PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing laktasi membutuhkan nutrien yang lebih banyak dibandingkan kambing dengan status fisiologis lain. Kambing laktasi mampu menghasilkan susu dengan kualitas yang lebih baik jika diberi jumlah dan jenis nutrien dari hijauan dan konsentrat dalam jumlah yang mencukupi. Namun, kecernaan dan penyerapan nutrien dapat dipengaruhi oleh adanya antinutrisi dalam ransum. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak, tidak hanya mengandung nutrien yang dibutuhkan, tetapi sebagian dari ransum juga mengandung senyawa antinutrisi atau senyawa toksik. Adanya senyawa antinutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas penggunaan nutrien dalam ransum. Senyawa antinutrisi dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk ke dalam tubuh. Salah satu senyawa antinutrisi yang terdapat dalam pakan adalah asam fitat. Asam fitat atau yang disebut (myo-inositol hexakisphosphate) merupakan bentuk utama unsur P yang terdapat dalam biji legum dan sereal (Miswar, 2006). Adanya asam fitat dalam ransum mengakibatkan mineral yang diserap tubuh menurun, karena asam fitat termasuk chelat (senyawa pengikat mineral) kuat yang mampu mengikat ion metal divalent membentuk fitat kompleks. Asam fitat pada pH netral membentuk kompleks dengan mineral bervalensi dua, dan membentuk ikatan yang stabil dan tidak dapat larut sehingga absorbsinya akan menurun di dalam saluran pencernaan (Piliang, 2000). Peningkatan mineral bivalensi berpotensi menghambat aktivitas enzim pencerna komponen pakan. Suplementasi vitamin dan mineral dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan degradasi asam fitat, sehingga mineral yang terikat pada asam fitat akan terlepas dan dapat diserap oleh tubuh. Disamping itu, peningkatan degradasi asam fitat dapat mengurangi efek negatif senyawa tersebut terhadap aktifitas enzim pencerna komponen pakan. Phosphor yang terdapat dalam asam fitat merupakan P yang sulit dicerna. Oleh karena itu, unsur P yang tidak dapat larut tidak dapat dimanfaatkan mikroba rumen dan tubuh ternak, sehingga P tersebut terbuang bersama dengan feses dan dapat mencemari lingkungan. Unsur P dapat dimanfaatkan oleh tubuh apabila terjadi degradasi asam fitat tersebut. Degradasi adalah proses pemutusan ikatan gugus myo- 1 inositol dengan gugus fosfat. Fosfat yang terlepas merupakan sumber phosphor bagi tubuh (Bedford dan Partridge, 2001) dan mikroba rumen. Tingkat degradasi asam fitat diperkirakan dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering dan utilisasi mineral khususnya P. Asam fitat mampu menurunkan kelarutan protein, karena asam fitat mudah bereaksi dengan protein membentuk kompleks fitat-protein. Protein yang terikat fitat menyebabkan laju hidrolisis protein oleh enzim-enzim proteolisis menurun dan bahkan aktifitas enzimnya sendiri terhambat. Asam fitat juga mampu mengikat karbohidrat (Oatway et al., 2001). Degradasi asam fitat dalam pakan diperkirakan akan meningkatkan kecernaan dan utilisasi nutrien pakan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat degradasi asam fitat, kecerrnaan bahan kering dan hubungan keduanya, serta hubungan degradasi asam fitat dengan absorbsi mineral. Mengkaji hubungan kecernaan bahan kering metode AIA (Acid Insoluble Ash) dengan kecernaan bahan kering metode koleksi total. 2