3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman asli Amerika tropis yang dibawa ke Kepulauan Karibia dan Asia Tenggara semasa penjajahan Spanyol pada abad ke-16. Tanaman ini menyebar dengan cepat ke India, Oseania, Afrika, dan ke seluruh daerah tropik dan subtropik (Villegas, 1992). Pepaya termasuk dalam famili Caricaceae. Famili ini memiliki empat genus, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta, dan Cyclimorpha. Ketiga genus pertama merupakan tanaman asli Amerika tropis, sedangkan genus keempat merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Genus Carica memiliki 24 spesies, salah satu diantaranya adalah pepaya. Tanaman dari genus Carica banyak diusahakan petani karena buahnya enak dimakan (Kalie, 1999). Spesies Carica papaya L. merupakan hasil persilangan alami antara Carica peltata Hook dan Carica peltata Arn. Pepaya merupakan tanaman perennial dengan perawakan tanaman terna yang umumnya tidak bercabang, berbatang lunak, bergetah putih, berongga, dan memiliki raut daun yang jelas (Villegas, 1992). Pepaya memiliki satu batang tegak yang tingginya dapat mencapai 9 m. Batang pepaya merupakan batang semi kayu dan berongga. Kulit batangnya halus dan berwarna keabu-abuan dengan bekas daun yang menonjol. Getah tipis yang menyerupai cairan susu akan merembes dari lukanya apabila batang pepaya terluka (Nakasone dan Paull, 1999). Daun pepaya tersusun secara spiral melingkar pada batang dan berkelompok di dekat ujung batang (Villegas, 1992). Helaian daunnya berdiameter 25-75 cm, bercuping 7-11, ada yang menjari dan tidak menjari serta tidak berbulu. Tangkai daun dapat mencapai panjang 1 m, berongga dan berwarna kehijauan, merah jambu kekuningan dan keunguan (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Bunga pepaya termasuk bunga majemuk yang tersusun pada sebuah tangkai atau poros bunga. Tanaman pepaya memiliki tiga jenis bunga, yaitu bunga jantan, bunga betina, dan bunga hermafrodit. Bunga jantan adalah bunga yang hanya 4 memiliki benang sari saja, sedangkan bunga betina hanya memiliki putik saja (Kalie, 1999). Bunga jantan tersusun atas malai dengan panjang 25-100 cm, menggantung, dan tidak bertangkai. Kelopak daunnya berbentuk cawan, berukuran kecil, bergerigi lima dengan daun mahkota berbentuk terompet yang panjangnya 2.5 cm, memiliki lima cuping yang memencar berwarna kuning cerah dengan sepuluh utas benang sari yang tersusun dalam dua lapisan yang bergantian dengan cuping daun mahkota (Villegas, 1992). Bunga betina memiliki panjang 3.5-5 cm dengan kelopak daun berbentuk cawan yang panjangnya 3-4 mm dan berwarna hijau-kuning. Mahkotanya tersusun atas lima daun mahkota yang hampir memisah. Daun mahkotanya melilit, berdaging dan berwarna kuning. Bakal buahnya bulat telur sampai lonjong dengan panjang 2-3 cm dan memiliki rongga tengah yang berisi bakal biji yang sangat banyak. Bunga betina memiliki lima putik berbentuk kipas, tidak bertangkai, dan bercelah lima (Villegas, 1992). Bunga hermafrodit terdiri dari dua macam yaitu tipe elongata dan pentandria. Untuk tipe elongata bunganya berkelompok, bertangkai pendek, memiliki daun mahkota yang sebagian menyatu. Bunga hermafrodit memiliki sepuluh utas benang sari yang tersusun dalam dua seri dan bakal buah yang memanjang. Bunga pada tipe pentandria menyerupai bunga betina dengan lima benang sari. Buah yang berasal dari bunga hermafrodit bentuknya seperti buah pear, bulat panjang dan beralur. Bunga hermafrodit pentandria apabila menjadi buah akan berbentuk bulat telur, sedangkan pada bunga hermafrodit elongata apabila menjadi buah akan berbentuk bulat panjang (Villegas, 1992). Menurut Sujiprihati dan Suketi (2009), bunga pertama muncul pada saat tanaman berumur sekitar 3-4 bulan. Cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui tanaman pepaya adalah tanaman betina, hermafrodit, atau jantan, adalah sebagai berikut : 1. Jika bunga pertama merupakan bunga betina menunjukkan tanaman tersebut adalah tanaman betina. 2. Jika bunga pertama yang muncul pada ketiak daun adalah bunga jantan yang diikuti dengan bunga hermafrodit menunjukkan tanaman tersebut hermafrodit. 5 3. Jika bunga yang muncul berbentuk rangkaian yang memanjang menunjukkan tanaman tersebut adalah tanaman jantan. Sunarjono (1986) menyatakan bahwa biji buah pepaya sempurna yang diserbuki oleh tepung sari pepaya sempurna atau menyerbuk sendiri akan menghasilkan perbandingan 2:1 antara biji hermafrodit dan biji betina dalam satu buah. Biji yang berasal dari buah pepaya jantan akan mampu menghasilkan pepaya hermafrodit tergantung sumber tepung sari yang menyerbukinya. Hasil penelitian Suketi et al. (2006) menunjukkan bahwa ekspresi seks tanaman pepaya yang ditunjukkan oleh hasil persentase tanaman hermafrodit dan betina tidak dipengaruhi oleh genotipe, pupuk organik, dan interaksi antara keduanya. Buah pepaya termasuk buah buni dengan daging buah yang tebal dan memiliki rongga buah di bagian tengahnya. Buah pepaya umumnya berkulit tipis, halus, serta berwarna kekuning-kuningan atau jingga ketika matang. Daging buah yang berwarna kekuningan sampai dengan warna jingga merah memiliki rasa yang manis dengan aroma yang lembut dan sedap (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Buah pepaya yang matang mengandung 86.6 g air, 0.5 g protein, 12.1 g karbohidrat, 34 mg kalsium, 450 mg vitamin A, dan 74 mg vitamin C per 100 g bagian yang dapat dimakan. Getah pepaya mengandung enzim proteolitik yang disebut papain dan telah digunakan dalam industri makanan, minuman, serta farmasi (Villegas, 1992). Perbanyakan tanaman pepaya dapat dilakukan dengan cara sambung, cangkok, atau dengan biji. Perbanyakan dengan biji (generatif) menjadi alternatif termudah untuk mengembangbiakkan tanaman pepaya dibandingkan dengan cara sambung dan cangkok (Kalie, 1999). Perbanyakan pepaya umumnya dilakukan secara generatif karena pelaksanaannya lebih mudah walaupun memiliki kekurangan antara lain terjadinya segregasi yang memungkinkan terjadinya perbedaan sifat yang diwariskan ke generasi berikutnya (Suketi et al., 2010). Perbanyakan tanaman dengan cara pembiakan generatif atau penyemaian dengan biji biasanya membutuhkan waktu yang lama, tetapi dapat dibiakkan dalam jumlah yang banyak dengan pertumbuhan yang seragam serta memiliki perakaran yang kuat agar tanaman tidak mudah roboh. 6 Syarat Tumbuh Tanaman pepaya dapat ditanam di dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 700 m dpl, tetapi pertumbuhan yang optimal bisa diperoleh pada ketinggian 200-500 m dpl. Tanaman ini dapat tumbuh di segala tipe tanah. Tanah yang subur, remah, drainase baik, dan pH tanah sekitar netral (6-7) merupakan kondisi tanah yang cocok untuk pepaya. Kondisi pH tanah dibawah 5.0 akan menyebabkan pertumbuhan bibit pepaya terhambat. Tanaman pepaya termasuk tanaman yang sensitif terhadap kekurangan dan kelebihan air. Kelebihan air akibat genangan dapat menyebabkan akar menjadi busuk dan mudah terserang penyakit akar sehingga tanaman menjadi layu dan mati. Tanaman pepaya cocok ditanam pada daerah dengan curah hujan 1 000-2 000 mm/tahun dengan bulan kering (curah hujan < 60 mm) 3-4 bulan (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Menurut Nakasone dan Paul (1999) apabila tanaman pepaya mendapat naungan, tanaman menjadi lebih pendek, luas daun lebih kecil, kerapatan stomata lebih rendah, terjadi peningkatan ruas dan panjang tangkai daun serta kadar klorofil. Sujiprihati dan Suketi (2009) menyatakan bahwa tanaman pepaya dapat tumbuh optimal pada daerah iklim tropis dengan sinar matahari penuh tanpa naungan. Suhu optimal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar (22-26)ºC. Varietas Pepaya Menurut Sunarjono (1986) banyak sekali varietas pepaya yang tersebar dan dibudidayakan oleh petani karena terjadi melalui persilangan alamiah. Varietas budidaya yang terkenal ialah varietas Solo; varietas Betty; varietas Hortus Gold; varietas Improsed Petersen; varietas Kapoho dan Sunrise (galur dari varietas Solo), varietas Wainamalo (persilangan Betty x Solo); serta varietas Cibinong, Jingga, Paris, dan lain-lain yang banyak ditanam di Indonesia. Menurut Flowerber (2000) pepaya Solo adalah dwarf yang komersial, tetapi kebanyakan varietas lokal dipilih dari biji dan sangat bervariasi. Varietas tersebut tumbuh dari buah-buahan yang banyak disukai konsumen. 7 Varietas pepaya lebih banyak dikenal dari bentuk, ukuran, warna, rasa, dan tekstur buahnya, sehingga dikenal buah pepaya yang berukuran besar atau kecil, berbentuk bulat atau lonjong, daging buah berwarna merah atau kuning, keras atau lunak berair, rasanya manis atau kurang manis, dan kulit buah licin menarik atau kasar tebal. Bobot buah pepaya berkisar antara 0.5-9 kg. Hasil penelitian Suketi et al. (2010) menunjukkan genotipe pepaya yang diamati pada umumnya memiliki kualitas yang sama, tetapi pada parameter tertentu beberapa genotipe pepaya lebih baik dari genotipe pepaya lainnya. Genotipe IPB 1 dan genotipe IPB 3 termasuk buah tipe kecil dengan bobot buah 500-615 g. Genotipe IPB 3 memiliki panjang buah lebih besar dan diameter buah lebih kecil dari genotipe IPB 1 sehingga bentuk buahnya terlihat lebih lonjong. Genotipe IPB 9 termasuk buah tipe sedang dengan bobot buah 974.2-1 355.0 g. Genotipe IPB 9 relatif mempunyai diameter buah dan bobot biji lebih kecil sehingga rongga buah lebih kecil serta mempunyai tebal daging buah lebih besar dari genotipe IPB 1 dan IPB 9. Genotipe IPB 9 memiliki nilai kekerasan daging buah pada bagian tengah lebih baik dari genotipe IPB 1. Pemuliaan Tanaman Pepaya Kenaikan hasil merupakan tujuan utama bagi pemuliaan tanaman yang terkadang dilakukan dengan menyediakan varietas yang lebih produktif, bukan karena adanya perbaikan seperti ketahanan terhadap penyakit tetapi sebagai hasil dari sistem fisiologi yang lebih efisien (Allard, 1992). Keberhasilan program pemuliaan sangat ditentukan oleh variabilitas genetik, tetapi variabilitas dalam spesies sering habis terkuras sehingga variabilitas baru harus ditemukan yang dapat diambil dari spesies lain dan dapat menjadi sumber gen baru bagi perbaikan tanaman budidaya (Budiyanti et al., 2005). Keberadaan kebun plasma nutfah cukup penting untuk menunjang perakitan varietas unggul. Plasma nutfah merupakan kumpulan berbagai varietas, galur, atau klon yang berasal dari berbagai lokasi dengan kondisi agroklimat yang beragam yang dapat diperoleh dari populasi yang dibudidayakan (ex situ) maupun yang tumbuh liar di hutan (in situ) (Ihsan dan Wahyudi, 2010). Sifat dan keragaman yang rendah dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan spesies liar. Pengayaan ini perlu dilakukan 8 bagi spesies-spesies liar yang mempunyai sifat spesifik, khususnya ciri produktif, efisien penggunaan input, kualitas buah tinggi, sebagaimana halnya varietas yang ideal (Budiyanti et al., 2005). Ihsan dan Wahyudi (2010) menyatakan bahwa ada beberapa jenis buah pepaya liar yang memiliki buah yang rasanya tawar bahkan pahit, namun mempunyai keunggulan lain seperti rajin berbuah dan tahan terhadap hama dan penyakit. Jenis pepaya seperti ini diperlukan sebagai bahan tanaman induk untuk disilangkan dengan varietas-varietas yang rasanya manis, enak, dan buahnya menarik, sehingga pengumpulan informasi terhadap potensi buah pepaya perlu dilakukan untuk perakitan varietas unggul baru, dimulai dari eksplorasi, koleksi, karakterisasi, dan pemilihan jenis unggul. Tujuan umum dari pemuliaan pepaya adalah untuk mendapatkan kultivar yang lebih baik dari kultivar yang sudah ada. Menurut Sunarjono (1986), persilangan pada pepaya mudah dilakukan namun seleksinya memerlukan waktu lama karena sifatnya yang selalu heterozigot. Sujiprihati (2005) menyatakan bahwa langkah awal dalam kegiatan pemuliaan tanaman adalah dengan mengumpulkan berbagai genotipe pepaya sehingga tersedia keragaman genetik. Kegiatan karakterisasi tanaman perlu dilakukan untuk mempelajari penampakan vegetatif, generatif, dan daya hasil sehingga tanaman-tanaman dengan sifat yang diinginkan dapat diseleksi. Sujiprihati dan Suketi (2009) menyatakan tipe tanaman pepaya unggul yang diinginkan antara lain memiliki karakter pohon yang rendah (dwarf atau kerdil), masa pembungaannya cepat (genjah), produktivitasnya tinggi, dan tahan terhadap hama penyakit. Menurut Hafsah et al. (2007) karakter lain dari ideotipe pepaya yang diinginkan dari program pemuliaan adalah kulit buah halus tanpa cacat, baik itu karena gangguan fisiologis maupun serangan patogen pada buah. Genotipe IPB 1, IPB 3, dan IPB 9 saat ini mempunyai sifat buah yang diinginkan oleh konsumen tetapi masih memiliki kekurangan masing-masing. Studi kedekatan hubungan antar genotipe-genotipe yang sudah ada perlu dilakukan untuk mempelajari tentang karakteristik masing-masing genotipe dengan lebih baik agar dapat merakit varietas pepaya yang mendekati ideotipe yang diinginkan (Suketi et al., 2010). 9 Pelepasan Varietas Kegiatan pemuliaan tanaman memiliki beberapa tahapan untuk mencapai sasaran tujuan pemuliaan tanaman yaitu menghasilkan varietas unggul diantaranya koleksi dan identifikasi keragaman dalam plasma nutfah, seleksi, rekombinasi, seleksi setelah rekombinasi, pembentukan galur-galur atau genotipe harapan, pengujian, dan yang terakhir adalah pelepasan varietas. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1992, pelepasan sebuah varietas hortikultura baik sayuran, buah, atau bunga merupakan syarat mutlak bagi varietas unggul hasil pemuliaan maupun introduksi yang akan diperjualkan di wilayah Indonesia. Syarat-syarat pelepasan varietas unggul hortikultura meliputi beberapa poin penting diantaranya silsilah dan cara mendapatkan varietas tersebut, unggul terhadap varietas pembanding, tersedia deskripsi lengkap dan jelas serta tersedia contoh varietas yang diusulkan. Tanaman pepaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe pepaya hibrida IPB 9 x IPB 1, IPB 9 x IPB 3, IPB 3 x IPB 9; serta genotipe IPB 1 (Arum), IPB 3 (Carisya), IPB 9 (Calina) yang dikembangkan oleh Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB. Penelitian ini merupakan tahapan pengujian untuk menilai apakah suatu genotipe hibrida mempunyai penampilan yang baik di berbagai lingkungan produksi. Pengujian merupakan syarat bagi pelepasan suatu varietas. Genotipe IPB 1 (Arum) merupakan salah satu varietas pepaya unggul yang sudah terdaftar dalam pendaftaran varietas No. 29/PVHP/2007. Genotipe IPB 1 memiliki beberapa keunggulan diantaranya lebih praktis karena bentuk buah kecil dan tekstur daging buah lembut sehingga cukup dikonsumsi untuk satu orang dengan menggunakan sendok, bentuk buah lonjong dan seragam, rasa daging buah sangat manis dan beraroma harum, serta warna daging buah kemerahan atau jingga (Wibowo et al., 2010). Genotipe IPB 1 termasuk buah tipe kecil dengan bobot buah 500-615 g. Genotipe IPB 1 memiliki bobot buah, bobot kulit, bobot daging buah, bobot biji yang tidak berbeda dengan IPB 3 dan diameter buah lebih besar dari IPB 3 (Suketi et al., 2010). Deskripsi buah pepaya genotipe IPB 1 dapat dilihat pada Lampiran 1. Genotipe IPB 3 (Carisya) merupakan salah satu varietas pepaya unggul yang sudah terdaftar dalam SK Pelepasan No. 2 107/Kpts/SR.120/5/2010. 10 Genotipe IPB 3 memiliki beberapa keunggulan diantaranya praktis karena bentuk buah kecil sehingga cukup dikonsumsi untuk satu orang dengan menggunakan sendok, rasa daging buahnya sangat manis, daging buah agak kenyal dan berwarna merah, tidak ada bau burung sehingga disukai oleh konsumen, serta daya simpan pada suhu kamar mencapai tujuh hari (Wibowo et al., 2010). Genotipe IPB 3 termasuk buah tipe kecil dengan bobot buah 500-615 g. Genotipe IPB 3 memiliki panjang buah lebih besar dari IPB 1 sehingga bentuk buahnya terlihat lebih lonjong (Suketi et al., 2010). Deskripsi buah pepaya genotipe IPB 3 dapat dilihat pada Lampiran 2. Genotipe IPB 9 (Callina) merupakan salah satu varietas pepaya unggul yang sudah terdaftar dalam SK Pelepasan No. 2 108/Kpts/SR.120/5/2010. Genotipe IPB 9 memiliki beberapa keunggulan diantaranya bentuk buah silindris seperti peluru, warna kulit buah hijau dan mulus, rasa buah manis, warna daging buah jingga, daging buah tebal dan renyah, daya simpan lama (lebih dari satu minggu), umur tanaman genjah serta perawakan tanaman rendah (Wibowo et al., 2010). Genotipe IPB 9 termasuk buah tipe sedang dengan bobot buah 974.2-1 355.0 g. Genotipe IPB 9 relatif mempunyai diameter buah dan bobot biji lebih kecil sehingga rongga buah lebih kecil serta mempunyai tebal daging buah lebih besar dari genotipe IPB 1 dan IPB 3. Genotipe IPB 9 memiliki nilai kekerasan daging buah pada bagian tengah lebih baik dari IPB 1 (Suketi et al., 2010). Deskripsi buah pepaya genotipe IPB 9 dapat dilihat pada Lampiran 3. Heterosis Chaudhari (1971) mendefinisikan heterosis sebagai peningkatan vigor dan pertumbuhan, hasil atau fungsi dari suatu hibrida yang melebihi tetuanya dan merupakan hasil dari persilangan genetik suatu individu yang berbeda. Poespodarsono (1988) mengartikan heterosis sebagai keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebihi nilai atau kisaran dua tetuanya. Sifat unggul ini digunakan untuk memperoleh keuntungan komersial dari tanaman yang diusahakan petani. Heterosis berarti rangsangan perkembangan yang disebabkan oleh bersatunya gamet yang berbeda, sedangkan keunggulan hibrida merupakan 11 manifestasi dari heterosis. Penyebab heterosis dikelompokkan atas tiga dasar teori, yaitu dasar genetik, fisiologi dan kimia. Welsh (1991) menyatakan bahwa heterosis adalah perbaikan karakter F1 dibanding dengan karakter induk terbaiknya (heterobeltiosis). Nilai heterosis dikatakan negatif apabila sifat F1 lebih buruk daripada sifat antara kedua induknya atau sifatnya lebih buruk daripada induk yang terjelek. Menurut Crowder (2006) heterosis adalah peningkatan yang terlihat apabila dua galur inbred atau varietas disilangkan dengan cara menghitung perbedaan F1 dari mid parent atau dari nilai tetua yang superior (heterobeltiosis). Banga (1998) menyatakan sejak heterosis diakui, beberapa upaya telah dibuat untuk menjelaskan hilangnya vigor selfing akibat restorasi atau ekspresi yang berlebih setelah penyilangan genetik pada beragam genotipe. Tiga hipotesis utama telah diusulkan diantaranya hipotesis dominan, hipotesis overdominance, dan hipotesis epistasis. Crowder (2006) menyatakan dalam teori dominansi diduga peran dan interaksi pertumbuhan dominan atau faktor-faktor fitness (multiple genes) menyebabkan pengaruh heterosis, sedangkan dalam teori overdominance, heterosis disebabkan oleh adanya respon dan interaksi dari keadaan heterozigot. Poespodarsono (1988) menyatakan interaksi antara alel berbeda lokus memberi nilai lebih karena hasil penambahan dan perkalian dari gen dominan pendukung keunggulan sifat terkait dengan peristiwa epistasis. Nilai keragaan hibrida atau heterosis hasil persilangan kemungkinan berada diantara nilai rata-rata kedua tetua, mendekati nilai salah satu tetua (dominan parsial), dan sama atau lebih daripada nilai tertinggi salah satu tetuanya (dominan atau overdominance) (Alnopri, 2005). Klasifikasi derajat dominansi diantaranya tidak ada dominansi (h=0), dominansi sempurna (h=+1 atau h=-1), dominansi positif tidak sempurna (0<h<1), dominansi negatif tidak sempurna (-1<h<0), dan dominansi berlebih (h>1 atau h<-1) (Sukartini et al., 2009). Meningkatnya pertumbuhan vegetatif tanaman dan produksi hasil panen merupakan efek dari adanya heterosis. Proses heterosis sudah cukup terdapat pada jenis-jenis tanaman menyerbuk sendiri dan menyerbuk silang tertentu, yang dapat dipakai untuk memberikan masukan terhadap penelitian dan pengembangan potensi ekonomi untuk kompetisi dalam perdagangan (Welsh, 1991).