3. Bagi masyarakat Dapat digunakan sebagai pengetahuan dalam pencegahan kanker laring. 4. Bagi peneliti lain Dapat digunakan sebagai referensi penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini.