Analisis Kinerja Routing Protocol AODV OLSR dan TORA Terhadap Stabilitas Jaringan Pada Mobile Ad hoc Network (MANET) Berbasis IPv6 Shinta Widyaningrum, Muhammad Salman Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16425, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Routing protocol pada Mobile Ad hoc Network (MANET) merupakan salah satu isu penting dalam melakukan komunikasi antar node. Pemilihan routing protocol yang tepat sangat diperlukan untuk menentukan rute data yang efisien. Penelitian ini menganalisis kinerja routing protocol pada MANET yakni AODV, OLSR dan TORA di lingkungan IPv6 dengan melihat dampaknya terhadap stabilitas jaringan. Simulasi dijalankan dengan menggunakan simulator OPNET Modeler versi 14.5, dimana setiap routing protocol diuji dengan variasi jumlah node, variasi kecepatan gerak node, menjalankan aplikasi HTTP dan voice serta penambahan node yang melakukan serangan blackhole. Hasil simulasi menunjukkan bahwa routing protocol AODV memiliki kinerja terbaik dibandingkan dengan kedua routing protocol lainnya pada skenario variasi jumlah node, variasi kecepatan dan penerapan aplikasi HTTP dan voice. Packet end-to-end delay AODV yang dihasilkan berkisar antara 0,00048-0,00055 s dan nilai rata-rata network load yang dihasilkan AODV merupakan yang paling rendah dengan maksimum yang didapat sebesar 26.076 bits/sec. Namun pada kondisi terdapat serangan blackhole, routing protocol yang terkena dampak paling kecil adalah routing protocol OLSR dengan perubahan throughput sebesar 5,25%, packet end-to-end delay sebesar 1,52% dan network load sebesar 5,25%. Performance Analysis of Routing Protocol AODV OLSR and TORA to the Network Stability in Mobile Ad hoc Network (MANET) based on IPv6 Abstract Routing protocols is one of the important issue to perform communication between nodes in Mobile Ad hoc Network (MANET). Selecting an appropriate routing protocol is needed to achieve the efficient data route. This paper presents performance evaluation analyzes of routing protocols models in MANET such as AODV, OLSR and TORA under IPv6 environtment and its impact to the network stability. Performance of these routing protocols is evaluated by using OPNET Modeler 14.5, each routing protocol is tested by varying the amount of mobile nodes, the speed of mobile nodes, running some applications like HTTP and voice, and then adding a malicious node to do blackhole attack on the network. The simulation results shows that AODV has better performance than other routing protocol in scenario of varying number of nodes, varying node speed, implementation of HTTP and voice. The packet end-to-end delay of AODV is range between 0,00048-0,00055 s and the average of AODV’s network load is the lowest with maximum 26.076 bits/sec. But, in the condition when blackhole attack is exist, the results shows that OLSR has the smallest impact with 5,25% change of throughput, 1,52% change of packet end-to-end delay and 5,25% change of network load. Keywords: MANET, IPv6, AODV, OLSR, TORA, OPNET Pendahuluan Studi mengenai MANET menjadi salah satu tema yang menarik di bidang jaringan nirkabel. Karena sifatnya yang fleksibel dan dinamis, efisiensi menjadi standar penting yang perlu diperhatikan dalam menjalankan komunikasi antar mobile node. Isu mengenai keterbatasan Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 bandwidth, energi, jangkauan transmisi dan sumber daya lain sudah sepatutnya menjadi pertimbangan dalam membangun jaringan yang efisien. Selain itu, pergerakan node menjadikan topologi selalu berubah-ubah dan tentunya mempengaruhi keandalan pertukaran data yang terjadi antara sumber dan tujuan. Mengacu pada hal tersebut, pemilihan routing protocol yang tepat dapat dikatakan sebagai salah satu solusi untuk mencapai kondisi jaringan yang efisien. Selalu ada kebutuhan tiap node dalam MANET untuk mencari jalur (rute) terbaik dalam komunikasi data dari sumber ke tujuan. Sehingga Pengetahuan mengenai karakteristik routing protocol tentunya akan sangat membantu dalam memilih jenis routing protocol yang memberikan kinerja lebih baik dalam suatu kondisi yang dituju dalam suatu jaringan mobile ad hoc. Evaluasi mengenai routing protocol pada MANET sebagian besar masih menggunakan alamat IPv4. Maka dengan kehadiran IPv6 yang dapat dipastikan akan menggantikan peran IPv4 saat ini, tentunya menjadi penting untuk bisa meneliti lebih lanjut karakteristik routing protocol MANET tersebut di lingkungan IPv6 guna berkontribusi dalam pengembangan lebih lanjut. Hasil akhir penelitian ini ditujukan untuk menganalisa kinerja routing protocol`pada MANET jika diterapkan pada lingkungan IPv6. Adapun routing protocol yang digunakan dalam penelitian ini adalah AODV, OLSR dan TORA. Routing protocol tersebut akan diuji dengan memvariasikan jumlah mobile node, kecepatan, aplikasi dan melakukan salah satu serangan dalam MANET, yakni serangan blackhole. Dengan ini diharapkan dapat diketahui routing protocol mana yang memiliki kinerja terbaik di masing-masing parameter uji di lingkungan IPv6. Mobile Ad hoc Network A. Pengertian Mobile Ad hoc Network Kata “ad hoc” berasal dari bahasa latin yang memiliki arti “untuk suatu keperluan atau tujuan tertentu saja”. Dalam pengertian lain, jaringan ad hoc adalah suatu jaringan yang bersifat sementara dan independent tanpa bergantung pada infrastruktur yang ada. Jaringan ad hoc pertama kali dicetuskan pada awal tahun 1972 oleh sebuah lembaga pusat riset militer di Amerika Serikat yang bernama DARPA. Pada saat itu DARPA memiliki sebuah proyek packet radio network yang bertujuan untuk menghubungkan antar terminal nirkabel sehingga dapat saling berkomunikasi di medan perang. Pada akhirnya proyek tersebut terus Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 dikembangkan oleh IETF hingga kini memasuki generasi ketiga dengan memperkenalkan teknologi Mobile Ad hoc Network (MANET)[1]. Mobile Ad hoc Network atau yang dikenal dengan MANET merupakan jaringan nirkabel sederhana yang terdiri dari 2 atau lebih perangkat bergerak (mobile node) yang berkomunikasi satu dengan lainnya tanpa bergantung pada infrastruktur yang ada, seperti seperti router dalam jaringan kabel ataupun base station dan access point pada jaringan nirkabel[2]. Setiap node pada MANET dapat berperan sebagai router, sehingga setiap node mampu meneruskan paket ke node berikutnya hingga sampai ke tujuan. Dengan kata lain, meskipun tidak terhubung langsung, sebuah node dapat menggunakan node lain sebagai penghubung untuk menyampaikan data ke tujuan. Ilustrasi dari MANET ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini. Gambar 1. Mobile Ad hoc Network [2] B. Klasifikasi Routing Protocol Pada MANET Routing protocol merupakan sebuah standar pengambilan keputusan sebuah node pada saat paket melintas antar device dalam sebuah jaringan. Secara umum, routing protocol pada MANET diklasifikasikan menjadi reactive, proactive dan hybrid seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Pada penelitian ini, routing protocol yang digunakan merupakan perwakilan dari reactive, proactive dan hybrid routing protocol yakni AODV, OLSR dan TORA. Gambar 2. Klasifikasi Routing Protocol Pada MANET [3] Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 C. Ad hoc On-demand Distance Vector (AODV) Ad hoc On-demand Distance Vector (AODV) adalah routing protocol yang membangun rutenya berdasarkan jarak dan arah (distance vector). Routing AODV memperhitungkan jumlah hop yang akan ditempuh dan next-hop dari suatu node menuju tujuannya. Protokol ini tidak bertukar informasi routing secara berkala, rute dirancang dan digunakan hanya pada saat dibutuhkan saja. Pada AODV terdapat tiga pesan untuk menelusuri dan mengelola rute dari node sumber ke node tujuan, adapun pesan-pesan tersebut adalah: Route Request (RREQ), Route Errors (RERRs) dan Route Replies (RREPs)[4]. D. Optimized Link State Routing (OLSR) Optimized Link State Routing (OLSR) merupakan routing protocol yang memiliki karakteristik membangun database topologinya sendiri berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari node tetangganya. OLSR mempunyai karakteristik membuat dan mengelola routing information yang kemudian didistribusikan ke seluruh node meskipun saat itu node tidak sedang mentransmit paket data. Ciri khas OLSR adalah kemampuannya yang baik dalam menelusuri node dan penggunaan Multipoint Relay, atau disingkat dengan MR[5]. Multipoint Relay berfungsi untuk meminimalisir banjir pesan broadcast di jaringan dengan mengurangi duplikat transmisi di kawasan yang sama. Pada AODV terdapat dua pesan untuk menelusuri dan mengelola rute yakni HELLO message dan Topology Control (TC) message. E. Temporally-Ordered Routing Algorithm (TORA) Temporally-Ordered Routing Algorithm (TORA) adalah routing protocol berbasis konsep link reversal. Keunggulan dan keunikan utama TORA adalah menyediakan multi rute ke node tujuan sehingga perubahan topologi jaringan tidak menjadi pengaruh besar kepada node dalam jaringan. Multi rute dapat dicapai karena terdapat control message dalam setiap kumpulan-kumpulan node, dimana setiap node dalam sebuah kumpulan tersebut hanya menjaga informasi routing tetangganya (one hop neighbour) saja. Protokol TORA mempunyai 3 peran utama, yakni membuat rute (route creation), mengelola rute (route maintenance) dan menghapus rute (route erasure). Tindakan yang diambil oleh TORA dapat diibaratkan seperti air yang mengalir menurun dari node sumber menuju node tujuan melalui jaringan pipa. Setiap node memiliki ketinggian yang dihitung oleh routing protocol TORA dimana ketinggian node sumber ditetapkan lebih besar dari node tetangga manapun. Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 F. Ancaman Serangan Blackhole Attack Salah satu ancaman serangan pada network layer MANET adalah blackhole attack. Pada blackhole attack, terdapat sebuah node yang berperan sebagai attacker atau biasa disebut dengan malicious node. Malicious node akan menggunakan routing protocol-nya dengan tujuan untuk mengumumkan dirinya memiliki jalur terpendek ke node tujuan. Malicious node mengumumkan kemungkinan jalur terbaru terlepas dari pemeriksaan routing table. Dengan cara ini malicious node akan selalu memiliki kesempatan untuk mereply pesan route request kemudian menerima paket data dan menahannya. Gambar 3 dibawah ini mengilustrasikan bagaimana serangan blackhole muncul. node C adalah malicious node kemudian ia akan mengklaim bahwa ia memiliki rute aktif ke node yang dituju secepat mungkin setelah menerima paket RREQ. Node C kemudian mengirim respon ke node A sebelum node manapun. Dengan cara ini node A akan berfikir bahwa ini adalah rute aktif dan proses penelusuran rute selesai. Node A akan mengabaikan semua reply dari node lain dan mulai mengirimkan paket data ke node C. Dengan ini, semua paket data akan hilang dikonsumsi oleh node C atau benar-benar hilang karena di drop (dibuang) oleh node C. Gambar 3. Serangan Blackhole Pada MANET [6] Perancangan dan Simulasi A. Perangkat Keras Yang Digunakan Perangkat keras yang digunakan pada penelitian ini adalah 1 buah PC (laptop) dengan spesifikasi sebagai berikut: • Processor : Intel® Atom™ Processor N550 (1.5 GHz, Cache 1 MB) • RAM : 1GB, DDR3 • VGA : Video Intel® Graphics Media Accelerator 3150 256 MB • Hard Disk : 250 GB Serial ATA 5400 RPM Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 B. Perangkat Lunak Yang Digunakan Berikut ini adalah perangkat lunak yang digunakan dalam melakukan simulasi : • Sistem Operasi Windows 7 • OPNET Modeler versi 14.5 • Microsoft Visual Studio 2010 C. Skenario Pengujian Pengujian routing protocol terbagi menjadi empat skenario, setiap skenario merepresentasikan variasi dari parameter-parameter yang diujikan. Adapun masing-masing skenario tersebut adalah : 1. Skenario 1 Pada skenario ini kinerja masing-masing routing protocol (AODV, OLSR dan TORA) diuji dengan variasi jumlah node yakni 30 node, 50 node dan 100 node. Tabel 1. Skenario 1 2. No Parameter Nilai 1. Luas area 1000x1000 meter 2. Jumlah node 30, 50 dan 100 node 3. Data rate 11 Mbps 4. Jenis perpindahan node Random Waypoint 5. Kecepatan node 10 m/s 6. Aplikasi FTP 7. Jenis traffic aplikasi High Load Skenario 2 Pada skenario ini kinerja masing-masing routing protocol (AODV, OLSR dan TORA) diuji dengan variasi kecepatan mobilitas node yakni 10 m/s, 30 m/s dan 50 m/s. Tabel 2. Skenario 2 No Parameter Nilai 1. Luas area 1000x1000 meter 2. Jumlah node 30 node 3. Data rate 11 Mbps 4. Jenis perpindahan node Random Waypoint 5. Kecepatan node 10 m/s, 30 m/s dan 50 m/s 6. Aplikasi FTP Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 7. 3. Jenis traffic aplikasi High Load Skenario 3 Pada skenario ini kinerja masing-masing routing protocol (AODV, OLSR dan TORA) diuji dengan variasi aplikasi yang dijalankan yaitu HTTP dan Voice. Tabel 3. Skenario 3 No 4. Parameter Nilai 1. Luas area 1000x1000 meter 2. Jumlah node 30 node 3. Data rate 11 Mbps 4. Jenis perpindahan node Random Waypoint 5. Kecepatan node 10 m/s 6. Aplikasi HTTP, Voice 7. Jenis traffic aplikasi HTTP : Heavy Browsing Voice : PCM Quality Speech Skenario 4 Pada skenario ini kinerja masing-masing routing protocol diuji dengan penambahan satu mobile node yang berperan sebagai malicious node yang dikonfigurasi untuk menjalankan blackhole attack. Gambar 4. Blackhole Node Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 D. Parameter Ukur Setiap skenario mengacu pada beberapa parameter QoS routing jaringan mobile ad hoc yakni throughput, delay dan network load jaringan secara keseluruhan (global statistic)[7]. • Throughput Throughput merupakan jumlah total data yang mencapai penerima dari pengirim terhadap waktu, yang dibutuhkan bagi penerima untuk mendapatkan paket terakhir di semua node jaringan WLAN yang diukur dalam bps. • Packet End-to-End Delay Packet end-to-end delay adalah waktu rata-rata suatu paket untuk melintasi jaringan dari sumber ke tujuan dalam detik(s). Besarnya waktu ini mencangkup semua delay pada sebuah jaringan seperti buffer queue, waktu transmisi, delay yang disebabkan oleh aktifitas routing dan pertukaran MAC Control. • Network Load Network load merupakan total lalu lintas data dalam bit per detik yang diterima oleh seluruh jaringan dari layer yang lebih tinggi diterima dan antri untuk transmisi. Network load dapat disebut juga sebagai jumlah beban lalu lintas di seluruh jaringan. E. Alur Pengujian Gambar 5. Alur Pengujian Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 Hasil dan Analisis A. Hasil Pengujian Kinerja Routing Protocol dengan Variasi Jumlah Node Tabel 4. Nilai Rata-rata Throughput Sampel Selama 1000 detik Jumlah Node Nilai Rata-rata Throughput (bit/sec) OLSR TORA 30 60.171 2.326.094 53.777 50 233.417 9.050.269 239.980 100 397.103 69.842.259 579.848 Throughput (bits/sec) AODV 100000000 10000000 1000000 100000 10000 1000 100 10 1 OLSR AODV TORA 30 50 100 Jumlah Node Gambar 6. Grafik Jumlah Node Terhadap Throughput Jaringan Secara umum routing protocol AODV memiliki grafik yang cenderung tidak konsisten. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik routing protocol AODV yang selalu menyesuaikan diri dengan perubahan topologi node yang bergerak secara acak sehingga jarak dan kecepatan node akan sangat mempengaruhi kinerja dari routing protocol AODV. Peningkatan jumlah node juga berakibat tingginya Route Request (RREQ) dan kemacetan jaringan (network congestion) sehingga nilai throughput yang dihasilkan pada routing protocol AODV menjadi tidak stabil. OLSR menghasilkan throughput jaringan yang paling tinggi dan cenderung lebih konsisten apabila dibandingkan AODV dan TORA. Hal ini dikarenakan karakteristik proaktif OLSR yang selalu mengirimkan control messages dan pembaruan routing table ke seluruh node, meskipun node dalam keadaan tidak mentransmit data. Hal tersebut dapat berdampak throughput yang dihasilkan lebih besar dibanding routing protocol yang memiliki karakteristik on demand atau hybrid seperti AODV dan TORA. Semakin besar jaringan maka Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 semakin besar pula routing table pada OLSR dan hal tersebut yang mengakibatkan network load dan throughput yang dihasilkan menjadi semakin meningkat sangat signifikan pada jumlah 100 node. Selama simulasi dilakukan, TORA membutuhkan proses penelusuran rute yang cukup lama. Hal tersebut menyebabkan kemacetan yang sudah mulai terjadi pada jaringan dengan jumlah 30 node. Rata-rata throughput yang dihasilkan cenderung lebih kecil dibandingkan routing protocol AODV dan OLSR, namun lebih stabil dibandingkan dengan AODV karena karakteristik TORA sudah mengantisipasi dampak perubahan topologi dengan algoritma routingnya. Tabel 5. Nilai Rata-rata Packet End-to-End Delay Sampel Selama 1000 detik Jumlah Node Nilai Rata-rata Packet End-to-End Delay OLSR TORA 30 0,00055 0,00066 0,0132 50 0,00050 0,00088 17,96 100 0,00052 0,0018 77,92 Packet End-­‐to-­‐End Delay (s) AODV 100 10 AODV 1 0.1 0.01 30 50 100 OLSR TORA 0.001 0.0001 Jumlah Node Gambar 7. Grafik Jumlah Node Terhadap Packet End-to-End Delay Jaringan Nilai rata-rata packet end-to-end delay pada AODV diatas secara umum terlihat tidak stabil. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perubahan topologi yang terjadi, sehingga terdapat perilaku reaktif AODV untuk melakukan penyesuaian terhadap topologi ketika suatu node sumber ingin mengirimkan data ke node tujuan dan berdampak pada ketidakstabilan delay yang dihasilkan. Seiring berjalannya waktu, nilai delay terus bertambah, kejadian ini dapat Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 disebabkan oleh padatnya traffic sehingga banyak terjadi kemacetan jaringan (network congestion) atau jauhnya jarak antar node yang tentunya mempengaruhi nilai delay ini. Delay pada routing protocol OLSR semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah node. Nilai delay pada OLSR sedikit lebih tinggi dan lebih konsisten apabila dibandingkan dengan delay yang dihasilkan AODV karena karakteristik OLSR yang table driven yang selalu mengupdate rute ke seluruh node secara berkala, sehingga memudahkan mencapai tujuan. TORA memiliki nilai delay yang paling tinggi apabila dibandingkan dengan routing protocol AODV dan OLSR. Besar delay semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah node. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya jumlah kemacetan jaringan yang terjadi dan proses penelusuran yang lama pada TORA untuk menentukan height dari node sumber ke node tujuan. Semakin banyak jumlah node maka waktu yang dibutuhkan juga semakin lama, sehingga delay yang dihasilkan semakin besar dan throughput menjadi lebih rendah. Tabel 6. Nilai Rata-rata Network Load Sampel Selama 1000 detik Jumlah Node Nilai Rata-rata Network Load (bits/sec) OLSR TORA 30 12.841 91.531 29.373 50 26.076 198.196 116.733 100 20.716 729.000 238.718 Network Load (bits/ sec) AODV 800,000 600,000 AODV 400,000 OLSR 200,000 TORA 0 30 50 100 Jumlah Node Gambar 8. Grafik Jumlah Node Terhadap Network Load Network load pada AODV terlihat lebih dinamis dan memiliki nilai network load yang lebih rendah dibandingkan dengan network load pada routing protocol OLSR dan TORA. Salah satu penyebabnya adalah karakteristik dari AODV yang mengelola routing hanya apabila Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 dibutuhkan saja, hal ini berdampak pada network load yang dihasilkan lebih berkurang dibandingkan karakteristik routing protocol yang memberikan update routing information secara berkala seperti pada OLSR. OLSR memiliki network load yang lebih besar apabila dibandingkan dengan AODV dijumlah node yang sama. OLSR memiliki network load yang cukup tinggi karena karakteristik proaktifnya dalam membangun dan selalu mengirimkan update serta mengelola rute setiap ada perubahan dalam topologi sehingga sedikit banyak menambahkan beban traffic pada jaringan. Dengan meningkatnya jumlah node maka Network load yang dihasilkan tentunya akan semakin besar. TORA memiliki nilai network load yang meningkat seiring dengan pertambahan node dan menduduki posisi kedua setelah OLSR. Network load yang naik pada grafik dapat disebabkan karena besarnya traffic dan terjadi kemacetan dalam jaringan. Penyesuaian nilai height semakin kompleks sementara paket data semakin banyak yang harus ditransmisikan. B. Hasil Pengujian Kinerja Routing Protocol Berdasarkan Variasi Kecepatan Node Tabel 7. Nilai Rata-rata Throughput Sampel Selama 1000 detik AODV OLSR TORA 10 71.953 2.326.094 26.717 30 61.381 2.333.736 28.494 50 60.434 2.328.058 93.853 Throughput (bits/sec) Kecepatan Node (m/s) Nilai Rata-rata Throughput (bits/sec) 2,500,000 2,000,000 1,500,000 AODV 1,000,000 OLSR 500,000 TORA 0 10 30 50 Kecepatan (m/s) Gambar 9. Grafik Kecepatan Node Terhadap Throughput Pada routing protocol AODV, besar kecepatan mobile node ternyata memberikan pengaruh terhadap throughput jaringan yang dihasilkan. Hal tersebut dapat terlihat pada grafik hasil Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 simulasi (ditunjukkan oleh Gambar 4.13) dimana semakin tinggi kecepatan mobile node dalam jaringan maka throughput yang dihasilkan justru menurun. Hal itu dapat dikarenakan penelusuran rute dengan karakteristik AODV lebih cepat pada mobilitas node yang relatif rendah. AODV selalu menyesuaikan dengan topologi jaringan untuk memberikan informasi rute ke node yang membutuhkan, terdapat jeda waktu untuk memproses kembali rute-rute yang berubah atau tidak valid dengan pesan Route Error (RERR) sehingga berakibat pada mobilitas yang tinggi akan membutuhkan waktu secara berulang-ulang untuk mendefinisikan rute yang baru. Karakteristik OLSR yang selalu memberikan informasi rute secara berkala menguntungkan node meskipun berada dalam mobilitas tinggi. Grafik hasil simulasi menunjukkan bahwa kecepatan mobile node tidak memberikan pengaruh signifikan pada throughput jaringan routing protocol OLSR. Berbeda halnya dengan TORA, hasil menunjukan nilai rata-rata throughput jaringan yang cenderung naik seiring dengan peningkatan kecepatan mobile node. Peningkatan nilai tersebut dikarenakan oleh semakin tingginya kecepatan maka semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk TORA menelusuri node dengan menyesuaikan nilai height pada node, TORA mengantisipasi perubahan topologi dengan control message dalam setiap kumpulan-kumpulan node, dimana setiap node dalam sebuah kumpulan tersebut hanya menjaga informasi routing tetangganya (one hop neighbour). Tabel 8. Nilai Rata-rata Packet End-to-End Delay Sampel Selama 1000 detik Packet End-­‐to-­‐End Delay (s) Kecepatan Node (m/s) Nilai Rata-rata Packet End-to-End Delay (sec) AODV OLSR TORA 10 0,00048 0,00066 0,00750 30 0,00053 0,00066 0,00066 50 0,00054 0,00066 0,021 0.025 0.02 AODV 0.015 0.01 OLSR 0.005 TORA 0 10 30 50 Kecepatan (m/s) Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 Gambar 10. Grafik Kecepatan Node Terhadap Packet End-to-End Delay Berdasarkan hasil tersebut, delay pada AODV meningkat seiring dengan peningkatan kecepatan node dalam jaringan. Mobilitas yang tinggi menyebabkan banyak rute yang berubah dan kemungkinan banyak link yang terputus ketika mengirimkan data, sehingga AODV memerlukan waktu untuk memproses kembali rute-rute yang ada agar dapat mencapai node tujuan dan tentunya menambah delay yang dihasilkan pada jaringan Pada routing protocol OLSR, kecepatan node juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap packet end-to-end delay yang dihasilkan. Informasi rute yang selalu diperbarui dan dikirimkan ke setiap node menjadikan waktu yang dibutuhkan lebih cepat untuk mengirimkan paket data tanpa terpengaruh dengan mobilitas node yang semakin tinggi. pada TORA peningkatan kecepatan mobile node berdampak dengan peningkatan packet endto-end delay jaringan. Hal tersebut dikarenakan overhead routing seiring peningkatan kecepatan. Ini adalah sebuah perilaku yang sesuai espektasi karena lebih banyak kemungkinan rute yang dimasukkan ke dalam jaringan dan TORA menjadikan jarak terpendek dan tercepat sebagai prioritas kedua[4]. Tabel 9. Nilai Rata-rata Network Load Sampel Selama 1000 detik Kecepatan Node (m/s) Nilai Rata-rata Network Load (bits/sec) AODV OLSR TORA 10 13.592 91.531 10.181 30 12.955 91.715 10.906 50 12.777 91.683 40.702 Network Load (bits/sec) 100,000 80,000 AODV 60,000 OLSR 40,000 TORA 20,000 0 10 30 50 Kecepatan (m/s) Gambar 11. Grafik Kecepatan Node Terhadap Network Load Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 Pada AODV, kecepatan node juga berpengaruh terhadap network load. Network load yang dihasilkan cenderung tidak stabil dan ini terjadi karena AODV kurang memberikan kinerja yang baik pada mobilitas tinggi sehingga nilai network load yang dihasilkan dapat berubahubah. Paket yang diterima untuk ditransmisikan menjadi berkurang pada mobilitas tinggi karena AODV memerlukan waktu untuk menyesuaikan rute seiring dengan perubahan topologi. Pada grafik OLSR, kecepatan mobile node kembali tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap network load. Sedangkan Pada TORA, semakin tinggi kecepatan mobile node mengakibatkan network load yang dihasilkan semakin besar. Hal tersebut dapat terlihat pada grafik network load TORA (yang ditunjukkan Gambar 4.23). Pada mobilitas yang tinggi pemrosesan rute pada TORA menjadi lebih cepat dan kompleks sehingga network load yang dihasilkan semakin tinggi. C. Hasil Pengujian Kinerja Routing Protocol Berdasarkan Variasi Aplikasi 1. Hasil Pengujian Aplikasi HTTP Tabel 10. Nilai Rata-rata Throughput pada Aplikasi HTTP Routing Protocol Rata-rata Throughput (bits/sec) AODV 164.344 OLSR 2.315.740 TORA 50.791 Gambar 12. Perbandingan Throughput AODV, OLSR dan TORA dengan Aplikasi HTTP Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 OLSR dengan memiliki keunggulan dalam nilai throughput ketika menjalankan aplikasi HTTP karena karakteristik OLSR yang informatif dalam memberikan rute sehingga setiap node dapat dengan mudah mengirim paket data. Nilai throughput OLSR memiliki nilai ratarata yang sangat jauh berbeda dengan AODV dan TORA. Nilai throughput yang tinggi tersebut merupakan akibat dari ukuran paket yang besar pada traffic HTTP dimana penulis menggunakan jenis traffic heavy browsing. TORA memiliki nilai throughput yang paling rendah karena proses penelusuran rute yang kompleks pada TORA menjadikan waktu yang dibutuhkan untuk mentransmisikan paket menjadi lama, akibatnya nilai throughput menjadi kecil. Delay pada routing protocol TORA yang tinggi merupakan akibat dari waktu yang dibutuhkan untuk penelusuran rute yang kompleks dan mentransmit paket berukuran besar yang lama. Meskipun demikian, nilai rata-rata delay TORA ketika menjalankan aplikasi HTTP masih dalam range waktu yang dapat ditoleransi berdasarkan standar aplikasi ITU. Delay yang dihasilkan oleh AODV dan OLSR saat menjalankan aplikasi HTTP tidak memiliki perbedaan yang signifikan karena hanya berbeda 0,0001 detik. Tabel 11. Nilai Rata-rata Packet End-to-End Delay pada Aplikasi HTTP Routing Protocol Rata-rata Delay (sec) AODV 0,0005 OLSR 0,0006 TORA 0,012 Gambar 13. Perbandingan Packet End-to-End Delay AODV, OLSR dan TORA dengan aplikasi HTTP Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 OLSR memiliki nilai network load yang paling tinggi dibandingkan dengan AODV dan TORA. Pada OLSR, tingginya nilai network load yang dihasilkan tersebut disebabkan oleh paket yang ditransmikan dan karakteristik proaktif OLSR yang selalu mengupdate informasi routing ke seluruh node yang besar. Semakin besar ukuran paket maka semakin tinggi throughput yang dihasilkan oleh routing protocol OLSR. Pada AODV, network load yang dihasilkan merupakan yang paling kecil karena salah satu keunggulan AODV adalah hanya mengupdate informasi routing sesuai dengan kebutuhannya saja sehingga lebih menghemat bandwidth. Tabel 12. Nilai Rata-rata Network Load pada Aplikasi HTTP Routing Protocol Rata-rata Network Load (bits/sec) AODV 7.466 OLSR 78.501 TORA 21.195 Gambar 14. Perbandingan Network Load AODV, OLSR dan TORA dengan aplikasi HTTP 2. Hasil Pengujian Aplikasi Voice Tabel 13. Nilai Rata-rata Throughput pada Aplikasi Voice Routing Protocol Rata-rata Throughput (bits/sec) AODV 113.326 OLSR 2.396.484 TORA 29.978 Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 Gambar 15. Perbandingan Throughput AODV, OLSR dan TORA dengan aplikasi Voice. OLSR dengan tetap memiliki keunggulan dalam nilai throughput ketika menjalankan aplikasi voice karena karakteristik OLSR yang informatif dalam memberikan rute sehingga setiap node dapat dengan mudah mengirim paket data. Nilai throughput OLSR memiliki nilai rata-rata yang sangat jauh berbeda dengan AODV dan TORA. Nilai throughput yang tinggi tersebut merupakan akibat dari ukuran paket yang besar pada traffic voice dimana penulis menggunakan jenis traffic heavy browsing. TORA memiliki nilai throughput yang paling rendah karena proses penelusuran rute yang kompleks pada TORA menjadikan waktu yang dibutuhkan untuk mentransmisikan paket menjadi lama, akibatnya nilai throughput menjadi kecil. Tabel 14. Nilai Rata-rata Delay pada Aplikasi Voice Routing Protocol Rata-rata Delay (sec) AODV 0,0003 OLSR 0,0006 TORA 0,008 Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 Gambar 16. Perbandingan Packet end-to-end Delay AODV, OLSR dan TORA dengan Aplikasi Voice Pada OLSR, tingginya nilai network load yang dihasilkan tersebut disebabkan oleh paket yang ditransmikan dan karakteristik proaktif OLSR yang selalu mengupdate informasi routing ke seluruh node yang besar. Semakin besar ukuran paket maka semakin tinggi throughput yang dihasilkan oleh routing protocol OLSR. Berbeda dengan aplikasi HTTP, ketika menjalankan aplikasi voice network load yang dihasilkan TORA merupakan yang paling rendah, hal ini disebabkan karena penelusuran rute yang lama sebelum melakukan transmisi paket. Tabel 15. Nilai Rata-rata Network Load Pada Aplikasi Voice Routing Protocol Rata-rata Network Load (bits/sec) AODV 58.368 OLSR 160.067 TORA 11.671 Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 Gambar 17. Perbandingan Network Load AODV, OLSR dan TORA dengan Aplikasi Voice. Pada OLSR, tingginya nilai network load yang dihasilkan tersebut disebabkan oleh paket yang ditransmikan dan karakteristik proaktif OLSR yang selalu mengupdate informasi routing ke seluruh node yang besar. Semakin besar ukuran paket maka semakin tinggi throughput yang dihasilkan oleh routing protocol OLSR. Berbeda dengan aplikasi HTTP, ketika menjalankan aplikasi voice network load yang dihasilkan TORA merupakan yang paling rendah, hal ini disebabkan karena penelusuran rute yang lama sebelum melakukan transmisi paket. D. Hasil Pengujian Kinerja Routing Protocol Terhadap Serangan Blackhole Tabel 16. Nilai Rata-rata Throughput yang Dihasilkan Dengan Serangan dan Tanpa Serangan Routing Protocol Rata-rata Throughput (bits/sec) Perubahan (%) Tanpa Serangan Dengan Serangan AODV 60.171 39.878 33,73 OLSR 2.326.094 2.203.969 5,25 TORA 53.777 62.521 16,26 Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 Gambar 18. Grafik Perbandingan Throughput AODV, OLSR dan TORA Dengan Serangan dan Tanpa Serangan Pada kondisi terdapat serangan blackhole, AODV dan OLSR mengalami penurunan jumlah throughput yakni masing-masing sebesar 33,73% dan 5,25%. Hal ini disebabkan oleh aktivitas blackhole node yang tidak meneruskan data ke tujuan dan membuang data yang diterima, tentunya ini mempengaruhi penurunan nilai throughput pada jaringan. Akan tetapi pada AODV, throughput kemudian mengalami kenaikan setelah detik ke-800. Alasan kenaikan throughput ini dapat disebabkan karena pada awalnya blackhole node menjatuhkan paket dan tidak memforward paket ke node lain pada jaringan, kemudian blackhole node mulai mengirim paket dan forwarding paket lebih cepat sehingga node normal tidak dapat memproses paket dan mengabaikan paket tersebut[12]. Pada TORA, adanya blackhole node justru meningkatkan besar throughput pada jaringan dibandingkan dengan kondisi normal tanpa serangan yakni sebesar 16,26%. Terdapat dua kemungkinan yang terjadi, kemungkinan pertama adalah hal tersebut diakibatkan oleh adanya flooding data yang besar yang dikirim oleh node ketika tujuan sebenarnya tidak menerima data dari sumber karena TORA selalu menyediakan multi rute untuk mencapai node tujuan. Kemungkinan yang kedua adalah hal tersebut diakibatkan oleh perilaku blackhole node yang mengirim paket dan forwarding paket lebih cepat sehingga node normal tidak dapat memproses paket dan mengabaikan paket tersebut dalam jaringan. Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 Tabel 17. Nilai Rata-rata Packet End-to-End Delay yang Dihasilkan Dengan Serangan dan Tanpa Serangan Routing Protocol Rata-rata Delay (sec) Perubahan (%) Tanpa Serangan Dengan Serangan AODV 0,00055 0,00046 16,36 OLSR 0,00066 0,00065 1,52 TORA 0,0075 0,0134 78,67 Gambar 19. Grafik Perbandingan Delay AODV, OLSR dan TORA Dengan Serangan dan Tanpa Serangan. Gambar 19. menjelaskan bahwa pada AODV dan OLSR delay jaringan dalam kondisi terdapat serangan blackhole lebih rendah daripada kondisi normal tanpa serangan, yakni secara berturut-turut menurun sebesar 16,36% dan 1,52%. Hal ini dikarenakan adanya blackhole node yang menerima dan membuang paket data yang seharusnya sampai ke tujuan. Blackhole node menyebabkan traffic jaringan pada AODV dan OLSR menjadi berkurang sehingga mempengaruhi besar delay yang juga menjadi menurun. AODV kemudian mengalami kenaikan delay dan lebih tinggi dari kondisi normalnya setelah detik ke-800, hal tersebut dapat terjadi karena perilaku blackhole node yang mulai mengirim paket dan forwarding paket lebih cepat sehingga delay yang dihasilkan menjadi meningkat. Pada TORA, delay menjadi meningkat sebesar 78,67% dari kondisi normalnya, hal ini kemungkinan terjadi karena adanya flooding data pada jaringan yang berusaha dikirimkan oleh sumber ke tujuan sebenarnya atau perilaku blackhole node yang menambah traffic jaringan dengan mengirimkan paket ke node lain lebih cepat dan berakibat delay yang dihasilkan menjadi lebih tinggi dari kondisi normalnya. Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 Tabel 18. Network Load yang Dihasilkan Dengan Serangan dan Tanpa Serangan Routing Protocol Rata-rata Network Load (bits/sec) Perubahan (%) Tanpa Serangan Dengan Serangan AODV 12.841 6.597 48,63 OLSR 91.531 87.011 4,94 TORA 10.181 26.410 159,40 Gambar 20. Grafik Perbandingan Network Load AODV, OLSR dan TORA Dengan Serangan dan Tanpa Serangan. Gambar 20. menunjukkan network load pada routing protocol AODV dan OLSR dalam kondisi terdapat serangan mengalami penurunan secara berturut-turut sebesar 48,63% untuk AODV dan 4,94% untuk OLSR. Hal ini merupakan akibat dari perilaku blackhole node yang menerima dan membuang paket data yang seharusnya dikirim menuju node tujuan. Traffic jaringan pada kondisi terdapat blackhole node kemudian menjadi berkurang dan berdampak pada network load yang dihasilkan pun menjadi menurun. Pada routing protocol TORA network load yang dihasilkan meningkat sebesar 159,40%, hal tersebut dikarenakan oleh perilaku blackhole node yang meningkatan traffic jaringan dengan mengirimkan paket ke node lain lebih cepat atau adanya flooding data karena node sumber yang berusaha mengirimkan ke node tujuan. Secara keseluruhan, perubahan yang paling besar adalah pada TORA dengan peningkatan throughput, packet end-to-end delay dan network load yang sangat signifikan dari kondisi normalnya. Jika dibandingkan antara AODV dan OLSR, maka AODV yang memiliki dampak penurunan throughput, packet end-to-end delay dan network load lebih besar dengan adanya serangan blackhole. Hal tersebut dikarenakan oleh karakteristik AODV Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 yang distance vector yang memilih rute berdasarkan jarak yang lebih pendek sehingga adanya blackhole node menjadikan AODV mudah diserang dengan mengumumkan bahwa dirinya adalah node yang memilki jalur tercepat menuju node tujuan. Kesimpulan 1. Pada variasi jumlah node, AODV memiliki kinerja yang lebih baik dengan nilai rata-rata packet end-to-end delay dan network load yang paling rendah dibandingkan dengan kedua routing protocol lainnya. Pada jumlah node 30, 50 dan 100 secara berturut-turut packet end-to-end delay-nya adalah 0,00055 detik, 0,00050 detik dan 0,00052 detik. Network load nya secara berturut-turut adalah 12.841 bits/sec, 26.076 bits/sec dan 20.716 bits/sec. 2. Pada variasi kecepatan node, AODV memiliki kinerja yang lebih baik dengan nilai ratarata packet end-to-end delay yang paling rendah dibandingkan dengan kedua routing protocol lainnya. Pada jumlah kecepatan 10 m/s, 30 m/s dan 50 m/s secara berturut-turut packet end-to-end delay-nya adalah 0,00048 detik, 0,00053 detik dan 0,00054 detik. Nilai rata-rata network load nya cenderung menurun dan lebih stabil dengan nilainya berturutturut adalah 13.592 bits/sec, 12.955 bits/sec dan 12.777 bits/sec. 3. Pada implementasi aplikasi HTTP, AODV memiliki kinerja yang lebih baik dengan nilai rata-rata packet end-to-end delay sebesar 0,00053 detik dan network load sebesar 7.466 bits/sec atau paling rendah dibandingkan dengan kedua routing protocol lainnya. Pada aplikasi voice nilai rata-rata packet end-to-end delay sebesar 0,00039 detik. 4. Pada kondisi terdapat serangan blackhole, OLSR memiliki ketahanan yang lebih baik karena memiliki besar perubahan paling rendah dibandingkan dua routing protocol lainnya yakni sebesar 5,25% pada throughput, 1,52% pada packet end-to-end delay dan 4,94% pada network load. Daftar Pustaka Bakht, Humayun. History of Mobile Ad hoc Networks. [Presentation] Liverpool : John Moores [1] University, 2005. [2] Overview of Mobile Ad hoc Networks. (n.d). March 2, 2014. http://khartoumspace.uofk.edu [3] MANET Routing Protocols. Available [Accessed: November 27, 2014] : http://file.scirp.org/Html/5-7800164_34631.htm [4] Takei, Jun. (2007). Mobile Ad hoc Routing Concepts. [Presentation] February 20, 2007. http://www.soi.wide.ad.jp/class/20060035/slides/04/31.html. Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014 [5] Hassan, M.Amr., Youssef, Mohamed., & Zahra, Mohamed. Evaluation of Ad Hoc Routing Protocols in Real Simulation Environments. The 2006 International Conference on Computer Engineering and Systems, 2006, pp. 288 – 293 [6] Ullah, I., & Rehman, S. (2010). Analysis of Blackhole Attack on MANETs using different MANET Routing Protocols. October 5, 2010. Blekinge Institute of Technology, Sweden. [7] Khan, Jahangir., Hyder, S., & Mustafa, S. Modelling and Simulation of Dynamic Intermediate Nodes and Performance Analysis in MANETs Reactive Routing Protocols. International Journal of Grid and Distributed Computing, Vol. 4 No.1 ,pp 1-26. March, 2011. Analisis Kinerja Routing Protocol ..., Shinta Widyaningrum, FT UI, 2014