iii kerangka pemikiran

advertisement
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Tataniaga
Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam
melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara langsung, melainkan
dilaksanakan bersama atau dengan mengikutsertakan beberapa lembaga
pemasaran lain yang membantu terjalinnya pertemuan antara penjual dan pembeli.
Dimana, mereka melakukan berbagai kegiatan mulai dari pembelian, penjualan,
pengangkutan, pengolahan, penyimpanan, pengepakan, dan lain sebagainya.
Kegiatan tataniaga bertujuan untuk menciptakan, menjaga, dan meningkatkan
nilai serta kegunaan dari barang dan jasa. Dalam kegiatan tataniaga, kegunaan dari
barang dan jasa dapat diciptakan melalui penciptaan dan peningkatan nilai
kegunaan tempat, waktu dan kepemilikkan. Lembaga tataniaga akan berusaha
meningkatkan manfaat dari komoditi yang dipasarkan, sehingga kegiatan
tataniaga berusaha untuk menempatkan barang yang diusahakannya ketangan
konsumen dengan nilai dan kegunaan yang meningkat. (Hanafiah dan
Saefuddin, 1986).
Kotler (2002), mendefinisikan pemasaran merupakan suatu proses sosial
yang mana di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan
apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan
secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Menurut
Hanafiah dan Saefuddin (1986),
tercapainya tujuan kegiatan tataniaga dapat
dilihat dari beberapa proses arus barang, antara lain :
1. Proses pengumpulan
Pengumpulan merupakan proses pertama dari arus barang. Barang-barang
yang dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah yang
besar, agar dapat disalurkan ke pasar-pasar eceran secara lebih efisien.
2. Proses pengimbangan
Pengimbangan merupakan proses tahap kedua dari arus barang, terjadi
antara proses pengumpulan dan proses penyebaran. Proses pengimbangan
merupakan tindakan penyesuaian antara permintaan dan penawaran
berdasarkan tempat, waktu, jumlah dan kualitas.
3. Proses penyebaran
Penyebaran merupakan proses tahap akhir daripada arus barang, dimana
barang-barang yang telah terkumpul disebarkan ke konsumen atau pihak
yang menggunakannya.
Kohls dan Uhl (2002), mendefinisikan pemasaran maupun tataniaga pertanian
merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa
komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir,
yang mencangkup aspek input dan output pertanian. Kohls dan Uhl (2002)
menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga yaitu :
1. Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach)
Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi
tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam
tataniaga. Fungi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan
penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan
fungsi fasilitas (standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar).
2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach)
Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui
beberapa macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga.
Pelaku-pelaku ini adalah pedagang perantara (menchant middleman) yang
terdiri
dari
pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang
spekulatif, agen, manufaktur dan organisasi lainnya yang terlibat.
3. Pendekatan Sistem (The Behavior System Approach)
Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk
mengetahui aktivitas-aktivitas dalam proses tataniaga, seperti perilaku
lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga.
Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power system dan
the communication system.
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tataniaga merupakan serangkaian
proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang
atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen Konsep yang paling mendasar yang
melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah
21
pernyataan rasa kehilangan, berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan
memenuhi kebutuhannya dengan mempertukarkan produk dan nilai dari produsen.
Suatu produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk
memenuhi keinginan konsumen.
3.1.2 Lembaga-lembaga Tataniaga
Lembaga tataniaga adalah bagian-bagian yang menyelenggarakan kegiatan
atau fungsi tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen
sampai pihak konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen,
pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
Golongan produsen adalah golongan yang tugas utamanya menghasilkan
barang- barang. Golongan produsen ini adalah petani ikan, nelayan, dan
pengolahan hasil perikanan. Di samping berproduksi, golongan produsen sering
kali aktif melaksanakan beberapa fungsi tataniaga tertentu untuk menyalurkan
hasil produksinya kepada konsumen.
Perorangan, perserikatan atau perseroan yang berusaha dalam bidang tataniaga
dikenal sebagai pedagang perantara (middlemen, atau intermediary). Lembaga ini
membeli dan mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen dan
menyalurkannya kepada konsumen.
Lembaga pemberi jasa (facilitating agencies) adalah beberapa lembaga yang
member jasa atau fasilitas untuk mempelancar fungsi tataniaga yang dilakukan
produsen atau pedagang perantara. Contoh dari lembaga ini antara lain bank,
usaha pengangkutan, biro iklan dan sebagainya.
Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan lembaga-lembaga tataniaga dapat
digolongkan berdasarkan fungsi yang dilakukannya seperti penguasaan terhadap
barang, kedudukan dalam struktur pasar, dan bentuk usaha.
1. Berdasarkan fungsi yang dilakukan, lembaga tataniaga dapat dibedakan
atas: a. Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan
fungsi
fisik
pemasaran,
meliputi:
lembaga
pengolahan,
lembaga
pengangkutan, pergudangan; b. Lembaga perantara tataniaga yaitu suatu
lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran, seperti: pedagang
pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya; c. Lembaga fasilitas
tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi
22
fasilitas seperti: Bank, Badan Perkreditan, dan KUD.
2. Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga
tataniaga terdiri dari: a. Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi
menguasai barang, antara lain agen, perantara dan broker; b. Lembaga
tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti pedagang
pengumpul pedagang pengecer, pedagang besar, eksportir dan importer; c.
Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang,
seperti badan transpoertasi, pergudangan, dan asuransi.
3. Penggolongan lembaga tataniaga menurut kedudukannya dalam struktur
pasar dapat digolongkan sebagai berikut; a. Lembaga tataniaga yang
bersaing sempurna, seperti pedagang pengecer rokok, pengecer beras, dan
lain-lain; b. Lembaga tataniaga bersaing monopolistik, seperti pedagang
asinan, pedagang benih, pedagang bibit, dan lain-lain; c. Lembaga
tataniaga oligopolis; dan d. Lembaga tataniaga monopolis.
4. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan bentuk usahanya, dapat
digolongkan atas; a. Berbadan hukum; b. Tidak berbadan hukum.
Hanafiah dan Saefuddin (1986) mengungkapkan bahwa peranan lembaga
tataniaga sangat penting terutama untuk komoditas perikanan yang bersifat cepat
atau mudah rusak (perishable). Barang-barang hasil perikanan adalah organisme
hidup dan karenanya mudah atau cepat mengalami kerusakan atau pembusukkan
akibat dari kegiatan bakteri,enzimatis dan oksidasi. Karena itulah, membutuhkan
usaha atau perawatan khusus dalam proses tataniaganya guna mempertahankan
mutu untuk menentukan harga pasar. Limbong dan Sitorus (1987) menjelaskan,
diperlukan koordinasi lembaga tataniaga dalam melaksanakan fungsi-fungsi untuk
mencapai efisiensi tataniaga yang tinggi serta efektif, dengan cara;
a. Integrasi vertikal, yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsifungsi yang berbeda dihubungkan satu dengan yang lainnya menurut
saluran barang tersebut. Integrasi vertikal akan menurunkan pengeluaran
tataniaga sehingga barang dapat dijual dengan harga lebih murah, hal ini
dikarenakan perbedaan harga antara tingkat produsen dengan tingkat
konsumen tidak terlalu besar sehingga dapat menguntungkan konsumen.
b. Integrasi
horizontal,
dimana
lembaga-lembaga
tataniaga
yang
23
menyelenggarakan fungsi yang sama disatukan di dalam suatu tindakan
pemasaran suatu barang. Integrasi horizontal dapat merugikan konsumen,
karena integrasi semacam ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi dan
menghindari adanya persaingan dari perusahaan atau lembaga tataniaga
yang sejenis sehingga lembaga tersebut dapat mengontrol harga barang.
3.1.3 Saluran Tataniaga
Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan saluran tataniaga sebagai
suatu himpunan perusahaan atau perorangan atau serangkaian lembaga-lembaga
tataniaga yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas
barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen
ke konsumen. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran
tataniaga yaitu a) adanya pertimbangan pasar, yang meiiputi konsumen sebagai tujuan
akhir mencangkup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume
pesanan dan kebiasaan membeli; b). Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang
per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah
barang tersebut untuk memenulii pesanan atau pasar; c). Pertimbangan internal
perusahaan yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengaiaman
penjualan; d). Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan
lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen
dan pertimbangan biaya.
Hanafiah dan Saefuddin (1986) menjelaskan panjang pendeknya saluran
tataniaga tergantung pada : a) Jarak antara produsen dan konsumen dimana
semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen makin panjang saluran
tataniaga yang terjadi. b) Skala produksi yang meliputi semakin kecil skala
produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang
perantara dalam penyalurarmya. c) Cepat tidaknya produk rusak dimana produk
yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek, karena harus
segera diterima konsumen. d) Posisi keuangan pengusaha, dalam hal ini pedagang
yang posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi
pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran, seperti dapat dilihat pada
Gambar 2, Pergerakan hasil perikanan sebagai barang konsumsi (segar atau
produk olahan) dari produsen sampai konsumen.
24
P
P1
P
R
IM
Pb
R
P
Kon
sum
en
P1
P
R
P
E
Keterangan :
P = Produsen (nelayan, petani ikan, industry pengolahan)
P1 = Pedagang pengumpul local
Pb = Pedagang besar (wholesaler)
E = Pedagang Ekspor
Pe = Pedagang eceran
Lm = institutional market (misalnya restaurant, rumah sakit)
Gambar 2. Skema penyaluran hasil perikanan barang konsumsi
Sumber: Hanafiah dan Saefuddin, 1986
Barang-barang sebelum diterima oleh konsumen telah mengalami proses
pengumpulan dan proses penyebaran dengan pedagang besar (Pb) sebagai titik
akhir dari pengumpulan dan titik awal penyebaran. Pedagang besar ini menerima
barang langsung dari produsen atau dari pedagang pengumpul lokal (proses
pengumpulan) dan kemudian mengirim (menjual) kepada beberapa pedagang
eceran, yang selanjutnya dijual kepada konsumen akhir, institutional market
(restaurant), dan mungkin pula kepada pedagang ekspor (proses penyebaran).
Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam penyaluran barang-barang dari
pihak produsen ke pihak konsumen terlihat satu sampai beberapa golongan
pedagang perntara. Pedagang perantara ini dikenal sebagai saluran tataniaga.
3.1.4 Fungsi-fungsi Tataniaga
Fungsi tataniaga merupakan suatu kegiatan ataupun tindakan yang dapat
memperlancar dalam proses penyampaian barang atau jasa dari tingkat produsen
25
ke tingkat konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Fungsi tataniaga dapat
dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu:
1. Fungsi Pertukaran adalah Kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik
dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu
fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pembelian merupakan kegiatan
melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang,
menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti
dengan mencari pasar, menetapkan jumlah kualitas serta menentukan saluran
tataniaga yang paling sesuai.
2.
Fungsi Fisik adalah Suatu tindakan langsung yang berhubungan dengan
barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu.
Fungsi ini terdiri dari a), fungsi penyimpanan yaitu membuat komoditi selalu
tersedia saat konsumen menginginkannya, b). fungsi pengangkutan yaitu
pemindahan, melakukan kegiatan membuat komoditi selalu tersedia pada
tempat tertentu yang diinginkan dan c), fungsi pengolahan yaitu untuk
komoditi pertanian, kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses
yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan
merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal.
3.
Fungsi Fasilitas adalah Semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar
kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi
fasilitas terdiri dari: a). Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah
pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya
pemasaran dan memperluas pasar. b) Fungsi penanggungan resiko dengan
menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan
resiko fisik dan resiko pasar. c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan
pembayaran dalam bentuk uang untuk memperluas proses tataniaga, d).
Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data
sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna.
3.1.5. Struktur Pasar
Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan, struktur pasar ialah dimensi
yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun
26
industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis
dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar. Ada tiga hal yang perlu
diketahui agar produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang
efisien, yaitu: a. Konsentrasi pasar dan jumlah produsen, b. Sistem keluar masuk
barang yang terjadi di pasar, dan c. diferensiasi produk.
Berdasarkan karakteristik struktur pasar, Hanafiah dan Saefuddin (1986)
mengelompokkan pasar
menjadi empat struktur pasar yang berbeda-beda
berdasarkan sifat dan bentuknya, antara lain ;
a. Pasar Persaingan Murni
Pasar dapat dikatakan persaingan murni jika mempunyai tiga macam sifat
atau syarat yaitu a) pada pasar tersebut berbagai perusahaan menjual produk
tunggal yang identik. b) jumlah penjual dan pembeli banyak sehingga tidak
seorangpun di antara mereka dapat mempengaruhi harga produk secara berarti. c)
penjual dan pembeli leluasa mengambil keputusan-keputusannya karena tidak ada
perjanjian antara satu dengan yang lainnya.
b. Pasar persaingan monopolistik
Pasar persaingan monopolistik terdapat banyaknya penjual barang tertentu
tetapi di antaranya ada penjual yang dapat mempengaruhi penjualan dari beberapa
penjual lainnya sehingga timbul reaksi. Penjual menghasilkan sesuatu barang
yang berbeda dalam alam pikiran para konsumen terhadap barang-barang
subsitusi dekat, atau tidak ada perusahaan atau produsen lain yang menghasilkan
barang serupa dengan barang yang dihasilkan perusahaan atau produsen tadi.
Dengan kata lain, pasar persaingan monopolistik ini sering dijumpai dari beberapa
kombinasi perusahaan-perusahaan dan beberapa perusahaan kecil sebagai penjual,
dimana perusahaan besar mempunyai pengaruh lebih besar atas suplai dan harga
pasar.
c. Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli memiliki bentuk pasar dimana terdapat lebih dari dua
penjual tetapi jumlahnya sedikit misalnya tiga dan empat penjual. Penjual
memiliki produk tertentu. Dikarenakan, memiliki produk tertentu setiap
perusahaan dapat mempengaruhi penjualan pihak saingannya dengan jumlah yang
berarti. sedangkan, pasar oligopsoni terdapat pihak pembeli benda tertentu dalam
27
jumlah sedikit misalnya tiga atau empat orang. Pada pasar oligopsoni, pembeli
dapat mempengaruhi permintaan.
d. Pasar Monopoli
Pasar monopoli dalam arti umum ialah situasi pasar dimana seorang atau
sekelompok penjual mempunyai pengaruh demikian besar atas penawaran produk
tertentu, sehingga dapat menentukan harga. Jadi, pada monopoli murni
perusahaan bersangkutan tidak mempunyai saingan langsung dan juga tidak
berhadapan dengan produk atau sekelompok produk yang bersaing dekat
dengannya. Sedangkan, pasar monopsoni dijumpai apabila terdapat seorang atau
sebuah badan pembeli untuk benda tertentu, sehingga dapat mempengaruhi
permintaan dan harga barang tersebut.
Bentuk atau struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 3 beserta karekteristik
masing-masing struktur pasarnya.
Tabel 3.Karakteristik Struktur Pasar Dipandang Dari Sudut Pembeli dan Penjual
Struktur Pasar
NO
Sudut Penjual
Sudut Pembeli
1
Persaingan
Persaingan
Sempurna
Sempurna
2
Persaingan
Persaingan
Monopolistik
Monopsoni
3
Oligopoli Murni
Oligopsoni Murni
4
Oligopoli
Oligopsoni
Terdeferensiasi
Terdefrensiasi
5
Monopoli
Monopsoni
Sumber : Hanafiah dan Saefuddin (1986)
3.1.6
Karakteristik Pasar
Jumlah Penjual dan
Pembeli
Sifat Produk
Banyak
Homogen
Banyak
Heterogen
Beberapa
Beberapa
Homogen
Heterogen
Satu
Unik
Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari tiap-tiap tataniaga yang
menyesuaikan dengan bentuk struktur pasar dimana lembaga tataniaga melakukan
kegiatan penjualan dan pembelian. Dalam struktur pasar tertentu, pola perilaku
pasar meliputi kegiatan penjualan dan pembelian serta cara pembayaran, penentu
harga dan siasat tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan
harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek kejujuran dari tiap-tiap
lembaga tataniaga tersebut.
28
Kohl dan Uhl (2002)
menjelaskan bahwa dalam menggambarkan
perilaku pasar, terdapat empat hal yang harus diperhatikan yaitu: (1) Input-output
system, sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan
dalam mengelola sejumlah input menjadi satu set output, (2) Power system, sistem
kekuatan ini menjelaskan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem
tataniaga, misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai
perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat
sebagai penentu harga, (3) Communications system, sistem komunikasi ini
mempeiajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan
informasi dan, (4) System for adapting to internal and external change, sistem
adaptif menerangkan bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada
suatu sistem tataniaga agar dapat bertahan di pasar.
3.1.7
Keragaan Pasar
Keragaan pasar merupakan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar
dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan variabel harga, biaya, dan
volume produksi dari output dan pada akhirnya akan memberikan penilaian baik
atau tidaknya suatu sistem tataniaga. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat
dari indikator: (1) harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan konsumen,
dan (2) marjin dan penyebarannya pada setiap pelaku pemasaran (Dahl dan
Hammond, 1977)
3.1.8
Efisiensi Tataniaga
Efisiensi ialah rasio antar outpout dan input. Tataniaga perikanan dapat
dilihat sebagai sebuah sistem input output. Input pemasaran merupakan sumber
daya yang digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran seperti tenaga
kerja, mesin, modal, dan sebagainya. Sedangkan, output ialah hasil dari proses
pemasaran seperti kegunaan waktu, bentuk, tempat, dan kegunaan lain yang
memberikan kepuasaan kepada konsumen. Input merupakan biaya yang
dikeluarkan atau digunakan pada lembaga tataniaga sedangkan kegunaan
merupakan keuntungan dari pemasaran yang membentuk rasio efisiensi dan
efisiensi pemasaran merupakan maksimisasi dari rasio input-output tersebut.
29
Efisiensi tataniaga dapat diukur melalui dua cara yaitu efisiensi
operasional dan harga. Dahl dan Hammond (1977) mendefinisikan efisiensi
operasional menunjukan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan
fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan,
pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Efisiensi harga
menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta
memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber
daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga. Dengan menggunakan konsep
biaya tataniaga, system tataniaga dikatakan efisiensi bila dapat dilaksanakan
dengan biaya yang rendah.
Hanafiah dan Saefuddin (1986), menambahkan bahwa pasar yang tidak
efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang
dipasarkan jumlahnya tidak terlaiu besar. karena itu efisiensi pemasaran akan
terjadi apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran
dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan
produsen dapat lebih tinggi, dan tersedia fasilitas fisik pemasaran, serta adanya
kompetisi pasar yang lebih sehat.
Kohls dan Uhls (2002) menjelaskan bahwa efisiensi tataniaga merupakan
suatu indikator dan kinerja pemasaran yang dapat diukur melalui beberap metode.
Metode yang paling dikenal adalah dengan melihat selisih harga di tingkat petani
dengan harga di tingkat retail (market margin) serta berdasarkan persentase harga
konsumen yang diterima oleh petani (farmer’s share). Farmer’s share memiliki
hubungan negatif dengan marjin tataniaga atau dengan kata lain bahwa semakin
tinggi marjin tataniaga akan menyebabkan persentase harga yang diterima petani
(farmer’s share) akan semakin kecil.
3.1.8.1 MarjinTataniaga
Terbentuknya marjin tataniaga karena adanya perbedaan harga atau selisih
harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen.
Dapat dikatakan pula sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga
sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Hanafiah dan
Saefuddin (1986) menjelaskan bahwa marjinialah suatu istilah yang digunakan
untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan
30
harga yang dibayar oleh pembeli terakhir.
Dahl dan Hammond (1977), mendefinisikan bahwa marjintataniaga ialah
perbedaan harga antara harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat
pengecer (Pr), dimana marjin tataniaga tersebut ditunjukkan oleh perbedaan atau
jarak vertikal antara kurva permintaan atau kurva penawaran. Dapat dilihat pada
Gambar 3.
Harga (P)
Sr
Sf
Pr
Pf
Dr
Df
Qrf
Gambar 3 . Penggambaran Definisi MarjinTataniaga, Nilai MarjinTataniaga, dan Biaya
Tataniaga
Sumber
: Dahl dan Hammond (1977)
Keterangan:
Pr
= Harga retail (tingkat pengencer)
Pf
= Harga farmer (tingkat petani)
Sr
= Supply retail (penawaran di tingkat pengencer)
Sf
= Supply farmer (penawaran di tingkat petani)
Dr
= Demand retail (permintaan di tingkat pengencer)
Df
=
(Pr-Pf)
= Marjin tataniaga
(Pr-Pf) Qrf
= Nilai marjin tataniaga
Qrf
= Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengencer.
Demand farmer (permintaan di tingkat petani)
Berdasarkan Gambar 3. dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah barang
yang sama, harga yang diterima petani lebih rendah dari pada yang dibayarkan
konsumen. Penawaran (Sf) pada harga ditingkat petani lebih besar dari pada
31
penawaran (Sr) pada harga ditingkat pengecer. Artinya jumlah barang yang
ditawarkan di tingkat petani mencakup semua input dan hasil akhir sedangkan
penawaran ditingkat pedagang pengecer telah ditambah dengan biaya-biaya
seperti biaya angkut dan sebagainya. Kondisi permintaan di tingkat petani (Df)
lebih kecil dari pada di tingkat pedagang pengecer (Dr), artinya permintaan di
tingkat pedagang pengumpul (tengkulak) lebih sedikit dari pada di tingkat
konsumen akhir. Besamya marjintataniaga yang terjadi pada suatu komoditi per
satuan atau per unit ditunjukkan oleh besaran (Pr– Pf ). Sedangkan nilai
marjintataniaga
(value of marketing margin) merupakan hasil perkalian dari
perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tataniaga (dalam hal ini selisih harga
eceran dengan tingkat harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan.
Besamya nilai marjin tataniaga dinyatakan dalam (P r –Pf ) x Qrf. Marjintataniaga
hanya menunjukkan perbedaan harga yang terjadi dan tidak menunjukkan jumlah
produk yang dipasarkan, sehingga jumlah produk ditingkat petani sama dengan
jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr = Qf=Qrf.
3.1.8.2 Bagian Harga Yang Diterima Petani (Farmer's share)
Farmer's share merupakan salah satu indikator dalam mengukur kinerja
suatu sistem tataniaga, alat analisis ini sering digunakan untuk menentukan
efisisensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani. Tetapi, farmer’s
share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan
efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada
produk (value added) yang dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk
memenuhi konsumen. Faktor yang perlu diperhatikan adalah bukan besar kecilnya
share, melainkan total penerimaan yang didapat oleh produsen dari hasil
penjualan produk mereka.
Kohls dan Uhls (2002), mendefinisikan farmer's share sebagai selisih
antara harga retail dengan marjin pemasaran. Farmer's share merupakan bagian
dari harga konsumen yang diterima oleh petani, dan dinyatakan dalam persentase
harga konsumen. Hal ini berguna untuk mengetahui porsi harga yang berlaku
ditingkat konsumen dinikmati oleh petani. Besarnya farmer's share biasanya
dipengaruhi oleh : (1) Tingkat pemrosesan, (2) Biaya transportasi, (3) Keawetan
produk dan (4) Jumlah produk.
32
3.1.8.3 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya
Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio
keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga ialah
untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang
dikeluarkan pada
lembaga tataniaga. Dengan demikian semakin meratanya
penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional system
tataniaga semakin efisien (Limbong dan Sitorus,1987)
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional
Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010 menetapkan bahwa
Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor merupakan salah satu desa
pengembangan komoditas unggulan yaitu ikan gurame guna meningkatkan
produktivitas ikan gurame di Kabupaten Bogor. Petani melakukan kegiatan
budidaya ikan gurame seperti pemijahan, pembenihan, pendederan, dan
pembesaran. Kegiatan budidaya yang dilakukan memiliki pola produksi. Di dalam
pola produksi tersebut terdapat kegiatan usaha yang memiliki segmentasi pasar
masing-masing.
Sistem tataniaga terbentuk dengan beberapa lembaga tataniaga yang
terlibat, Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran tataniaga ikan
gurame disebut suatu sistem tataniaga ikan gurame. Sistem tataniaga ikan gurame
di Desa Pabuaran terbagi atas dua jenis yaitu tataniaga benih ikan gurame dan
tataniaga ikan gurame konsumsi.
Adanya tataniaga benih dan ukuran konsumsi berawal dari tingginya
permintaan benih ikan gurame dan gurame ukuran konsumsi oleh petani
pembesaran, konsumen antara dan rumah tangga menyebabkan pasokan benih
ikan gurame dan gurame ukuran konsumsi tidak dapat memenuhi permintaan
pasar. Salah satu penyebabnya budidaya yang dilakukan tidak intensif sehingga
tidak dapat mengimbangi permintaan pasar.
Tataniaga ikan gurame konsumsi terbentuk adanya ketetapan harga ditingkat
pedagang pengumpul dan pedagang pengecer, dikarenakan masuknya pasokan
ikan dari luar kabupaten bogor, sehingga pedagang pengumpul melindungi harga
ikan gurame konsumsi lokal. Adapun lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat
dalam sistem tataniaga ikan gurame ialah pedagang pengumpul, pedagang
33
pengecer yang dapat membantu para petani ikan dalam memasarkan hasil
budidaya ikannya.
Penelitian ini menganalisis tataniaga ikan gurame di desa Pabuaran,
Kecamatan Kemang dengan menggunakan analisis kualitatif meliputi analisis
saluran tataniaga yang digunakan untuk mengidentifikasi lembaga-lembaga yang
terlibat dalam tataniaga ikan gurame, identifikasi fungsi-fungsi tataniaga yang
dilaksanakan oleh setiap lembaga tataniaga guna mengetahui aktivitas yang
dilakukan untuk memberikan nilai tambah dan memperlancar arus rantai tataniaga
komoditi ikan gurame sampai kepada konsumen dengan menggunakan analisis
fungsi tataniaga, analisis struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar mulai
dari petani ikan budidaya sampai dengan pedagang pengecer. Sedangkan analisis
kuantitatif meliputi analisis marjintataniaga untuk mengetahui perbedaan harga
yang terjadi di tingkat lembaga tataniaga yang terdiri dari biaya tataniaga dan
keuntungan tataniaga, untuk mengetahui besarnya bagian yang diterima oleh
petani ikan budidaya digunakan analisis farmer’s share yaitu dengan
membandingkan harga ditingkat petani ikan budidaya. Analisis rasio keuntungan
dan biaya digunakan untuk mengetahui merata tidaknya penyebaran rasio
keuntungan dan biaya disetiap lembaga tataniaga.
Hasil analisis kualitatif dan analisis kuantitatif yang digunakan dalam
sistem tataniaga ikan gurame, akan menghasilkan suatu saluran sistem tataniaga
ikan gurame yang paling efisien. Dengan demikian, dapat diketahui masalah
saluran tataniaga dan lembaga-lembaga tataniaga yang selama ini terjadi pada
tataniaga ikan gurame, sehingga dapat dilakukan perbaikan dalam sistem tataniaga
ikan gurame
dan menjadi informasi bagi pemerintah serta lembaga-lembaga
tataniaga lainnya dalam menjalankan kebijakan pemerintah yang bertujuan
meningkatkan produktivitas perikanan.
34
•
Kebijakan Pemerintah dengan
menetapkan pengembangan Usahatani
Ikan Gurame di Desa Pabuaran
Adanya dua jenis tataniaga yakni
tataniaga benih ikan gurame dan ikan
gurami konsumsi
•
•
•
Meningkatnya permintaan benih ikan gurame
oleh petani pembesaran.
Terjadinya ketetapan harga ditingkat
pedagang pengumpul untuk ikan gurame
konsumsi.
Analisis Kualitatif
• Saluran dan lembaga tataniaga
• Fungsi tataniaga
• Struktur pasar dan perilaku pasar
Analisis Kuantitatif
• Marjintataniaga
• Farmer’s share
• Rasio keuntungan biaya
Tingkat efisiensi tataniaga ikan
Gurame
Gambar 4 : Skema Kerangka Pemikiran Operasional
35
Download