BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kepuasan kerja sudah menjadi unsur yang penting dalam dunia kerja, baik itu dalam dunia kerja di bidang industri maupun di bidang klinis, misalnya keperawatan. Kepuasan kerja dalam keperawatan, menurut Wasis (2008), merupakan perasaan yang menyokong untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang perawat merasakan kepuasan dalam bekerja, tentunya dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya. Stamps (dalam Taunton, dkk, 2004) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai seberapa jauh seseorang menyukai pekerjaannya. Semakin orang tersebut menyukai pekerjaannya, maka semakin puaslah dia terhadap pekerjaannya. Tidak jauh berbeda dengan pemaparan Umar (2005) yang mengungkapkan kepuasan kerja sebagai penilaian atau cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Apabila seseorang bersikap positif terhadap pekerjaannya, maka seseorang tersebut akan cenderung puas terhadap pekerjaannya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah usia. Penelitian Herzberg, dkk (dalam Wijono, 2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan kepuasan kerja seseorang. Dijelaskan lebih lanjut bahwa semangat kerja tinggi terjadi pada saat karyawan masih berusia muda dan berkembang cepat selama beberapa tahun, kemudian meningkat terus selama karyawan bekerja. Penelitian Brush, Moch, dan Pooyan (dalam Wijono, 2010) menjelaskan bahwa kepuasan kerja bertambah sesuai dengan bertambahnya usia, sesuai hasil penelitian bahwa 2 kepuasan kerja yang paling rendah ditemukan pada para karyawan yang paling muda. Kepuasan kerja seorang perawat tidak dapat dinilai hanya dengan mengamati aspek-aspek tingkah lakunya saja, tetapi perlu dilihat secara menyeluruh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerjanya (Wasis, 2008). Kepuasan kerja seorang perawat dapat diukur menggunakan alat ukur kepuasan kerja, seperti alat ukur NDNQI-Adapted Index Work Satisfaction (National Database of Nursing Quality Indicators-Adapted Index) yang dibuat oleh The American Nurses Associaton. Alat ukur NDNQI merupakan adaptasi dari alat ukur Stamps, Index of Work Satisfaction (Taunton, dkk, 2004). Dengan adanya pengisian alat ukur NDNQI-Adapted Index, maka akan lebih mudah mengetahui kepuasan kerja seorang perawat yang dinilai berdasar pada tujuh komponen yang diukur. Lebih lanjut dijelaskan oleh As’ad (2003) mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, diantaranya faktor fisiologis (jenis pekerjaan, keadaan ruangan, pengaturan jam kerja, waktu istirahat, perlengkapan kerja, dan semua hal yang menyangkut kondisi fisik lingkungan kerja dan lingkungan fisik karyawan), faktor psikologis (semua faktor yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis individu, seperti minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, bakat, intelejensi, dan keterampilan atau pengalaman), faktor sosial (semua hal yang berhubungan dengan interaksi sosial individu, misalnya interaksi atasan dan bawahan, interaksi rekan kerja, dan lain-lain) dan faktor finansial (semua hal yang berhubungan dengan jaminan dan kesejahteraan individu, misalnya gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas, dan kesempatan promosi. 3 Dari pemaparan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, salah satu faktor yang turut berperan adalah faktor psikologis, dalam hal ini adalah keterampilan. Secara umum keterampilan dikelompokkan menjadi dua yaitu keterampilan teknikal (hard skills) dan keterampilan personal (soft skills). Menurut Massey (2008), hard skills merupakan keterampilan dasar yang melibatkan kemampuan kognitif dan teknikal, seperti komputerisasi atau konstruksi. Sedangkan soft skills merupakan kemampuan dan trait seseorang yang melibatkan kepribadian, sikap dan perilaku, dan memiliki proses interaksi dengan orang lain, seperti keterampilan komunikasi. Salah satu bentuk keterampilan khusus yang perlu dikuasai oleh seorang perawat dalam menjalankan tugas adalah keterampilan komunikasi. Johnson (dalam Purba, 2003) mengemukakan bahwa perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang tercermin dari perilaku caring atau kasih sayang dalam berkomunikasi dengan orang lain. Dipaparkan juga oleh Mustikasari (2009), bahwa komunikasi merupakan metode utama dalam implementasi proses keperawatan. Perawat harus mengerti konsep dan proses komunikasi dan mampu menerapkannya. Supriyanto dan Ernawaty (2010) menjelaskan komunikasi dalam keperawatan disebut sebagai komunikasi terapeutik, yaitu komunikasi professional yang direncanakan secara sadar, mempunyai tujuan, dan berpusat pada kesembuhan pasien. Indikator dari komunikasi terapeutik yaitu kemampuan kehadiran (attending skill), sikap ramah dan hormat (respect), sikap empati (empathy), dan ketanggapan (responsiveness) (Supriyanto dan Ernawaty, 2010). 4 Lebih lanjut dijelaskan oleh Achir Yani (dalam Purba, 2003), bahwa perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik akan mudah menjalin hubungan rasa percaya kepada klien, mencegah terjadinya masalah legal, mampu memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan, serta meningkatkan citra profesi keperawatan dan citra pelayanan rumah sakit. Apabila citra profesi keperawatan meningkat, maka diharapkan perawat juga akan merasakan kepuasan dalam bekerja dan apabila tingkat kepuasan kerja perawat tinggi, maka keberhasilan pelayanan keperawatan yang bermutu juga ikut tinggi (Sigit, 2009). Dari penelitian mengenai kepuasan pasien mengenai kerja perawat yang pernah dilakukan oleh Wirawan (dalam Fandizal, 2008) di RSUD Soetomo Jawa Timur, ditemukan bahwa sebanyak 17% pasien mengatakan puas dengan pelayanan keperawatan yang diterimanya dan 83% pasien lainnya merasa tidak puas. Dari 83% pasien yang merasa tidak puas dengan asuhan keperawatan, keluhan utama adalah pelayanan perawat yaitu perawat tidak mau berkomunikasi dengan pasien. 66,7% perawat kurang perhatian dan 33,3% perawat menunjukkan sikap tidak ramah. Melihat fenomena mengenai keterampilan komunikasi terapeutik perawat yaitu kenyataan bahwa tidak semua perawat memiliki keterampilan komunikasi terapeutik yang baik, perlu dikaji kembali indikator-indikator (attending skill, respect, empathy, dan responsiveness) yang paling berperan dalam kualitas keterampilan komunikasi terapeutik seorang perawat. Mengingat bahwa keterampilan komunikasi merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui peranan indikator-indikator keterampilan terapeutik dalam memprediksi kepuasan kerja perawat. komunikasi 5 I.2 Identifikasi Masalah Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana peranan indikator-indikator keterampilan komunikasi terapeutik dalam memprediksi kepuasan kerja pada perawat RSJ Negeri di Jakarta? I.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui peranan indikatorindikator keterampilan komunikasi terapeutik dalam memprediksi kepuasan kerja pada perawat RSJ Negeri di Jakarta. I.4 Manfaat Penelitian Dari tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, tentunya diharapkan penelitian ini mampu memberi manfaat baik secara teori maupun praktek. Manfaat yang diharapkan peneliti adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran mengenai peranan indikator- indikator keterampilan komunikasi terapeutik dalam memprediksi kepuasan kerja pada perawat rumah sakit jiwa. b. Sebagai referensi penelitian–penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan indikator-indikator keterampilan komunikasi dan kepuasan kerja, serta sebagai bahan kajian lebih lanjut. 6 1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi perawat: Sebagai tambahan ilmu dan kajian mengenai komunikasi terapeutik yang efektif, sehingga mampu mendapatkan/meningkatkan kepuasan dalam bekerja. b. Bagi Rumah Sakit: Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas keterampilan komunikasi terapeutik perawat.