BAB II PERILAKU KEAGAMAAN REMAJA A. Perilaku Keagamaan 1. Pengertian Perilaku Keagamaan Pengertian perilaku keagamaan dapat dijabarkan dengan cara mengartikan perkata. Kata perilaku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa yaitu tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau perilaku. 1 Perilaku merupakan seperangkat perbuatan atau tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenainya, yaitu dorongan untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.2 Sedangkan menurut W.J.S. Poerwadaminta, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan dan sikap yang muncul dalam perbuatan yang nyata atau ucapan.3 Sedangkan dalam bukunya Hasan Langgulung yang berjudul “Asaa-asas Pendidikan Islam” Al-Ghozali berpendapat bahwa perilaku atau tingkah laku adalah sebagai berikut: 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar BahasaIndonesia Pusat Bahasa (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 859. 2 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi Ofset, 2010), hlm. 11. 3 W.J.S. Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, edisi 3,2001), hlm. 7. 18 19 a. Tingkah laku mempunyai penggerak (motivasi), pendorong dan tujuan. b. Motivasi itu bersifat dari dalam yang muncul dari diri manusia itu sendiri, tetapi ia rangsang dengan rangsangan-rangsangan dari luar atau rangsangan-rangsangan dari dalam yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan jasmani dan kecenderungan-kecenderungan alamiah, seperti rasa lapar, cinta dan takut kepada Allah. c. Menghadapi motivasi-motivasi manusia mendapati dirinya terdorong untuk mengerjakan sesuatu. d. Tingkah laku ini mengandung rasa kebutuhan dengan perasaan tertentu dan kesadaran akal terhadap suasanatersebut. Ini semua disertai oleh aktivitas jenis tertentu yang tidak terpisah dari rasa, perasaan dan kesadaran dari suasana itu. e. Kehidupan psikologi adalah suatu perbuatan dinamis, dimana perilaku interaksi terus menerus antara tujuan atau motivasi dengan tingkah laku. f. Tingkah laku itu bersifat individual yang berada menurut perbedaan faktor-faktor keturunan dan perolehan atau proses belajar. g. Tingkah laku ada dua tingkatan. Tingkatan pertama manusia berdekatan dengan semua makhluk hidup, yang dikuasai oleh motivasi-motivasi sedangkan pada tingkatan yang kedua ia mencapai cita-cita idealnya dan mendekatkan pada makna-makna ke-Tuhanan 20 dengan tingkah laku malaikat, tingkat ini dikuasai oleh keimanan dan akal.4 Sedangkan kata keagamaan berasal dari kata dasar agama yang berarti sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Kata keagamaan itu sudah mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” yang mempunyai arti sesuatu (segala tindakan) yang berhubungan dengan agama.5 Berdasarkan uraian di atas perilaku keagamaan berarti segala tindakan perbuatan atau ucapan yang dilakukan seseorang sedangkan perbuatan atau tindakan serta ucapan tadi akan kaitannya dengan agama, semuanya dilakukan karena adanya kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran, kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan. Oleh karena itu dalam agama ada ajaran-ajaran yang dilakukan bagi pemeluk-pemeluknya, bagi agama islam, ada ajaran yang harus dilakukan dan adapula yang berupa larangan. Ajaran-ajaran yang berupa perintah yang harus dilakukan diantaranya adalah sholat, zakat, puasa, haji, menolong orang lain yang sedang kesusahan dan masih banyak lagi. Sedangkan yang ada kaitannya dengan larangan itu lagi banyak seperti, minum-minuman keras, judi, korupsi, main perempuan dan lain-lain. 4 5 hlm. 11. Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Al-Husna,2000), hlm. 306. Pusat Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 21 Oleh sebab itu dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung banyak aktivitas yang telah kita lakukan baik itu yang ada hubungannya antara makhluk agama dengan pencipta, maupun hubungan antara makhluk dengan sesama makhluk, itu pada dasarnya sudah diatur oleh agama.6 Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku keagamaan adalah tanggapan atau reaksi nyata seseorang sebagai akibat dari akumulasi pengalaman, pengalaman sebagai respon yang diterimanya, yang diwujudkan dalam bentuk ibadah keseharian seperti: sholat, puasa, sabar, tawakal, dan bergaul dengan sesama. Perilaku keagamaan seseorang pada dasarnya tidak terlepas dari dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran islam yang dapat diklarifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: a. Aqidah Aqidah adalah urusan yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, menentramkan jiwa, dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur dengan keraguan.7inti materi dari aqidah adalah mengenai keimanan sebagaimana terdapat dalam rukun iman, yakni meyakini tentang Allah, para malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qada dan qadar. 6 7 Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 204. Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 124. 22 b. Syariah Syariah menurut hukum Islam, sebagai mana dikutip dari buku karya Muhammad Alim yang berjudul “Pendidikan Agama Islam” adalah hukum-hukum dan tata aturan yang disampaikan Allah agar ditaati hamba-hamba-Nya. Syariah juga diartikan sebagi satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, serta hubungan manusia dengan alam lainnya. Secara garis besar ajaran syariah Islam adalah ibadah seperti yang terdapat dalam rukun Islam, muamalah (sosial), munakahat (hubungan keluarga), jinayat (pidana), siyasah (kemasyarakatan atau politik), dan peraturan-peraturan lainnya seperti makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar dan lain-lain.8 c. Akhlak Menurut bahasa akhlak ialah kata jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Akhlak diartikan sebagai ilmu tata krama, ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau baik sesuai dengan norma-norma atau tata susila.9 8 9 hlm.3. Ibid., hlm.139. M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al Quran (Jakarta: Amzah, 2007), 23 Akhlak dalam ajaran Islam mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa). Akhlak mengandung empat unsur yaitu adanya perbuatan baik dan buruk, adanya kemampuan melaksanakan, mengetahui perbuatan yang baik dan buruk, dan adanya kecenderungan kondisi jiwa pada salah satu perbuatan terpuji maupun yang tercela. 10 Ukuran untuk menentukan akhlak itu terpuji atau tercela adalah syara’ yakni aturan atau norma yang ada di Al-Quran maupun Sunnah dan akal sehat. Akidah, syariah dan akhlak saling berhubungan, akidah merupakan sistem kepercayaan dan dasar bagi syariah dan akhlak, sedangkan tidak ada syariah dan akhlak selama tanpa akidah Islam.11 2. Pembentukan Perilaku Secara psikologis perilaku dapat dibawa dari lahir dan dipengaruhi oleh faktor genetik. Walaupun demikian sebagian besar para pakar psikologis sosial berpendapat bahwa perilaku terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak taerapan yaitu bahwa berdasarkan pandangan ini dapat disusun berbagai upaya (penerangan, pendidikan , pelatihan dan sebagainya) untuk mengubah perilaku seseorang. 10 Nasirudin, Histirisitas & Normativitas Tasawuf (Semarang: Aktif Media,2008), hlm. 28. Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 79. 11 24 Menurut Sarlito W. Sarwono, perilaku dapat terbentuk melalui empat macam cara: a. Adopsi Kejadian-kejadian yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya perilaku. b. Deferensiasi Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambanhya usia maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang dipandang tersendiri. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula. c. Integrasi Pembentukan sikap di sini terjadi secara bertahap dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan hal tertentu, sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut. d. Trauma Trauma yaitu pengalaman-pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan-kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan, pengalaman traumatis yang dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap. Pembentukan perilaku tidak terjadi demikian saja melainkan melalui suatu proses tertentu, 25 melalui kontak sosial terus menerus antara individu dan individu lain disekitarnya.12 3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keagamaan Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena itu, kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih mengambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan gaib. Dari kesadaran agama dan pengalaman agama ini muncul perilaku keagamaan yang ditampilkan seseorang. Perkembangan perilaku keagamaan pada remaja ini menduduki pada masa progresif. Penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.13 Jalaludin dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Agama” menerangkan bahwa perilaku keagamaan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern (pembawaan) dan faktor ekstern (lingkungan). Juga menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang beragama. Namun keagamaan tersebut memerlukan bimbingan agar dapat tumbuh dan berkembang secara benar. Untuk itu anak-anak memerlukan tuntunan dan bimbingan sejalan dengan tahap perkembangan yang mereka alami. Tokoh yang paling menentukan dalam menumbuhkan perilaku keagamaan itu adalah keluarga terutama orang tua.14 12 Sarlito. W. Sarwono, Psikologi sosial (jakarta: Bulan Bintang, 2000), hlm. 96. Noer Rohmah, Pengantar Psikologi Agama (Yogyakarta : TERAS, 2013), hlm. 126-127. 14 Jalaludin, Psikologi Agama (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm. 69. 13 26 Sedangkan menurut W. Starbuck sebagaimana dikutip dalam buku Noer Rokhmah yaitu: a. Pertumbuhan pikiran dan mental Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mereka juga tertarik dengan masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan lainnya. Dari hasil penelitian Allport, Gillesphy dan Young menunjukan bahwa agama yang ajarannya lebih bersifat konservatif lebih mempengaruhi bagi remaja untuk tetep taat pada ajaran agamanya. Agama yang ajaran kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merasang pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga mereka meninggalkan ajaran agamanya. b. Perkembangan perasaan Pada masa remaja ini berbagai perasaan yang telah perkembang misalnya: perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan yang religius akan mendorong remaja untuk cenderung kepada kehidupan yang religius pula. Sebaliknya kehidupan yang liberal yakni para remaja yang hidupnya kurang mendapatkan siraman pendidikan dan pengalaman agama yang cukup, 27 maka hidupnya juga cenderung bebas dan bakhan tidak jarang mereka yang terperosok kedalam tindakan seksual.15 c. Pertimbangan sosial Dalam kehidupan keagaamaan pada masa remaja banyak yang timbul konfil antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bungung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersifat materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap remaja tahun 1789 remaja Amerika antara usia 18-29 tahun menunjukan bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi kepentingan ; keuangan, kesejahteraan, kebahagian, kehormatan diri dan masalah kesengan pribadi lainnya. Sedangkan masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar 3,6% masalah sosial 5,8%. Dari hasil penyelidikan tersebut bisa dilihat bahawa keagaamaan pada masa remaja dipengaruhi oleh pertimbangan sosial. d. Perkembangan moral Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakup : 1) Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi 2) Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik 15 Noer Rohmah, Op. Cit., hlm. 127-128. 28 3) Submissive, merasakan adanyaa keraguan terhadap ajaran moral dan agama 4) Unadjusted, belum menyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral 5) Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat. e. Sikap dan minat Besar – kecil sikap dan minat para remaja terhadap agama ternyata juga dipengaruhi oleh kebiasaan dan lingkungan agama yang mereka terima sejak kecil sudah dibiasakan untuk taat terhadap ajaran agama maka ketika masa remaja dimungkinkan anak tersebut akan lebih cenderung mempunyai sikap dan minat yang lebih tinggi terhadap ajaran agama dan bagitupun sebaliknya. f. Ibadah Menurut hasil penelitian Ross dan Oskar Kupky tentang pandangan para remaja terhadap ajaran agama yakni masalah ibadah dan do’a adalah sebagai berikut : 1) 148 siswi dinyatakan bahwa 20 orang diantara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman keagamaan sedangkan sisanya 128 mempunyai pengalaman keagamaan yang 68 diantaranya secara alami (tidak melalui pengajaran resmi) 2) 31 orang diantaranya yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses alami itu mengungkapkan adanya perhatian 29 mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan dibalik keindahan alam yang mereka nikmati.16 Pada masa remaja ini kondisi jiwa agama belum stabil, hal ini dikarenakan secara kejiwaan mereka masih belum mencapai kematangan sehingga dalam beragamapun terkadang mengalami keraguan yang akhirnya akan muncul konflik dalam jiwa remaja tersebut. Berdasarkan hasil penelitian W Starbuck sebagaimana dikutip dalam bukunya Noer Rokhmah menerangkan faktor yang menyebabkan anak pada usia remaja mengalami keraguan dalam beragama yang antara lain yaitu : 1) Kepribadian yang menyangkut salah tafsir dan jenis kelamin : a) Seseorang yang memiliki kepribadian introvert,maka kegagalan akan menyebabkan dirinya salah tafsir terhadap sifat Tuhan yang Maha Pemurah. b) Perbedaan jennis kelamin dan kematangan merupaka faktor yang menentukan dalam keraguan agama. Wanita yang lebih cepat matang dalam perkembangannya akan lebih cepat menunjukkan keraguan daripada remaja pria. 2) Kesalahan organisasi keagamaan dan pemuka agama adanya berbagai lembaga keagamaan, organisasi dan aliran keagamaan yang terkadang bisa menimbulkan kesan adanya pertentangan dalam ajarannya. Pengaruh ini dapat menjadi penyebab 16 Ibid., hlm. 130. 30 timbulnya keraguan bagi para remaja. Demikian pula tindak tanduk pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama. 3) Pernyataan kebutuhan manusia Manusia mamiliki sifat konservatif (senang dengan yang sudah ada) dan dorongan curiosty (dorongn ingin tahu). Berdasarkan faktor bawaan ini, terkadang ia terdorong untuk mempelajari ajaran agama dan jika ada perbedaan – perbedaan yang kurang sejalan dengan apa yang telh dimilikinya maka biasannya akan muncul keraguan. 4) Kebiasaan Seseorang yang sudah terbiasa akan suatu tradisi keagamaan yang dianutnya, akan ragu menerima kebenaran ajaran yang baru diterimanya atau dilihatnya. 5) Pendidikan Dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat pendidikan yang dimilikinya akan membawa pengaruh sikapnya terhadap ajaran agama. Remaja yang terpelajar dan selalu mengedepankan rasionya terhadap ajaran agamanya, terutama ajaran yang bersifat dogmatis. Apalagi jika remaja tersebut memiliki kemampuan untuk menafsirkan agama yang dianutnya itu secara lebih rasinal. 31 6) Percampuran antara agama dan mistik Para reamaja masih merasa ragu untuk menentukan anatar unsur agama dengan mistik. Sejalan dengan perkembangan agama di dalam masyarakat kadang-kadang secara tidak disadari tindak keagamaan yang mereka lakukan ditopang oleh praktek kebatianan dan mistik.17 Dalam bukunya Samsul Arifin yang berjudul Psikologi Agama pun dijelaskan mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan remaja yaitu antara lain : a. Faktor Intern Perkembangan jiwa keagamaan selain oleh faktor ekstern juga ada faktor intern seseorang. Yang termasuk dalam faktor intern ini adalah : 1) Faktor hereditas Sejak penemuan sifat kebakaan pada tanaman oleh Johan Gregot Mendel (1822 – 1884) telah dilakukan sejumlah kajian terhadap hewan dan manusia. Jiwa keagaamaan atau perilaku beragama memang bukan secara langsung sebagai faktor bawaan yang diwariskan secara turun temurun, melainkan terbentuk dari berbagai unsur kejiwaan lainnya yang mencangkup kognitif, afektif dan kognitif. Akan tetapi dalam penelitian terhadap janin terungkap bahwa makan dan perasaan ibu berpengaruh terhadap kondisi janin yang 17 Ibid., hlm. 134. 32 dikandungnya. Demikan pula, Margareth Mead menemukan dalam penelitiannya terhadap suku Mundugumor dan Arapeseh bahwa terdapat hubungan anatar cara menyusui dengan sikap bayi. Bayi yang disusukan secara tergesa-gewsa (Arapesh) menampilkan sosok yang agresif dan yang disusukan secara wajar dan tenang (Mundugumor) akan menampilkan perilaku yang toleran dimasa remajanya.18 Selain itu Rasul SAW juga mengajurkan untuk memilih pasangan hidup yang baik dalam membina rumah tangga, sebab menurut beliau keturunan itu berpengaruh bagi perkembangan jiwa keagamaan seseorang yang akan berdampak pada perilaku keagamaan yang mereka jalani di masa yang akan datang. 2) Tingkat usia Dalam The Developmennt og Religius on Chilidren, Ernest Harms mengungkapkan bahwa perkembangan agama pada masa anak-anak ditentukan oleh tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaan, termasuk perkembangan berfikir. Ternyata, anak yang menginjak usia berfikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajaran agama. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja menimbulkan konfilk kejiwaan yang cenderung memengaruhi terjadinya konversi agama.19 18 19 Bambang Samsul Arifin, Psikologi Agama(Bandung : Pustaka setia, 2008), hlm. 79. Ibid., hlm. 80. 33 3) Kepribadian Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara unsur hereditas dan pengaruh lingkungan inilah yang membentuk keperibadian. Dan adanya dua unsur tersebut akan menyebabkan munculnya konsep tipologi dan karakter. 4) Kondisi kejiwaan Menurut pendekatan-pendekatan psiokologi jelas bahwa antara keperibadian dan kejiwaan maka akan menghasilkan perilaku yang normal ataupun perilaku abnormal b. Faktor ekstern Manusia sering disebut dengan homoreligius (makhluk beragama) faktor ekstern yang mempengarui keberagamaan remaja adalah : 1) Lingkungan Keluarga Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan kejiwaan keagamaan yang berdampak pula perilaku keagamaan remaja. Oleh karena itu, sebagai interverensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan perkembangan jiwa keagamaan pada remaja. 2) Institusi Sekolah juga ikut mempengaruhi perilaku keagamaan remaja dari segi meteri pengajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai pendidik serta pergaulan antar teman di sekolah berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik pula. 34 3) Masyarakat Kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-niali yang didukung warganya, oleh karena itu, setiap warga berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada.20 4. Macam-macam perilaku keagamaan Para ahli psikologi membedakan tingkah laku menjadi 2 macam: a. Tingkah Laku Intelektual Tingkah laku intelektual adalah sejumlah peraturan yang dikerjakan seseorang yang berhubungan dengan kehidupan jiwa dan intelektual. Ciri utamanya adalah berusaha untuk mencapai tujuan tertentu. b. Tingkah Laku Mekanisme atau Refleksi Tingkah laku mekanisme adalah respon-respon yang timbul pada manusia secara menistis seperti kedipan mata sebab cahaya dan gerakan-gerakan rambang yang kita lihat pada anak-anak seperti penggerakan kedua tangan dan kaki secara terus menerus.21 Sedangkan menurut Syaikh M. Jamaludin Mahfudz dalam bukunya “Psikologi Anak dan Remaja Muslim” juga mengemukakan macam atau karakteristik tingkah laku yang positif. Diantara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut: 20 21 hlm. 14. Ibid., hlm. 85. M. Jamiluddin Mahfudz, Psikologi Anak dan Remaja Muslim(Jakarta: Al- Kautsar, 2001) 35 1) Mampu menguasai diri. 2) Berani memikul tanggung jawab dan menghargainya. 3) Mau bekerja sama. 4) Mampu saling mencintai dan mempercayai. 5) Mampu saling memberi dan menerima dalam waktu yang bersamaan seseorang mampu memberi yang lebih banyak dari pada yang ia terima. 6) Bisa diajak kerja sama dalam mendorong perkembangan dan kemajuan bagi masyarakat khususnya dan bagi masyarakat dunia pasa umumnya. 7) Mau memperhatikan orang lain, bisa membangun relasi-relasi positif dan anggota masyarakat dan berusaha menciptakan rasa saling pengertian serta saling membantu diantara mereka. 8) Mampu menciptakan target-target ambisinya, berusaha mewujudkan sesuai dengan kemampuannya. 9) Mampu menghadapi pergumulan ketakutan, kegelisahan dan perasaan bersalah. 10) Menikmati kepercayaan diri dan kemampuan menarik orang lain berbuat hal yang sama dan keberhasilannya menciintai serta menghargai mereka.22 22 Ibid., hlm. 113. 36 B. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja adalah periode transisi antara masa kanak-kanak kedewasa atauusia belasan tahun, atau jika seseorang menunjukan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya.23 Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir ditandai oleh pertumbuhan cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar dan dalam itu membawa akibat yang sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja. Oleh karena itu, masa remaja merupakan masa yang paling mengesankan dan indah dalam perkembangan manusia, karena masa tersebut penuh dengan tantangan, gejolak emosi dan perubahan jasmani, psikologi dan sosial. Di mana masa remaj juga merupakan masa yang penuh dengan konflik baik dengan dirinya sendiri maupun dengan yang lainnya.24 Menurut WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: a. Individu berkembang dari pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksuel sekundernya saat ia mencapai kematangan seksual. 23 24 Sarlito W Sarwono, Psikologi Remaja(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 2. Noor Rahman Hadjam, Majalah Gerbang (Yogyakarta: Suara Muhamadiyah, 2002), hlm. 42 37 b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi perubahan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadan yang relativ lebih mandiri.25 Sedangkan menurut Clarke Stewart dan Friedman yang dikutip oleh Hendriati Agustiani dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan, menjelaskan bahwa masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perbahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang besar sehingga mencapai tubub orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduksi. Selain itu remaj juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.26 Secara umum masa remaja merupakan masa pancaroba, penuh dengan kegelisahan dan kebingungan. Keadaan tersebut lebih disebabkan oleh perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat, terutama dalam hal fisik. Perubahan dalam pergaulan sosial, perkembangn intelektual, adanya perhatian dan dorongan pada lawan jenis.27 25 Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 14. 26 27 Hendriati Agustini, Psikologi Perkembangan ( Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 28. Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 64. 38 2. Pertumbuhan Mental Remaja Ide-ide agama, dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama, pada dasarnya diterima oleh seseorang pada masa kecilnya. Ide-ide pokok ajaran-ajaran agama yang diterimanya waktu kecil itu akan berkembang dan bertambah subur, apabila anak atau remaja dalam menganut kepercayaan itu tidak mendapat kritikan-kritikan dalam hal agama itu. Dan apa yang bertumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan yang dipeganginya melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakannya. Pertumbuhan pengertian tentang ide-ide agama sejalan dengan pertumbuhan kecerdasan. Pengertian-pengertian tentang hal-hal yang abstrak, yang tidak dapat dirasakan atau dilihat langsung seperti pengertian tentang akhirat, surga, neraka dan lain sebagainya., baru dpat diterima oleh anak-anak apabila pertumbuhan kecerdasannya telah memungkinkan untuk itu. Remaja-remaja yang mendapat didikan agama dengan cara tidak memberi kesempatan atau berpikir logis dan mengkritik pendapatpendapat yang tidak masuk akal, disertai pula oleh kehidupan lingkungan dan orang tua, yang juga mengant agama yang sama, maka kebimbangan pada masa remaja itu agak kurang. Remaja-remaj akan merasa gelisah dan kurang aman apabila agama atau keyakinannyaberlainan dari agama atau keyakinan orang tuanya. Keyakinan orang tua dan keteguhannya menjalankan ibadah, serta memelihara nilai-nilai agama dalm kehidupannya sehari-hari menolong remaja dari kebimbangan agama. 39 Setelah perkembangan mental remaja sampai kepada mampu menerima atau menolak ide-ide atau pengertian-pengertian yang abstrak, maka pandangannya terhadap alam dengan segala isi dan peristiwanya berubah, dari mau menerima tanpa pengertian menjadi menerima dengan penganalisaan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian remaja akan pokok-pokok keyakinan dalam agama dipengaruhi oleh perkembangan pikirannya pada umur remaja. Gamabaran remaja tentang Tuhan merupakan bagian dari gambaran terhadapa alam ini. Hubungannya dengan Tuhan, bukanlah hubungan yang sederhana, antara dia dengan Tuhan. Akan tetapi kompleks dan berjalin melalui alam ini, hubungan disini adalah antara dia, alam dan Tuhan. Perasaannya terhadap Tuhan, adalah pantulan dari sikap jiwanya terhadap alam luar. Maka agama remaja adalah hubungan antara dia, Tuhan dan alam semesta, yang terjadi dari peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lalu dan yang sedang di alami oleh remaja itu, atau dengan kata lain dapat diringkaskan bahwa agama remaja adalah hasil dari interaksi antara dia dan lingkungannya sedang gambarannya tentang Tuhan dan sifat-sifatnya, dipengaruhi oleh kondisi perasaan dan sifat remaja itu sendiri.28 3. Problem Remaja Umur remaja adalah umur peralihan dari anak-anak menjelang dewasa, yang merupakan masa perkembangan terkhir bagi pembinaan 28 Zakiyah Daradjat, ilmu jiwa agama (Jakarta: Bulan Buntang,2003), cet XVI, hlm. 85-89. 40 kepribadian atau masa persiapan untuk memasuki umur dewasa, problemnya tidak sedikit. Telah banyak penelitian yang dilakukan orang dalam mencari problema yang umum dihadapi oleh remaja, baik di negara yang maju, maupun yang masih berkembang. Di antara problem remaja yang sering dirasakan antara lain adalah: a. Masalah hari depan Setiap remaja memiokirkan masa depannya. Ia ingin mendapat kepastian, akan jadi apakah ia nanti setelah tamat. Pemikiran akan hari depan itu semakin memuncak dirasakan oleh mereka yang duduk di bangku Universitas atau mereka yang berada di dalam kampus. Tidak jarang kita mendengar kalimat-kalimat yang memantulkan kecemasan akan hari depan itu. Kecemasan akan hari depan yang kurang pasti, itu telah menimbulkan berbagai problem lain, yang mungkin menambah suramnya masa depan remaja itu, misalnya semangat belajar menurun, kemampuan berpikir berkurang, rasa tertekan timbul bahkan terkadang sampai kepada mudahnya mereka terpengaruh oleh hal-hal yang tidak baik, kenakalan dan penyalah gunaan narkotika. Perhatian mereka terhadap agama semakin berkurang, bahkan tidak jarang terjadi goncangan hebat dalam kepercayaan kepada Tuhan. b. Masalah hubungan dengan orang tua Sering kali terjadi pertentangan pendapat antara orang tua dan anak-anaknya yang telah remaja atau dewasa. Kadang-kadang 41 hubungan yang kuaran baik itu timbul, karena remaja mengikuti arus dan mode, seperti: rambut gonderong, pakaian kurang sopan dan terhadap orang tua kurang hormat. c. Masalah moral dan agama Tampaknya masalah ini semakin memuncak, terutama di kotakota besar barang kali pengaruh hubungan dengan budaya asing semakin meningkat malaluui film, bacaan, gambar-gambar dan hubungan langsung dengan orang asing yang datang dengan berbagai sikap dan kelakuan. Biasaya kemerosotan moral disertai oleh sikap menjauh dari agama. Nilai-nilai moral yang tidak didasarkan kepada agama akan terus berubah sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat. Keadaan dan nilai-nilai yang berubah itu menimbulkan goncangan pula, karena menyebabkan orang hidup tanpa pegangan yang pasti. Niali yang tetap dan tidak berubah adalah nilai-nilai agama, karena nilai agama itu absolut dan berlaku mutlak sepanjang zaman, tidak dipengaruhi waktu, tempat dan keadaan.29 4. Perilaku Keagamaan Remaja Perilaku keagamaan remaja terdiri dari tiga kata yaitu peilaku , keagamaan dan remaja, yang dimana perilaku yaitu tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau perilaku. 30 Sedangkan Keagamaan yaitu berhubungan dengan agama. 31 Perilaku keagamaan merupakan tanggapan atau reaksi terhadap segala bentuk kegiatan yang berhubungan 29 Ibid., hlm. 145-147. Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit., hlm. 859. 31 Ibid., hlm.15. 30 42 dengan agama yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku keagamaan seseorang pada dasarnya tidak terlepas dari dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran Islam yang dapat diklarifikasikan menjadi tiga bagian,yaitu: aqidah, syari’ah, dan akhlak.32 Remaja yaitu periode transisi antara masa kanak-kanak kedewasa atau usia belasan tahun, atau jika seseorang menunjukan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya. 33 Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Agama memberikan sebuah kerangka moral sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.34 Jadi dari definisi-definisi tersebut dapat kita simpulkan maksud dari perilaku keagamaan remaja yaitu tanggapan atau reaksi remaja terhadap rangsangan keagamaan yang tidak bisa terlepas dari dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran islam yaitu aqidah, syariah dan akhlak yang dipengaruhi oleh perkembangan pikirannya. 32 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 124. 33 Sarlito W Sarwono, Op. Cit,. Hlm. 2. Sugeng Sholehudin, Psikologi Perkembangan Dalam Perspektif Pengantar (Pekalongan: STAIN PRESS,2009), hlm.145. 34