4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semangka Tanpa Biji (Citrullus vulgaris Schard) Tanaman semangka (Citrullus vulgaris Schard.) termasuk famili Cucurbitaceae. Tanaman ini berasal dari benua Afrika tropika dan sub tropik (Kalie, 1998). Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah yang beriklim tropis, tetapi dalam budidayanya air harus cukup tersedia. Semangka termasuk tanaman annnual berbentuk terna yang merambat dengan menggunakan sulur atau alat pembelitnya. Berdasarkan taksonomi tumbuhan, tanaman semangka tanpa biji diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantarum Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledon Sub-kelas : Sympetalae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Citrullus Spesies : Citrullus vulgaris Schard. Tanaman semangka tanpa biji berakar tunggang yang terdiri atas akar primer dan akar sekunder (lateral). Akar primer berukuran 15-20 cm, sedangkan akar lateral menyebar sekitar 35-45 cm. Tanaman semangka tanpa biji memiliki percabangan lebih besar dan mempunyai pertumbuhan lebih kuat dari pada semangka berbiji. Daun semangka tanpa biji berukuran besar dan tebal. Berdaun tunggal, tepi bercangap, tanpa ada daun penumpu. Helaian daun memiliki ujung yang runcing dengan pangkal daun berbentuk jantung. Daunnya menjari tetapi terkesan agak membulat. Letak daun bersebrangan. Tanaman semangka berkelamin tunggal dan berumah satu (monoceous). Bunganya tumbuh pada ketiak daun, berdiameter 2.0-2.25 cm. Mahkota bunganya berwarna kuning. Tangkai bunga jantan berdiameter kecil dan panjang, sedangkan pada tangkai bunga betina tampak bakal buah yang menggelembung (Samadi, 2007). Penyerbukan tanaman semangka tanpa biji dibantu oleh manusia utuk 5 memproduksi benih semangka tanpa biji. Bunga-bunga jantan biasanya muncul pada umur 18 hari setelah tanam (HST), kemudian disusul dengan munculnya bunga betina pada ruas ke 6-7 dan kelipatannya. Buah berbentuk bulat dan oval (Prajnanta, 2003). Daging buah umumnya berwarna merah. Buah semangka memiliki rasa yang manis dan enak. Buahnya mengandung 92% air, 7% karbohidrat, dan sisanya vitamin (Tanindo, 2008a). Kulit buah semangka berwarna hijau pucat, hijau tua, kuning, kuning pucat, dan hijau keputih – putihan. Bentuk biji buah semangka yaitu bulat, bulat telur, dan lonjong. Benih semangka dapat berkecambah pada suhu 25–30oC dan akan berkecambah 5–6 hari setelah tanam. Suhu udara minimum untuk perkecambahan benih semangka adalah 18-20oC. Tanaman semangka menghendaki suhu udara selama fase vegetatif sekitar 25oC akan mempercepat pertumbuhannya, sedangkan pada fase generatif menghendaki suhu 30oC untuk pembentukan gula pada daging buahnya. Curah hujan yang baik bagi pertumbuhannya adalah 40-50 mm/bulan (Samadi, 2007). Tanaman ini dapat tumbuh pada 0-400 m dpl dan tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik, porous, gembur dan subur, serta memiliki pH 6–6.7 (Prajnanta, 2003). Ashari (1995) melaporkan semangka dapat tumbuh baik pada tanah berpasir, terutama di daerah muara sungai. Selain itu, faktor iklim lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman semangka tanpa biji adalah sinar matahari. Tanaman semangka yang ternaungi akan menunjukkan gejala pertumbuhan kurang sehat, daun-daun lemas dan tipis. Pengaruh Perlakuan Pra Perkecambahan terhadap Viabilitas Benih Perlakuan benih pra perkecambahan dilakukan pada benih-benih yang mengalami dormansi benih. Dormansi benih diartikan sebagai suatu keadaan benih tidak dapat tumbuh walaupun berada dalam lingkungan yang mendukung untuk terjadinya perkecambahan (Tanindo 2008b). Jenis perlakuan benih pra tanam berbeda-beda tergantung dari jenis benih dan faktor yang menyebabkan benih sulit berkecambah. Jenis perlakuan pra perkecambahan yang dapat digunakan antara lain dengan perlakuan mekanis, perlakuan kimia, perlakuan perendaman air, perlakuan pemberian suhu tertentu dan perlakuan dengan cahaya. Perlakuan mekanis umum dipergunakan untuk memecahkan dormansi 6 benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit benih baik terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit benih. Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengikir atau menggosok kulit benih dengan kertas amplas, melubangi kulit benih dengan pisau, perlakuan impaction untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Semua Perlakuan tersebut bertujuan untuk melemahkan kulit benih yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas. Skarifikasi kimia dapat menggunakan zat pengatur tumbuh. Hardiyanto (1995) melaporkan penggunaan asam askorbat 50 ppm selama 48 jam pada benih markisa menghasilkan persentase perkecambahan 72.67% dibandingkan dengan air steril 42%. Basra et. al (2006) menunjukkan benih padi yang diberi perlakuan priming dengan asam askorbat 10 ppm mampu meningkatkan perkecambahan, menurunkan T50, meningkatkan panjang radikula dan panjang plumula, serta meningkatkan bobot basah dan bobot kering. Pengaruh Media Perkecambahan Benih terhadap Viabilitas Benih Perkecambahan benih dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan perkecambahan. Faktor genetik berasal dari dalam benih itu sendiri, seperti kulit benih atau adanya sifat dormansi benih. Faktor lingkungan perkecambahan berasal dari lingkungan sekitar media. Pada saat benih berkecambah faktor–faktor tersebut harus tersedia optimum. Perkecambahan benih semangka dilakukan dipersemaian. Media perkecambahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses berkecambahnya benih. Media yang digunakan harus memiliki porositas tinggi dan dapat menjaga aerasi. Beberapa jenis media yang digunakan untuk perkecambahan antara lain campuran pasir, tanah, dan kompos, arang sekam, kokopit, dan pasir. Kompos berasal dari tumbuhan yang mengalami proses pelapukan (Murbandono, 1990). Susanto (1996) menyatakan bahwa kompos berperan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dan memperbaiki struktur tanah. Ashari (1995) melaporkan pasir silika dan kuarsa yang berukuran 0.5–0.2 mm merupakan media yang cukup baik digunakan sebagai bahan campuran media tanam karena bersifat porous dan memiliki aerasi yang baik. Wusono (2001) 7 melaporkan bahwa benih terong varietas TE–20 yang disimpan selama 1 bulan dan 2 bulan, kemudian ditanam pada media pasir dapat meningkatkan daya berkecambah secara nyata tanpa diberikan perlakuan pematahan dormansi dengan nilai rata-rata masing–masing sebesar 95.50% dan 92.50%. Kokopit merupakan media perkecambahan benih yang berasal dari sabut kelapa yang direndam selama 6 bulan untuk menghilangkan senyawa-senyawa kimia yang dapat merugikan tanaman seperti tanin yang dapat menghambat pertumbuhan. Sabut kelapa yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam mesin untuk memisahkan serat dengan jaringan empelurnya. Residu dari pemisahan itulah yang digunakan (Sunandi, 2007). Arang sekam merupakan sekam padi yang telah mengalami proses pembakaran. Proses pembakaran yang menghasilkan warna hitam pada arang sekam mengakibatkan daya serap terhadap panas yang tinggi sehingga dapat menaikkan suhu dan mempercepat perkecambahan. Budiarto (1997) melaporkan penggunaan arang sekam sebagai media semai pada pembibitan tanaman tapak dara memberikan hasil terbaik untuk parameter jumlah daun dan tinggi tanaman (36,13 dan 8.97 cm) dibandingkan media campuran serbuk sabut kelapa dan batu apung.