BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peluang usaha industri berbahan baku rotan dapat dilihat antara lain dari meningkatnya volume produksi dan ekspor (untuk pasar luar negeri). Dalam kondisi ekonomi di dalam negeri yang masih lesu dimana daya beli masyarakat turun, pasar ekspor merupakan pilihan penting. Disamping itu, industri berbahan baku rotan ini mempunyai kandungan lokal (local content) yang sangat tinggi sehingga tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku. Bahan baku rotan banyak diperoleh dari hutan dan sebagian dari hasil budidaya. Industri ini banyak menyerap tenaga kerja. Dengan demikian secara nasional pengembangan usaha ini akan memberikan dampak positif terhadap pemanfaatan sumber daya alam Indonesia secara optimal dan menghasilkan devisa serta perluasan tenaga kerja (Sumadiwangsa, 2008). Deskripsi Rotan Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputihputihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku dan menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh mengahadap ke dalam sebagai penguat mengaitkan batang pada tumbuhan inang. Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Universitas Sumatera Utara Bunga jantan dan bunga betina biasanya berumah satu tetapi ada pula yang berumah dua. Karena itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi dengan bantuan angin atau serangga penyerbuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang berbentuk trapezium dan tersusun secara vertical dari toksis buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan buah rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000). Taksonomi Rotan Tellu (2005) menyatakan bahwa pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan cirri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Arecales Famili : Palmae (Arecaceae) Sub Famili : Calamoideae Genus : Calamus Spesies : Calamus caesius (rotan sega) merupakan salah satu contoh spesies genus Calamus Universitas Sumatera Utara Kegunaan Rotan Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Pengolahan rotan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia pada umumnya masih sangat sederhana. Kurangnya pemahaman mengenai kebiasaan masyarakat dalam membudidayakan rotan, ditambah oleh belum cukupnya perhatian yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat di daerah terutama untuk kegiatan pengumpulan rotan dan pengolahannya menyebabkan kebijakan pemerintah belum dapat memberikan hasil yang memuaskan di lapangan. Pengalaman didalam pengelolaan rotan secara tradisional oleh masyarakat keturunan Dayak yang menyebar di daerah Pasir dan Kutai khususnya di beberapa kecamatan seperti Damai, Bentian, Barong Tongkok, Melak, Tanjung Isuy dan di beberapa tempat lainnya menunjukkan bahwa budidaya rotan ini sebenarnya telah cukup berhasil (Dishut Prov. Sumatera Utara, 2008). Universitas Sumatera Utara Perdagangan komoditi rotan terdiri atas beberapa pasar yang berkaitan. Kegiatan produksi pertama yang dilakukan adalah pengolahan rotan pohon menjadi rotan mentah. Pengolahan pada tahap ini meliputi pencucian, pembelerangan dan pemolesan secara kasar. Bahan (input) yang diolah adalah rotan pohon yang berasal dari hutan dan diperoleh melalui ketentuan yang ditetapkan pemerintah, kegiatan ini melahirkan pasar rotan mentah. Tahap berikutnya adalah pengolahan rotan mentah menjadi rotan setengah jadi. Kegiatan pengolahan pada tahap ini meliputi pemolesan secara halus, pembelahan untuk mendapatkan kulit dan hati rotan, dan pembuatan barang setengah jadi seperti bagian dari kursi atau tempat duduk lain. Pengolahan ini menggunakan input rotan mentah dan tahap ini melahirkan pasar rotan setengah jadi. Tahap terakhir adalah pengolahan rotan setengah jadi menjadi barang jadi seperti kursi, lampit dan furniture. Kegiatan pengolahan rotan ini menghasilkan pasar barang jadi rotan (Muhdi, 2010). Keberadaan industri pengolahan rotan akan sangat tergantung kepada kondisi pasar. Apabila kondisi pasar mendukung, maka perlu terus didukung oleh kelancaran bahan baku. Keberadaan rotan alam pada saat ini adalah sangat mengkhawatirkan apabila mempertimbangkan kualitas hutan yang menurun ditambah lagi dengan tekanan yang cukup serius akibat semakin meningkatnya kebutuhan bahan baku rotan itu untuk pemenuhan kapasitas terpasang industri. Menurut data yang pernah disajikan Departemen Kehutanan, sumber daya rotan alam sebenarnya masih dapat dihasilkan dari areal hutan yang mencapai sekitar 13 juta ha (Januminro, 2000). Universitas Sumatera Utara Sifat-Sifat Rotan Anatomi Struktur anatomi batang rotan yang berhubungan erat dengan menentukan keawetan dan kekuatan rotan antara lain adalah besar pori dan tebalnya dinding sel serabut. Sel serabut diketahui merupakan komponen struktural yang memberikan kekuatan pada rotan (Rachman, 1996). Bhat dan Thulasidas (1993) melaporkan bahwa tebal dinding sel serabut merupakan parameter anatomi yang paling penting dalam menentukan kekuatan rotan, dinding yang lebih tebal membuat rotan manjadi lebih keras dan lebih berat. Sel-sel serabut yang berdinding tebal menunjang fungsi utama sebagai penunjang mekanis. Sifat Kimia Komponen kimia rotan penting dalam menentukan kekuatan rotan. Selulosa yaitu molekul gula linear berantai panjang termasuk ke dalam holoselulosa. (Rachman (1996), menyatakan selulosa berfungsi memberikan kekuatan tarik pada batang, karena adanya ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa dan antar unit gula penyusun selulosa, semakin tinggi kadar selulosa yang terdapat dalam rotan maka keteguhan lentur juga makin tinggi. Fisis dan Mekanis Sifat yang paling banyak mendapat perhatian dalam penggunaan rotan adalah sifat fisik dan mekanis. Nilai hasil uji fisis dan mekanis beberapa jenis rotan ialah asal Jawa, di antaranya berat jenis (BJ) 0,47 - 0,57, nilai kekuatan (MOR) antara 421 Universitas Sumatera Utara - 834 kg/cm2, nilai kelenturan (MOE) antara 14.548 - 22.000 kg/cm2 (Rachman (1996), Keawetan dan Keterawetan Nilai suatu jenis rotan untuk keperluan mebel, barang kerajinan dan peralatan rumah tangga sangat ditentukan oleh keawetannya, Keawetan rotan adalah daya tahan sesuatu jenis rotan terhadap berbagai faktor perusak rotan, tetapi biasanya yang dimaksud ialah daya tahan terhadap faktor perusak biologis yang disebabkan oleh organisme perusak rotan yaitu jamur dan serangga. Dalam hal ini perlu diperhatikan terhadap organisme mana keawetan itu dimaksudkan, karena sesuatu jenis rotan yang tahan terhadap serangan jamur misalnya belum tentu akan tahan juga terhadap serangga atau organisme perusak lainnya. Keawetan rotan juga dipengaruhi pula faktor lain seperti kandungan selulosa, lignin, pati dan kimia lainnya (Jasni dan Martono (1999), Jasni dan Sumarni (1999) Klasifikasi Rotan Berdasarkan tingkat pengolahannya, rotan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok (BAPENAS, 2006) sebagai berikut : a. Rotan Mentah Rotan yang diambil / ditebang dari hutan, masih basah dan mengandung air getah rotan, warna hijau atau kekuning-kuningan (lapisan berklorofil), belum digoreng dan belum dikeringkan. b. Rotan Asalan c. Rotan Natural Washed & Sulphured (W/S) Universitas Sumatera Utara d. Rotan Poles Rotan bulat yang telah dihilangkan permukaan kulit bersilikatnya dengan menggunakan mesin poles rotan, biasanya melalui 3 tahap amplas yang berbeda. 1. Amplas (grit 30, 36, 40, atau 60) untuk menghilangkan permukaan kulit silikatnya, disebut sebagai poles kasar. 2. Amplas (grit 80 atau 100) untuk membersihkan permukaan rotan 3. Amplas (grit 120, 150, 180 atau 240) untuk menghaluskan permukaan rotan, disebut sebagai poles halus. Tingkat rotan poles halus yang dibutuhkan oleh industri meubel dapat dibedakan sebagai berikut : a. Rattan Sanded-Polished b. Rattan Full-Polished c. Rattan Autoround-Polished e. Hati Rotan Bentuk hati rotan antara lain : 1. Round-Core, hati rotan berbentuk bulat dengan berbagai diameter 2. Square-core, hati rotan berbentuuk segi empat 3. Star core, hati rotan berbentuk bintang 4. Double oval core, hati rotan berbentuk lonjong 5. Flat oval core, hati rotan berbentuk tali rotan 6. Flat flat core, hati rotan berbentuk lempengan 7. Half round core, hati rotan berbentuk setengah lingkaran f. Kulit Rotan Universitas Sumatera Utara Merupakan lembaran rotan yang diperoleh dari hasil pembelahan rotan bulat natural dan atau rotan bulat poles. Terdiri dari : 1. Kulit Rotan Tebal 2. Kulit Rotan Tipis. Distribusi dan Pemasaran Rotan Pola distribusi pemasaran rotan ada dua yaitu dari petani ke pedagang pengumpul pertama ke pedagang pengumpul kedua kemudian ke konsumen dan pola distribusi dari petani ke pedagang pengumpul pertama langsung kepada konsumen. Selisih harga yang ditetapkan pedagang pengumpul kedua pada pola pertamatergantung kesepakatan antar pembeli dan penjual, namun biasanya tidak lebih dari dari rp.5000. Sistem penjualan dari petani ke pedagang pertama kemudian ke konsumen umumnya dalam skala besar untuk mengurangi biaya. Umumnya pengerajin memproduksi kerajinan berdasarkan pesanan, dimana sistem ini memiliki kelemahan yaitu pengrajin tidak mempunyai akses informasi penjualan komoditas yang memiliki pasar. Hal ini memaksa pedagang besar memesan kepada pengrajin dan kompensasi memberikan kemudahan penyediaan bahan baku (Tetuko, 2007). Pada umumnya rantai penjualan dan perdagangan rotan dari petani rotan kepada pengumpul rotan lokal ke pengumpul besar selanjutnya ke industri rotan di luar daerah. Petani rotan pada umumnya melakukan pemungutan dan pemanenan rotan dari hutan-hutan sekitar tempat tinggal (yang sudah diklaim menjadi milik sebagai bekas perladangan turun temurun) dan kebun-kebun rotan yang ditanam sendiri selanjutnya dilakukan penjualan bebas kepada pedagang pengumpul atau Universitas Sumatera Utara diolah lebih dulu melalui proses pemilihan, pengawetan dan pemutihan (diblerang) dengan tingkat rendemen mencapai 70%-80% (Tellu, 2002). Universitas Sumatera Utara