BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Model standar fisika partikel (model GWS(Glashow, Weinberg dan Salam)) ketika pertama kali dibangun merupakan model yang cukup sukses dalam menjelaskan interaksi elektrolemah dan interaksi kuat. Hal ini bisa dilihat dari hasil uji eksperimen yang telah dilakukan hingga saat ini. Walaupun demikian, model standar kurang begitu memuaskan dalam menjelaskan fenomena alam saat ini karena model standar tidak mampu menjelaskan berbagai persoalan fundamental yang muncul. Beberapa persoalan tersebut antara lain, model standar tidak bisa menjelaskan konsep massa neutrino (osilasi neutrino mengharuskan neutrino bermassa) (Apolonio dkk, 2003), masalah hierarki massa untuk neutrino dan quark, masalah pelanggaran paritas dan muatan (CP(Charge-Parity)) (Wu dkk., 1957) (Christenson dkk, 1964) serta masalah matriks CKM(Cabibo-Kobayashi-Maskawa) di sektor quark. Selain permasalahan di atas model standar juga tidak mampu menjelaskan pertanyaan besar di bidang kosmologi dan astrofisika abad ini, seperti ketaksimetrian baryon, keberadaan materi gelap dan anomali microlensing. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut mendorong para fisikawan partikel untuk berusaha melakukan perluasan terhadap model standar. Ada banyak perluasan yang pernah diusulkan, seperti model GUT SU(5) (Georgi dan Glashow, 1974), Supersymmetry hingga model simetri kiri-kanan (Left-Right Symmetry /LRS). Pada model simetri kiri-kanan ditambahkan partikel-partikel yang merupakan cermin paritas dari model standar dengan tanda muatan yang sama. Ada banyak orang yang mengusulkan model dengan konsep simetri paritas seperti ini, misalnya konsep simetri yang diperkenalkan oleh Pati dan Salam (1974), Mohapatra dan Pati (1975), serta Senjanovic dan Mohapatra (1975). Sebagai akibat adanya simetri paritas dalam model LRS, konstanta kopling antara interaksi lemah kiri dan kanan haruslah bernilai sama (Mohapatra dan Pati , 1975). Model LRS yang asli menganggap fermion kiri dan kanan sebagai dublet (Senjanovic , 1979). Akan tetapi ada beberapa model LRS baru yang mengandung dublet dan singlet fermion model standar dan pasangan cermin paritasnya. Diantaranya adalah yang diusulkan oleh Coutinho dkk (2001), Simoes dan Ponciano (2003), dan de Almeida dkk 1 2 (2010). Dalam model yang terakhir ini semua partikel fermion memperoleh massa melalui mekanisme seesaw Dirac, kecuali neutrino yang memperoleh massa melalui mekanisme seesaw Dirac ganda. Contoh perluasan model standar yang lain adalah model cermin. Foot mengasumsikan adanya keberadaan partikel-partikel cermin di alam yang merupakan pasangan dari setiap partikel model standar(Foot dkk, 1991),(Foot dan Volkas, 2007). Lagrangan pada model ini invarian terhadap transformasi grup tera SU(3)1 ⊗SU(2)L ⊗ U(1)Y ⊗SU(3)2 ⊗SU(2)R ⊗U(1)X serta transformasi paritas (x → −x, t → t). Nilai harap vakum yang simetri terhadap transformasi paritas mengakibatkan sebagian partikel cermin memiliki massa yang sama persis dengan massa pasangannya (partikel model standar). Salah satu pertanyaan besar yang tidak mampu dijawab oleh model standar adalah masalah keberadaan materi gelap di alam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa materi gelap bersifat stabil, tidak berinteraksi elektromagnet dan bisa dideteksi keberadaannya melalui interaksi gravitasi. Fenomena bullet cluster (Clowe dkk., 2006) menunjukkan sifat interaksi antar materi gelap sendiri ternyata cukup lemah. Model standar sendiri tidak mampu menjelaskan materi gelap karena model standar tidak memprediksi adanya partikel dengan sifat-sifat seperti di atas dengan kelimpahan ΩDM ≈ 5ΩB (lihat (Gorbunov, 2011) misalnya). Ada beberapa model yang berusaha menjelaskan keberadaan materi gelap ini, salah satunya adalah model cermin (mirror model)(Foot dkk, 1991). Partikel cermin dalam model ini memenuhi beberapa syarat sebagai kandidat materi gelap, karena tidak berinteraksi dengan partikel standar model dan stabil. Pada model cermin Foot memungkinkan adanya komunikasi antara dua sektor, komunikasi ini bisa melalui interaksi foton maupun Higgs. Contoh yang lainnya adalah model cermin Satriawan (Satriawan , 2013), dalam modelnya Satriawan mengasumsikan nilai harap vakum hχL i = hχR i. Dalam model ini suku interaksi foton antara dua sektor tidaklah mungkin karena suku ini tidak invarian terhadap transformasi paritas. Pada model ini nilai harap vakum Higgs singlet φe diasumsikan tidak sama dengan φE sehingga foton cermin akan bermassa, hal ini akan membuat tampang lintang interaksi elektromagnet cermin di sektor cermin menjadi lemah. Hal yang menarik untuk diteliti adalah pemodelan dengan mengasumsikan nilai harap vakum yang tak simetri (Asymmetry Model) pada model cermin yang belum pernah diteliti sebelumnya. 3 1.2 Perumusan Masalah Terkait dengan asumsi nilai harap vakum yang simetri untuk Higgs χL dan χR pada model cermin (Satriawan , 2013), maka yang menarik untuk dikaji adalah pemodelan dengan menggunakan asumsi nilai harap vakum Higgs yang tak simetri atau hχL i , hχR i. 1.3 Batasan Masalah Dalam penulisan tesis ini, perlu dikemukakan batasan-batasan permasalahan agar pokok-pokok bahasan dapat lebih terfokus: 1. Model yang akan dibangun ini mengasumsikan adanya simetri cermin pada Lagrangan. 2. Model ini mengasumsikan adanya dua Higgs dublet χL dan χR serta dua Higgs singlet φe dan φE . 1.4 Tujuan Penelitian Terkait dengan membangun model cermin asimetri dan batasan masalah di atas maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu 1. Menentukan massa partikel-partikel (boson tera, fermion) untuk model cermin tak simetri. 2. Menentukan bentuk operator muatan listrik (rumusan GellMann-Nishijima) untuk model cermin asimetri. 3. Menentukan bentuk interaksi boson tera dan memastikan tidak ada pencampuran antar sektor cermin dengan sektor model standar. 4. Menganalisis sektor Higgs. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan bermanfaat khususnya dalam bidang fisika partikel, astrofisika dan kosmologi. Beberapa manfaat penelitian tersebut antara lain bahwa 4 model ini akan memberikan penjelasaan alternatif dalam menjelaskan beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijelaskan oleh model standar khususnya kandidat materi gelap dan masalah neutrino. 1.6 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan studi pustaka (literatur) yang terdiri dari jurnaljurnal ilmiah, buku, dan sumber dari internet dan website yang terpercaya. Perhitunganperhitungan yang akan dilakukan dalam penelitian ini, khususnya mendiagonalisasi matriks massa dan menentukan kopling boson digunakan bantuan perangkat lunak Maple 16. Tahapan yang akan dilalui untuk mengerjakan penelitian ini adalah 1. Mempelajari model standar fisika partikel. 2. Mempelajari model cermin paritas yang termasuk di dalamnya adalah model simeteri kiri-kanan dan model cermin baru (Satriawan , 2013). 3. Melakukan perhitungan-perhitungan dengan bantuan perangkat lunak Maple 16 4. Menganalisis hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan hasil model standar. 5. Menyimpulkan hasil penelitian yang telah dilakukan. 1.7 Tinjauan Pustaka Model standar fisika partikel secara fenomenologis telah mampu menjelaskan interaksi fundamental yang ada di alam dan teruji dalam memprediksi hasil eksperimen, namun masih memiliki banyak kekurangan. Banyak model-model lain yang dibangun dengan tujuan untuk menjawab masalah kekurangan yang ada pada model standar. Salah satu contoh hal yang menuntut dilakukannya perluasan model standar adalah masalah keberadaan massa neutrino misalnya, fenomena osilasi neutrino mengharuskan neutrino memiliki massa. Terdapat beberapa model selain model standar yang telah dibangun oleh para fisikawan, antara lain Supersymmetry (SUSY), Model Simetri Kiri-Kanan (Left-Right Symmetry) (Senjanovic dan Mohapatra , 1975), 5 Model Cermin (Mirror Model) (Foot dkk, 1991), String Theory hinnga Teori Penyatuan Agung (Grand Unified Theories) dengan grup tera SU(5) (Georgi dan Glashow, 1974) atau SO(10) . Model standar bukan merupakan suatu teori penyatuan, karena terdapat tiga jenis interaksi tera yang memiliki konstanta kopling berbeda yaitu g s , gw , dan g0 . Teori penyatuan agung berusaha untuk menyatukan SU(3)C ⊗SU(2)L ⊗U(1)Y menjadi grup tera tertentu G yang memiliki satu konstanta kopling saja yakni g. Proses penyatuan ini hanya dapat dilakukan pada taraf energi tinggi di atas energi skala penyatuan Mχ , sehingga konstanta kopling g s , gw , dan g0 akan rusak simetrinya. Secara umum perusakan simetri dari grup tera G sebagai berikut. G → S U(3)C ⊗ S U(2)L ⊗ U(1)Y → S U(3)C ⊗ U(1)em Dibutuhkan suatu grup G yang dapat mencakup semua partikel elementer. Terdapat 15 partikel fermion menurut model standar yang teramati, wakilan fundamental untuk S U(3)C ⊗ S U(2)L berupa (1, 2) ⊕ (3, 2) ⊕ (1, 1) ⊕ (3̄, 1) ⊕ (3̄, 1) νe ui c e (uci )L (dic )L e− L di L L (1.1) dengan i = 1, 2, 3 label untuk bilangan kuantum color. Georgi dan Glashow(Georgi, 1974) mengusulkan model penyatuan agung GUT (Grand Unified Theory) yang didasarkan pada grup tera SU(5). Partikel fermion kiri dapat dituliskan dalam bentuk matriks kolom, wakilan grup SU(5) ψL = d1c d2c d3c e− −ν = 5̄ ψcL = atau d1 d2 d3 e+ −ν̄ = 5 (1.2) Lagrangan fermion bebas untuk model SU(5) yang invarian tera memiliki bentuk seperti berikut 24 X 1 µ λ j A j ψcR (1.3) L = iψ̄cR γµ ∂µ + ig 2 j=1 6 j Dalam model ini terdapat 24 boson tera (Aµ ), 12 di antaranya merupakan boson tera dalam model standar sedangkan 12 sisanya merupakan boson tera baru yakni X, Y serta anti partikelnya X̄, Ȳ yang memiliki muatan QX = 43 dan QY = 31 . Adanya leptoquark X dan Y pada model ini, maka model S U(5) memprediksi adanya peluruhan proton (lihat (Fukugita dan Yanagida, 2003) misalnya). Fakta eksperimen menunjukkan bahwa partikel proton stabil, sehingga membuat model ini tidak begitu menarik. Perusakan simetri secara spontan untuk model ini melalui dua skala energi, skala yang pertama ∼ 1014 GeV akan membangkitkan massa boson yang masif X dan Y, skala kedua pada ∼ 100 GeV akan memberikan massa pada boson W dan Z (seperti pada model standar). Untuk membangkitkan massa fermion dan boson tera model ini menggunakan dua buah Higgs Φ dan H. Model lain yang diusulkan adalah Model Supersimetri (SUSY) (Weinberg , 2000). Model ini menganggap adanya simetri antara boson dan fermion, setiap fermion mempunyai pasangan bosonnya dan sebaliknya. Diperkenalkan generator bagi transformasi SUSY adalah Q, apabila generator ini bekerja pada fermion F akan menjadi boson B dan sebaliknya Q |Fi = |Bi , Q |Bi = |Fi (1.4) Bentuk multiplet supersimetri |s, λi adalah Chiral Multiplet E fermion 21 , 12 sfermion |0, 0i Vector (gauge) Multiplet gauge boson |1, 1i E gaugino 21 , 12 (1.5) Semua partikel untuk jenis multiplet yang sama harus membawa bilangan kuantum yang sama, sehingga fermion yang ada dalam model standar (lepton dan quark) harus memiliki pasangan partikel berspin-0 yang disebut sfermion. Sedangkan boson tera memiliki pasangan partikel berspin- 21 yang disebut gaugino. Model ini mensyaratkan bahwa massa dari setiap partikel dengan superpartnernya harus sama. Namun bukti eksperimen hingga sekarang belum menunjukkan hal tersebut. Model supersimetri dianggap kurang menarik karena model ini dibangun tidak dimotivasi oleh eksperimen. Selain model SU(5) dan Supersimetri ada juga model yang didasarkan pada simetri diskret yaitu model simetri kiri-kanan (left-right symmetry model)((Senjanovic dan Mohapatra , 1975) (Senjanovic , 1979) (Senjanovic dkk, 1984)) dan model cer- 7 min (mirror model). Model simetri kiri-kanan yang diusulkan oleh Mohapatra (1975) mengasumsikan adanya simetri grup tera SU(2)L ⊗SU(2)R pada Lagrangan, syarat simetri ini mengakibatkan kopling tetapan kopling grup SU(2)L sama dengan tetapan grup SU(2)R atau gL = gR . Dalam model ini digunakan dua buah dublet Higgs χL dan χR , nilai harap vakum χR berperan merusak simetri SU(2)L ⊗SU(2)R ⊗U(1) menjadi SU(2)L ⊗ U 0 (1) dan memberikan massa boson WR dan boson netral X, sedangkan untuk membangkitkan massa fermion pada model ini digunakan bidublet Higgs Φ. Pada batas massa WR yang sangat besar maka model ini akan mereduksi menjadi model standar. Berbeda dengan model simetri kiri-kanan, model cermin (mirror model) yang diusulkan oleh Foot ((Foot dkk, 1991) (Foot , 2000)) mengasumsikan keberadaan partikel cermin yang merupakan pasangan dari setiap partikel model standar. Model ini dibangun atas grup tera SU(3)1 ⊗ SU(2)L ⊗U(1)Y ⊗SU(3)2 ⊗SU(2)R ⊗U(1)X . Grup tera SU(3)1 ⊗ SU(2)L ⊗U(1)Y pada model ini merupakan grup tera model standar. Bentuk interaksi di kedua sektor sama persis, hanya saja berbeda paritas (pertukaran kanan ↔ kiri). Pada model ini juga ada dua dublet Higgs (φ1 dan φ2 ) yang berpasangan terhadap transformasi paritas (φ1 ↔ φ2 ). Nilai harap vakum hφ1 i = hφ2 i = (0, u)T mengakibatkan massa setiap partikel fermion dan boson tera cermin sama persis dengan partikel model standar. Pada model cermin Foot ini dimungkinkan komunikasi antara sektor model standar dengan sektor cermin yaitu melalui foton atau Higgs. Selain model cermin Foot ada juga model cermin yang diusulkan Satriawan(Satriawan , 2013), pada model cermin ini transformasi untuk boson tera (Bµ dan Cµ ) dibuat berbeda dari model cermin Foot sehingga suku interaksi foton antara sektor model standar dengan sektor cermin tidak akan muncul dalam Lagrangan. Penandaan bilangan kuantum untuk setiap partikel pada model ini juga dibuat berbeda, akibatnya akan muncul kopling antar dua sektor melalui interaksi elektromagnetnya. Dalam pemodelannya Satriawan berasumsi nilai harap vakum χL yang sama dengan χR serta adanya dua Higgs φe dan φE . Model cermin ini lebih menarik dari model simetri kirikanan karena pada model ini terdapat partikel-partikel yang bisa dijadikan kandidat materi gelap. 1.8 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Keempat bab tersebut secara garis besar terdiri atas: 8 1. Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang pemilihan tema penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penelitian. 2. Bab II Model Simetri Paritas dan Model Cermin, menguraikan tentang teori model standar fisika partikel ,model simetri kiri-kanan serta model cermin. 3. Bab III Model Cermin Termodifikasi Asimetri, berisi deskripsi model cermin termodifikasi asimetri yang telah dibangun. 4. Bab IV Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.