BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Good

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Good Corporate Governance
Good corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada
teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan
kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka
investasikan. Good corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor
yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa
manajer tidak akan mencuri dan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam
proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital
yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para
investor mengendalikan para manajer (El Gammal dan Showeiry, 2012).
Konsep return teory menurut Scott (2000) adalah hubungan atau kontak
antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan
tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan
keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri
atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief
Executive Officer) sebagai agent mereka. Perspektif hubungan keagenan
merupakan dasar yang digunakan untuk memahami hubungan antara manajer dan
pemegang saham.
Noronha dan Vinten (2008) menyatakan bahwa hubungan keagenan
adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemegang saham
Universitas Sumatera Utara
(principal). Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara
manajer dan pemegang saham. Konflik yang terjadi karena manusia adalah
makhluk ekonomi yang mempunyai sifat dasar mementingkan kepentingan diri
sendiri. Pemegang saham dan manajer memiliki tujuan yang berbeda dan masing–
masing menginginkan tujuan mereka terpenuhi. Akibat yang terjadi adalah
munculnya konflik kepentingan. Pemegang saham menginginkan pengembalian
yang lebih besar atas investasi yang mereka tanamkan sedangkan manajer
menginginkan kepentingannya diakomodasi dengan pemberian kompensasi atau
insentif yang sebesar–besarnya atas kinerjanya dalam menjalankan perusahaan.
Kondisi perusahaan yang dilaporkan oleh manajer tidak sesuai atau tidak
mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan
perbedaan informasi yang dimiliki antara manajer dengan pemegang saham.
Sebagai pengelola, manajer lebih mengetahui keadaan yang ada dalam perusahaan
daripada pemegang saham. Keadaan tersebut dikenal sebagai asimetri informasi.
Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat
memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan earnings management
(Kerstein dan Rai, 2007).
Bukit dan Takiah (2009) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan
tiga asumsi sifat manusia yaitu manusia pada umumya mementingkan diri sendiri
(self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari resiko (risk
averse). Dari asumsi sifat dasar manusia tersebut dapat dilihat bahwa konflik
agensi yang sering terjadi antara manajer dengan pemegang saham dipicu adanya
Universitas Sumatera Utara
sifat dasar tersebut (Rina dan Takiah, 2009). Manajer dalam mengelola
perusahaan cenderung mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan
untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dengan perilaku oportunistik dari manajer,
manajer bertindak untuk mencapai kepentingan mereka sendiri, padahal sebagai
manajer seharusnya memihak kepada kepentingan pemegang saham karena
mereka adalah pihak yang memberi kuasa manajer untuk menjalankan
perusahaan.
2.1.2
Good corporate governance system
Di Indonesia istilah Good Corporate Governance seringkali diterjemahkan
sebagai tata kelola perusahaan. Sedangkan pengertian good corporate governance
itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak institusi dan para pakar. Berikut ini
disajikan beberapa definisi good corporate governance yang banyak digunakan
sebagai acuan dalam diskusi dan tulisan - tulisan. Usaha untuk melembagakan
good corporate governance untuk kali pertama dilakukan oleh Bank of England
dan London Stock Exchange pada tahun 1992 dengan membentuk Cadbury
Committee. Komite ini bertugas menyusun Good corporate governance code
yang menjadi acuan utama (Benchmark) di banyak Negara (Barnhart dan Stuart,
1998). Menurut komite ini good corporate governance merupakan sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar tercapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan,
untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggung jawaban kepada
stakeholders (Van Horne, 1998). Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan
pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Asian Development Bank (ADB), suatu organisasi yang mendorong
perkembangan ekonomi negara-negara di benua Asia menaruh perhatian yang
besar terhadap good corporate governance (Davidson III dan Xu, 2004).
Sedangkan Budiono (2005) mengemukakan bahwa pengertian tentang Good
corporate governance dapat dimasukkan dalam dua kategori. Kategori pertama,
lebih condong pada serangkaian pola perilaku perusahaan yang diukur melalui
kinerja, pertumbuhan, struktur pembiayaan, perlakuan terhadap para pemegang
saham dan stakeholders. Kategori pertama ini akan sangat cocok untuk dijadikan
dasar analisis dalam mengkaji good corporate governance di satu negara,
misalnya melihat bagaimana dewan direksi memenuhi transparansi dan
akuntabilitas dalam pengambilan keputusan, bagaimana menentukan kompensasi
yang layak bagi eksekutif perusahaan. Kategori kedua, lebih melihat pada
kerangka secara normative, yaitu segala ketentuan hukum, baik yang berasal dari
sistem hukum, sistem peradilan, pasar keuangan dan sebagainya, yang
mempengaruhi perilaku perusahaan. Kategori kedua ini dijadikan dasar analisis
dalam mengkaji good corporate governance secara komparatif, misalnya melihat
bagaimana berbagai perbedaan dalam kerangka normatif yang dibangun akan
mempengaruhi pola perilaku perusahaan, investor dan lainnya. Berdasarkan
beberapa pengertian good corporate governance tersebut di atas, maka good
corporate governance secara ringkas dapat diartikan sebagai suatu sistem yang
mengandung elemen-elemen tertentu untuk menata, mengendalikan dan
mengawasi perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan secara optimal.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian mengenai good corporate governance menghasilkan berbagai
mekanisme yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa tindakan manajemen selaras
dengan kepentingan shareholders (terutama minority interest). Mekanisme good
corporate governance dibagi menjadi dua kelompok yaitu internal mechanism
(mekanisme internal) seperti komposisi dewan direksi/ komisaris, kepemilikan
manajerial dan kompensasi eksekutif serta eksternal mechanism (mekanisme
ekseternal) seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing (Scott, 1997).
Prinsip-prinsip good corporate governance yang diterapkan akan memberikan
manfaat seperti meminimalkan
return costs
dengan mengontrol konflik
kepentingan yang mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen; meminimalkan
cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal;
meningkatkan citra perusahaan; meningkatkan nilai perusahaan, serta peningkatan
kinerja keuangan dan persepsi stakeholders terhadap masa depan perusahaan
yang lebih baik.
Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa good corporate
governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
perusahaan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan.
Pada prinsipnya good corporate governance menyangkut kepentingan para
pemegang saham; perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham; peranan
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam
good corporate
governance; transparansi dan penjelasan; serta peranan Dewan Komisaris dan
Komite Audit.
Universitas Sumatera Utara
Unsur-unsur secara umum adalah :
a.
Fairness (keadilan), menjamin perlindungan hak-hak para pemegang
saham, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
b.
Transparancy (tranparansi), mewajibkan adanya suatu informasi yang
terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan, yang
menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan
perusahaan.
c.
Accountability (akuntabilitas), menjelaskan peran dan tanggung jawab,
serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan
manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan
Komisaris.
d.
Responsibility (pertanggungjawaban), memastikan dipatuhinya peraturanperaturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cermin dipatuhinya nilainilai sosial.
Pada prinsipnya good corporate governance menyangkut kepentingan
para pemegang saham; perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham;
peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam good corporate
governance; transparansi dan penjelasan; serta peranan Dewan Komisaris dan
Komite Audit (Darmawati dan Rahayu, 2004).
2.1.3
Earnings management (Manajemen Laba)
Para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih beberapa alternatif
dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan
akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen perusahaan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengelola laba. Rina dan Takiah (2009) menyatakan bahwa perilaku manajemen
yang mendasari lahirnya earnings management adalah perilaku oppurtunistic
manajer dan
efficient contracting. Sebagai perilaku
oppurtunistic, manajer
memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapai kontrak kompensasi hutang dan
political cost
(Scott 2000 : 99). Perilaku oportunis ini direflesikan dengan
melakukan rekayasa keuangan dengan menerapkan
income increasing atau
income decreasing decretionary accrual. Sedangkan sebagai efficient contracting
yaitu meningkatkan keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan informasi
privasi. Dechow dan Sloan (2012) menyatakan bahwa earnings management
terjadi ketika manajemen menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan
yang dapat merubah laporan keuangan sehingga menyesatkan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan.
2.1.4
Total Asset Turnover (TATO)
Aktivitas operasi perusahaan membutuhkan investasi, baik untuk aset yang
bersifat jangka pendek (inventory and account receivable) maupun jangka
panjang (property, land, and equipment). Rasio aktivitas menggambarkan
hubungan antara tingkat operasi perusahaan (sales) dengan aset yang dibutuhkan
untuk menunjang nilai perusahaan tersebut (Sartono, 2001). Rasio aktivitas juga
dapat digunakan untuk memprediksi modal yang dibutuhkan perusahaan (baik
untuk kegiatan operasi maupun jangka panjang). Misalnya untuk meningkatkan
penjualan akan membutuhkan tambahan aset. Rasio aktivitas memungkinkan para
analis menduga kebutuhan ini serta menilai kemampuan perusahaan untuk
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan
aset
yang
dibutuhkan
untuk
mempertahankan
tingkat
pertumbuhannya (Syamsuddin, 2000).
Total
assets
turnover mengukur
intensitas
perusahaan
dalam
menggunakan aktivanya. Ukuran penggunaan aktiva paling relevan adalah
penjualan, karena penjualan penting bagi laba. Horngren dn Horrison (2001)
menyatakan bahwa total assets turnover atau investment turnover (TATO atau
ITO), merupakan rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dengan jumlah
penjualan yang diperoleh selama periode tertentu. Rasio ini merupakan ukuran
sampai seberapa jauh aktiva telah dipergunakan dalam kegiatan perusahaan atau
menunjukan berapa kali aktiva berputar dalam periode tertentu (Syamsuddin,
2000). Apabila dalam menganalisis rasio ini selama beberapa periode menunjukan
suatu trend yang cenderung meningkat, memberikan gambaran bahwa semakin
efisiensi penggunaan aktiva sehingga hasil usaha akan meningkat (Sinaga, 2011).
2.1.5
Nilai Perusahaan
Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan
adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh Profesor
James Tobin (1967). Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena
menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian
dari setiap rupiah. Jika rasio-Q diatas satu, ini menunjukkan bahwa investasi
dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada
pengeluaran investasi, hal ini akan merangsang investasi baru. Jika rasio-q
dibawah satu, investasi dalam aktiva tidaklah menarik. Jadi rasio - Q merupakan
ukuran yang lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen memanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
sumber-sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya. Wahyudi dan Hartini (2006)
menemukan bahwa beberapa perusahaan dapat mempertahankan rasio-q yang
lebih besar dari satu. Teori ekonomi mengatakan bahwa rasio - Q yang lebih besar
dari satu akan menarik arus sumber daya dan kompetisi baru sampai rasio – Q
mendekati satu. Seringkali sukar untuk menentukan apakah rasio – Q yang tinggi
mencerminkan superioritas manajemen atau keuntungan dari dimilikinya hak
paten (Wahyudi, 2006).
2.1.6
Kepemilikan Institusional
Investor institusional yang sering sebut sebagai investor yang canggih
(sophisticated) sehingga seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode
sekarang dalam memprediksi laba masa depan dibanding investor non
institusional. Antonio (2011) menemukan hubungan yang negatif antar
discretionary accrual yang tidak diekspektasi dengan imbal hasil di sekitar tanggal
pengumuman karena investor institusional mempunyai akses atas sumber
informasi yang lebih tepat waktu dan relevan yang dapat mengetahui keberadaan
pengelolaan laba lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan investor individual.
Kerstein dan Rai (2007) menemukan bahwa nilai absolut diskresioner
berhubungan negatif dengan kepemilikan institusional. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa ada efek feedback dari kepemilikan institusional yang dapat
mengurangi pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan. Jika pengelolaan laba
tersebut efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi akan meningkatkan
pengelolaan laba tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat
Universitas Sumatera Utara
oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi earnings
management (Chang, 2008).
2.1.7
Kepemilikan Manajerial
Hazarika dan Nahata (2012) mengemukakan bahwa kepemilikan
manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari
manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan
pemegang saham. Penelitian mereka menemukan bahwa kepentingan manajer
dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh
manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk
kepentingannya. Dalam kepemilikan saham yang rendah, maka insentif terhadap
kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat (AboagyeOtchere et al, 2012). Siallagan (2006) dalam penelitiannya yang menguji
kepemilikan manajerial dengan discretionary accrual dan kandungan informasi
laba menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan dengan
negatif dengan
discretionary accrual. Kawatu (2009) menyatakan bahwa
kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi
perilaku opurtunistik manajer dalam bentuk Earnings management dan
menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial juga memiliki motif lain. Dalam
penelitian ini mengacu pada teori yang ada yang menyatakan kepemilikan
manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme corporate governance sehingga
dapat mengurangi tindakan manajer dalam memanipulasi laba. Hal ini berarti
kepemilikan manajerial berhubungan negatif dengan earnings management.
Universitas Sumatera Utara
2.1.8
Komposisi Dewan Komisaris
Komposisi Dewan Komisaris (KDK) memegang peranan penting dalam
implementasi good corporate governance (GCG), karena Komposisi Dewan
Komisaris merupakan inti dari good corporate governance yang bertugas untuk
menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam
mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dalam
prakteknya, di Indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris sama sekali
tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan
Direksi. Dewan Komisaris seringkali dianggap tidak memiliki manfaat, hal ini
dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak
memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan independensinya. Dalam
banyak
kasus,
Dewan
Komisaris
juga
gagal
untuk
mewakili
kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham
mayoritas.
Untuk menjamin pelaksanaan good corporate governance diperlukan
anggota dewan komisaris yang memiliki integritas, kemampuan, tidak cacat
hukum dan independen; serta yang tidak memiliki hubungan bisnis (kontraktual)
ataupun hubungan lainnya dengan pemegang saham mayoritas (pemegang saham
pengendali) dan Dewan Direksi (manajemen) baik secara langsung maupun tidak
langsung. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham
minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham).
Universitas Sumatera Utara
Pada akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam
dan yang terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan
dibantu oleh Komite Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam
memastikan implementasi Good corporate governance berjalan dengan baik
sehingga kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari
(Alison).
2.1.9
Jumlah Dewan Komisaris
Antonio (2011) dalam penelitiannya membuktikan bahwa besarnya
discretionary accrual lebih tinggi untuk perusahaan yang memiliki komite audit
yang terdiri dari sedikit komisaris independen dibanding perusahaan yang
mempunyai komite audit yang terdiri banyak komisaris independen. Hal ini
mendukung penelitian Halim et al (2005) bahwa perusahaan memanipulasi laba
lebih besar kemungkinannya apabila memiliki dewan komisaris yang didominasi
oleh manajemen dan lebih besar kemungkinannya memiliki Chief Executive
Officer (CEO) yang merangkap menjadi Chairman of Board. Hal ini berarti
tindakan memanipulasi akan berkurang jika struktur dewan direksi berasal dari
luar perusahaan. Jika fungsi independensi dewan direksi cenderung lemah, maka
ada kecurangan yang dilakukan oleh para direktur perusahaan untuk
kepentingannya melalui pemilikan perkiraan-perkiraan akrual yang berdampak
pada earnings management dan konsisten dengan Herawaty (2008) yang
menyimpulkan bahwa komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap discretionary accruals.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan yang menyelenggarakan sistem good corporate governance
diyakini akan membatasi pengelolaan laba yang oportunis (Gavious, 2007). Oleh
sebab itu, semakin tinggi kualitas audit, semakin tinggi proporsi komisaris
independen, kepemilikan manajerial, semakin kecil kemungkinan earnings
management dilakukan.
2.1.10 Komite Audit
Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor
SE-03/PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor
KEP-103/MBU/2002 (bagi BUMN). Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga
orang, diketuai oleh Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang
eksternal yang independen serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi
dan keuangan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi
membantu Dewan Komisaris untuk (i) meningkatkan kualitas Laporan Keuangan,
(ii) menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi
kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, (iii)
meningkatkan efektifitas fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal audit, serta
(iv)
mengidentifikasi
hal-hal
yang
memerlukan
perhatian
Dewan
Komisaris/Dewan Pengawas.
Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu
Dewan Komisaris, sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya
sebatas rekomendasi kepada Dewan Komisaris), kecuali untuk hal spesifik yang
telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari Dewan Komisaris, misalmya
mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal, dan memimpin suatu
Universitas Sumatera Utara
investigasi khusus. Peran dan tanggung jawab Komite Audit akan dituangkan
dalam Charter Komite Audit yang secara umum dikelompokkan menjadi tiga
bagian besar, yaitu financial reporting, good corporate governance, dan risk and
control management (Gavious, 2007).
Pada akhirnya, suatu dewan komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam
dan yang terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan
dibantu oleh Komite Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam
memastikan implementasi good corporate governance berjalan dengan baik
sehingga kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari
(Alison).
2.1.11 Kualitas Audit
Animah dan Ramadhani (2010) berargumen bahwa kualitas audit
berhubungan positif dengan kualitas earnings yang diukur dengan Earnings
Response Coeficient (ERC). Karena pada saat penelitian ini Big six telah berubah
menjadi big four, juga diduga bahwa klien dari auditor non big four cenderung
lebih tinggi dalam melakukan earnings management. Hal ini berarti kualitas audit
berhubungan negatif dengan earnings management. Walaupun demikian untuk
kasus Indonesia sebagaimana penelitian yang dilakukan Hazarika dan Nahata
(2012) tidak menemukan pengaruh yang signifikan dengan Earnings management
yang dilakukan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.12 Earnings management dan Nilai Perusahaan
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibanding pemilik
(pemegang saham) sehingga menimbulkan asimetri informasi. Kamel (2012)
menyatakan bahwa manajer diwajibkan memberikan sinyal mengenai kondisi
perusahaan kepada pemilik. Manajer memiliki peranan yang sangat penting dalam
memajukan perusahaan, itulah sebabnya manajer yang baik harus memiliki
inovasi yang tiada batas dalam memajukan perusahaan khususnya untuk
meningkatkan laba serta menyejahterakan para karyawannya. Sinyal yang
diberikan merupakan cerminan nilai perusahaan melalui pengungkapan informasi
akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi
pengguna eksternal perusahaan karena kelompok itu berada dalam kondisi yang
tidak tinggi tingkat kepastiannya.
Asimetri antara manajemen dan pemilik memberikan kesempatan pada
manajer untuk melakukan
earnings management untuk meningkatkan nilai
perusahaan pada saat tertentu sehingga dapat menyesatkan pemilik (pemegang
saham) mengenai nilai perusahaan sebenarnya. Mouselli dan Hussainey (2012)
menguji sifat kandungan informasi komponen akrual dan komponen aliran kas
apakah terefleksi dalam harga saham. Terbukti bahwa kinerja laba yang berasal
dari komponen akrual sebagai aktifitas
earnings management memiliki
persistensi yang lebih rendah dibanding aliran kas. Laba yang dilaporkan lebih
besar dari aliran kas operasi yang dapat meningkatkan nilai perusahaan saat ini.
Universitas Sumatera Utara
2.1.13 Total Assets Turnover dan Nilai Perusahaan
Rasio aktivitas menggambarkan hubungan antara tingkat operasi
perusahaan (sales) dengan aset yang dibutuhkan untuk menunjang nilai
perusahaan tersebut. Rasio aktivitas juga dapat digunakan untuk memprediksi
modal yang dibutuhkan perusahaan (baik untuk kegiatan operasi maupun jangka
panjang). Total assets turnover menunjukkan kemampuan total aktiva untuk
berputar selama satu tahun untuk menghasilkan penjualan yang dapat dihitung
dengan cara membagi penjualan bersih dengan rata-rata total aktiva. Sinaga
(2011) menemukan bahwa TATO berpengaruh signifikan terhadap initial return
dan return 7 hari setelah IPO (Initial Public Offering). Hasil penelitian ini
menunjukkan nilai TATO yang tinggi dapat menarik investor untuk terus
berinvestasi di perusahaan tersebut dan akan menaikkan nilai saham tersebut. Jika
harga suatu saham yang ditawarkan oleh perusahaan tinggi, dapat disimpulkan
nilai perusahaan itu cukup baik pula di mata masyarakat.
2.1.14 Good corporate governance dan Nilai Perusahaan
Dalam perspektif teori agensi, agen yang risk adverse dan cenderung
mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan resources dari investasi yang
tidak meningkatkan nilai perusahaan ke alternatif investasi yang lebih
menguntungkan. Permasalahan agensi akan mengindikasikan bahwa nilai
perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku
manajemen agar tidak menghamburkan resources perusahaan, baik dalam bentuk
investasi yang tidak layak maupun dalam bentuk shirking. Good corporate
governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai
perusahaan kepada para pemegang saham (Herawaty, 2008). Dengan demikian,
penerapan good corporate governance dipercaya dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
Romano dan Guerrini (2012) meneliti pengaruh kualitas good corporate
governance terhadap nilai pasar perusahaan-perusahaan di Italia dari tahun 2002
sampai 2010. Mereka membuat suatu governance index sebagai ukuran atas
kualitas good corporate governance. Sedangkan ukuran untuk
market value
perusahaan adalah dengan menggunakan variabel yaitu Price to Book Value.
Temuan yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh kualitas corporate
governance yang positif dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. El
Gammal dan Showeiry (2012) membuktikan bahwa good corporate governance
index secara keseluruhan merupakan hal penting dan menjadi salah satu faktor
penyebab yang dapat menjelaskan nilai pasar bagi perusahaan-perusahaan
independen di Italia.
Antonio (2011) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas
good
corporate governance dalam suatu negara berdampak negatif pada pasar saham
dan nilai tukar mata uang negara bersangkutan pada masa krisis di Eropa. Dengan
ukuran variabel good corporate governance yang digunakan seperti La Porta et al
yang terdiri dari judicial efficiency, corruption, rule of law, enforceable minority
shareholder rights, antidirector rights, creditor rights dan accounting standards,
menunjukkan bahwa variabel-variabel corporate lebih bisa menjelaskan variasi
Universitas Sumatera Utara
perubahan nilai tukar mata uang dan kinerja pasar modal, dibanding dengan
variabel-variabel makro.
Veronica dan Sidharta (2005) menemukan adanya hubungan positif antara
Good corporate governance dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan
return on asets (ROA) dan Tobin’s Q. Penemuan penting lainnya adalah bahwa
penerapan good corporate governance di tingkat perusahaan lebih memiliki arti
dalam negara berkembang dibandingkan dalam negara maju. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan good corporate governance
yang baik akan memperoleh manfaat yang lebih besar di negara-negara yang
lingkungan hukumnya kurang baik.
Dengan alasan meningkatkan nilai perusahaan, manajemen melakukan
tindakan oportunis dengan melakukan earnings management. Oleh karena itu
adanya praktek good corporate governance di perusahaan akan membatasi
earnings management karena adanya mekanisme pengendalian dalam perusahaan
tersebut. Praktek good corporate governance dapat diproksi dengan komisaris
independen, kepemilikan manajerial, jumlah dewan komisaris, kepemilikan
institusional, kualitas audit, komite audit, dan komposisi dewan komisaris.
2.2
Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping)
Studi empiris yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu mengenai
kaitan antara beberapa indikator pengukuran nilai perusahaan dapat dilihat dari
penelitian Ramadhani (2008) yang bertujuan untuk menguji pengaruh struktur
kepemilikan, mekanisme corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap
nilai perusahaan secara parsial maupun simultan. Dan hasil penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
diperoleh menyaatakan bahwa Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
komite audit, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan
ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh pada nilai perusahaan. Selain itu
juga, variabel ukuran dewan komisaris dan ukuran perusahaan berpengaruh secara
parsial terhadap nilai perusahaan.
Siallagan (2006) menyatakan bahwa mekanisme corporate governance
mempengaruhi kualitas laba dan kualitas laba secara positif berpengaruh terhadap
nilai perusahaan. Selain itu juga, kepemilikan manajerial dan komite audit
berpengaruh positif terhadap kualitas laba sedangkan dewan komisaris
berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Mekanisme corporate governance
berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan. Dimana, kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, komite audit dan dewan
komisaris berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Tujuan penelitian Herawaty (2008) adalah untuk mengetahui apakah
terdapat pengaruh yang signifikan dari peran praktek corporate governance
terhadap nilai perusahaan dengan earnings management sebagai variabel
moderating. Hasil penelitian yang didapat adalah model regresi pertama, earnings
management berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan dengan variabel
kontrol ukuran perusahaan. Model regresi kedua menunjukkan kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, komite
audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Pada model
regresi ketiga, earnings management berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Kawatu (2009) menyatakan bahwa mekanisme corporate
governance berpengaruh kepada kualitas audit, kepemilikan manajerial dan
komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas
laba, sedangkan dewan
komisaris berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Selain itu juga, kualitas laba
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan mekanisme corporate
governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dimana dewan komisaris dan
komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Kualitas audit bukan
variabel intervening yang mempengaruhi hubungan mekanisme corporate
governance dan nilai perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Carningsih (2008) bertujuan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh perputaran mekanisme corporate governance
terhadap hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan sebagai
variabel moderasi (studi kasus pada perusahaan property dan real estate yang
terdaftar di BEI). Return on assets (ROA) terbukti berpengaruh negatif terhadap
nilai perusahaan, sedangkan Return On Equity (ROE) tidak berpengaruh terhadap
nilai perusahaan. Komisaris independen sebagai moderating variabel atas
hubungan kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan tidak mampu memoderasi
hubungan kedua variabel tersebut.
Sinaga (2011) meneliti apakah terdapat Pengaruh Perputaran Aset
terhadap Nilai Perusahan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Mediating pada
Perusahaan Industri yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan hasil
penelitian yang perputaran aset berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Perputaran aset dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui mediasi
profitabilitas. Profitabilitas mempunyai peranan mediasi penuh (full mediation)
dalam hubungan antara perputaran aset dan nilai perusahaan.
Dari hasil beberapa penelitian terdahulu maka dapat disimpulkan dalam
tabel Theoritical Mapping sebagai berikut:
Tabel 2.1 Theoritical Mapping
Nama Peneliti
(Tahun)
Animah,
Ramadhani
2008
Judul Penelitian
Pengaruh Struktur
Kepemilikan,
Mekanisme
Corporate
Governance dan
Ukuran
Perusahaan
terhadap Nilai
Perusahaan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Carningsih,
2008
Pengaruh good
corporate
governance
terhadap hubungan
antara kinerja
keuangan dengan
nilai perusahaan
sebagai variabel
moderasi (studi
Variabel
Penelitian
Kepemilikan
Institusional
Kepemilikan
Manajerial
Proporsi
Dewan
Komisaris
Independen
Komite Audit
Ukuran Dewan
Komisaris
Ukuran
Perusahaan
Nilai
Perusahaan
a. Variabel
dependen, yaitu
nilai
perusahaan
diukur dengan
Tobin’s Q.
b. Variabel
independen,
yaitu kinerja
Hasil Penelitian
Kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial,
komite audit,
ukuran dewan
komisaris, proporsi
dewan komisaris
independen dan
ukuran perusahaan
secara simultan
berpengaruh pada
nilai perusahaan.
Selain itu juga,
variabel ukuran
dewan komisaris
dan ukuran
perusahaan
berpengaruh secara
parsial terhadap
nilai perusahaan.
Return on assets
(ROA) terbukti
berpengaruh
negatif terhadap
nilai perusahaan,
sedangkan Return
On Equity (ROE)
tidak berpengaruh
terhadap nilai
Universitas Sumatera Utara
Herawaty, 2008
kasus pada
perusahaan
property dan real
estate yang
terdaftar di BEI)
keuangan
diukur dengan
return on assets
(ROA) dan
return on
equity (ROE).
c. Variabel
moderasi, yaitu
good corporate
governance
diproksikan
dengan proporsi
komisaris
independen
(persentase
komisaris
independen
dibanding total
dewan
komisaris yang
ada).
perusahaan.
Komisaris
Independen
sebagai moderating
variabel atas
hubungan kinerja
keuangan terhadap
nilai perusahaan
tidak mampu
memoderasi
hubungan kedua
variabel tersebut.
Peran praktek
Corporate
Governance
sebagai variabel
moderating dari
pengaruh earning
management
terhadap nilai
perusahaan
a. Kepemilikan
manajerial
b. Kepemilikan
institusional
c. Proporsi
dewan
komisaris
a. independen
d. Kualitas Audit
e. Earnings
management
f. Nilai
Perusahaan
Model regresi
pertama,
earnings
management
berpengaruh
negatif
terhadap nilai
perusahaan dengan
variabel kontrol
ukuran perusahaan.
Model regresi
kedua
menunjukkan
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
nilai perusahaan,
komite audit
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Pada model regresi
ketiga, earning
management
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
Kawatu,
2009
Mekanisme Good
corporate
governance
terhadap
Nilai Perusahaan
dengan Kualitas
Audit sebagai
Variabel
Intervening
a. Kepemilikan
manajerial
b. Dewan
komisaris
c. Komite audit
d. Kualitas laba
e. Nilai
perusahaan
Mekanisme
Corporate
Governance
berpengaruh
kepada
kualitas audit,
kepemilikan
manajerial dan
komite audit
berpengaruh positif
terhadap kualitas
laba, sedangkan
dewan komisaris
berpengaruh
negatif terhadap
kualitas laba.
Selain itu juga,
kualitas laba
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan dan
mekanisme
corporate
governance
berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan.
Dimana dewan
komisaris dan
komite audit
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan,
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
negatif
terhadap nilai
Universitas Sumatera Utara
perusahaan.
Kualitas audit
bukan variabel
intervening yang
mempengaruhi
hubungan
mekanisme Good
corporate
governance dan
nilai perusahaan.
Siallagan,
Machfoedz
2006
Mekanisme
Corporate
Governance,
kualitas laba dan
nilai
perusahaan
a. Kepemilikan
manajerial
b. Proporsi dewan
komisaris
c. Komite audit
d. Ukuran
perusahaan
e. Earnings
management
f. Nilai
perusahaan
Mekanisme
corporate
governance
mempengaruhi
kualitas laba dan
kualitas laba secara
positif berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan. Selain
itu juga,
kepemilikan
manajerial dan
komite audit
berpengaruh positif
terhadap kualitas
laba sedangkan
dewan komisaris
berpengaruh
negatif terhadap
kualitas laba.
Mekanisme
Corporate
Governance
berpengaruh secara
simultan terhadap
nilai perusahaan.
Dimana,
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
negatif
terhadap nilai
perusahaan, komite
audit dan dewan
komisaris
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh positif
terhadap nilai
perusahaan.
Sinaga,
Mahaitin
Hasohan, 2011
Pengaruh
Perputaran Aset
terhadap Nilai
Perusahan dengan
Profitabilitas
sebagai Variabel
Mediating pada
Perusahaan
Industri yang
Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
a. Variabel
independen
yaitu turn assets
turnover
b. Variabel
dependen, yaitu
nilai perusahaan
diukur dengan
Tobin’s Q.
c. Variabel
mediating yaitu
profitabilitas
(basic earning
power ratio)
Perputaran aset
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
perputaran aset
dapat
meningkatkan nilai
perusahaan melalui
mediasi
profitabilitas.
profitabilitas
mempunyai
peranan mediasi
penuh (full
mediation) dalam
hubungan antara
perputaran aset dan
nilai perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Download