49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kondisi Rasio-Rasio Keuangan Bank di Indonesia Dengan
Menggunakan Metode Altman Z-score.
Analisis kesulitan keuangan yang dapat menyebabkan kebangkrutan akan
sangat membantu pembuat keputusan untuk menentukan sikap terhadap
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Altman Z-score merupakan
salah satu model prediksi yang dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan
(Risiko) kebangkrutan suatu perusahaan dengan menganalisis laporan keuangan
perusahaan tersebut.
Dalam model prediksi Altman Z-score ini, terdapat 5 indikator dari rasiorasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara
perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut, yaitu Working Capital to Total
Assets, Retained Earnings to Total Assets, EBIT to total Assets, Market Value of
Equity to Book Value Total Liabilities, dan Sales to Total Asset. Kelima rasio
keuangan
tersebut
telah
mewakili
aspek-aspek
likuiditas,
profitabilitas,
solvabilitas dan aktivitas.
Terdapat 3 jenis fungsi diskriminan yang dikembangkan oleh Altman,
yaitu original Z-score, Model A Z-score, Model B Z-score. Perbedaaan antara
ketiga model terdapat pada penerapan model tersebut dalam menganalisis
kebangkrutan suatu perusahaan dan juga masing-masing model memiliki weight
factor yang berbeda-beda sehingga kriteria bangkrut atau tidak bangkrut masingmasing model menjadi berbeda-beda.
Sampai dengan tahun 2011 tercatat Bank di Indonesia yang terdaftar
(listing) di Bursa Efek Indonesia, sedangkan sampel yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 10 bank, penulis menentukan periode penelitian
dimulai pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
49
50
4.1.1
Working Capital to Total Assets pada Bank yang Go Public di BEI.
Working capital to total asset merupakan perbandingan antara rasio modal
kerja dengan total aktiva, dimana nilai modal kerja merupakan selisih dari current
assets dan current liabilities. Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja
operasional perusahaan dengan aktiva yang tersedia. Apabila aktiva lancar lebih
besar dari hutang lancar (modal kerja positif), maka perusahaan dinyatakan likuid
karena mampu membayar hutang-hutangnya yang jatuh tempo dan kelebihan
aktiva lancar digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan.
Untuk mengetahui nilai WCTA dapat menggunakan rumus sebagai
berikut:
Contoh perhitungan nilai variabel working capital to total assets PT Bank Artha
Graha pada tahun 2007 adalah sebagai berikut
= 0,038
Dengan perhitungan yang sama maka diperoleh nilai variabel working capital to
total assets dari seluruh Bank yang dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1
WCTA Bank Periode 2007–2011
No
2007
2008
2009
2010
2011
0.038
0.012
0.011
0.039
0.006
0.018
0.037
0.017
0.004
0.006
0.046
0.018
0.010
0.023
0.005
0.017
0.032
0.014
0.005
0.006
0.056
0.015
0.009
0.022
0.009
0.016
0.031
0.014
0.008
0.005
0.050
0.013
0.008
0.019
0.007
0.013
0.025
0.012
0.004
0.005
0.050
0.013
0.007
0.016
0.006
0.011
0.026
0.009
0.007
0.004
Jumlah
0.189
0.175
0.184
0.156
0.148
Rata-rata
0.019
0.017
0.018
0.016
0.015
Bank
1
Bank Artha Graha Internasional
2
Bank Bukopin
3
Bank Central Asia
4
Bank CIMB Niaga
5
Bank Danamon
6
Bank OCBC NISP
7
Pan Indonesia Bank
8
Bank Permata
9
Bank Mega
10
Bank Mandiri
51
Max
0.039
0.046
0.056
0.050
0.050
Min
0.004
0.005
0.005
0.004
0.004
Sumber : Pengolahan Data
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai WCTA terbesar selama tahun 2007
sampai 2011 adalah Bank Artha Graha 0,056. Hal ini berarti bahwa kelebihan
aktiva lancar setelah membayar hutang-hutang lancar perusahaan yang jatuh
tempo adalah sebesar 0,056% dari total aktiva. Dari ke 10 Bank tersebut tidak
menunjukkan nilai tanda negatif, jika pada terjadi nilai negatif berarti perusahaan
mempunyai modal kerja bersih negatif (nilai hutang lancar lebih besar daripada
harta lancar). Jadi nilai positif dapat diartikan bahwa perusahaan kekurangan
aktiva lancar untuk membayar hutang lancar yang jatuh tempo dari total aktiva
perusahaan.
Untuk lebih jelasnya, WCTA pada Bank periode 2007-2011 dapat dilihat
pada gambar 4.1 :
Gambar 4.1
Grafik WCTA Periode 2007–2011
52
4.1.2
Retained Earnings to Total Assets pada Bank yang Go Public di BEI
Retained earnings to total assets merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva
perusahaan. Laba ditahan menunjukan berapa banyak pendapatan perusahaan
yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham.
Untuk mengetahui nilai Retained Earnings to Total Assets dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :
Contoh perhitungan Retained Earnings to Total Assets PT Bank Artha Graha pada
tahun 2007 adalah sebagai berikut
= -3,908
Dengan perhitungan yang sama maka diperoleh nilai variabel Retained earning
total asset dari seluruh Bank yang dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2
RETTA Bank Periode 2007–2011
No
2007
2008
2009
2010
2011
-3.908
2.766
6.378
3.329
7.376
4.607
4.621
-9.481
2.449
2.791
-3.488
3.475
7.468
2.466
6.516
5.136
5.975
-5.128
3.593
3.677
-2.632
3.727
7.999
3.429
7.852
5.923
6.117
-4.092
4.510
4.526
-1.850
3.546
8.794
3.626
8.353
5.772
6.566
-1.629
3.653
5.434
-1.283
2.067
9.508
3.594
8.690
5.616
8.937
-0.014
2.376
6.063
Jumlah
20.928
29.689
37.358
42.267
45.552
Rata-rata
2.093
2.969
3.736
4.227
4.555
Bank
1
Bank Artha Graha Internasional
2
Bank Bukopin
3
Bank Central Asia
4
Bank CIMB Niaga
5
Bank Danamon
6
Bank OCBC NISP
7
Pan Indonesia Bank
8
Bank Permata
9
Bank Mega
10
Bank Mandiri
Sumber : Pengolahan Data
Max
7.376
7.468
7.999
8.794
9.508
Min
-9.481
-5.128
-4.092
-1.850
-1.283
53
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai RETTA tertinggi selama tahun
2007 – 2011 yaitu Bank Central Asia sebesar 9,508. Nilai RETTA terkecil tahun
selama tahun 2007 – 2011 yaitu Bank Permata di tahun 2007. Nilai RETTA
menunjukkan kenaikan, yang berarti bahwa kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan terus mengalami kenaikan
karena laba ditahan menunjukan berapa banyak pendapatan perusahaan yang
sebagian belum dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham.
Untuk lebih jelasnya, RETTA pada Bank periode 2007-2011 dapat dilihat
pada gambar 4.2 :
Gambar 4.2
Grafik RETTA Periode 2007–2011
4.1.3
Earning Before Tax to Total Assets pada Bank yang Go Public di BEI.
Rasio Earning Before Tax to total asset ini merupakan rasio untuk
memperlihatkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup
dibandingkan sebelum pajak dalam total aktivanya. Rasio ini mencerminkan
efesiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk
menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba.
Untuk mengetahui nilai Earning Before Tax to Total Assets dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :
54
Contoh perhitungan Earning Before Tax to Total Assets PT Bank Artha Graha
adalah sebagai berikut :
= 0,277
Dengan perhitungan yang sama maka diperoleh nilai variabel Earning Before Tax
to Total Assets dari seluruh Bank yang dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai
berikut:
Tabel 4.3
Earning Before Tax to Total Assets Periode 2007–2011
No
Bank
1
Bank Artha Graha Internasional
2
Bank Bukopin
3
Bank Central Asia
4
Bank CIMB Niaga
5
Bank Danamon
6
Bank OCBC NISP
7
Pan Indonesia Bank
8
Bank Permata
9
Bank Mega
10
Bank Mandiri
Jumlah
Rata-rata
Max
Min
2007
2008
2009
2010
0.277
1.578
2.937
1.842
3.706
1.215
2.449
1.875
0.005
1.985
17.867
1.787
3.706
0.005
0.314
1.688
3.144
1.051
2.496
1.326
1.791
1.396
0.005
2.251
15.463
1.546
3.144
0.005
0.417
1.400
3.168
2.022
2.404
1.652
1.806
1.369
0.003
2.743
16.983
1.698
3.168
0.003
0.689
1.405
3.284
1.204
3.385
0.963
1.893
1.677
0.002
3.107
17.608
1.761
3.385
0.002
2011
0.680
1.200
2.653
1.172
3.249
0.514
1.710
1.538
0.002
2.473
15.192
1.519
3.249
0.002
Sumber : Pengolahan Data
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Earning Before Tax to
Total Assets terbesar selama tahun 2007-2011 yaitu Bank Danamon adalah
sebesar 3.385 nilai ini menunjukan kemampuan pendapatan sebelum pajak
sebesar 3,385 kali selama periode 2007-2011, nilai ini menunjukan kemampuan
total aktiva dalam menahan laba sebelum pajak selama periode tertentu.
55
Untuk lebih jelasnya, Earning Before Tax to Total Assets periode 20072011 dapat dilihat pada gambar 4.3 :
Gambar 4.3
Grafik Earning Before Tax to Total Assets Periode 2007–2011
4.1.4 Market Value of Equity to Book Value of Liabilities pada Bank yang Go
Public di BEI
MVOE to BVTL merupakan rasio yang biasanya digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban dari
nilai pasar modal sendiri. Nilai pasar modal sendiri diperoleh dengan mengalikan
jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar saham
biasa.
Untuk mengetahui nilai MVOE to BVTL dapat menggunakan rumus
sebagai berikut :
Contoh perhitungan Market value of equity to book value total liabilities
PT Bank Artha Graha pada tahun 2007 adalah sebagai berikut :
= 0,007
56
Dengan perhitungan yang sama maka diperoleh nilai variabel Market value of
equity to book value total liabilities dari seluruh Bank yang dapat dilihat pada
tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4
MVOE to BVOL Bank Periode 2007–2011
No
2007
Bank
1
Bank Artha Graha Internasional
2
Bank Bukopin
3
Bank Central Asia
4
Bank CIMB Niaga
5
Bank Danamon
6
Bank OCBC NISP
7
Pan Indonesia Bank
8
Bank Permata
9
Bank Mega
10
Bank Mandiri
Jumlah
Rata-rata
Max
Min
2008
2009
0.007
0.001
15.771
10.176 237.929 1043.406
276.008 424.751
2.423
242.962 275.176 219.058
49.401
51.014
0.875
0.039
0.022
2.150
9.432 124.410 290.400
0.000
0.000
18.447
6.151
7.054
0.000
3.378
0.016
0.019
597.554 1120.373 1592.549
59.755 112.037 159.255
276.008 424.751 1043.406
0.000
0.000
0.000
2010
2011
15.020
92.247
1.982
201.327
46.808
1.810
324.567
168.095
0.000
0.020
851.876
85.188
324.567
0.000
21.272
6.933
2.188
222.671
38.396
1.497
226.010
75.967
0.540
0.017
595.491
59.549
226.010
0.017
Sumber : Pengolahan Data
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai MVOE to BVOL selama tahun
2007-2011 yang tertinggi yakni Bank Bukopin di tahun 2009 yaitu sebesar
1043,406. MVOE to BVOL yang bernilai positif setiap tahunnya hal ini berarti
perusahaan memiliki kemampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dari
nilai pasar modal sendiri. Akan tetapi nilai MVOE to BVOL masing-masing bank
tiap tahunnya mengalami penurunan sehingga dapat diartikan bahwa kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya yang didapat dari nilai
pasar modal sendiri tiap tahunnya terus menurun.
Untuk lebih jelasnya, MVOE to BVOL pada Bank periode 2007-2011
dapat dilihat pada gambar 4.4 :
57
Gambar 4.4
Grafik MVOE to BVOL Periode 2007–2011
4.1.5 Sales to Total Assets pada Bank yang Go Public di BEI.
Rasio sales to total asset ini merupakan rasio untuk memperlihatkan
apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan
investasi dalam total aktivanya. Rasio ini mencerminkan efesiensi manajemen
dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan
penjualan dan mendapatkan laba.
Untuk mengetahui nilai sales to total assets dapat menggunakan rumus
sebagai berikut :
Contoh perhitungan sales to total assets PT Bank Artha Graha pada tahun 2007
adalah sebagai berikut :
= 0,011
Dengan perhitungan yang sama maka diperoleh nilai variabel sales to total assets
dari seluruh Bank yang dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut:
58
Tabel 4.5
Sales to total asset Periode 2007–2011
No
2007
Bank
1
Bank Artha Graha Internasional
2
Bank Bukopin
3
Bank Central Asia
4
Bank CIMB Niaga
5
Bank Danamon
6
Bank OCBC NISP
7
Pan Indonesia Bank
8
Bank Permata
9
Bank Mega
10
Bank Mandiri
Jumlah
Rata-rata
Max
Min
0.011
-0.010
0.007
0.018
0.020
0.011
0.011
0.015
0.010
0.009
0.101
0.010
0.020
-0.010
2008
0.010
-0.011
0.006
0.011
0.017
0.010
0.008
0.010
0.011
0.009
0.082
0.008
0.017
-0.011
2009
0.017
-0.011
0.005
0.012
0.018
0.010
0.009
0.012
0.011
0.010
0.094
0.009
0.018
-0.011
2010
0.009
-0.009
0.005
0.011
0.016
0.009
0.007
0.009
0.007
0.010
0.072
0.007
0.016
-0.009
2011
0.010
-0.009
0.004
0.010
0.014
0.007
0.007
0.007
0.009
0.009
0.066
0.007
0.014
-0.009
Sumber : Pengolahan Data
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai sales to total asset terbesar tahun
2007-2011 adalah Bank Danamon sebesar 0,020, nilai ini menunjukan
kemampuan total aktiva dalam menciptakan penjualan adalah sebesar 0.020 kali
selama periode 2007-2011. Satu kali perputaran aktiva adalah selama = 365/0.020
= 18250 = 18250 hari. Jadi, dapat diketahui bahwa perputaran aktiva untuk
menghasilkan penjualan adalah selama 18250 hari. Nilai ini menunjukan
kemampuan total aktiva dalam menciptakan penjualan selama periode tertentu.
Untuk lebih jelasnya, SATTA pada Bank periode 2007-2011 dapat dilihat
pada gambar 4.5 :
59
Gambar 4.5
Grafik SATA Periode 2007–2011
4.2
Penilaian Model Altman Z-Score
Setelah diperoleh nilai-nilai rasio keuangan masing-masing perusahaan,
maka langkah penelitian selanjutnya adalah melakukan perhitungan Z-Score dari
hasil interpelasi nila rasio tersebut. Kemudian nilai Z-Score tersebut dibandingkan
dengan kriteria yang telah ditetapkan Altman agar dapat memprediksi kondisi
kesehatan keuangan dari masing-masing perusahaan. Berdasarkan perusahaan
yang diteliti, yakni Bank yang telah Go Public maka penulis memilih model
Altman Z-Score untuk digunakan dalam penelitian ini.
Adapun rumus dari Model Altman Z-Score adalah sebagai berikut :
Keterangan :
= Working Capital to Total Assets
= Retained Earnings to Total Assets
= EBIT to Total Assets
= Market Value of Equity to Book Value Total Liabilities
= Sales to Total Assets
Dengan kriteria sebagai berikut :
60
1. Z-Score > 2,99
Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan atau dapat
dikatakan aman dari kebangkrutan.
2. 1,8 ( Z-Score) 2,99
Perusahaan akan mengalami kebangkrutan, jika tidak melakukan
perbaikan yang berarti dalam manajemennya maupun dalam struktur
keuangannya.
3. Z-Score < 1,8
Perusahaan mengalami ancaman kebangkrutan yang serius.
Nilai Z-Score untuk masing-masing perusahaan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus persamaan model original Z-Score diatas. Contoh
perhitungannya sebagai berikut :
Nilai Z-Score untuk PT. Bank Artha Graha Internasional pada tahun 2007 adalah :
Z = 1.2X 1 + 1.4X 2 + 3.3X 3 + 0.6X 4 + 1.0X 5
= 1.2 (0.038) + 1.4(-3.908) + 3.3(0.277) + 0.6(0.007) + 1.0(0.011)
= 0.0456 + -5.4712 + 0.9141 + 0.0042 + 0.011
Z = - 5.1137
Setelah kita memasukan seluruh rasio yang akan diuji kedalam rumus Altman ZScore kemudian dibagi kedalam kriteria yang telah disebutkan diatas, maka hasil
perhitungan Altman Z-Score pada Bank yang go publik di BEI dapat dilihat pada
tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6
Altman Z-Score Pada Bank Swasta Nasional Devisa Periode
2007-2011
No
Bank
2007
Zscore
Prediksi
1
Bank Artha
Graha
Internasional
-5.11
Sangat
Buruk
2
Bank Bukopin
39,04
3
Bank Central
Asia
4
5
2008
Zscore
2009
2011
2010
Prediksi
Zscore
Prediksi
Zscore
Prediksi
Zscore
Prediksi
-4.505
Sangat
Buruk
48.85
Aman
47.73
Aman
69.14
Aman
Aman
791,73
Aman
3449,86
Aman
310,79
Aman
4,11
Aman
922,70
Aman
1415,29
Aman
22,37
Aman
15,61
Aman
22,14
Aman
Bank CIMB
Niaga
808,33
Aman
912,61
Aman
729,74
Aman
670,68
Aman
741,04
Aman
Bank Danamon
177,07
Aman
179,98
Aman
13,42
Aman
16,30
Aman
169,56
Aman
61
6
Bank OCBC
NISP
7,822
Aman
8,616
Aman
17,065
Aman
15,038
Aman
13,333
Aman
7
Bank Pan
Indonesia
40,094
Aman
420,752
Aman
968,732
Aman
1082,19
Aman
760,09
Aman
8
Bank Permata
-11,37
Sangat
Buruk
-5,76
Sangat
Buruk
56,53
Aman
554,13
Aman
252,22
Aman
9
Bank Mega
Indonesia
23,74
Aman
28,33
Aman
6,33
Aman
5,13
Aman
5,12
Aman
10
Bank Mandiri
17,05
Aman
7,46
Aman
9,15
Aman
10,79
Aman
11,03
Aman
Sumber : Pengolahan Data
4.2.1
Analisis Penilaian Model Altman Z-Score
Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata Z-Score pada Bank
yang listing di BEI selama 2007-2011 tidak menunjukkan kriteria dari model
Altman Z-Score yang masuk dalam kategori buruk yang berarti perusahaan akan
mengalami kebangkrutan, akan tetapi beberapa perusahaan yang di tahun-tahun
tertentu mengalami penilaian buruk bahkan sangat mampu mengantisipasi dan
melakukan perbaikan, baik dalam manajemennya maupun dalam struktur
keuangannya. Hal tersebut dapat terjadi karena nilai Working Capital to Total
Assets dari tahun 2007-2011 terus mengalami penurunan di tahun 2007 sampai
2008 pada Bank Artha Graha dan Bank Permata tahun 2008 masuk kategori
sangat buruk. Kondisi ini dikarenakan nilai Working Capital to Total Assets
bernilai negatif. Tanda negatif pada nilai ini berarti bahwa perusahaan mempunyai
modal kerja bersih negatif (nilai hutang lancar lebih besar daripada harta lancar).
Jadi dapat diartikan bahwa perusahaan kekurangan aktiva lancar untuk membayar
hutang lancar yang jatuh tempo dari total aktiva perusahaan. Hal ini menunjukan
bahwa bank yang termasuk kriteria sangat buruk dan buruk berpotensi tidak dapat
melunasi hutang-hutang lancarnya yang jatuh tempo dengan menggunakan harta
lancar perusahaan dan perusahaan mengalami kesulitan modal kerja. Selain itu
juga hal yang menyebabkan nilai tersebut negatif adalah karena pada tahun
tersebut disebabkan oleh nilai current liabilities yang lebih besar dibandingkan
dengan nilai current asset-nya. Nilai current liabilities yang besar akan
menimbulkan beban bunga yang besar dan apabila nilai current liabilities lebih
besar dibandingkan nilai current asset-nya akan membuat perusahaan tidak likuid
62
dan cenderung mengalami krisis karena tidak dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya sehingga dapat berakibat pada kebangkrutan.
Dari tabel diatas juga dapat terlihat bahwa dari tahun 2007-2011 nilai ZScore-nya mengalami peningkatan dan mampu mengantisipasi dan melakukan
perbaikan, baik dalam manajemennya maupun dalam struktur keuangannya.
Hal lain yang menyebabkan nilai Z-Score naik tiap tahunnya adalah nilai
Market Value of Equity to Book Value of Liabilities yang tiap tahunnya dari 20072011 terus mengalami kenaikan, sehingga dapat diartikan bahwa kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya yang didapat dari nilai
pasar modal sendiri tiap tahunnya berusaha untuk mengantispasi apabila terjadi
penurunan. Untuk hasil lebih jelasnya dapat nilai rata-rata Z-Score pada Bank
yang listing di BEI selama 2007-2011 dapat dilihat pada gambar grafik sebagai
berikut :
Grafik 4.6 Nilai rata-rata Z-Score pada Bank yang listing di BEI 2007-2011
Dari grafik 4.6 dapat dilihat nilai Z-Score paling besar tahun 2007 dan
2008 yaitu Bank BCA dengan nilai 922,70 dan 1415,29 dan nilai Z-Score paling
kecil pada tahun 2007 dan 2008 yaitu Bank Artha Graha dengan nilai -5,11 dan 4,505 di prediksi sangat buruk. Nilai Z-Score Bank Bukopin tahun 2009 mencapai
3449,86 dan pada tahun 2010 Bank PANIN mencapi nilai Z-Score 1082,19
sedangkan nilai Z-Score paling kecil tahun 2009 – 2010 yaitu Bank Mega dengan
nilai 6,3 dan 5,13 akan tetapi masih di prediksi Aman. Pada Tahun 2011 Bank
CIMB Niaga mencapai nilai Z-Score paling besar yaitu 741,04 dan nilai Z-Score
paling kecil pada tahun 2011 yaitu Bank Bukopin dengan nilai 4,11 akan tetapi
masih di prediksi Aman.
Download