Neraca Ekonomi Lingkungan (Keberadaan dan Urgensinya bagi Jakarta) Oleh Favten Ari P. Ekonomi lingkungan, diantaranya, didefiniskan sebagai studi mengenai dampak yang tidak diinginkan dari adanya suatu pilihan penggunaan sumber daya alam. Pilihan tersebut antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia hingga tercapai kualitas hidup tertentu, dan di sisi lain juga harus mempertimbangkan kemampuan lingkungan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut1. Bagi Jakarta, yang minim sumber daya alam, daya tahan lingkungan atas penggunaan air tanah, produksi limbah, dan pencemaran menjadi fokus utama dalam bahasan ekonomi lingkungan. Produksi barang dan jasa hampir dapat dipastikan akan disertai dengan produksi limbah, baik padat, cair maupun gas. Produksi limbah tersebut apabila tidak disertai dengan pengelolaan limbah yang memadai akan menyebabkan pencemaran. Selanjutnya, pencemaran akan memberi tekanan pada lingkungan yang pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi karena dapat mengurangi kualitas faktor-faktor produksinya. Selama periode tahun 2011 hingga 2016 tercatat rata-rata pertumbuhan ekonomi Jakarta per tahun adalah 6,16 persen. Di lain sisi, kandungan NO2 dan SO2 pada udara di Jakarta telah mengalami kenaikan lebih dari 15 persen per tahun (Jakarta Dalam Angka). Ini menjadi salah satu indikasi Jakarta mendekati kondisi yang disebut sebagai No Decoupling, dimana laju pertumbuhan tekanan lingkungan lebih tinggi dari indikator makro2. Pertumbuhan ekonomi di Jakarta berbanding lurus dengan tekanan terhadap lingkungan, ditunjukan oleh meningkatnya kandungan NO2 dan SO2 pada udara di Jakarta. Saat ini, ukuran keberhasilan ekonomi masih terbatas pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa memperhitungkan kerugian atau biaya lingkungan yang tercipta karena proses tersebut. Belum tersedia pengukuran yang kontinyu dan terintegrasi antara indikator ekonomi dan indikator lingkungan yang dapat mengukur kesinambungan lingkungan. Hal ini menjadi kebutuhan yang penting dan mendesak, karena ketersediaan indikator ekonomi dan lingkungan yang terintegrasi akan memberikan arahan yang jelas bagi pemangku kebijakan untuk menerapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan menyusun Neraca Ekonomi Lingkungan (System of Environmental Economic Accounting/SEEA). Bagi Jakarta, neraca ini bermanfaat untuk mengukur asset lingkungan (mencakup lahan, tanah, air, dll), dimana asset lingkungan dianggap sebagai bagian dari aset daerah. Neraca ini juga dapat mengukur aktivitas terkait lingkungan dalam perekonomian (mencakup pengeluaran lingkungan, produksi barang dan jasa lingkungan, dll). Bila neraca ini dapat dibuat secara berkelanjutan maka kedepannya Jakarta akan dapat lebih mendalami isu lingkungan yang strategis seperti mengukur seberapa besar kontribusi aktivitas lingkungan dalam PDRB. Yang terpenting, akan tersedia data mengenai kesinambungan lingkungan Jakarta. Membangun neraca ekonomi-lingkungan bukan hal mudah. Dibutuhkan kerjasama dari semua pemangku kepentingan untuk mewujudkannya, terutama berkenaan dengan data dan informasi yang dibutuhkan. Namun demikian, ini layak untuk diusahakan karena akan menjadi modal penting untuk dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sebagaimana diamanatkan dalam tujuan dan target Sustainable Development Goal (SDG’s) serta yang tertera dalam Strategi Pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Neraca ekonomi lingkungan akan menjadi modal untuk mengelola ekonomi dan lingkungan secara tepat. Pengelolaan lingkungan yang tepat akan meningkatkan daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan yang memadai akan dapat mendorong terciptanya pembangunan yang tidak hanya berkelanjutan tetapi juga berkualitas. 1 2 Drs. M. Suparmoko MA, Ph.D, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Suatu Pendekatan Teoritis, , BP-FE, Yogyakarta, 1997 Materi Sosialisai System of Environmental Economic Accounting (SEEA), 2017