BAB VIII Kesimpulan dan Saran

advertisement
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
8.1. Kesimpulan
1. Pariwisata dunia akhir-akhir ini mengalami pasang surut karena pengaruh dari
berbagai faktor. Demikian juga halnya dengan kinerja pariwisata Indonesia
yang tergantung dari permintaan barang dan jasa oleh wisatawan, baik sebagai
wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman).
Selain akan meningkatkan output nasional, kegiatan wisman di Indonesia juga
akan membawa devisa yang selama ini selalu memberikan kontribusi positif di
sektor jasa-jasa dalam neraca pembayaran Indonesia. Di sisi lain jumlah
penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri beserta pengeluarannya
cenderung pengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sehingga surplus neraca
pariwisata yang terjadi selama ini semakin mengecil.
2. Jumlah penerimaan devisa pariwisata tergantung dari jumlah kedatangan
wisman beserta rata-rata pengeluarannya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang berbeda antarnegara asal wisatawan.Gross Domestic Product (GDP)
merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi jumlah kedatangan
wisman maupun pengeluaran mereka selama berada di Indonesia. Semakin
sejahtera suatu negara yang diindikasikan oleh pertumbuhan ekonominya,
semakin meningkat jumlah penduduk negara tersebut yang melakukan
perjalanan ke Indonesia. Selain itu juga harga pariwisata negara tetangga, yaitu
Singapura, Malaysia, dan Thailand, masing-masing menunjukkan magnitude
yang berbeda-beda terhadap wisman yang berkunjung ke Indonesia. Pariwisata
di ketiga negara tersebut bisa sebagai substitusi bagi pariwisata Indonesia atau
sebagai komplemen pariwisata Indonesia.
280
3. Ketika pertumbuhan ekonomi terjadi di enam negara utama asal wisatawan,
jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat, sementara ketika
pertumbuhan ekonomi terjadi di Indonesia jumlah kunjungan wisman
mengalami penurunan. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi di Indonesia
mendorong penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Jika pertumbuhan
ekonomi negara asal wisman dan Indonesia terjadi secara bersamaan maka
jumlah inbound maupun outbound-nya menunjukkan adanya peningkatan.
Namun peningkatan ini inbound-nya masih lebih kecil juka dibandingkan
dengan peningkatan outbound-nya sehingga surplus neraca pariwisata
cenderung mengalami penurunan.
4. Naik-turunnya harga pariwisata Indonesia dipengaruhi oleh nilai tukar mata
uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman, indeks harga konsumen
Indonesia maupun indeks harga konsumen negara asal wisman. Penguatan nilai
rupiah terhadap mata uang negara asal wisatawan akan mengurangi minat
wisatawan untuk mengunjungi Indonesia dan menurunkan pengeluaran mereka
selama berada di Indonesia.
5. Faktor kualitatif seperti terjadinya krisis ekonomi dan travel warning untuk
berkunjung ke Indonesia, tidak selalu mempengaruhi niat wisatawan untuk
berkunjung ke Indonesia. Hanya beberapa negara saja yang terpengaruh oleh
kebijakan negara asal wisman dalam menerapkan travel warning terhadap
Indonesia setelah kejadian Bom Bali pada tahun 2002 dan 2006.
6. Ketika kebijakan ekspansi moneter diterapkan terjadi penurunan nilai rupiah
terhadap mata uang US$ dan mengakibatkan harga pariwisata Indonesia
menjadi lebih kompetitif, sementara harga pariwisata di luar negeri menjadi
281
lebih mahal bagi penduduk Indonesia. Di sisi lain kebijakan ini juga memicu
kenaikan indeks harga konsumen yang mengakibatkan kenaikan harga
pariwisata Indonesia. Dari dua kekuatan tarik-menarik ini terjadi penurunan
jumlah kunjungan wisman ke Indonesia dan peningkatan penduduk Indonesia
yang pergi ke luar negeri. Kondisi ini bisa mengakibatkan surplus neraca
pariwisata yang terjadi selama ini menjadi berkurang, bahkan bisa terjadi
defisit. Namun ketika kebijakan kontraksi moneter diterapkan akan
mengakibatkan peningkatan surplus neraca pariwisata.
7. Berdasarkan hasil simulasi dampak ekonomi pariwisata, saat permintaan
barang dan jasa pariwisata oleh wisman menunjukkan adanya peningkatan,
maka kontribusi tenaga kerja pariwisata meningkat lebih besar dibandingkan
dengan peningkatan kontribusi produk nasional maupun nilai tambah brutonya.
Demikian pula sebaliknya saat terjadi penurunan permintaan barang dan jasa
pariwisata, penurunan kontribusi tenaga kerja pariwisata lebih besar jika
dibandingkan dengan penurunan kontribusi dalam produk nasional dan nilai
tambah bruto. Hal ini menunjukkan bahwa dampak pariwisata dalam
perekonomian Indonesia terhadap sektor ekonomi yang bersifat padat karya,
terutama pada sektor pertanian.
8. Semulasi dampak pengeluaran outbound seandainya dibelanjakan di dalam
negeri menunjukkan magnitude yang sama dengan dampak wisman dalam
perekonomian. Hasilnya menunjukkan bahwa kombinasi pertumbuhan
ekonomi dan kebijakan moneter sejalan dengan program tripple tract strategy,
yaitu: pro job, pro poor, dan pro growth di mana kegiatan pariwisata akan
menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran yang pada giliran
282
berikutnya akan mengurangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi.
8.2. Implikasi Kebijakan
1. Pariwisata negara pesaing yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand, bisa
merupakan substitusi atau komplemen bagi pariwisata Indonesia tergantung
dari asal negara wisatawan. Pariwisata Thailand merupakan komplemen
pariwisata Indonesia bagi wisman yang berasal dari Jepang, Australia, Amerika
Serikat, dan Inggris. Oleh karena itu strategi pemasaran ke empat negara
tersebut bisa lebih efektif jika dilakukan secara bersama-sama dengan
Thailand. Sementara pariwisata Singapura dan Malaysia merupakan substitusi
bagi pariwisata Indonesia yang memerlukan strategi pemasaran yang berbeda
dalam menyikapi persaingan promosi kedua negara tersebut dengan
menonjolkan “icon” khas Indonesia.
2. Dampak pertumbuahan ekonomi maupun kebijakan moneter yang dilakukan
oleh bank sentral, baik secara sendiri-sendiri maupun secara simultan harus
mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai sektor ekonomi. Tidak
tersedianya data yang konsisten anggaran pemerintah secara sektoral,
khususnya pariwisata, menjadikan dampak kebijakan fiskal secara sektoral
menjadi tidak fokus.
3. Pemberian bebas fiskal kepada penduduk Indonesia pergi ke luar negeri
merupakan salah satu tuntutan dari negara tetangga terhadap kebebasan
penduduk Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Kebijakan
bebas fiskal ini dimulai kepada penduduk Indonesia yang akan pergi ke luar
negeri jika mereka telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pada
283
tahun 2011 kebijakan ini telah diperluas kepada seluruh penduduk Indonesia.
Dengan kemudahan yang diberikan maka akan terjadi peningkatan jumlah
penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri sehingga devisa yang mengalir
ke luar akan meningkat. Jika tidak dimbangi dengan upaya pemerintah untuk
mendatangkan wisman sebanyak-banyaknya wisatawan mancanegara maka
neraca pariwisata yang selama ini mengalami surplus, suatu saat bisa terjadi
defisit.
4. Terjadinya
travel
warning
di
negara
asal
wisatawan diawali
oleh
ketidakamanan Indonesia dalam menjaga wisatawan terhadap aksi teror bom.
Oleh karena itu upaya peningkatan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia
harus diimbangi dengan tingkat keamanan yang memadai.
5. Perubahan kebijakan pemerintah dalam pemberian Bebas Visa Kunjungan
Singkat (BVKS) menjadi Visa Saat Kedatangan (VSK) atau Visa On Arrival
(VOA) yang menganut asas resiprokal tidak mempengaruhi jumlah kunjungan
wisman ke Indonesia. Bertambahnya proses birokrasi di Indonesia yang tidak
diimbangi dengan peningkatan pelayanan yang memadai, memberikan kesan
kepada wisman bahwa untuk berkunjung ke Indonesia setelah lelah dengan
penerbangan masih dibebani antrian yang cukup panjang dalam proses
pembayaran VOA maupun keimigrasian. Oleh karena itu perlu ditata kembali
dengan menambah counter pelayanan untuk lebih mempercepat proses mereka
memasuki wilayah Indonesia tanpa mengabaikan ketelitian aparat dalam
melakukan pemeriksaan, selain terus menambah area bandara.
6. Penyusunan
model
pariwisata
internasional
dengan
menggunakan
ekonometrika bisa dikembangkan lagi di luar enam negara utama sehingga
284
semakin banyak model yang disusun bisa mengidentifikasi lebih rinci tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi wisman yang berkunjung ke Indonesia dari
berbagai negara. Selain itu, jika tersedia data negara tujuan dari penduduk
Indonesia yang pergi ke luar negeri bisa dianalisis lebih rinci neraca pariwisata
Indonesia dengan negara asal wisman sehingga kebijakan pariwisata Indonesia
bisa lebih terarah.
7. Simulasi kebijakan untuk melihat dampak ekonomi pariwisata internasional di
Indonesia bisa dikembangkan dengan menggunakan Sistem Neraca Sosial
Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) sehingga bisa dilihat
dampak suatu kebijakan fiskal maupun moneter terhadap distribusi pendapatan
masyarakat melalui permintaan barang dan jasa oleh wisatawan.
8. Dampak sektoral pariwisata bisa diukur dengan menggunakan analisis Tabel
Input-Output. Namun Tabel Input-Output ini masih merupakan tabel yang
bersifat umum secara sektoral. Untuk menganalisis dampak ekonomi
pariwisata yang lebih tajam secara sektoral perlu disusun Tabel Input-Output
khusus pariwisata.
Download