BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan hidup manusia (Malingreau, 1978). Bentang alam yang mencakup lingkungan fisik berupa tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi dan sesuatu yang berada di permukaan bumi yang memiliki peranan penting bagi penggunaan lahan adalah sumberdaya lahan (Worosuprojo, 2008). Penggunaan lahan saling berhubungan dengan aktivitas manusia yang berada di atasnya. Lahan mempunyai sifat yang tetap, sedangkan aktivitas manusia cenderung berubah-ubah yang disebabkan oleh suatu hal tertentu. Pertumbuhan penduduk dan variasi aktivitas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika aktivitas manusia. Bertambahnya jumlah penduduk dan tekanan penduduk terhadap lahan menyebabkan penggunaan lahan menjadi lebih kompleks. Perkembangan ekonomi yang pesat mampu meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah dengan baik. Namun, hal tersebut membawa dampak negatif yaitu tingginya permintaan terhadap lahan untuk menunjang aktivitas ekonomi. Lahan merupakan suatu sumberdaya yang terbatas, sehingga permintaan yang tinggi akan menimbulkan terjadinya alih fungsi lahan (perubahan penggunaan lahan), khususnya dari lahan pertanian ke non pertanian. Selain perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, nilai lahan juga menjadi penyebab alih fungsi lahan pertanian. Apabila suatu lahan hanya digunakan sebagai lahan pertanian maka nilai lahan menjadi menurun. Namun, apabila digunakan sebagai lahan non pertanian maka nilai lahan akan menjadi lebih tinggi, karena pendapatan dari lahan non pertanian lebih tinggi daripada kegiatan dari lahan pertanian. Dalam beberapa dekade ini, Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu penopang produksi beras nasional, di samping Jawa Barat dan Jawa Timur. Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Klaten memiliki area pertanian sawah yang luas hingga pada tahun 2013 tercatat lahan sawah seluas 62.656 hektar (BPS, 2014). Meskipun 1 Kabupaten Klaten adalah sentra produksi padi, banyak lahan sawah di Kabupaten Klaten berubah menjadi lahan non sawah sejak beberapa tahun silam. Kabupaten Klaten merupakan kabupaten yang berada di koridor penghubung dua kota besar, yaitu Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta. Perkembangan di Kota Yogyakarta dan Surakarta yang berkembang dengan pesat turut mempengaruhi perkembangan internal di Kabupaten Klaten. Berdasarkan statistik Kabupaten Klaten tahun 2013, pertumbuhan penduduk terus meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2012 yang berdampak juga terhadap kepadatan penduduk. Data statistik tersebut dapat dlihat pada Tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1 Kependudukan Kabupaten Klaten tahun 2009 – 2013 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Jumlah Penduduk (jiwa) 1.303.910 1.307.562 1.311.019 1.313.914 1.316.907 Rerata Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1.989 1.995 2.000 2.004 2.009 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten (2014) Sektor pertanian merupakan sektor dominan pemberi sumbangan berarti bagi perekonomian Jawa Tengah sebesar 20,43% dengan pertumbuhan riil sebesar 2,78%. Pada tahun 2007, provinsi ini mampu menghasilkan 8,44 juta ton padi sawah pada saat terjadi penyusutan lahan sawah sebesar 0,16% sedangkan luas lahan bukan sawah mengalami peningkatan 0,07%, seperti yang terlihat pada Tabel 1.2 di bawah. Tabel 1.2 Perubahan Lahan Sawah Kabupaten Klaten tahun 1998 - 2007 Tahun 1998 2000 2002 2004 2007 Luas Lahan Sawah (Ha) Luas Lahan bukan Sawah (Ha) 33.838 33.670 33.636 33.541 33.435 Penyusutan Luas Lahan Sawah (Ha) 31.718 31.886 31.920 32.015 32.121 Sumber: Kabupaten Klaten dalam Angka (2007) 2 168 34 95 106 Kabupaten Klaten merupakan salah satu penghasil beras utama di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan beras Delanggu. Namun, sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan terbukanya kesempatan untuk menciptakan peluang kerja yang ditandai oleh banyaknya investor ataupun masyarakat dan pemerintah dalam melakukan pembangunan, maka semakin meningkatkan kebutuhan lahan. Peningkatan kebutuhan lahan didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, sementara ketersediaan dan luas lahan bersifat tetap. Hal ini mengakibatkan terjadinya realokasi penggunaan lahan dari aktivitas yang kurang menguntungkan pada aktivitas yang lebih menguntungkan. Aktivitas yang selalu terancam terutama adalah aktivitas pertanian yang dinilai kurang menguntungkan dibanding aktivitas ekonomi lainnya. Perubahan penggunaan lahan pertanian sawah ke lahan non pertanian yang terjadi di Kabupaten Klaten terutama di Kecamatan Delanggu dan sekitarnya akan menyebabkan penyusutan lahan pertanian yang secara lebih jauh dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui kondisi lahan pertanian sawah Kecamatan Delanggu dan sekitarnya di waktu mendatang dengan metode dan teknologi yang tepat. Teknologi Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan yang mungkin terjadi berdasarkan faktor-faktor tertentu. PJ mampu menghasilkan data dengan berbagai macam resolusi, salah satunya adalah resolusi temporal. Resolusi temporal dalam PJ berarti kemampuan PJ dalam melakukan perekaman ulang wilayah yang sama pada interval waktu tertentu, sehingga menghasilkan citra multitemporal. Citra multitemporal dapat dimanfaatkan sebagai sumber data dalam menganalisis dinamika perubahan yang terjadi pada suatu wilayah. Lebih lanjut, hasil analisis perubahan wilayah dari citra PJ dapat diterapkan sebagai data dalam pembuatan model melalui analisis SIG. SIG mampu melakukan pemodelan karena menurut Star dan Estes (1990) SIG memiliki fungsi untuk pemetaan, pemodelan, pengukuran, dan pemantauan. Pemodelan spasial dengan menggunakan SIG dapat diterapkan untuk mengkaji perubahan lahan pertanian sawah dengan pemodelan yang bersifat dinamis. Salah satu pemodelan spasial yang dapat digunakan untuk mengkaji perubahan lahan adalah Cellular Automata (CA). Hal ini karena pada pemodelan CA memungkinkan 3 untuk dilakukan prediksi perubahan lahan sesuai dengan data yang digunakan. Pemodelan spasial menggunakan CA dapat diintegrasikan dengan model lain sehingga dapat diperoleh pemodelan yang lebih baik sesuai dengan realita di lapangan. 1.2 Perumusan Masalah Alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian membawa dampak negatif terhadap penurunan produksi pertanian di Kabupaten Klaten. Alih fungsi lahan ini dapat disebabkan oleh jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga terjadi peningkatan kebutuhan lahan untuk menyelenggarakan kegiatannya. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan perubahan penggunaan lahan, terutama lahan pertanian menjadi lahan non pertanian karena semakin banyak jumlah penduduk maka kebutuhan lahan untuk permukiman, perdangan dan jasa pun semakin bertambah besar. Kabupaten Klaten merupakan kabupaten yang berada di koridor penghubung dua kota besar, yaitu Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta. Perkembangan di Kota Yogyakarta dan Surakarta yang pesat turut mempengaruhi perkembangan internal di Kabupaten Klaten terutama pada wilayah-wilayah yang berada di jalur utama penghubung Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta. Kecamatan Delanggu merupakan kecamatan yang terkenal sebagai sentra produksi padi dan berada tepat di jalur utama penghubung kedua kota tersebut, sehingga perlu kajian mengenai perubahan lahan pertanian sawah yang terjadi. Analisis ketersediaan lahan pertanian dapat dilakukan dengan menggunakan analisis PJ dan SIG. PJ mampu menghasilkan citra multitemporal yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis dinamika perubahan lahan yang terjadi pada suatu wilayah sesuai dengan berjalannya waktu. Pemetaan lahan pertanian sawah dan lahan non pertanian melalui analisis citra digital sangat diperlukan sebagai bahan untuk mengetahui dinamika perubahan lahan yang terjadi. Analisis lahan pertanian sawah dan lahan non pertanian dari hasil pemetaan melalui citra PJ multitemporal akan diperoleh informasi mengenai lokasi-lokasi terjadinya perubahan lahan. Selain itu, dapat pula diperoleh luas perubahan lahan yang terjadi dari lahan pertanian sawah menjadi lahan non sawah termasuk lahan non pertanian. 4 Terdapat banyak citra satelit yang umumnya dimanfaatkan untuk menganalisis perubahan lahan pada tingkat skala menengah, seperti citra Landsat, ALOS, dan ASTER. Penelitian ini mengkaji perubahan lahan sawah tahun 20022008. Pada tahun 2002, citra ALOS belum tersedia sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan penelitian. Sementara itu, pada tahun yang sama, citra ASTER telah tersedia. Namun, pada penelitian ini tidak menggunakan citra ASTER karena citra tersebut tidak memiliki saluran biru, di mana saluran biru peka terhadap objek air. Penggunaan saluran biru ini penting dalam mengidentifikasi lahan sawah terutama lahan sawah tergenang pada tahap awal pengolahan, sehingga penggunaan saluran biru dapat memudahkan dalam membedakan objek yang mengandung air pada komposit tertentu. Oleh karena beberapa hal itu, maka penelitian ini menggunakan citra Landsat untuk bahan penelitian. Citra Landsat mampu merekam wilayah yang luas karena didukung oleh resolusi spasial sebesar 30 meter, sehingga mampu memetakan berbagai fenomena hingga batas kemampuan resolusi spasialnya. Selain itu, perekaman ulang citra Landsat setiap 16 hari memungkinkan untuk dilakukannya analisis secara multitemporal terhadap perubahan lahan yang terjadi. Salah satu fenomena perubahan lahan yang dapat dianalisis melalui citra Landsat adalah perubahan penggunaan lahan. Pemetaan penutup dan penggunaan lahan melalui citra digital penginderaan jauh telah banyak dilakukan sehingga terdapat berbagai macam metode pemetaan yang dapat digunakan. Penutup lahan, dapat langsung diperoleh dengan melakukan klasifikasi multispektral terhadap citra yang digunakan, baik secara supervised classification maupun unsupervised classification. Akan tetapi, untuk pemetaan penggunaan lahan, seperti lahan sawah, membutuhkan metode dan pendekatan lain dalam melakukan klasifikasinya. Hal ini karena dari peta lahan sawah multitemporal dapat diketahui perubahannya secara spasial, di mana data perubahan lahan sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya secara spasial ini belum tersedia sebagai data untuk pemodelan. Oleh karena itu, pemetaan lahan sawah dan lahan non sawah termasuk di dalamnya lahan non pertanian diperlukan untuk melakukan pemodelan. Lahan pertanian sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya dapat dimodelkan perubahannya melalui analisis SIG. Hal ini karena SIG mempunyai beberapa kegunaan yaitu pemodelan, pemetaan, pemantauan, dan pengukuran. 5 Pemodelan spasial dengan SIG dapat digunakan untuk memprediksi lahan pada waktu mendatang. Salah satu model yang dapat diaplikasikan untuk mengetahui perubahan ataupun perkembangan lahan adalah model Cellular Automata (CA). Model CA dapat digunakan untuk kajian ini karena model CA cenderung bersifat dinamis. Seiring dengan berjalannya waktu, khususnya perkembangan wilayah di Indonesia dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan luas lahan pertanian. Informasi spasial lahan sawah digunakan sebagai bahan utama untuk melakukan pemodelan. Namun, perlu diketahui pula bahwa perubahan lahan pertanian sawah dapat disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, baik faktor pendorong maupun penghambat perubahan. Penambahan data spasial lain (aksesibilitas, pusat kegiatan, lahan terbangun, jaringan sungai, dan kemiringan lereng) dalam pemodelan CA akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap model yang dihasilkan. Hal ini kemudian akan berpengaruh pula terhadap tingkat akurasinya, sehingga perlu diketahui seberapa besar pengaruh penambahan data spasial lain terhadap model CA yang dihasilkan. Model CA membutuhkan dua macam pendekatan untuk menentukan perubahannya, yaitu probabilitas luasan perubahan dan probabilitas lokasi perubahan. Integrasi CA dengan model lain, baik model berbasis statistik, visual, maupun kecerdasan buatan bertujuan agar diperoleh transition rule yang terbaik dalam menganalisis perubahan. Pemodelan lahan sawah ini perlu dilakukan uji akurasi model agar diketahui seberapa besar tingkat akurasinya sesuai dengan realita di lapangan. Tingkat kebenaran hasil pemodelan dengan realita di lapangan ditunjukkan dengan akurasi model. Akurasi model ini dinyatakan dalam bentuk persentase, di mana nilainya mendekati 100% maka model yang dibuat dapat dianggap mempunyai akurasi yang baik karena mampu menyederhanakan realita di lapangan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan dua permasalahan utama, yaitu: 1) Dinamika perubahan lahan dapat ditinjau secara kuantitatif spasial melalui data penginderaan jauh. Perubahan lahan sawah yang dianalisis melalui penggunaan lahannya dari data penginderaan jauh merupakan salah satu bentuk analisis kuantitatif spasial. Analisis kuantitatif spasial dari data penginderaan jauh perlu dilakukan karena hasil analisis ini dapat digunakan sebagai acuan untuk 6 melakukan analisis lain yang lebih lanjut, misalnya pemodelan prediksi secara spasial. 2) Penggunaan lahan yang berubah dalam kurun waktu tertentu tidak dapat sepenuhnya dijadikan sebagai acuan dalam memprediksi perubahan yang akan terjadi. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pada suatu wilayah dan bisa digunakan sebagai aturan (rule) dalam analisis prediksi perubahan lahan. Faktor-faktor tersebut dapat berupa data hasil analisis spasial. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian yang sekaligus sebagai batasan penelitian yang dilakukan, yaitu: 1. Bagaimana perubahan lahan pertanian sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya tahun 2002 – 2008 berdasarkan interpretasi citra Landsat? 2. Bagaimana pengaruh penggunaan data spasial lain (aksesibilitas, pusat kegiatan, lahan terbangun, jaringan sungai, dan kemiringan lereng) terhadap model Cellular Automata untuk prediksi lahan pertanian sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya tahun 2014? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Melakukan pemetaan dan menganalisis perubahan lahan pertanian sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya tahun 2002 – 2008 berdasarkan interpretasi citra Landsat. 2. Menganalisis pengaruh penggunaan data spasial lain (aksesibilitas, pusat kegiatan, lahan terbangun, jaringan sungai, dan kemiringan lereng) terhadap akurasi model Cellular Automata lahan pertanian sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya tahun 2014. 7 1.5 Hasil yang Diharapkan Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa informasi berikut: 1. Peta perubahan lahan pertanian sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya tahun 2002-2008 pada resolusi spasial 30 meter. 2. Peta lahan pertanian sawah tahun 2014 resolusi 30 meter hasil prediksi berbasis Cellular Automata beserta tingkat akurasinya dengan penambahan data spasial lain dalam memodelkan lahan pertanian sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat dalam hal: 1. Memberikan visualisasi mengenai perubahan lahan pertanian sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya tahun 2002 – 2008. 2. Memberikan informasi mengenai akurasi model Celluar Automata dengan penambahan data spasial lain dalam memodelkan lahan pertanian sawah sebagian Kabupaten Klaten dan sekitarnya. 3. Secara lebih lanjut dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam menganalisis kerawanan pangan berdasarkan ketersediaan lahan pertanian sawah hasil pemodelan. 8