BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Grand Theory
1.
Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Jensen dan Meckling (dalam Agus Purwanto, 2012)
hubungan keagenan (agency relationship) adabilamana satu atau lebih
individu yang disebut dengan principal bekerja dengan individu atau
organisasi lain yang disebut agent, prinsipal akan menyediakan fasilitas dan
mendelegasikan kebijakan pembuatan keputusan kepada agen. Agen
(manajemen perusahaan) diwajibkan memberikan laporan periodik pada
prinsipal (pemegang saham) tentang usaha yang dijalankannya. Prinsipal
akan menilai kinerja agennya melalui laporan keuangan yang disampaikan
kepadanya.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Akan tetapi informasi yang
disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan
sebenarnya
sehingga
menimbulkan
asimetri
informasi
(information
asymetric) yang memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak
oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal pelaporan
keuangan,
manajer
dapat
melakukan
10
manajemen
laba
(earnings
11
management) untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai
kinerja ekonomi perusahaan (Muh. Arif, 2007).
2.
Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)
Teori stakeholder menurut Freeman dan Reed (Ihyaul Ulum, 2009 ; 4)
adalah sekelompok orang atau individu yang diidentifikasikan dapat
mempengaruhi kegiatan perusahaan ataupun dapat dipengaruhi oleh
kegiatan perusahaan. Yang termasuk dalam stakeholder antara lain para
pemegang saham, karyawan, supplier, pemerintah, pelanggan, masyarakat,
dan komunitas dalam masyarakat.
Manajer
diharapkan dapat
melakukan aktivitas-aktivitas
yang
dianggap penting oleh stakeholder, dan melaporkan aktivitas-aktivitas
tersebut (Ihyaul Ulum, 2009; 4-5). Oleh karena itu, perusahaan harus
memperhitungkan kepentingan para stakeholder dengan mengungkapkan
secara sukarela informasi yang dibutuhkan oleh para stakeholder untuk
memenuhi ekspektasi mereka. Untuk memenuhi kepentingan stakeholder
terutama investor dalam penelitian ini, perusahaan dapat memberikan
informasi
lain
diluar
informasi
keuangan.
Salah
satunya
adalah
pengungkapan mengenai modal intelektual.
3.
Teori Sinyal (Signalling Theory)
Teori sinyal menjelaskan dorongan perusahaan dalam memberikan
sinyal (signal) mengenai informasi laporan keuangan pada pihak eksternal
12
karena adanya asimetri informasi. Sinyal dapat berupa promosi atau
informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik
daripada perusahaan lain (Agus Purwanto, 2012).
Salah
satu
cara
untuk
memberikan
sinyal
adalah
dengan
mengungkapkan informasi kepada investor melalui pengungkapan
sukarela. Hughes (dalam Istianingsih 2011) menunjukkan bagaimana
pengungkapan dapat menjadi sinyal yang dapat diandalkan, sehingga nilai
pasar saham perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan. Dengan
mengungkapkan informasi secara sukarela, perusahaan dapat memberikan
sinyal mengenai kemampuan perusahaan selain yang tercermin dalam
laporan keuangan.
B.
Manajemen Laba
1.
Pengertian Manajemen Laba
Menurut Scott (2012 : 423), manajemen laba adalah pilihan oleh
manajer
terkait
kebijakan
akuntansi,
atau
tindakan
nyata,yang
mempengaruhi laba untuk mencapai tujuan spesifik tertentu. Sedangkan
manajemen laba didefinisikan oleh Lilis Setiawati dan AinunNa’im (2000)
sebagai campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan
eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Definisi ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Healy dan Wahlen (1999) bahwa
manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan di
(dalam) pelaporan keuangan dan di (dalam) transaksi yang terstruktur untuk
13
mengubah laporan keuangan yang menyesatkan beberapa stakeholders
tentang dasar kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil
sesuai kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang
dilaporkan.
Sedangkan menurut
Schipper (1989) dalam Beneish (2001),
manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun
pelaporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan
laba akuntansi sesuai dengan kepentingan pelaksanaan manajemen laba
tersebut.
Scott (2012) melihat manajemen laba dari 2 perspektif, yaitu
perspektif pelaporan keuangan dan perspektif kontrak.Dari perspektif
pelaporan keuangan, manajer dapat menggunakan manajemen laba untuk
memenuhi pendapatan perkiraan analis, untuk menghindari rusaknya
reputasi dan reaksi harga saham negatif yang dengan cepat diikuti kegagalan
untuk memenuhi harapan investor. Sedangkan dari perspektif kontrak,
manajemen laba dapat digunakan sebagai cara untuk melindungi perusahaan
dari konsekuensi kejadian tak terduga ketika kontrak sukar dan tidak
lengkap.
Terlalu banyak praktik manajemen laba yang dilakukan oleh
perusahaan dapat mengurangi kegunaan laporan keuangan bagi investor.
Apabila manajemen laba bersifat oportunis, maka informasi laba tersebut
dapat menyebabkan pengambilan keputusan investasi yang salah bagi
investor.
14
2.
Motivasi Manajemen Laba
Menurut Scott (2012), motivasi manajer perusahaan melakukan
manajemen laba adalah :
a.
Bonus scheme (rencana bonus). Secara lebih spesifik, ini
merupakan perluasan hipotesis rencana bonus, yang menyatakan
bahwa manajer-manajer perusahaan yang menggunakan rencana
bonus akan memaksimalisasikan pendapatan masa kini atau
tahun berjalan mereka.
b.
Debt covenant (kontrak utang jangka panjang). Motivasi ini
sejalan dengan hipotesis debt covenant dalam teori akuntansi
positif yaitu semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggaran
perjanjian utang maka manajer akan cenderung memilih metode
akuntansi yang dapat “memindahkan” laba periode mendatang
ke periode berjalan sehingga dapat mengurangi kemungkinan
perusahaan mengalami pelanggaran kontrak.Manajemen laba
dapat
muncul
sebagai
perangkat
untuk
mengurangi
kemungkinan pelanggaran perjanjian dalam kontrak utang.
c.
Meet Investor’s Earnings Expectation (memenuhi ekspektasi
laba investor). Perusahaan yang melaporkan laba lebih besar
dari yang diharapkan biasanya menikmati kenaikan harga saham
yang signifikan, karena investor meninjau kembali probabilitas
mereka untuk kinerja masa depan yang baik. Akibatnya,
manajer memiliki insentif yang kuat untuk memastikan bahwa
15
harapan
pendapatan
terpenuhi.
Salah
satu
cara
untuk
melakukannya adalah untuk mengelola peningkatan pendapatan.
d.
Maintain Reputation (menjaga reputasi). Kegagalan untuk
memenuhi
ekspektasi
laba
investor
tentunya
memiliki
konsekuensi. Ada efek langsung pada harga saham perusahaan
dan biaya modal karena investor meninjau kembali probabilitas
mereka untuk kinerja masa depan yang baik. Bisa juga menjadi
efek tidak langsung melalui reputasi manajer, terutama jika
kekurangan tersebut kecil dan jika penjelasan manajer dianggap
sebagai alasan.
e.
Initial Public Offering (penawaran saham perdana). Saat
perusahaan go public, informasi keuangan yang ada dalam
prospektus
merupakan
sumber
informasi
yang
penting.
Informasi ini dapat dipakai sebagai sinyal kepada calon investor
tentang nilai perusahaan. Untuk mempengaruhi keputusan calon
investor maka manajer berusaha menaikkan laba yang
dilaporkan dalam prospektus mereka dengan harapan menerima
harga yang lebih tinggi untuk saham mereka.
3.
Bentuk Manajemen Laba
Scott (2012 ; 425) menyebutkan ada empat bentuk dari manajemen
laba, yaitu:
16
a.
Taking a bath, dilakukan ketika keadaan buruk yang tidak
menguntungkan tidak bisa dihindari pada periode berjalan atau
karena restrukturisasi. Jika suatu perusahaan harus melaporkan
kerugian, manajemen mungkin merasa lebih baik melaporkan
satu yang memiliki sedikit kerugian.
b.
Meminimumkan laba (income minimation), dilakukan saat
perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan
agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang
diambil bisa berupa writeoffs cepat modal dan aset tidak
berwujud, pembebanan iklan, riset dan pengembangan yang
cepat.
c.
Memaksimumkan
laba
(income
maximization),
yaitu
memaksimalkan laba agar memperoleh bonus yang lebih besar.
Demikian pula dengan perusahaan yang mendekati suatu
pelanggaran kontrak utang jangka panjang, manajer perusahaan
tersebut akan cenderung untuk memaksimalkan laba.
d.
Perataan
laba
(income
smoothing),
merupakan
bentuk
manajemen laba yang paling menarik. Dari perspektif konrak,
manajer yang ingin menghindari risiko lebih memilih aliran
bonus yang kurang bervariasi, tetapi hal-hal lain sama.
Akibatnya, manajer mungkin melakukan perataan laba yang
dilaporkan dari waktu ke waktu sehingga dapat menerima
kompensasi relatif yang konstan.
17
4.
Pengukuran Manajemen Laba
Pengukuran atas dasar akrual banyak digunakan dalam mendeteksi
ada tidaknya manajemen laba. Michell (2005) membagi tipe akrual menjadi
dua,
yaitu
discretionary
accrual
dan
nondiscretionary
accrual.
Discretionary accrual adalah pengakuan laba atau beban yang bebas tidak
diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Nondiscretionary
accrual adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang
didasarkan pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Karena nondiscretionary accrual merupakan akrual yang wajar dan apabila
dilanggar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan (tidak wajar) maka
hanya discretionary accrual yang digunakan dalam pengukuran manajemen
laba.
Namun
penggunaan
discretionary
accrual
dikritik
karena
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam prediksi manajemen laba serta
memberikan kesimpulan yang bias (Bernard dan Skinner, 1996 dalam
Stubben, 2010).
Atas dasar ketidakpuasan dan kritik terhadap model akrual tersebut,
Stubben (2010) memperkenalkan Conditional Revenue Model sebagai salah
satu cara pengukuran manajemen laba yang mirip dengan model akrual
yang ada milik Jones (1991) dan Dechow et al. (1995) namun dengan tiga
perbedaan. Pertama, model conditonal revenue menggunakan piutang akrual
daripada akrual agregat sebagai fungsi dari perubahan pendapatan. Dari
komponen akrual utama, piutang memiliki hubungan empiris yang kuat dan
18
hubungan konseptual secara langsung dengan pendapatan. Kedua, piutang
akrual sebagai fungsi dari perubahan pelaporan pendapatan, daripada
perubahan penerimaan kas (Dechow et al. 1995). Ketiga, perubahan piutang
tahunan sebagai fungsi linear dari dua komponen dari perubahan dalam
pendapatan tahunan: (1) perubahan pendapatan tiga kuartal pertama, dan (2)
perubahan dalam pendapatan kuartal keempat.
Conditional revenue model didasarkan pada discretionary revenue
yang merupakan perbedaan antara perubahan akrual pada piutang dan
perubahan prediksi pada piutang. Stubben (2010) menemukan bahwa
ukuran discretionary revenue menghasilkan fakta dengan bias dan
kesalahan pengukuran yang kurang substansial dibandingkan model akrual.
C.
Asimetri Informasi
1.
Pengertian Asimetri Informasi
Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer
memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh
pihak luar perusahaan. Agency teory (teori keagenan) mengimplikasikan
adanya asimetri informasi antara manajer (agent) dengan pemegang saham
(principal). Hubungan keagenan didefinisikan sebagai hubungan antara satu
orang atau lebih prinsipal dengan agen untuk melakukan tindakan atas nama
prinsipal yang melibatkan
pendelegasian kewenangan pengambilan
keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976).
19
Asimetri antara manajer (agent) dengan pemegang saham (principal)
memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunitis, yaitu
memperoleh keuntungan pribadi. Ketika timbul asimetri informasi,
keputusan ungkapan yang dibuat oleh manajer dapat mempengaruhi harga
saham sebab asimetri informasi antara investor yang lebih terinformasi dan
investor kurang terinformasi menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi
likuiditas yang diharapkan dalam pasar untuk saham-saham perusahaan
(Puput Tri, 2001).
Dalam Rahmawati (2012) terdapat dua tipe asimetri informasi yaitu:
a.
Adverse selection, yaitu jenis asimetri informasi dalam mana
satu pihak atau lebih yang melangsungkan/akan melangsungkan
suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial, memiliki
informasi lebih atas pihak-pihak lain. Para manajer serta orangorang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang
keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak
luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan
yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak
disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
b.
Moral hazard, yaitu jenis asimetri informasi dalam mana satu
pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan
suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial, dapat
mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian
transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak.
20
Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan
pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya
secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.Moral
hazard juga terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan
pengendalian
yang
merupakan
karakteristik
kebanyakan
perusahaan besar.
2.
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Terjadinya
Asimetri
Informasi
Asimetri informasi terjadi apabila informasi yang dimiliki manajemen
tidak sepenuhnya dikemukakan pada investor. Informasi pribadi (private
information) yang dimiliki manajemen dapat digunakan untuk membantu
penyusunan anggaran agar lebih akurat karena manajemen mampu
mengatasi ketidakpastian dan dapat digunakan untuk memprediksi kejadian
di masa mendatang. Manajemen juga dapat tidak memberikan informasi
yang dimilikinya kepada investor. Hal ini yang menyebabkan terjadinya
asimetri informasi dan memicu timbulnya budgetary slack (Darlis, 2000).
Schift dan Lewin (1970) dalam Muh. Arief (2007), menyatakan
bahwa agent berada pada posisi yang memiliki lebih banyak informasi
mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara
keseluruhan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri,
maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent
21
untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal.
Sehingga dalam kondisi semacam ini principal seringkali pada posisi yang
tidak diuntungkan.
Beberapa kondisi perusahaan yang memungkinkan timbulnya asimetri
informasi yaitu perusahaan sangat besar, mempunyai penyebaran secara
geografis, memiliki produk yang beragam, dan membutuhkan teknologi
(Shield dan Young, 1993).
D.
Pengungkapan Modal Intelektual
1.
Modal Intelektual (Intellectual Capital)
Modal intelektual pertama kali dikemukakan oleh ekonom John
Kenneth Galbraith yang menulis surat yang ditujukan kepada teman
sejawatnya, Michal Kalecki, pada tahun 1969. Dalam tulisannya, Galbraith
mengemukakan berikut ini: “I wonder if you realise how much those of us
the world around have owed to the intellectual capital you have provided
over these last decades” (Hudson, 1993 dalam Bontis, 2000).
Istilah modal intelektual seringkali digunakan secara bergantian
dengan intangible assets sebagai sinonim (Meritum, 2002; Lev, 2001; dan
Lev dan Zambon, 2003). Namun sampai saat ini belum ada definisi yang
pasti tentang modal intelektual. FASB (2001) menyatakan bahwa intangible
assetsbukan hanya merupakan sesuatu yang dihasilkan dari research and
development tetapi juga sumber daya manusia, hubungan dengan pelanggan,
inovasi dan sebagainya. Sedangkan PSAK 19 (2012) memberikan definisi
22
aset tidak berwujud sebagai aset non-moneter yang teridentifikasi tanpa
wujud fisik. Dalam PSAK 19 (2012) disebutkan bahwa intelectual capital
merupakan kategori intangible asset. Namun tidak semua unsur intangible
assets memenuhi definisi aset tak berwujud seperti goodwill. Goodwill tidak
boleh diakui sebagai intangible asset karena tidak diidentifikasi secara
individual dan diakui secara terpisah.
2.
Kategori Modal Intelektual
Choong, 2008 (dalam Istianingsih, 2011) menyatakan adanya dua
alasan mengapa pemahaman dengan menggunakan kategori lebih baik
dalam penggambaran modal intelektual dibandingkan menggunakan
pendekatan definisi. Pertama, karena modal intelektual tidak dapat dilihat
(invisible). Kedua, penelitian mengenai modal intelektual relatif masih baru
sehingga sulit memberikan batasan tentang aktivitas-aktivitas yang
berhubungan dengan modal intelektual yang dapat didefinisikan.
Terdapat tiga atribut yang telah diterima luas sebagai komponen atau
kategori dari modal intelektual yaitu human capital, structural capital atau
organizational capital, dan relational capital (Sveiby, 1997; Choong, 2008
dalam Istianingsih, 2011).
a.
Human Capital (Modal Manusia)
Human capital merupakan sumber daya strategis yang paling
bernilai bagi perusahaan (Kluyver dan Perace II, 2009).
Komponen modal manusia didefinisikan sebagai pengetahuan,
23
ketrampilan, pengalaman, dan kemampuan dari karyawan
perusahaan (Meritum, 2002).
Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan
untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan
tersebut. Brinker (2000) memberikan beberapa karakteristik
dasar yang dapat diukur dari modal ini, yaitu program pelatihan,
pengalaman, kompetensi, perekrutan, mentoring, learning
potensi individual dan kepribadian (Lampiran II).
b.
Structural
Capital
atau
Organizational
Capital
(Modal
Organisasi)
Modal struktural merupakan rutinitas perusahaan, prosedur,
sistem, budaya, basis data, fleksibilitas organisasi, teknologi
informasi, organizational learning capacity, organizational
charts, process manuals, strategies, dan perlindungan hukum
atas hak kekayaan intelektual perusahaan (Meritum, 2002;
Pablos, 2002) (Lampiran II).
c.
Relational Capital (Modal Relasional)
Relational capital didefinisikan sebagai hubungan dengan
stakeholders perusahaan baik internal maupun eksternal
termasuk pelanggan, suppliers, asosiasi industri, stakeholders
dan strategic alliance partner (Kannan dan Aulbur, 2004).
Relational capital mencakup image perusahaan, loyalitas
24
pelanggan, kepuasan pelanggan, interaksi dengan pemasok,
suppliers channels, licensing agreements, dan franchising
agreements (Starvoic dan Marr, 2003) (Lampiran II).
3.
Pengungkapan Modal Intelektual
Healy
dan
Palepu
(1991)
menyatakan
bahwa
peningkatan
pengungkapan sukarela akan mendorong investor untuk lebih yakin bahwa
transaksi yang dilakukannya terjadi dalam harga yang fair sehingga akan
meningkatkan likuiditas. Pengungkapan modal intelektual termasuk dalam
voluntary disclosures yang merupakan sinyal dari manajer mengenai
kemampuan perusahaan.
PSAK 19 (2012) menyatakan bahwa aset tidak berwujud diakui jika
kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan
dari aset tersebut, dan biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara
andal. Karena itu, FASB menyarankan perusahaan untuk mengungkapkan
secara sukarela informasi yang terkait dengan modal intelektual.
Secara umum, pernyataan modal intelektual memuat berbagai
informasi keuangan dan non-keuangan seperti perputaran karyawan, dan
kepuasan kerja, pelatihan karyawan, kepuasan pelanggan, beban penelitian
dan pengembangan dan sebagainya (Istianingsih, 2011).
Pengungkapan modal intelektual oleh perusahaan dapat memberikan
konsekuensi terhadap risiko investasi mereka. Jika perusahaan tidak
mengungkapkan modal intelektual, mereka mungkin akang menghadapi
25
konsekuensi negatif seperti volatilitas harga saham yang tinggi karena
adanya kesalahan penilaian dari investor.
E.
Biaya Modal Ekuitas (Cost of Equity Capital)
1.
Pengertian Biaya Modal Ekuitas
Secara umum, biaya modal adalah biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk memperoleh dana yang berasal dari hutang, saham
preferen, saham biasa maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi
atau operasi perusahaan.
Menurut Aida (2002), cost of equity capital adalah biaya yang
dikeluarkan untuk membiayai sumber pendanaan (source financing). Cost of
equity capital merupakan tingkat pengembalian yang diinginkan oleh
penyedia dana, baik investor maupun kreditur. Cost of equity capital
berkaitan dengan risiko investasi atas saham perusahaan (Regina, 2012).
Sedangkan dalam Wiwik Utami (2005) dijelaskan bahwa cost of equity
capital
adalah
besarnya
rate
yang
digunakan
investor
untuk
mendiskontokan dividen yang diharapkan diterima dimasa yang akan datang.
Biaya modal merupakan konsep yang dinamis yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor ekonomi. Struktur biaya modal didasarkan pada beberapa
asumsi yang berkaitan dengan risiko dan pajak. Asumsi dasar yang
digunakan dalam estimasi biaya modal adalah risiko bisnis dan risiko
keuangan adalah tetap (relatif stabil).
26
Biaya modal ekuitas dapat diperoleh perusahaan dari laba ditahan atau
mengeluarkan saham baru dan menjualnya kepada investor yang berniat
menanamkan modalnya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dana
yang diperlukan oleh perusahaan.
2.
Sumber Biaya Modal Ekuitas
Perusahaan memiliki beberapa sumber dana agar memiliki struktur
biaya modal yang optimal. Biaya modal dihitung atas beberapa sumber dana
yang tersedia bagi perusahaan. Ada empat sumber dana dalam perhitungan
biaya modal yaitu :
a.
Hutang jangka panjang
Biaya hutang jangka panjang didapat dari pembagian antara
beban bunga hutang jangka panjang yang ditanggung dengan
total hutang jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan
pada periode tertentu. Dalam perhitungan biaya hutang jangka
panjang perlu diperhitungkan adanya pajak penghasilan untuk
mendapatkan dana jangka panjang melalui pinjaman.
b.
Saham preferen
Pembayaran biaya saham preferen dilakukan dengan pemberian
dividen dalam jumlah tertentu. Besarnya biaya saham preferen
sama dengan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor
pemegang saham preferen. Perhitungan biaya saham preferen
27
adalah deviden saham preferen tahunan dibagi dengan hasil
penjualan saham preferen.
c.
Saham biasa
Biaya modal saham biasa adalah besarnya rate yang digunakan
oleh investor untuk mendiskontokan deviden yang diharapkan
diterima di masa yang akan datang.
d.
Laba ditahan
Penggunaan laba ditahan untuk mendanai suatu proyek akan
membawa konsekuensi berupa biaya internal common equity
atau cost of retained earning. Laba ditahan adalah bagian dari
laba tahunan yang diinvestasikan kembali dalam usaha selain
dibayarkan dalam kas sebagai deviden dan bukan merupakan
akumulasi surplus suatu neraca. Alasan mengapa biaya modal
diterapkan pada laba ditahan adalah menyangkut prinsip biaya
oportunities (opportunity cost principle).
3.
Pengukuran Biaya Modal Ekuitas
Pengukuran biaya modal ekuitas, dipengaruhi oleh model penilaian
perusahaan yang digunakan. Menurut Botosan dan Plumlee (2000) ada
beberapa model penilaian perusahaan, antara lain :
28
a.
Model penilaian pertumbuhan konstan (constant growth
valuation model)
Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa nilai saham
sama dengan nilai tunai (present value) dari semua deviden yang
akan diterima di masa yang akan datang (diasumsikan pada
tingkat pertumbuhan konstan) dalam waktu yang tidak terbatas
(Model ini dikenal dengan sebutan Gordon model). Penentuan
biaya laba ditahan dengan pendekatan ini mengacu pada
penilaian saham biasa dengan pertumbuhan konstan atau normal.
Nilai saham biasa dengan pertumbuhan normal diformulasikan
sebagai berikut :
=
1
−
Dalam hal ini,
Po = nilai saham biasa perusahaan.
D = deviden pada tahun pertama.
1
k = tingkat hasil/pengembalian minimum saham biasa.
s
g = tingkat pertumbuhan deviden.
Kelemahan dari pendekatan ini adalah bahwa untuk menentukan
tingkat pengembalian yang diisyaratkan investor, penghitungan
masing-masing saham pesaing harus dilakukan sendiri-sendiri.
Kelemahan yang lain adalah bahwa tingkat pertumbuhan
deviden konstan.
29
b.
Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Berdasarkan model CAPM, biaya modal saham biasa adalah
tingkat
return
yang
diharapkan
oleh
investor
sebagai
kompensasi atas risiko yang tidak dapat didiversifikasi yang
diukur dengan beta. Prosedur penentuan biaya laba ditahan
dengan menggunakan pendekatan CAPM adalah sebagai
berikut :
1)
Tetapkan perkiraan tarif bebas risiko (R) yang umumnya
ditetapkan berdasarkan suku bunga obligasi atau promes
pemerintah.
2)
Tentukan koefisien beta saham (β) dan gunakan sebagai
indeks risiko saham.
3)
Cari tingkat pengembalian menurut pasar atau rata-rata
saham (k).
4)
Tentukan perkiraan tingkat pengembalian disyaratkan dari
saham dengan nilai (k-R) adalah premi risiko pada ratarata saham, sedangkan β adalah indeks risiko saham
bersangkutan yang sedang dianalisis.
Kelemahan metode ini adalah :
1)
Bila diversifikasi pemegang saham suatu perusahaan tidak
luas maka mereka akan lebih tertarik pada masalah total
risiko dan bukannya hanya risiko pasar saja.
30
2)
Adanya perubahan tingkat risiko saham versus hasil
sehingga premi risiko pasar menjadi tidak stabil.
c.
Model Ohlson
Model Ohlson digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan
dengan mendasarkan pada nilai buku ekuitas ditambah dengan
nilai tunai dari laba abnormal.
Pt = yt + ∑
( + )
Et {xr-1 – (r)Yr+t-1}
Dalam hal ini,
Pt = harga saham pada periode t
Yt = nilai buku per lembar saham periode t
Xt = laba per lembar saham
r = ekspektasi biaya modal ekuitas
Di Indonesia publikasi data forecast laba per saham tidak ada.
Oleh karena itu, estimasi laba per saham penelitian ini
menggunakan random walk model. Alasan untuk menggunakan
estimasi model random walk karena model tersebut dapat
digunakan sebagai alternatif dalam mengukur prakiraan laba.
Untuk mengestimasikan laba per lembar saham pada periode t+1
digunakan model random walk sebagai berikut :
E (xt + 1) = xt + δ
31
Dalam hal ini,
E (xt + 1) =
Estimasi laba per lembar saham pada
periode t +1
xt
=
Laba per lembar saham aktual pada periode t
δ
=
Drift
term
yang
merupakan
rata-rata
perubahan laba per lembar saham selama 5
tahun
F.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai cost of capital, manajemen laba, asimetri informasi,
dan modal intelektual telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
Berikut ini disajikan tabel ringkasan dari penelitian-penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian ini.
Tabel 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No.
1.
Peneliti
Wiwik Utami
(2005)
Variabel
Dependen
Biaya Modal
Ekuitas
Variabel
Independen
Hasil
Manajemen Laba
Manajemen laba
yang diproksi
dengan rasio akrual
modal kerja
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap biaya
modal ekuitas.
32
2.
3.
Bukh et.al
(2005)
Ira Novianty
(2009)
Kepemilikan
manajerial sebelum
IPO dan jenis
industri
mempengaruhi
- Kepemilikan
jumlah
Pengungkapan
pengungkapan
Manajerial
Modal
- Size Perusahaan modal intelektual.
Intelektual
- Usia perusahaan Sementara ukuran
dan usia perusahaan
tidak berpengaruh
terhadap
pengungkapan
modal intelektual
- Manajemen
Laba
- Biaya
Modal
Ekuitas
Asimetri
Informasi
4.
5.
Stubben
(2010)
Istianingsih
(2011)
Perubahan
Pendapatan
FERC
-
discretionary
revenue
discretionary
accrual
- Pengungkapan
modal
intelektual
- Kinerja modal
intelektual
(VAIC)
- CG
- Struktur
kepemilikan
- Jenis industri
- ROA
- Strategi
Asimetri informasi
yang baik secara
parsial maupun
simultan memiliki
pengaruh terhadap
praktek manajemen
laba; manajemen
laba berpengaruh
terhadap biaya
modal ekuitas.
Revenue model
kurang bias dan
lebih baik dari
accrual model
sebagai ukuran
manajemen
pendapatan atau
sebagai proksi
manajemen laba.
Tingkat
pengungkapan
modal intelektual,
CG, dan kinerja
modal intelektual
berpengaruh positif
terhadap
kemampuan
investor dalam
memprediksi laba
masa depan
perusahaan yang
33
bersaing
- Tahap siklus
hidup
perusahaan
- Size
- Leverager
6.
7.
Etty
Cost of
Murwaningsari
Capital
(2012)
- Asimetri
Informasi
- Manajemen
Laba
Agus
Purwanto
(2012)
- Indeks
Pengungkapan
Sukarela
- Asimetri
Informasi
- Manajemen
Laba
Cost of Equity
Capital
dilihat dari FERC.
Terdapat pengaruh
signifikan antara
asimetri informasi
dan manajemen
laba terhadap cost
of capital serta
semakin besar
tingkat
pengungkapan
maka semakin
rendah cost of
capital.
Luas ungkapan
sukarela tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
cost of equity
capital; asimetri
informasi
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap cost of
equity capital;
manajemen laba
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
cost of equity
capital.
Sumber : data sekunder yang diolah, 2013
G.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan uraian teoritis dan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang
dikemukakan diatas, maka kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan
seperti gambar 2.1 berikut ini.
34
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Konseptual
Manajemen
Laba
Biaya Modal Ekuitas
Asimetri Informasi
Pengungkapan
Modal Intelektual
Var. Kontrol
- Size Perusahaan
- Leverage
(Cost of Equity
Capital)
Download