bab ii dasar-dasar teori perencanaan terowongan dengan metode

advertisement
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
BAB II
DASAR-DASAR TEORI PERENCANAAN TEROWONGAN
DENGAN METODE PELEDAKAN
2.1 TEROWONGAN
Terowongan adalah sebuah tembusan di bawah permukaan tanah atau gunung.
Terowongan umumnya tertutup di seluruh sisi kecuali di kedua ujungnya yang terbuka
pada lingkungan luar.
Adapun alasan kenapa terowongan dibangun adalah sebagai berikut :
-
Tempat penyimpanan (storage)
-
Transportasi
-
Operasi Pertambangan
Pada kasus tersebut di atas bentuk terowongan memiliki peranan sangat penting dalam
seluruh operasi. Dalam konstruksi bawah tanah (underground) hal yang sangat penting
adalah jalan masuk (access) ke lokasi konstruksi, adapun solusi dari hal tersebut adalah
dengan cara pembuatan terowongan.
Pada kondisi tertentu pembangunan terowongan memiliki tujuan tersendiri misalnya :
jalan, terowongan untuk jaringan instalasi listrik atau air.
Gambar 2.1 Contoh terowongan
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 6
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Dalam pembuatan terowongan pada material tanah merupakan pekerjaan yang dirasa
tidak terlalu sulit dan dalam pengerjaannya cenderung cepat dibandingkan dengan
terowongan pada material batuan karena material yang digali tidak memiliki kekerasan
seperti yang dimiliki oleh batuan sehingga dalam penggalianpun dapat dilakukan
dengan alat tradisional untuk terowongan dengan dimensi kecil dan alat berat untuk
dimensi yang besar.
Gambar 2.2 Penggalian terowongan tradisional
Penggalian pada batuan sudah tidak mungkin dilakukan dengan alat tradisional maupun
alat berat yang memang tidak didesain untuk melakukan penggalian untuk material
yang memiliki kekerasan tertentu dalam hal ini batuan.
Adapun alat berat yang dapat digunakan untuk melakukan penggalian pada material
batuan yang memang didesain untuk pembuatan tunneling adakalanya memiliki
keterbatasan terkait lokasi tunnel, dimensi tunnel, SDM dan biaya operasional serta
alatnya belum kita miliki.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 7
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.3 Penggalian terowongan menggunakan tunnel drilling machine
Sehingga metode alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan tunnel adalah
metode peledakan, dan metode ini bisa jadi lebih efektif mengingat pembuatan
terowongan bisa lebih cepat dengan SDM yang tersedia di Indonesia, bahan peledak
dalam negeri dan alat berat yang digunakan pun merupakan alat berat umum yang
sering digunakan di dunia sipil ataupun tambang.
2.2 PROYEK-PROYEK
YANG
BERHASIL
DAN
SEDANG
DIKERJAKAN
DENGAN METODE PELEDAKAN
Adapun beberapa proyek yang sudah dan masih dikerjakan dengan metode peledakan
adalah sebagai berikut:
A. PROYEK BENDUNGAN JATIGEDE
Proyek Bendungan Jatigede berlokasi di Jawa Barat tepatnya di daerah Sumedang, proyek
ini menambah satu terhadap 4.500 yang tersebar di seluruh dunia, proyek ini diperkirakan
akan selesai 2013 mendatang.
Pelaksanaan diversion tunnel telah mencapai pembuatan terowongan sepanjang 193 meter
dari rencana total panjang 550 meter. Pembuatan terowongan dilakukan dari dua arah.
Sedangkan pelaksanaan dari arah down stream sudah dimulai sejak awal Januari 2010. Dan
pembangunan diversion tunnel dapat diselesaikan pada Juni 2010 sehingga pengalihan
aliran sungai (river closer) dapat segera dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 8
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
cofferdam serta bendungan. Bendungan yang terletak di desa Wado, Kabupaten Sumedang,
itu nantinya akan menjadi bendungan terbesar di Indonesia setelah enam Bendungan
Jatiluhur, dengan kapasitas tampungan 1 miliar m3 dan luas genangan 4.122 ha.
Bendungan direncanakan dapat berfungsi meningkatkan produksi padi di Daerah Irigasi
(DI) Rentang seluas 90.00 ha yang berlokasi di daerah Cirebon, Indramayu, Majalengka,
dan sekitarnya. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi penyediaan tenaga
listrik sebesar 110 megawatt (MW).
Gambar 2.4 Jatigede Project
B. PLTU LABUHAN
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan I rampung pada bulan Maret 2010.
Setelah selesai, pembangkit listrik ini diserahkan ke PT PLN selaku pengelola listrik untuk
kebutuhan masyarakat, diharapkan, krisis listrik di Sumut segera berakhir.
Di lokasi proyek PLTA Asahan I, beberapa kendaraan tampak keluar masuk terowongan
yang berdiameter 9 meter. Pada proyek ini lebih dari 4.000 ledakan diperlukan untuk
membuat terowongan yang menembus bukit tersebut. Di bagian bawah yang menuju ke
Sei Asahan terdapat turbin raksasa yang akan memutar tenaga air menjadi listrik.
Saat ini sudah banyak sekali jenis pembangkit listrik yang digarap. Diantaranya,
pembangkit listrik tenaga matahari, ombak, uap, air dan sebagainya. Namun, jenis
pembangkit yang paling efisien dan ramah lingkungan adalah pembangkit tenaga air.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 9
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Proyek ini bisa mencukupi 7 persen total kebutuhan listrik Sumatera. Artinya, sangat
mencukupi untuk kebutuhan Sumut saja. Sei Asahan merupakan satu-satunya aliran air
dari Danau Toba. Danau terluas dan tertinggi di dunia itu menjadi muara dari 142 sungai
dari Pulau Sumatera dan 63 sungai dari Pulau Samosir. Penelitian yang dilakukan para ahli
dari Rusia pada tahun 1962 menemukan lima titik air terjun dengan potensi listrik sebesar
1.202 MW.
C. PLTA UPPER CISOKAN/PUMPED STRORAGE
Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik pada beban puncak yang meningkat dan untuk
mengembangkan keandalan sistem interkoneksi Jawa‐Bali, PT. Perusahaan Listrik Negara
(PLN), merencanakan membangun PLTA Upper Cisokan Pumped Storage yang
berkapasitas 1040MW di Propinsi Jawa Barat.
PLTA Upper Cisokan/Pumped Storage terdiri dari dua reservoir, masing-masing dengan
volume aktif 10.000.000 m3. Luas permukaan air Upper reservoir adalah 80 ha dan lower
reservoir adalah 260 ha (pada ketinggian muka air maksimum).
Upper reservoir akan mengalirkan air untuk membangkitkan energi listrik pada saat beban
puncak. Air yang ditampung dari reservoir akan dipompa ke upper reservoir pada saat
beban dasar atau di luar beban puncak setelah pukul 10‐12 malam setiap hari,
menggunakan energi listrik dipasok dari pembangkit listrik lain (beban dasar). Sebagai
tambahan, dapat juga berperan sebagai pembangkit cadangan dan pembangkit reaktif
seperti pembangkit lain pada sistem jaringan kelistrikan. PLTA Cisokan/Pumped Storage
akan lebih fleksibel dalam sistem jaringan kelistrikan, dan menyediakan metoda yang lebih
murah untuk PLN dalam memenuhi beban puncak harian dan permintaan beban tambahan.
Jaringan Transmisi 500kV akan mengalirkan energi listrik dari pembangkit listrik ke
sistem interkoneksi Jawa‐Bali. Dari pembangkit ke utara akan dibangun transmisi dua jalur
yang akan dikoneksikan dengan transmisi Cibinong‐Saguling.
Proyek-proyek tersebut hanya contoh sebagian kecil dari proyek-proyek yang Sukses
dikerjakan dengan merode peledakan dan menjadi bukti keberhasilan dari meode tersebut.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 10
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
2.3 BATUAN Batuan adalah suatu material alam yang terbentuk melalui proses alamiah. Terbentuknya
batuan secara garis besar yaitu dimulai dari membekunya magma panas yang keluar
kepermukaan bumi dan mengeras karena proses pendinginan. Ketika berada di permukaan
bumi, terjadi suatu proses lanjutan, yaitu terjadimya proses pelapukan dan terurai menjadi
material yang lebih halus yang disebut dengan ‘tanah”. Dalam proses selanjutnya ‘tanah’
tersebut akan terbawa air, angin ataupun es yang kemudian mengendap secara terus
menerus di daerah yang lebih rendah khususnya di daerah pantai. Dalam jangka waktu
yang lama pengendapan akan menjadi semakin tebal terjadilah desakan kebawah dan
akhirnya pada lapisan pada lapisan terbawah akan menerima tekanan dan panas yang tinggi
yang kemudian akan mengeras dan membatu yang kemudian disebut sebagai batuan
endapan. Sebagian dari batu endapan ini akan masuk kembali kedalam magma bumi
sehingga terjadi suatu siklis.
2.3.1
Klasifikasi batuan
yang paling sederhana dan mendasar adalah klasifikasi batuan berdasarkan pada genesanya
atau asal-usulnya atau cara kejadiannya. Berdasarkan asal usulnya, batuan dapat dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Batuan beku, yaitu batuan yang berasal dari pembekuan dan kristalisasi magma.
2. Batuan sedimen, yaitu batuan yang berasal dari rombakan batuan lain yang telah
ada sebelumnya baik itu batuan beku, sedimen atau metamorfik.
3. Batuan metamorfik, yaitu batuan berasal dari batuan lain yang telah ada
sebelumnya (batuan beku, sedimen atau metamorfik) yang mengalami proses
metamorfosa, yaitu perubahan dalam kondisi padat karena temperatur dan tekanan
yang tinggi, atau karena cairan hidrotermal.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 11
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.5 Siklus Pembentukan Batuan
A. Batuan beku
Batuan Beku dapat diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan berbagai macam komposisi
kimianya, salah satunya yang sederhana adalah berdasarkan pada kandungan silika atau
SiO2 menjadi:
1. Batuan beku asam. Batuan ini berwarna cerah, kandungan silika tinggi, 65 – 75 %
SiO2, yang dicirikan terutama oleh kehadiran mineral berwarna cerah: kuarsa dan
K-feldspar, dan mineral berwarna gelap:biotit. Termasuk kategori ini antara lain
adalah Granit dan Riolit.
a. Granite
b. Riolit
Gambar 2.6 Batuan beku asam
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 12
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
2. Batuan beku menengah. Batuan ini berwarna abu-abu sampai abu-abu gelap,
mengandung silika menengah, 52 – 65 %, yang dicirikan oleh kehadiran mineralmineral cerahnya plagioklas menengah (Ca-Na plagioklas) yang dominan, dan
mineral berwarna gelap yang utama adalah hornblende. Termasuk kategori ini
antara lain adalah Andesit dan Diorit.
a. Andesite
b. Diorit
Gambar 2.7 Batuan beku menengah
3. Batuan beku basa. Batuan ini berwarna gelap, hitam, kandungan silikanya rendah,
45 – 52 %, yang dicirikan oleh kehadiran mineral cerah plagioklas basa (Caplagioklas), dan mineral berwarna gelap yang dominan piroksen. Termasuk
kategori ini antara lain adalah Gabro dan Basalt.
a. Gabro
b. Basalt
Gambar 2.8 Batuan beku basa
4. Batuan beku ultrabasa. Batuan ini berwarna gelap, hijau gelap, kandungan
silikanya sangat rendah, < 45 %, yang dicirikan terutama oleh kehadiran mineral
berwarna gelap olivin dan piroksin, dan tanpa mineral berwarna cerah. Termasuk
kategori ini adalah Peridotit, Dunite, Piroksenit.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 13
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
b. Dunite
a. Peridotit
c. Piroksenit
Gambar 2.9 Batuan beku ultrabasa
B. Batuan sedimen
Batuan sedimen dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Cara yang paling sederhana
adalah berdasarkan pada cara terbentuknya menjadi:
1. Batuan sedimen klastik, yaitu yang terbentuk melalui proses perombakan batuan
lain yang telah ada sebelumnya. Hasil rombakan itu kemudian mengalami
transportasi oleh media air, angin atau es dan diendapkan di tempat lain. Endapan
tersebut disebut sebagai sedimen. Dengan berjalannya waktu, endapan sedimen
mengalami pembatuan atau litifikasi menjadi batuan sedimen.
2. Batuan sedimen non-klastik, yaitu yang terbentuk melalui proses kimiawi atau
biologis di dalam kolom air.
C. Batuan metamorfik
Seperti dua jenis batuan sebelumnya juga dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara
berdasarkan pada struktur, tekstur maupun komposisi mineralnya. Klasifikasi yang paling
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 14
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
sederhana adalah berdasar tingkatannya yang menggambarkan tingkat perubahan yang
terjadi pada batuan asalnya, yaitu mengklasifikasikannya menjadi:
1. Batuan metamorf tingkat rendah, seperti slate (batu sabak)
2. Batuan metamorf tingkat menengah, seperti filit
3. Batuan metamorf tingkat tinggi, seperti skis
Tinggi atau rendahnya tingkat metamorfosa yang dialami suatu batuan tercermin pada
perubahan tekstur, struktur dan komposisi mineralnya. Selain itu, jenis batuan metamorf
yang terbentuk ditentukan juga oleh batuan asalnya. Misalnya, batu lempung dan batu pasir
mengalami metamorfosa dengan tingkat yang sama, maka akan menghasilkan batuan
metamorfik yang berbeda.
2.3.2
Kondisi Batuan di Permukaan Bumi
Tiga macam golongan utama batuan yang telah disebutkan diatas yaitu batuan beku,
batuan sedimen dan batuan metamorf yang terdapat dilapangan khususnya diatas
permukaan bumi, hampir selalu dalam keadaan yang terlapuk. Pelapukan di daerah tropis
seperti di Indonesia terjadi sangat intens, sehingga ketebalan dari batuan yang terlapuk
menjadi tanah yang sangat tebal dibandingkan dengan di daerah lain diluar daerah tropis.
Kondisi lapisan batuan yang telah mengalami perubahan bentuk menjadi tanah dimulai
dari permukaan tanah yang betul betul merupakan tanah tanpa ada batuannya. Semakin
dalam dihitung dari permukaan tanah, maka tanah tersebut akan tercampur dengan batuan
batuan yang masih terlapuk. Dan semakin dalam lagi, maka akan didapatkan batuan
aslinya.
Gambar 2.10
Profil pelapukan batuan menjadi tanah
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 15
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Disamping kondisi lapisan pelapukan dari batuan di lapangan, sering pula ditemukan
lapisan yang mengalami lenturan lenturan atau lekukan akibat dari proses tekanan tektonik
pada batuan. Lekukan lekukan tersebut membentuk antiklin maupun sinklin.
Gambar 2.11 Lekukan batuan antiklin & Sinklin
Kondisi kondisi batuan di permukaan bumi ini seperti tersebut di atas dapat terjadi pada
ketiga macam kelompok batuan. Namun yang paling sering terjadi adalah pada lapisan
batuan sedimen.
2.3.3
Sifat-Sifat Index Batuan
Sifat-sifat batuan pada dasarnya adalah sangat luas sekali menyangkut berbagai macam
variasi dari struktur batuannya, bentuk susunan butirannya, serta komponen-komponennya
yang mengikuti, sehingga dalam menentukan sifat-sifat dari batuannya secara kuantative
hanya diberikan melalui beberapa index yang utama sebagai index properties.
Index properties yang utama adalah :
•
Porositas
Porositas yang digunakan untuk mengetahui perbandingan volume antara butiran dengan
pori dan ditunjukan dengan harga “n” tanpa dimensi atau dalam persen (%).
•
Densitas
Densitas atau berat isi dari batuan merupakan berat spesifik dari batuan dengan satuan ton
per meter cubic.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 16
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
•
Kekuatan Batuan
Kekuatan batuan dapat diukur dengan salah satu metodenya adalah menggunakan alat
point-Load test. Alat ini dikemukakan oleh Broch & Franklin (1972). Pada test ini, contoh
batuan ditekan oleh dua baja berbentuk conus sampai terjadi keruntuhan dengan
membentuk retakan dalam bidang tarik yang sejajar dengan sumbu pembebanan, seperti
gambar di bawah ini.
Gambar 2.12 Skematis alat Point-Load Test pada batuan
Hasil test dengan sistem ini sering pula disebut dengan Index Kekuatan Batuan (Strength
Index), dan test ini relative mudah dilaksanakan baik di lapangan pada saat pengeboran
dan Pengambilan contoh maupun test di laboratorium, serta relative murah dan cepat
pengerjaannya.
Persamaan 2.1
Dimana,
I
: Harga point load strength
P
: Beban setelah mencapai keruntuhan
D
: Jarak antara dua titik baja konusnya.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 17
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Tabel 2.1 Harga Point Load Index beberapa batuan
MATERIAL BATUAN
POINT LOAD STRENGTH
Tertiary sandstone & claystone
(Kg/Cm2)
0.5 - 10
Coal
2.0 - 20
Limestone
2.5 - 80
Mudstone, shale
20 - 80
Volcanic flow rocks
30 - 150
Dolomite
60 - 110
Sumber E Goodman “Introduction to Rock Mechanics” 1989
•
Durabilitas
Ketahanan batuan terhadap cuaca dan air sangat penting pada batuan untuk diketahui.
Khususnya pada pelaksanaan batuan sebagai bagian dari konstruksi dilapangan. Perubahan
sifat dari batuan karena cuaca dan air dapat mengakibatkan antara lain terkelupasnya lapis
permukaan batuan, terlarut, abrasi dan proses proses lainnya yang semuanya merupakan
proses pelapukan.
Pada beberapa shales (batuan lempung) dan beberapa batuan vulkanik menunjukan
terjadinya kemerosotan kwalitas batuan secara cepat begitu batuan tersebut terbuka di
udara atau terlepas dari penutup yang menimbunnya. Sering kali hanya pada permukaan
batuannya saja yang mengalami degradasi secara cepat, sedang pada bagian intinya
menjadi lambat. Sehingga perlu adanya suatu harga index perubahan pada batuan. Namun
karena sifat perubahan dari berbagai macam batuan karena pengaruh alam ini memiliki
perbedaan yang sangat besar dan sangat bervariasi, oleh karena itu adalah sangat sulit
untuk mendapatkan harga index tersebut. Sehingga hanya harga index yang menunjukkan
adanya perubahan sebagai ketahanan dari batuan secara relative dan merupakan rangking
dari durabilitas yang sangat tinggi (very high durability) sampai dengan sangat rendah
(very low durability).
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 18
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
2.3.4
Diskontinuitas Sebagai Sifat Fisik Pada Batuan
Sifat fisik yang lain dari batuan di lapangan selain dari index properties yang telah
disebutkan sebelumnya masih terdapat sifat fisik lain lagi terutama yang digunakan untuk
kepentingan teknik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan. Seperti misalnya
kekerasan pada massa batuan yang mempengaruhi sistem pengeboran maupun peledakan
pada pelaksanaan penggalian untuk batuan.
Disamping itu dalam perencanaan perlu diketahui pula antara lain mengenai harga-harga
elastisitas dan stress-strain batuan di lapangan misalnya pada perencanaan untuk
pembuatan dam atau terowongan, sehingga sifat-sifat fisik batuan secara massa perlu untuk
diketahui melalui test di laboratorium maupun di lapangan.
Seperti diketahui bahwa prilaku dan sifat-sifat teknis batuan sangat dipengaruhi oleh
karakteristik dan sifat dari diskontinuitas batuan-nya (sifat batuan batuan alam yang selalu
tidak kontinu/menerus) dimana hal ini yang menyebabkan perlemahan pada batuan.
Karena adanya diskontinuitas ini, maka kekuatan hancur batuan sebagai suatu bentuk
massa batuan bisa sangat menurun drastis. Bentuk diskontinuitas pada batuan tersebut
disebut pula sebagai kekar dan memiliki berbagai macam tipe. Adapun tipe diskontinuitas
adalah sebagai berikut :
•
Sambungan antara dua macam lapis batuan yang berbeda (Bedding)
•
Sambungan antara batuan yang berlapis lapis dan kadang kadang merupakan retakan
retakan (Joints)
•
Rekahan-rekahan & retakan-retakan yang mengarah sebagai pecahan-pecahan pada
batuan (Fractures)
•
Garis-garis alur pada batuan yang tidak beraturan yang disebabkan karena adanya beda
dan warna mineral batuan (Foliation)
•
Patahan pada batuan (Faults)
•
Rengatan-rengatan halus pada batuan (Fissured)
Semua tipe retakan dalam bahasa Indonesia hanya disebut ‘kekar’ saja.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 19
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
2.3.5
Keruntuhan Batuan & Test Terhadap Kekuatannya
Keruntuhan batuan dapat disebabkan karena batuan menerima beban yang melebihi
kekuatan dari batuan tersebut. Beban tersebut dapat berupa beban tekan, tarik maupun
beban geser. Sedang bentuk keruntuhan dari batuannya dapat berbagai macam sesuai
dengan posisi maupun tegangan yang diberikan oleh beban beban tersebut.
Berbagai sistem pembebanan di lapangan terhadap suatu lapisan batuan adalah sangat
bervariasi, sehingga akan mengakibatkan terjadinya berbagai macam bentuk dan tipe
keruntuhan dari batuan.
Terjadinya keruntuhan pada batuan adalah disebabkan oleh karena munculnya berbagai
macam tegangan-tegangan akibat beban-beban yang terjadi pada suatu massa batuan.
Tegangan-tegangan tersebut dapat berupa tegangan : lentur (Flexure), geser (shear),
tarikan (tension), ataupun tekanan (compression).
•
Tegangan lentur (Flexure)
Sampai mencapai keruntuhan dapat terjadi pada tekuk-an (bending) yang melentur dan
dilanjutkan dengan tarikan (tension) seperti pada lapisan batuan ketika pembuatan
terowongan (tunnel) seperti pada gambar di bawah. Tegangan tersebut terjadi karena berat
sendiri dari lapisan batuan akibat gravitasi pada langit-langit tunnel. Keruntuhan karena
lentur ini dapat terjadi pula pada lapisan-lapisan batuan yang membentuk talud yang sangat
tegak dimana lapisan batuan akan melentur dan akan runtuh pada sisi kaki tebing
(topping).
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 20
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
•
Tekanan yang mengakibatkan keruntuhan atau pecahnya batu (Crushing or
Compression Failure)
Akan terjadi akibat dari perubahan volume yang mengecil dari batuan karena adanya
tekanan atau dapat pula disebabkan karena adanya suatu pukulan dari benda yang keras
pada batuan.
•
Tarikan Langsung (Direct Tension)
Tarikan yang terjadi langsung pada lapisan batuan yang berbentuk lengkung cembung
(convex) yang memiliki talud. Batuan yang pecah akibat dari tegangan tarik (tension),
permukaan keruntuhannya akan tampak kasar dan tidak terdapat pecahan pecahan dari
partikel batuan; sedang apabila batu yang pecah diakibatkan oleh tegangan geser, maka
permukaan keruntuhan akan tampak lebih lebih halus dan memiliki banyak pecahan
partikel batuan.
2.3.6
Klasfikasi massa batuan dari Terzaghi
Referensi yang paling awal untuk menentukan Klasifikasi pada massa batuan adalah dari
Terzaghy (1946) yang digunakan pada suatu perencanaan penyangga tunnel.
Deskripsi Terzaghi mengenai massa batuan yang diambil langsung dari tulisannya sebagai
berikut :
•
Intact Rock : Batuan ini tanpa ada joint maupun retak-retak macro
•
Stratified Rock : Batuan ini memiliki strata (lapisan) yang individual dengan sedikit
atau tanpa dapat terbelah antara kedua strata tersebut. Strata tersebut boleh mengalami
perlemahan akibat adanya ‘transverse joint’. Batuan semacam ini sering mengalami
keadaan terlepas dan kemudian jatuh dari langit-langit tunnel
•
Moderatly Jointed Rock : Batuan ini memiliki joint dan retak retak halus, akan tetapi
blok-blok antar jointnya adalah menyatu secara local dan mengunci satu sama lain
sehingga pada dinding tunnel tidak dibutuhkan penahan di arah lateral. Batuan sistem
ini dapat terjadi spalling maupun popping (pelepasan batuan secara tiba-tiba dan
membahayakan dari atap maupun dinding tunnel.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 22
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
•
Blocky and Seamy Rock : Batuan semacam ini memiliki kondisi utuh (intact) secara
kimiawi atau memiliki kondisi utuh yang terdiri dari fragmen-fragmen yang
terpisahkan satu sama lain namun saling mengunci dan menyatu. Pada batuan semacam
ini dibutuhkan penahan-penahan di arah lateral pada dinding tunnel.
•
Crushed but Chemically Intact Rock : Batuan semacam ini memiliki kondisi utuh yang
terdiri dari fragmen yang halus seperti pasir halus dan tidak mengalami cementari
ulang, dan terletak di bawah muka air akan menunjukkan prilaku pasir dengan kondisi
mencari.
•
Squeezing Rock : Yaitu terjadinya batuan yang tekanan secara perlahan-lahan seperti
pada saat pembuatan lubang tunnel tanpa menunjukkan adanya peningkatan pada
volumemya. Syarat utama terjadinya tekanan peras sehingga air keluar (squeezing)
adalah tingginya persentase partikel mikroskofis dari mineral mica (micaceous) pada
mineral lempung (clay) dengan kapasitas mengembang (swelling) yang rendah.
•
Swelling Rock : yaitu terjadinya suatu ekspansi atau mengembangnya batuan pada saat
penggalian dalam pembuatan tunnel misalnya. Kemampuan mengembang dari batuan
yang mengandung mineral clay semacam ini pada umumnya terbatas.
2.3.7
Rock Quality Designation Index (RQD)
Rock Quality Designation (RQS) adalah suatu cara untuk menentukan kkualitas batuan
dari hasil penyelidikan di lapangan. RQD ini dikembangkan oleh Deere (Deere et al 1967)
yang bertujuan untuk mengestimasi kualitas dari massa batuan yang diambil dari hasil
pengeboran inti di lapangan. Harga RQD ini dihitung dakan satuan persen (%), pada hasil
pengeboran inti (core) batuan dengan menjumlahkan ukuran potongan potongan sepanjang
minimum 100mm dan digunakan mata bor dengan tabung doble.
Deere (1964) mengusulkan suatu hubungan antara RQD dengan kualitas dari massa batuan
seperti tabel 2.2 berikut :
RQD (%)
Rock Quality
< 25
Very poor
25 < 50
Poor
50 < 75
Fair
75 < 90
Good
90 < 100
Excellent
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 23
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.13 Contoh keruntuhan yang disebabkan terjadinya keretakan dari batuan untuk
(a) Lentur
(b) geser
(c) Meremukkan dan menghancurkan dengan
tekanan yang mengakibatkan retakan yang diikuti dengan geser
(e) Tarikan langsung
Gambar 2.14 Keruntuhan dari batuan tipe topping dimana diskontinunya
hampir tegak lurus
•
Tegangan geser (Shear)
Yang dapat mencapai keruntuhan akan dapat pula terjadi apabila tegangan geser tersebut
telah mencapai kondisi kritis, yang selanjutnya akan diikuti dangan keruntuhan pada
bidang gesernya akibat dari adanya perpindahan dan geseran dari kedua bidang yang
mengalami geseran tersebut. Keruntuhan semacam ini dapat dan sering terjadi pada
pembuatan terowongan (Tunnel) di batuan lunak (seperti batuan lunak/shale) atau pada
daerah yang memiliki patahan.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 21
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.15 Prosedur untuk mengukur dan menghitung harga RQD (menurut Deere, 1989)
2.3.8
Klasifikasi Massa Batuan dengan Rock Mass Rating (RMR).
Rock Mass Rating adalah salah satu sistem untuk menentukan klasifikasi dari suatu massa
batuan atau disebut dengan Derajat Massa Batuan yang dibawa oleh Bieniawski (1976)
dan kadang-kadang disebut dengan Geomechanics Classification.
Sistem RMR dalam melakukan klasifikasi terhadap massa batuan dikerjakan dengan
menggunakan 6 (enam) macam parameter, yaitu :
-
Uniaxial Compressive Strength (UCS) (Kekuatan Tekan Axial dari material batuan
utuh)
-
Rock Quality Designation (RQD) (Penentuan Kualitas Batuan)
-
Spacing (Jarak antara dua diskontinuitas)
-
Kondisi dari Groundwater (kondisi air tanah pada batuan)
-
Orientation (orientasi) dari diskontinuitas
Dalam menggunakan sistem klasifikasi ini, massa batuan di lapangan dibagi dalam daerh
daerah struktural dimana pada setiap daerah struktural ini diklasifikasikan secara sendiri
sendiri. Batas dari setiap daerah struktural pada umumnya digunakan tanda-tanda
struktural geologis yang menyolok seperti adanya patahan patahan atau perubahan
lapisan/tipe batuan dan lain lain. Dalam hal ini tentu dianggap perlu, seperti adanya
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 24
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
perubahan yang spesifik pada diskontinuitasnya, dapat dilakukan pembagian daerah
struktural yang lebih kecil sebagi subbagian dari daerah struktural yang lebih besar.
Tabel 2.3 Nilai Rating pada sistem RMR (dari Bieniawski 1989)
(A) KLASIFIKASI, PARAMETER & NILAI RATING BATUAN
PARAMETER
1
Kekuatan material batuan untuk (intact)
Point Load Strength Index
> 10 MPa
Uniaxial Comp. Strength (UCS)
> 250 MPa
15
90 ‐ 100%
RATING
20
Jarak antar diskontinuitas
> 2 M
RATING
20
• Permukaan
sangat kasar
•
Tidak
menerus
Kondisi dari diskontinuitas •
Tidak
(lihat juga butir E)
terbelah
• Dinding batu
3
4
5
Air Tanah
Kondisi Umum
RATING
2 ‐ 4 MPa
100 ‐ 250 MPa 50 ‐ 100 MPa
7
8
13
200 ‐ 600 mm
10
• Permukaan
sedikit kasar
• Belahan < 1
mm
•
Dinding
sangat lapuk
tidak terlapuk
30
25
None
1‐ 2 MPa
Pada Harga ini digunakan hasil UCS
25 ‐ 50 MPa
5 ‐ 25 1 ‐ 5 < 1 MPa MPa MPa
1
0
< 25%
3
< 600 mm
5
• Lubang yang
lunak > 5 mm
• Atau terbelah > 5
mm
• Menerus
20
4
25 ‐ 50%
8
60 ‐ 200 mm
8
• Permukaan
rata & licin
•
Atau
berlubang < 5
mm
•
Atau
terbelah 1 ‐ 5
mm
• Menerus
10
< 10
10 ‐ 25
25 ‐ 125
> 125
0
< 0.1
0.1 ‐ 0.2
0.2 ‐ 0.5
> 0.5
Sangat Kering
Lembab
Basah
Air menetes
Air mengalir
15
10
7
4
0
RQD (dari bor inti)
RATING
Aliran air yang masuk per 10 M panjang tunnel (1/mnt)
(Tekanan air pada joint)/(σ Major Princp)
4 ‐ 10 MPa
12
75 ‐ 90%
17
0.6 ‐ 2 M
15
• Permukaan
sedikit kasar
• Belahan < 1
mm
•
Dinding
sedikit lapuk
RATING
2
RENTANG HARGA DARI PARAMETERNYA
RATING
(B) PENYESUAIAN NILAI RATING UNTUK SISTEM ORIENTASI DARI DISKONTINUITAS Sangat
Menguntungk Sedang (Fair)
menguntungka
Orintasi terhadap Strike & Dip
an
n
(Very
(Favourable)
Favourable)
Tunnel & Tambang
0
‐2
‐5
Pondasi
0
‐2
‐7
Talud
0
‐5
‐25
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 2
0
Tidak
Sangat
tidak
menguntungkan
Menguntukan
(Very
(Unfavourable) Unfavourable)
‐12
‐10
‐25
‐15
‐25
25
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 26
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar. 2.16 Penjelasan dengan gambar untuk tabel Nilai rating pada sistem RMR
Bieniawski (1989), menerbitkan pula petunjuk untuk pelaksanaan pada tunnel batuan
apabila telah diketahui harga dari RMR-nya. Petunjuk pelaksanaan tersebut seperti tampak
pada tabel 2.4 dibawah ini.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 27
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
2.4 PENGENALAN BAHAN PELEDAK Bahan peledak adalah bahan kimia yang didefinisikan sebagai suatu bahan kimia senyawa
tunggal atau campuran berbentuk padat, cair atau campurannya yang apabila diberi aksi
panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis
sangat cepat dan hasilnya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan
tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih stabil.
Panas dari gas yang dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar 4000o C. Adapun
tekanannya, menurut langerfors dan Kihlstrom (1978), bisa mencapai lebih dari 100.000
atm setara dengan 101.500 kg/cm² atau 9.850 MPa (≈ 10.000 MPa), sedangkan energi per
satuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/s.
Perlu dipahami bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan merefleksikan jumlah
energi yang memang tersimpan di dalam bahan peledak begitu besar, namun kondisi ini
terjadi akibat reaksi peledakan yang sangat cepat, yaitu berkisar antara 2500 - 7500 meter
per second (m/s). Oleh sebab itu kekuatan energi tersebut hanya terjadi beberapa detik saja
yang lambat laun berkurang seiring dengan perkembangan keruntuhan batuan.
2.4.1
Reaksi Dan Produk Peledakan
Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang diharapkan karena tergantung
pada kondisi eksternal saat pekerjaan tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas
bahan kimia pembentuk bahan peledak tersebut.
Panas merupakan awal terjadinya proses dekomposisi bahan kimia pembentuk bahan
peledak yang menimbulkan pembakaran, dilanjutkan dengan deflragrasi dan terakhir
detonasi.
Proses dekomposisi bahan peledak diuraikan sebagai berikut:
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 28
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
a. Pembakaran adalah reaksi permukaan yang eksotermis dan dijaga keberlangsungannya
oleh panas yang dihasilkan dari reaksi itu sendiri dan produknya berupa pelepasan gasgas. Reaksi pembakaran memerlukan unsur oksigen (O2) baik yang terdapat di alam
bebas maupun dari ikatan molekuler bahan atau material yang terbakar. Untuk
menghentikan kebakaran cukup dengan mengisolasi material yang terbakar dari
oksigen.
b. Deflagrasi adalah proses kimia eksotermis di mana transmisi dari reaksi dekomposisi
didasarkan pada konduktivitas termal (panas). Deflagrasi merupakan fenomena reaksi
permukaan yang reaksinya meningkat menjadi ledakan dan menimbulkan gelombang
kejut (shock wave) dengan kecepatan rambat rendah, yaitu antara 300 – 1000 m/s atau
lebih rendah dari kecepatan suara (subsonic).
c. Ledakan, menurut Berthelot, adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas menjadi
bervolume lebih besar dari sebelumnya diiringi suara keras dan efek mekanis yang
merusak. Dari definisi tersebut dapat tersirat bahwa ledakan tidak melibatkan reaksi
kimia, tapi kemunculannya disebabkan oleh transfer energi ke gerakan massa yang
menimbulkan efek mekanis merusak disertai panas dan bunyi yang keras. Contoh
ledakan antara lain balon karet ditiup terus akhirnya meledak, tangki BBM terkena
panas terus menerus bisa meledak, dan lain-lain.
d. Detonasi adalah proses kimia-fisika yang mempunyai kecepatan reaksi sangat tinggi,
sehingga menghasilkan gas dan temperature sangat besar yang semuanya membangun
ekspansi gaya yang sangat besar pula. Kecepatan reaksi yang sangat tinggi tersebut
menyebarkan tekanan panas ke seluruh zona peledakan dalam bentuk gelombang tekan
kejut (shock compression wave) dan proses ini berlangsung terus menerus untuk
membebaskan energi hingga berakhir dengan ekspansi hasil reaksinya. Kecepatan
rambat reaksi pada proses detonasi ini berkisar antara 3000 – 7500 m/s. Contoh
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 29
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
kecepatan reaksi ANFO sekitar 4500 m/s. Sementara itu shock compression wave
mempunyai daya dorong sangat tinggi dan mampu merobek retakan yang sudah ada
sebelumnya menjadi retakan yang lebih besar. Disamping itu shock wave dapat
menimbulkan symphatetic detonation, oleh sebab itu peranannya sangat penting di
dalam menentukan jarak aman (safety distance) antar lubang.
Dengan mengenal reaksi kimia pada peledakan diharapkan peserta akan lebih hati-hati
dalam menangani bahan peledak kimia dan mengetahui nama-nama gas hasil peledakan
dan bahayanya.
2.4.2
Klasifikasi Bahan Peledak
Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi bahan peledak
mekanik, kimia dan nuklir seperti terlihat pada Gambar 2.15 (J.J. Manon, 1978). Karena
pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas dibanding dari sumber energi
lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih intensif diperkenalkan.
Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga relatif murah, penanganan teknis lebih
mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time) dan dibanding nuklir tingkat
bahayanya lebih rendah.
Gambar 2.17 Klasifikasi bahan peledak menurut J.J Manon
Bahan peledak permissible dalam klasifikasi di atas perlu dikoreksi karena saat ini bahan
peledakan tersebut sebagian besar merupakan bahan peledak kuat. Bahan peledak
permissible digunakan khusus untuk memberaikan batu bara ditambang batu bara bawah
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 30
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
tanah dan jenisnya adalah blasting agent yang tergolong bahan peledak kuat, sehingga
pengkasifikasian akan menjadi seperti dalam Gambar berikut.
BAHAN PELEDAK
MEKANIK
KIMIA
BAHAN PELEDAK
KUAT
(HIGH EXPLOSIVE)
ASLI SECARA MOLEKULER
NUKLIR
BAHAN PELEDAK
LEMAH
(LOW EXPLOSIVE)
BLASTING AGENT
NON-PERMISSIBLE
Gambar 2.18 Klasifikasi bahan peledak
Sampai saat ini terdapat berbagai cara pengklasifikasian bahan peledak kimia, namun pada
umumnya kecepatan reaksi merupakan dasar pengklasifikasian tersebut. Contohnya antara
lain sebagai berikut :
1. Menurut R.L. Ash (1962), bahan peledak kimia dibagi menjadi:
a. Bahan peledak kuat (high explosive) bila memiliki sifat detonasi atau meledak
dengan kecepatan reaksi antara 5.000 – 24.000 fps (1.650 – 8.000 m/s)
b. Bahan peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat deflagrasi atau terbakar
kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps (1.650 m/s).
2. Menurut Anon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi 3 jenis seperti terlihat pada
Tabel berikut ini :
JENIS
Bahan peledak lemah (low explosive)
Bahan peledak kuat (high explosive)
Blasting agent
REAKSI
Deflagrate (terbakar)
Detonate (meledak)
Detonate (meledak)
CONTOH
black powder
NG, TNT, PETN
ANFO, emulsi
Tabel 2.5 Klasifikasi bahan peledak menurut Anon (1977)
2.4.3
KLASIFIKASI BAHAN PELEDAK INDUSTRI
Bahan peledak industri adalah bahan peledak yang dirancang dan dibuat khusus untuk
keperluan industri, misalnya industri pertambangan, sipil, dan industri lainnya, di luar
keperluan militer. Sifat dan karakteristik bahan peledak tetap melekat pada jenis bahan
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 31
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
peledak industri. Dengan perkataan sifat dan karakter bahan peledak industri tidak jauh
berbeda dengan bahan peledak militer, bahkan saat ini bahan peledak industri lebih banyak
terbuat dari bahan peledak yang tergolong ke dalam bahan peledak berkekuatan tinggi
(high explosives).
2.4.4
KARAKTERISTIK BAHAN PELEDAK
Adapun karakteristik bahan peledak yang biasa digunakan untuk industri adalah sebagai
berikut :
A. Sifat Fisis Bahan Peledak Sifat fisis bahan peledak merupakan suatu kenampakan nyata dari sifat bahan peledak
ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Kenampakan nyata inilah
yang harus diamati dan diketahui tanda-tandanya oleh seorang juru ledak untuk
menjastifikasi suatu bahan peledak yang rusak, rusak tapi masih bisa dipakai dan tidak
rusak. Kualitas
bahan peledak umumnya akan menurun seiring dengan derajat
kerusakannya, artinya pada suatu bahan peledak yang rusak energy yang dihasilkan akan
berkurang.
a. Densitas
Densitas secara umum adalah angka yang menyatakan perbandingan berat per volume,
densitas pada bahan peledak dapat mengekspresikan beberapa pengertian, yaitu :
(1) Densitas bahan peledak adalah berat bahan peledak per unit volume dinyatakan dalam
satuan fr/cc
(2) Densitas pengisian (loading density) adalah berat bahan peledak per meter kolom
lubang tembak (kg/m)
Densitas bahan peledak berkisar antara 0.6 – 1.7 gr/cc, sebagai contoh densitas ANFO
antara 0.8 – 0.85 gr/cc. Biasanya bahan peledak yang mempunyai densitas tinggi akan
menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi. Bila diharapkan fragmentasi
hasil peledakan berukuran kecil-kecil diperlukan bahan peledak dengan densitas tinggi.
Demikian pula, bila batuan yang akan diledakkan keras, maka digunakan bahan peledak
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 32
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
yang mempunyai densitas tinggi, sebaiknya pada batuan berstruktur atau lunak dapat
digunakan bahan peledak dengan densitas rendah.
Densitas pengisian ditentukan dengan cara perhitungan silinder, karena lubang ledak
berbentuk silinder yang tingginya sesuai dengan kedalaman lubang. Berikut tabel densitas
pengisian untuk mempermudah penentuan densitas pengisian dengan variasi diameter
lubang.
Tabel 2.6 Densitas pengisian untuk berbagai diameter lubang ledak dan
densitas bahan peledak dalam Kg/m
b. Sensitifitas
Sensitifitas adalah sifat yang menunjukkan tingkat kemudahan inisiasi bahan peledak atau
ukuran minimal booster yang diperlukan. Sifat sensitif bahan peledak bervariasi tergantung
pada komposisi kimia bahan peledak, diameter, suhu, dan tekanan. Untuk menguji
sensitifitas bahan peledak dapat digunakan cara sederhana yang disebut air gap test,
sebagai berikut :
(1) Siapkan 2 buah bahan peledak berbentuk cartridge berdiameter sama, misalnya “D”.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 33
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
(2) Dekatkan kedua bahan peledak dengan jarak 1.1 D, kemudian gabungkan keduanya
menggunakan selongsong terbuat dari karton.
(3) Pasang detonator No. 8 atau detonating cord 10 gr/m pada salah satu bahan peledak
(disebut donor), kemudian ledakkan.
(4) Apabila bahan peledak yang satunya lagi (aseptor) turut meledak, maka dikatakan
bahwa bahan peledak tersebut sensitif.
Gambar 2.19 Pengujian sensitifitas bahan peledak dengan cara air
Bahan peledak anfo tidak sensitif terhadap detonator No. 8 dan untuk meledakkannya
diperlukan primer (yaitu booster yang sudah dilengkapi detonator No. 8 atau detonating
cord 10 gr/m) di dalam lubang ledak. Oleh sebab itu anfo disebut bahan peledak peka
(sensitive) terhadap primer atau peka primer.
c. Ketahanan terhadap air
Ketahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran kemampuan suatu bahan peledak
untuk melawan air disekitarnya tanpa kehilangan sensitifitas atau efisiensi. Apabila suatu
bahan peledak larut dalam air dalam waktu yang pendek (mudah larut), berarti bahan
peledak tersebut dikategorikan mempunyai ketahanan terhadap air yang buruk, dan
sebaliknya.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 34
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
d. Kesetabilan kimia
Kesetabilan kimia maksudnya adalah kemampuan untuk tidak berubah secara kimia dan
tetap mempertahankan sensitifitas selama dalam penyimpanan di dalam gudang dengan
kondisi tertentu. Faktor-faktor yang mempercepat ketidak-stabilan kimiawi antara lain
panas, dingin, kelembaban, kualitas bahan baku, kontaminasi, pengepakan dan fasilitas
pengepakan bahan peledak. Tanda-tanda kerusakan bahan peledak dapat berupa
kenampakan kristalisasi, penambahan viskositas, dan penambahan densitas.
e. Karakteristik gas
Detonasi bahan peledak akan menghasilkan fume, yaitu gas-gas, baik yang tidak beracun
maupun yang mengandung racun. Gas-gas hasil peledakan yang tidak beracun berupa uap
air (H2O), karbondioksida (CO2), dan nitrogen (N2), sedangkan yang beracun adalah
nitrogen monoksida (NO), nitrogen oksida (NO2) dan karbon monoksida (CO). Pada
peledakan di tambang bawah tanah gas-gas tersebut perlu mendapat perhatian khusus,
yaitu dengan sistem ventilasi yang memadai, sedangkan di tambang terbuka kewaspadaan
ditingkatkan bila gerakan angin yang rendah.
Diharapkan dari detonasi suatu bahan peledak komersial tidak menghasilkan gas-gas
beracun, namun kenyataan di lapangan hal tersebut sulit dihindari akibat beberapa faktor
berikut :
(1) pencampuran ramuan bahan peledak yang meliputi unsure oksida dari bahan bakar tidak
seimbang, sehingga tidak mencapai zero oxygen balance
(2) letak primer yang tidak tepat
(3) kurang tertutup karena pemasangan stemming kurang padat dan kuat
(4) adanya air di lubang ledak
(5) kemungkinan adanya reaksi antara bahan peledak dengan batuan
Fumes hasil peledakan memperlihatkan warna yang berbeda yang dapat dilihat sesaat
setelah peledakan terjadi. Gas berwarna coklat-orange adalah fume dari gas NO hasil reaksi
bahan peledak basah karena lubang ledak berair. Gas berwarna putih diduga kabut dari uap
air (H2O) yang juga menandakan terlalu banyak air di dalam lubang ledak, karena panas
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 35
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
yang luar biasa merubah seketika fase cair menjadi kabut. Kadang-kadang muncul pula gas
berwarna kehitaman yang mungkin hasil pembakaran yang tidak sempurna.
B. Karakter Detonasi Bahan Peledak
Karakteristik detonasi menggambarkan prilaku suatu bahan peledak ketika meledak untuk
menghancurkan batuan. Beberapa karakteristik detonasi yang penting diketahui meliputi :
a. Kekuatan (strength) bahan peledak
Kekuatan bahan peledak berkaitan dengan dengan energy yang mampu dihasilkan oleh
suatu bahan peledak. Pada hakikatnya kekuatan suatu bahan peledak tergantung pada
campuran kimiawi yang mampu menghasilkan energi panas ketika terjadi inisiasi.
Terdapat dua jenis sebutan kekuatan bahan peledak komersil yang selalu dicantumkan
pada Spesifikasi bahan peledak oleh pabrik pembuatnya, yaitu kekuatan absolute dan
relatif. Berikut tentang kekuatan bahan peledak dan uraiannya.
(1) Kekuatan berat absolute (absolute weight strength/AWS)
•
Energi panas maksimum bahan peledak teoritis didasarkan pada campuran
kimianya
•
Energi per unit berat bahan peledak dalam joules/gram
•
AWSANFO adalah 373 kj/gr dengan campuran 94% ammonium nitrate dan 6% solar
(2) Kekuatan berat relatif (relative weight strength/RWS)
•
Adalah kekuatan bahan peledak (dalam berat) dibanding dengan ANFO
•
RWSHANDAK =
100
(3) Kekuatan volume absolute (absolute bulk strength/ABS)
•
Energi per unit volume, dinyatakan dalam joules/cc
•
ABSHANDAK = AWSHANDAK X densitas
•
ABSANFO = 373 kj/gr x 0.85 gr/cc = 317 kj/cc
(4) Kekuatan volume relatif (relative bulk strength/RBS)
•
Adalah kekuatan suatu bahan peledak curah (bulk) dibanding dengan ANFO
•
RBSHANDAK =
100
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 36
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
b. Kecepatan Detonasi
Kecepatan detonasi disebut juga dengan velocity of detonation atau VoD merupakan sifat
bahan peledak yang sangat penting yang secara umum dapat diartikan sebagai laju
rambatan gelombang detonasi sepanjang bahan peledak dengan satuan millimeter per
sekon (m/s) atau feet per second (fps). Kecepatan detonasi diukur dalam kondisi terkurung
(confined detonation velocity) atau tidak terkurung (unconfined detonation velocity).
Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan gelombang detonasi yang
merambat melalui kolom bahan peledak di dalam lubang ledak atau ruang terkurung
lainnya. Sedangkan kecepatan detonasi tidak terkurung menunjukan kecepatan detonasi
bahan peledak apabila bahan peledak tersebut diledakkan dalam keadaan terbuka. Karena
bahan peledak umumnya digunakan dalam keadaan derajat pengurungan tertentu, maka
harga kecepatan detonasi dalam keadaan terbuka menjadi lebih berarti.
Nilai kecepatan detonasi bervariasi tergantung diameter, densitas, dan ukuran partikel
bahan peledak. Kecepatan detonasi bahan peledak komersil bervariasi antara 1.500 – 8.500
m/s atau sekitar 5.000 – 25.000 fps. Kecepatan detonasi ANFO antara 2.500 – 4.500 m/s
tergantung pada diameter lubang ledak. Apabila diameter dikurangi sampai batas tertentu
akan terjadi gagal ledak (misfire) karena perambatan tidak dapat berlangsung, diameter ini
disebut critical diameter.
Kecepatan detonasi bahan peledak anfo akan menurun seiring dengan bertambahnya air
karena anfo dapat larut dalam air. Suatu penelitian memperlihatkan bahwa anfo yang
mengandung 10% air (dalam satuan berat) dapat menurunkan kecepatan detonasi hingga
42% (lihat gambar 2.18). Akibat penurunan kecepatan detonasi anfo yang sangat tajam
akan mengurangi energy ledak secara drastis atau bahkan tidak akan meledak sama sekali.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 37
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.20 Penurunan kecepatan detonasi anfo akibat kandungan air
c. Tekanan Detonasi
Tekanan detonasi adalah tekanan yang terjadi disepanjang zona reaksi peledakan hingga
terbentuk reaksi kimia seimbang sampai ujung bahan peledak yang disebut dengan bidang
chapman-Jiuguet (C-J plane) (lihat gambar di bawah).
Gambar 2.21 Proses terbentuknya tekanan detonasi
Umumnya mempunyai satuan MPa. Tekanan ini merupakan fungsi dari kercepatan
detonasi dan densitas bahan peledak. Dari penilitian Cook menggunakan foto sinar-x
diperoleh formulasi tekanan detonasi sebagai berikut :
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 38
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Persamaan 2.2 Tekanan detonasi
Dimana,
PD
= tekanan detonasi, kPa
ρe
= densitas handak, gr/cc
VoD
= kecepatan detonasi, m/s
Anfo dengan densitas 0.85 gr/cc dan kecepatan detonasi (VoD) 3.700 m/s, bila dihitung
dengan cara di atas, akan memiliki tekanan detonasi (PD) = 2.900 Mpa.
d. Tekanan Pada Lubang Ledak
Gas hasil detonasi bahan peledak akan memberikan tekanan terhadap dinding lubang ledak
dan terus berekspansi menembus media untuk mencapai keseimbangan. Keseimbangan
tekanan gas tercapai setelah gas tersebut terbebaskan, yaitu ketika telah mencapai udara
luar. Biasanya tekanan gas pada dinding lubang ledak sekitar 50% dari tekanan detonasi.
Volume dan laju kecepatan gas yang dihasilkan peledakan akan mengontrol tumpukan dan
lemparan fragmen batuan (lihat gambar 2.19). Makin besar tekanan pada dinding lubang
ledak akan menghasilkan jarak lemparan tumpukan hasil peledakan semakin jauh.
Gambar 2.22 Gerakan batuan akibat tekanan gas hasil peledakan
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 39
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
2.4.5
Jenis dan Tipe Bahan Peledak Industri
A. Agen Peledakan (Blasting Agent) Agen peledakan adalah campuran bahan-bahan kimia yang tidak diklarifikasikan sebagai
bahan peledak, di mana campuran tersebut terdiri dari bahan bakar (fuel) dan oksida. Pada
udara terbuka, agen peledakan tersebut tidak dapat diledakan oleh detonator std. 8.
Keuntungan agen peledakan adalah aman dalam pengangkutan, penyimpanan, dan
penanganan murah. Agen peledakan mempunyai ketahanan terhadap air buruk atau mudah
larut dalam air, kecuali sudah diubah bentuk menjadi watergel. Sangat sukar menentukan
secara tepat sifat agen peledakan karena sifat tersebut akan berubah tergantung dari ukuran
butir bahan, densitas, kondisi air dan jumlah primer.
a. Ammonium Nitrate
Ammonium Nitrate merupakan bahan dasar yang berperan sebagai penyuplai oksida pada
bahan peledak. Berwarna putih seperti garam dengan titik lebur sekitar 160.6o. Ammonium
Nitrate adalah zat penyokong proses pembakaran yang sangat kuat, namun ia sendiri bukan
zat yang mudah terbakar dan bukan pula zat yang berperan sebagai bahan bakar sehingga
pada kondisi biasa tidak dapat terbakar. Sebagai penyuplai oksigen, maka apabila suatu zat
mudah terbakar dicampur dengan AN akan memperkuat intensitas proses pembakaran
dibandingkan dengan bila zat yang mudah terbakar tadi di bakar pada kondisi normal.
Udara normal hanya mengandung 21%, Sedangkan AN mencapai 60%.
Ammonium Nitrate tidak digolongkan ke dalam bahan peledak, namun bila dicampur atau
diselubungi oleh hanya beberapa persen saja zat-zat yang mudah terbakar, misalnya bahan
bakar (solar), serbuk batu bara maka akan memiliki sifat-sifat bahan peledak dengan
sensitifitas rendah.
Gambar 2.23 Ammonium Nitrate
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 40
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
b. ANFO
Anfo adalah singkatan dari ammonium nitrate (AN) sebagai zat pengoksida dan fuel oil
(FO) sebagai bahan bakar. Setiap bahan bakar berunsur karbon, baik berbentuk serbuk
maupun cair, dapat digunakan sebagai pencampur dengan segala keutungan dan
kerugiannya. Pada tahun 1950 di Amerika masih menggunakan serbuk batu bara sebagai
bahan bakar dan sekarang sudah diganti dengan bahan bakar minyak, khususnya solar.
Bila menggunakan serbuk batu bara sebagai bahan bakar, maka diperlukan persiapan
terlebih dahulu agar diperoleh serbuk batu bara dengan ukuran seragam, beberapa
kelemahan menggunakan serbuk batu bara sebagai bahan bakar, yaitu :
•
Preparasi membuat bahan peledak anfo menjadi mahal
•
Tingkat homogenitas campuran antara serbuk batu bara dengan AN sulit dicapai
•
Sensitifitas kurang dan
•
Debu serbuk batu bara berbahaya terhadap pernapasan pada saat dilakukan
pencampuran.
Menggunakan bahan bakar minyak selain solar misalnya minyak tanah atau bensin dapat
juga dilakukan, namun beberapa Kelemahan harus dipertimbangkan, yaitu :
•
Akan menambah derajat sensitifitas, tapi tidak memberikan penambahan
kekuatan yang berarti.
•
Mempunyai titik bakar rendah, sehingga akan menimbulkan resiko yang sangat
berbahaya ketika dilakukan pencampuran dengan AN atau pada saat operasi
pengisian ke dalam lubang ledak.
Penggunaan solar sebagai bahan bakar lebih menguntungkan dibandingkan dengan jenis
FO yang karena beberapa alasan, yaitu :
•
Harganya relatif murah,
•
Pencampuran dengan AN lebih mudah untuk mencapai derajat hemogenitas
•
Karena solar mempunyai viskositas relatif lebih besar dibandingkan dengan FO
cair lainnya, maka solar tidak menyerap ke dalam butiran AN tetapi hanya
menyelimuti bagian permukaan butiran AN saja.
•
Karena viskositas itu pula menjadikan ANFO bertambah densitinya.
Komposisi bahan bakar yang tepat adalah 5.7% atau 6%, dapat dimaksimumkan kekuatan
bahan peledak dan meminimumkan fumes. Artinya pada komposisi ANFO yang tepat
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 41
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
dengan AN = 94,3% dan FO = 5.7% akan diperoleh zero oxygen balance. Kelebihan FO
akan menghasilkan reaksi peledakan dengan konsentrasi CO berlebih, sedangkan
kekurangan FO akan menambah jumlah NO2 .
Gambar 2.24 Hubungan % FO dan % RWS bahan peledak anfo
Untuk mempermudah dalam menentukan kebutuhan FO dapat menggunakan tabel
sebagai berikut :
Tabel 2.7 Jumlah kebutuhan FO untuk memperoleh ANFO
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 42
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
c. Bahan peledak berbasis emulsi
Bahan peledak emulsi banyak diproduksi dengan nama yang berbeda-beda, saat ini
pemakaian bahan peledak emulsi cukup luas diberbagai penambangan bahan galian, baik
pemakaian dalam bentuk kemasan cartridge maupun langsung menggunakan truck mobile
Mixer Unit (MMU) ke lubang ledak.
2.25 Pola Urutan produksi emulsi
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 43
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.26 Emulsi Cartridge eks Dahana
2.4.6
Perlengkapan Peledakan
Perlengkapan peledakan merupakan bahan-bahan pembantu peledakan yang habis pakai.
Adapun perlengkapan peledakan adalah sebagai berikut :
A. Tipe dan Jenis Detonator
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan
(ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan peledak
peka detonator atau primer. Detonator disebut dengan blasting capsule atau blasting cap.
Adapun pengelompokkan jenis detonator didasarkan atas sumber energi pemicunya, yaitu
api, listrik, dan benturan (impact) yang mampu memberikan energi panas didalam
detonator, sehingga detonator meletup dan rusak. Spesifikasi fisik dari detonator secara
umum sebagai berikut:
•
Bentuk
:
tabung silinder
•
Diameter
:
6 – 8 mm
•
Tinggi
:
50 – 90 mm
•
Bahan selubung luar :
terbuat dari alumunium, tembaga
•
Jenis detonator biasa :
salah satu ujung tabung terbuka
•
Jenis detonator listrik :
pada salah satu ujung tabung terdapat dua kawat
•
Jenis detonator nonel :
pada salah satu ujung tabung terdapat sumbu nonelectric (nonel) terbuat dari plastik.
•
Muatan detonator
semua jenis detonator berisi bahan peledak kuat (high
explosive) dengan jumlah tertentu yang menentukan
kekuatannya dan bahan penimbul panas.
:
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 44
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Seperti telah diuraikan di atas bahwa setiap tabung detonator bermuatan bahan peledak
kuat. Terdapat dua jenis muatan bahan peledak di dalam detonator yang masing-masing
fungsinya berbeda, yaitu :
1) Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka (sensitif).
Fungsinya adalah menerima efek panas dengan sangat cepat dan meledak
menimbulkan gelombang kejut.
2) Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak kuat
dengan VoD tinggi. Fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan meledak
dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar tersebut.
Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian dasarnya dan
diidentifikasi sebagai berikut (dari ICI Explosive):
Ö detonator No. 6
= 0,22 gr PETN (Penta Erythritol Tetra Nitrate)
Ö detonator No. 8
= 0,45 gr PETN
Ö detonator No. 8*
= 0,80 gr PETN
Jadi daya ledak detonator No. 8 lebih kuat dibanding detonator No. 6. Kadang-kadang
diproduksi juga detonator No. 4, yang berarti kandungan PETN lebih kecil dari 0,22 gr,
untuk keperluan tertentu.
Disamping pengelompokkan detonator berdasarkan energi pemicunya, detonator pun
dikelompokkan berdasarkan waktu meledaknya, yaitu:
Ö Instantaneous detonator adalah detonator yang meledak langsung setelah sumber
energi menginisiasi isian primer dan sekunder; dan
Ö delay detonator adalah detonator yang dapat menunda sumber energi beberapa saat,
yaitu antara puluhan millisekon sampai sekon atau detik, untuk meledakan isian
primer dan sekunder.
a. Detonator Biasa (Plain Detonator)
Merupakan detonator yang pertama kali dipergunakan untuk keperluan peledakan, baik
industri maupun militer. Ukuran tabung detonator biasa adalah diameter 6,40 mm dan
panjang 42 mm dengan bagian-bagian sebagai berikut (lihat Gambar):
1) Ramuan pembakar (ignition mixture) terbuat dari bahan yang mudah terbakar dan
berfungsi untuk meneruskan api dari sumbu bakar.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 45
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
2) Isian utama berupa bahan peledak kuat dengan kepekaan tinggi, biasanya ASA,
yaitu campuran lead azide atau lead stypnate dan aluminium, sehingga seketika
setelah menerima panas dari ramuan pembakar, maka isian utama ini akan
meledak dan menimbulkan gelombang kejut.
3) Isian dasar berupa bahan peledak kuat dengan VoD tinggi yang akan terinisiasi
oleh gelombang kejut isian primer. Karena isian dasar ini mempunyai VoD tinggi,
akan mampu meledakan bahan peledak peka detonator sebagai primer.
Kandungan isian dasar bisa PETN atau TNT (Tri Nitro Toluene).
4) Tabung silinder terbuat dari bahan tembaga atau aluminium yang mudah rusak
apabila terkena ledakan.
5) Ruang kosong separuh lebih ketinggian detonator disediakan untuk menyisipkan
sumbu bakar atau sumbu api atau safety fuse, karena umum-nya jenis detonator
biasa ini selalu dikombinasikan dengan sumbu api.
tabung silinder
isian dasar
(shell)
(base charge)
ramuan pembakar
(Ignition mixture)
isian utama
(primer charge)
ruang kosong disediakan untuk
sumbu bakar (safety fuse)
Gambar 2.27 Sketsa gambar penampang detonator biasa
Detonator biasa selalu dipakai atau dikombinasi dengan sumbu api atau sumbu bakar atau
safety fuse apabila akan digunakan untuk meledakan bahan galian. Apabila peledakan
dengan detonator listrik tidak memungkinkan, maka akan aman mengunakan detonator
biasa.
Beberapa hal yang wajib diperhatikan di dalam menangani detonator biasa agar terjamin
keselamatan kerjanya adalah:
1) Detonator tidak boleh diperlakukan kasar, misalnya dilempar atau dipukul-pukul
2) Periksa apakah ada benda masuk ke dalam atau menyumbat detonator
3) Isian detonator tidak boleh dikorek-korek atau dipadatkan
4) Detonator dilarang dipanaskan, senantiasa ada dalam kotaknya dan hanya diambil
pada saat akan disambung dengan sumbu api
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 46
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
5) Hindarkan detonator agar tidak kemasukan air
2.28 Kemasan detonator biasa (ICI explosives, 1988)
Saat ini penggunaan detonator biasa untuk kegiatan peledakan utama pada penambangan
terbuka dan bawah tanah sudah berkurang karena tersaingi keunggulannya oleh detonator
listrik dan nonel. Sampai tahun 1960-an peledakan bahan galian menggunakan detonator
biasa masih intensif, baik pada tambang terbuka maupun bawah tanah, dengan menerima
segala kelemahannya.
b. Detonator Listrik
Kandungan isian pada detonator listrik sama dengan pada detonator biasa yang
membedakan keduanya adalah energi panas yang dihasilkan. Pada setiap detonator listrik
akan selalu dilengkapi dengan dua kawat yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan
detonator tersebut. Nama kawat tersebut adalah leg wire. Ujung kedua kawat di dalam
detonator listrik dihubungkan dengan kawat halus (bridge wire) yang akan memijar setelah
ada hantaran listrik. Pada Gambar terlihat bahwa kawat halus diselubungi oleh ramuan
pembakar yang secara keseluruhan disebut fusehead. Apabila pijar dari kawat halus
terbentuk, maka ramuan pembakar langsung terbakar dan timbul energi panas dalam ruang
detonator. Mekanisme peledakan selanjutnya sama seperti pada detonator biasa.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 47
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
plastik selubung
kabel
plastik selubung
kabel
penyumbat
penyumbat
fusehead :
- kawat halus yang
memijar
- ramuan pembakar
tabung silinder
isian utama
fusehead
elemen waktu
tunda
tabung silinder
isian utama
isian dasar
a.
isian dasar
b.
Gambar 2.29 Sketsa penampang detonator listrik
Keuntungan pemakaian detonator listrik dibanding detonator biasa adalah:
1) Jumlah lubang yang dapat diledakkan sekaligus relatif lebih banyak
2) Dengan adanya elemen tunda dalam detonator, pola peledakan menjadi lebih
bervariasi dan arah serta fragmentasi peledakan dapat diatur dan diperbaiki
3) Penanganan lebih mudah dan praktis
Sedangkan kelemahannya terutama dipandang dari sudut keselamatan kerja peledakan
sebagai berikut:
1) Tidak boleh digunakan pada cuaca mendung apalagi disertai kilat, karena kilatan
dapat mengaktifasi aliran listrik, sehingga terjadi peledakan premature.
2) Pengaruh gelombang radio, televisi, dan “arus liar” atau stray currents dan listrik
statis (static electricity) dari dalam bumi serta arus listrik lainnya dapat pula
mengaktifasi aliran listrik pada detonator
3) Membutuhkan peralatan peledakan khusus listrik, yaitu sumber arus listrik, alat
penguji tahanan, dan peralatan listrik lainnya yang tentunya ada biaya yang harus
dikeluarkan.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 48
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Panjang legwire bervariasi, sehingga dapat disesuaikan dengan kedalaman lubang ledak.
Hindari adanya sambungan kawat di dalam lubang ledak. Kalaupun terpaksa sambungan
harus dibuat di dalam lubang ledak, yaitu legwire disambung connecting wire, maka
sambungan harus diisolasi dengan benar agar air dalam lubang ledak tidak meresap ke
dalam kawat tersebut. Apabila hal tersebut terjadi akan menimbulkan arus pendek yang
hasilnya adalah ledakan prematur atau gagal ledak.
Tahanan listrik setiap detonator bervariasi sesuai dengan panjang legwire, tetapi biasanya :
Ö sekitar 1,5 ohm untuk panjang legwire 1,8 m, dan
Ö sekitar 2,0 ohm untuk panjang legwire 3,6 m.
Kekuatan arus minimal yang harus dihantarkan untuk meledakan detonator antara 1 – 1,5
amper, sehingga apabila terdapat arus liar yang kekuatannya kurang dari batasan arus
tersebut diyakinkan detonator tidak meledak.
Ditinjau dari tenggang waktu peledakan setelah arus menimbulkan pijar maksimum, maka
detonator listrik dikelompokkan pada detonator langsung (instantaneous detonator) dan
detonator tunda (delay detonator).
Berikut penjelasan lebih lanjut tentang detonator listrik langsung dan detonator listrik
tunda :
•
Detonator Listrik Langsung
Gambar 2.19.a adalah detonator listrik langsung yang memperlihatkan bagian dalam dari
detonator tersebut. Dari Gambar terlihat mekanisme peledakan detonator setelah terjadi
kontak listrik dari sumber listrik. Seketika setelah pijar terbentuk, maka energi panas akan
membakar ramuan pembakar, sehingga fusehead menjadi merah membara dan memanasi
ruang detonator yang tersisa. Energi panas dari ruang tersebut menjadi pemicu meledaknya
isian utama, kemudian isian dasar dan secara keseluruhan detonator meledak. Urutan
proses tersebut di atas berlangsung sangat cepat seolah-olah tidak ada jeda waktu antara
dari kawat halus berpijar sampai isian dasar atau detonator meledak. Detonator listrik
langsung ini umumnya dipakai untuk pola peledakan yang hanya satu baris dan jumlah
primer di dalam kolom luang ledak hanya ada satu primer saja.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 49
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.30 Detonator Listrik Langsung
•
Detonator Listrik Tunda
Mekanisme pembentukan energi panas mulai dari memijarkan kawat halus sampai ramuan
pembakar terbakar dan fusehead membara adalah sama dengan pada detonator langsung.
Selanjutnya adalah, lihat pada Gambar 4.1.b, energi panas di dalam ruang detonator yang
tersisa tidak langsung memicu peledakan isian utama, tetapi energi panas tersebut
dirambat-kan beberapa saat melalui media elemen tunda (delay element) sampai akhirnya
menyentuh isian utama. Selanjutnya proses peledakan detonator sama seperti pada
detonator listrik langsung. Sebagai elemen tunda bisa berbentuk media logam penghantar
panas yang waktunya sudah terukur atau berbentuk serbuk kimiawi yang juga penghantar
panas dan sudah diukur lama kecepatan rambatnya. Panjang-pendek elemen tunda
menentukan harga waktu tundanya dan sekaligus memberi kenampakan fisik detonator
secara menyeluruh, yaitu ada detonator yang lebih panjang atau lebih pendek dari lainnya.
Gambar 2.31 Detonator listrik tunda (Dahana)
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 50
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Terdapat tiga macam waktu tunda dalam detonator listrik, yaitu halfsecond, quartersecond
dan millisecond. Tabel 2.8 adalah contoh interval waktu tersebut dan interval waktu
terkecil dalam peledakan adalah 25 ms, sehingga selang waktu menjadi 25, 50, 75, 100,
125 ms, dan seterusnya.
Interval waktu tunda pada detonator
Halfsecond
½
1
1½
2
Quartersecond
sekon = 500 ms
sekon = 1000 ms
sekon = 1500 ms
sekon = 2000 ms
dan seterusnya
¼
½
¾
1
sekon = 250 ms
sekon = 500 ms
sekon = 750 ms
sekon = 1000 ms
dan seterusnya
Millisecond (ms)
sekon = 1 ms
sekon = 25 ms
50
1000 sekon = 50 ms
100
1000 sekon = 100 ms
1
1000
25
1000
dan seterusnya
Tabel 2.8 Interval waktu tunda pada detonator
Umumnya harga waktu tunda nominal tidak disebutkan, tapi yang dtunjukan pada delay
tag hanya nomor, misalnya nomor 0, 1, 2, 3, dan seterusnya. Untuk menterjemahkan
nomor tersebut lihat dahulu sistem waktu tunda yang terdapat pada detonator atau kotak
detonator. Apabila sistem waktu tundanya ms, maka nomor 0 artinya langsung
(instantaneous), nomor 1 = 25 ms, nomor 2 = 50 ms, dan seterusnya. Kadang-kadang tidak
tepat benar kelipatannya, misalnya nomor 10 seharusnya sama dengan 250 ms, tetapi ada
produsen menulisnya 300 ms. Hal tersebut jangan menjadi masalah karena nilai yang
tertulis merupakan hasil uji mereka sebelum didistribusikan ke pengguna akhir.
c. Detonator Non Listrik
Detonator nonel (non-electric) dirancang untuk mengatasi kelemahan yang ada pada
detonator listrik, yaitu dipengaruhi oleh arus listrik liar, statis, dan kilat serta air. Akhirnya
diketemukan suatu proses transmisi signal energi rendah gelombang kejut menuju
detonator tanpa mempengaruhi bahan peledak yang digunakan. Transmisi signal terjadi di
dalam suatu sumbu (tube) berdiameter 2 – 3 mm terbuat dari semacam lapisan plastik yang
pada bagian dalamnya dilapisi dengan material reaktif yang sangat tipis. Ketika inisiasi
dilakukan, signal energi rendah tersebut bergerak disepanjang sumbu yang kecepatan
propagasinya enam kali kecepatan suara (2000 m/s). Fenomena gelombang kejut tersebut,
yang sama dengan ledakan debu pada tambang batu bara bawah tanah, merupakan
rambatan gelombang ke segala arah, saling membentur dan menikung di bagian dalam
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 51
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
sumbu. Bagian luar sumbu tidak rusak oleh gerakan gelombang kejut yang tidak beraturan
tadi karena jumlah reaktif material didalamnya hanya sedikit (satu lapis).
(1) Cara Menginisiasi Sumbu Nonel Satu ruas “sumbu nonel” (nonel tube) disebut juga “sumbu signal” terinisiasi secara
langsung (instantaneous), kecuali sudah dipasang detonator tunda oleh pabrik pembuatnya.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menginisiasi atau menyulut sumbu
nonel, yaitu:
1) menggunakan satu detonator, baik detonator biasa atau listrik,
2) menggunakan sumbu ledak (detonating cord), atau
3) menggunakan starter non-electric yang dinamakan shotgun atau shotfirer.
(2) Komponen utama satu set detonator nonel
Detonator nonel diterima konsumen sudah dengan sumbu signalnya yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Komponen utama satu set detonator nonel adalah sebagai
berikut:
a. Sumbu Nonel
Berfungsi sebagai saluran signal energi menuju detonator tunda. Sumbu ini mempunyai
panjang yang berbeda, sehingga pemilihannya harus disesuaikan dengan kedalaman lubang
ledak. Pada bagian ujung sumbu dipres atau ditutup yang disebut dengan ultrasonic seal.
Jangan coba-coba memotong ultrasonic seal ini karena uap air akan masuk kedalam sumbu
dan dapat menyebabkan gagal ledak. Sumbu nonel terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan
luar, lapisan tengah, dan lapisan dalam yang masing-masing berfungsi sebagai berikut
(lihat Gambar 2.32):
o Lapisan luar : untuk ketahanan terhadap goresan dan perlindungan terhadap
ultra violet
o Lapisan tengah: untuk daya regang dan ketahanan terhadap zat kimia
o Lapisan dalam: menahan bahan kimia reaktif, yaitu jenis HMX atau
octahydrotetranitrotetrazine dan aluminium, pada tempatnya. HMX bersuhu
stabil dan memiliki densitas serta kecepatan detonasi yang tinggi.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 52
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Lapisan luar
Lapisan tengah
Lapisan dalam
HMX satu layer
Gambar 2.32 Bagian-bagian sumbu nonel
Secara keseluruhan sumbu nonel terbuat dari plastik dengan kualitas terseleksi, sehingga:
•
tidak sensitif terhadap energi listrik dan transmisi radio,
•
tidak terinisiasi oleh api, pukulan atau gesekan,
•
gelombang kejut dengan gas yang panas diperlukan untuk inisiasi,
•
sumbu dapat saling menyilang tanpa menginisiasi atau merusak sumbu lainnya
b. Detonator nonel
Yang berkekuatan nomor 8. Komponen utama dalam detonator nonel sama dengan
detonator listrik yang membedakannya hanya pada mekanisme pembentukan energi
panasnya (lihat Gambar 2.29).
o Label tunda, yaitu label dengan warna tertentu yang menandakan tipe priode
tunda halfsecond, quartersecond, atau millisecond dan waktu nominal ledaknya
(lihat Gambar 2.34).
o “J” hook, adalah alat untuk menyisipkan detonating cord. Fasilitas ini tidak
selalu ada atau modelnya yang berbeda (lihat Gambar 2.34).
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 53
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
tabung alumunium
elemen transisi
penyumbat anti-statis
pelapis baja
isian dasar
isian utama
sumbu nonel
elemen tunda
plug penutup
tidak tembus air
Gambar 2.33 Bagian dalam detonator nonel
sumbu nonel
label tunda
“J” hook
Gambar 2.34 ‘J’ Hook dan label tunda pada detonator nonel (ICI explosives, 1988)
c. Waktu Tunda Detonator Nonel
Penentuan waktu tunda detonator nonel lebih bervariasi karena pemasangannya dapat
dilakukan di dalam lubang ledak dan di permukaan, yaitu:
1) di dalam lubang ledak disebut in-hole delay atau waktu tunda dalam lubang, yaitu
sekuen waktu meledaknya bahan peledak dari setiap lubang ledak,
2) di permukaan disebut trunkline delay atau waktu tunda permukaan, yaitu sekuen
waktu tunda antar lubang di permukaan.
Oleh sebab itu, produsen bahan peledak membuat detonator nonel yang khusus untuk di
permukaan maupun di dalam lubang ledak. Bentuk detonator nonel di dalam lubang ledak
tidak dilengkapi dengan slot penjepit, sementara untuk yang di permukaan dilengkapi
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 54
Dasar-D
Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan
dengan
n slot penjeepit yang berrfungsi untuuk menyambbung antar ssumbu nonel atau dengaan
sumbuu ledak, lihatt gambar.
Label tunda
sumbu nonel
a
La
abel tunda
detonatorr
b
Gam
mbar 2.35 Dettonator nonel dalam lubang
g ledak atau iin-hole-delay
Bunch block
De
etonator
d
delay
su
umbu nonel
Gaambar 2.36 Detonator
D
noneel di permukaaan atau trunkline delay
d
deetonator di dalam
d
lubanng
Waktuu tunda detoonator di peermukaan leebih kecil dibanding
ledak, artinya dettonator di permukaan
p
hharus meleddak terlebih dahulu unttuk mengiriim
signal ke detonatoor di dalam luubang.
umbu dan Penyambung
P
g Pada Peledakan
B. Su
Pada peledakan tidak terleepas dari ssumbu dan penyambunng, berikut sumbu daan
mbung yangg digunakan dalam peleddakan :
penyam
Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
a. Lead In Line atau Extendaline
Adalah alat penyambung yang dirancang untuk menghubungkan rangkaian sistem
peledakan nonel dengan alat pemicu ledak. ICI-Explosives menamakannya Primadet Leadin Line, sedangkan Nitro Nobel menyebutnya Extendaline atau bisa dinamakan “sumbu
nonel utama”. Bentuk lead-in line sama dengan sumbu nonel dan berfungsi sebagai
penginisiasi utama rangkaian peledakan. Salah satu ujung lead-in line dihubungkan ke
pemicu ledak nonel (shotgun), sedangkan ujung lainnya dilengkapi dengan detonator nonel
instantaneous yang terletak didalam blok plastik. Penyambung ini dilarang digunakan
untuk menyambung antar lubang (trunkline) atau sebagai sumbu di dalam lubang
(downline). In Spesifikasi umum lead-in line atau extendaline sebagai berikut:
Ö Sumbu
: sumbu nonel standar untuk permukaan
Ö Diameter sumbu
: 3 mm (eksternal)
Ö Panjang sumbu
: 100 m – 3000 m (dikemas dalam rol)
Ö Kecepatan detonasi
: 2100 ± 300 m/s
a. Extendaline 3000 m (Dyno Nobel)
b. Primadet lead-in line60 m (ICI Explosives)
Gambar 2.37 Lead-in line atau extendaline
b. Sumbu Api (Safety Fuse)
Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api dengan kecepatan
tetap. Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan pembakar di dalam detonator
biasa (plain detonator), sehingga dapat meledakan isian primer dan isian dasarnya.
Bagian inti dari sumbu api berupa blackpowder yang tergolong bahan peledak lemah dan
dibungkus oleh tekstil serta dilapisi material kedap air, misalnya aspal atau plastic. Fungsi
dari pembungkus adalah :
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 56
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
1) Menjaga blackpowder dari air, minyak, atau zat lain yang dapat mempengaruhi laju
pembakarannya
2) Menjaga
sumbu
dari
kerusakan
mekanis
agar
dapat
mempertahankan
fleksibilitasnya
3) Untuk menjaga energy tidak berubah akibat dari luar sumbu hingga api sampai ke
bahan peledak dalam detonator
Sumbu api terbakar dengan kecepatan rambat yang terkontrol, sehingga panjang sumbu api
yang telah ditentukan ekuivalen dengan interval waktu tertentu pula. Penting untuk diingat
bahwa sumbu terbakar pada bagian intinya, yaitu tempat blackpowder berada dan tidak
dengan pembungkusnya. Pembungkus mungkin saja terbakar tanpa terlebih dahulu bagian
inti terbakar. Kecepatan rambat sumbu api yang biasa diperdagangkan adalah:
1.
Ketentuan di Amerika adalah 130 ±10 detik per meter bila terletak di daerah
permukaan laut
2.
Ketentuan di Eropa 120 ±10 detik per meter pada kondisi yang sama dengan di atas
3.
Ketentuan di Australia 100 ±10 detik per meter pada kondisi sama dengan di atas
Pembuatan sumbu api di ICI Explosive Australia selalu diupayakan mempunyai kecepatan
rambat 60 cm/menit agar sesuai ketentuan pemerintahnya. Sumbu api harus disimpan di
gudang yang sejuk, kering dan mempunyai ventilasi yang baik yang dapat
mempertahankan suhu ruang antara 20° – 25° C dengan kelembaban relatif rendah. Sumbu
api dipasarkan dalam bentuk gulungan (coil) untuk yang pendek atau menggunakan rol
bila panjang sumbunya mencapai 250 m atau lebih (lihat Gambar 2.38)
ICI Explosive memproduksi sumbu api dengan beberapa spesifikasi yang berbeda
disesuaikan dengan kecocokan lokasinya sebagai berikut:
Ö RED LABEL kecepatan rambat 95,00 – 98,49 detik per meter,
Ö GREEN LABEL kecepatan rambat 98,50 – 101,49 detik per meter
Ö YELLOW LABEL kecepatan rambat 101,50 – 104,49 detik per meter
Sumbu api berkecepatan rambat tinggi, yaitu Yellow Label, digunakan pada penambangan
terbuka dan quarry serta segala kegiatan peledakan di permukaan. Untuk tambang bijih
disarankan untuk memakai sumbu api baik Red maupun Green Label.
Sudah dapat dipastikan bahwa sumbu api memang dirancang untuk melengkapi detonator
biasa, yaitu berfungsi sebagai penyuplai energi api atau panas. Perlu diperhatikan bahwa
detonator biasa hanya diambil dari kotaknya apabila penyambungan akan dilaksanakan
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 57
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
sumbu ledak sudah disiapkan. Untuk penyambungan ini diperlukan alat penjepit atau
crimper agar kedua sambungan tersebut agar tidak lepas. Tahapan pemasangannya adalah
(lihat Gambar 2.39):
a. gulungan sumbu api 12,5 m
b. rol sumbu api 12,5 m
Gambar 2.38. Gulungan sumbu api 12,5 m dan dalam kemasan rol 250 m
(ICI Explosives, 1988)
Ö Potong sumbu api tegak lurus sesuai dengan panjang yang diperlukan
Ö Ambil detonator secara hati-hati dari kotaknya
Ö Sisipkan ujung sumbu api yang baru dipotong tepat kedalam detonator sedalam
mungkin sampai menyentuh bagian dalam detonator (ramuan pembakar) dengan cara
mendorong, tapi jangan sekali-kali ditekan atau diputar (Gambar 2.36.a)
Ö Jepit mulut detonator dengan crimper yang akan mengurung sumbu api dengan
sempurna (Gambar 2.36.b) dan hasilnya terlihat pada Gambar 2.36.c.
Ö Celupkan seluruh detonator dan sumbu api sepanjang 25 mm ke dalam larutan
penyebab kedap air (waterproofing compound)
Ö Hindarkan dari tekanan atau terkena panas pada ujung detonator yang tertutup
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 58
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Ö
Cramper
Ö
Ö
Ö
Ö
Ö
Ö
Ö
a
Ö
c
b
Ö
Gambar 2.39 Cara pemasangan sumbu api ke detonator biasa
Cara pemotongan sumbu api harus benar, yaitu pada salah satu ujung dipotong miring dan
ujung yang lainnya tegak lurus (Gambar 2.37). Ujung yang dipotong tegak lurus masuk ke
dalam detonator dan diusahakan blackpowder bersentuhan dengan ramuan pembakar agar
transfer rambatan api berjalan baik. Sementara pada ujung sumbu api yang dipotong
miring akan mempermudah penyulutan
bagian ujung yang
dipotong tegak lurus
bagian ujung yang
dipotong miring
SUMBU API
Blackpowder
dibakar
blackpowder bersentuhan
dengan ramuan pembakar
dalam detonator
Gambar 2.40 Cara pemotongan dan penyulutan sumbu api
c. Sumbu Ledak (Detonating Cord)
Berbagai nama untuk sumbu ledak yang dikenal di lapangan antara lain detonating cord,
detonating fuse, atau cordtex. Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya
terdapat bahan peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan peledak kuat dengan kecepatan
rambat sekitar 6000 – 7000 m/s. Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6 –
70 gr/m. Namun, yang sering digunakan adalah sumbu ledak dengan isian PETN 3,6 gr/m
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 59
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
atau 5 gr/m karena akan mengurangi kerusakan stemming dan bahan peledak serta
pengaruh air blast.
Berbagai nama untuk sumbu ledak yang dikenal di lapangan antara lain detonating cord,
detonating fuse, atau cordtex. Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya
terdapat bahan peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan peledak kuat dengan kecepatan
rambat sekitar 6000 – 7000 m/s. Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6 –
70 gr/m. Namun, yang sering digunakan adalah sumbu ledak dengan isian PETN 3,6 gr/m
atau 5 gr/m karena akan mengurangi kerusakan stemming dan bahan peledak serta
pengaruh air blast.
Bagian-bagian dari sumbu ledak terdiri dari lapisan pembungkus dan pelindung PETN
berupa serat nylon, plastic, dan anyaman paraffin atau plastik seperti terlihat pada Gambar
2.38. Serat nylon akan meningkatkan ketahanan terhadap air, tarik, abrasi, dan
memudahkan pengikatan.
Anyaman tekstil
sintetis
Selubung
plastik
Serat nylon
PETN
Inti katun
Gambar 2.41 Bagian-bagian sumbu ledak
2.4.7
Primer dan Booster
Primer adalah suatu istilah yang diberikan pada bahan peledak peka detonator, yaitu bahan
peledak berbentuk cartridge berupa pasta atau keras, yang sudah dipasang detonator yang
diledakan di dalam kolom lubang ledak. Proses peledakan di dalam kolom lubang ledak
sebagai berikut:
Ö setelah alat pemicu ledak menginisiasi detonator, maka cartridge akan meledak,
Ö meledaknya cartridge atau primer akan memberikan energi cukup kuat untuk
menginisiasi bahan peledak utama disepanjang kolom lubang ledak.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 60
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Terdapat tiga tempat atau titik untuk meletakan primer di dalam kolom lubang ledak (lihat
Gambar 2.42), yaitu:
1)
dibagian dasar bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut bottom priming,
2)
dibagian tengah bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut deck atau middle
priming,
3)
dibagian atas bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut top atau collar
priming,
Energi peledakan cenderung menurun seiring dengan semakin jauhnya jarak propagasi
energi tersebut dengan titik lokasi primer (lihat Gambar 2.43.b). Untuk mempertahankan
energi tetap pada kekuatan maksimum dapat ditambahkan booster di dalam kolom lubang
ledak. Booster tersebut akan terinisiasi oleh ledakan bahan peledak utama yang
melaluinya, sehingga bahan peledak utama yang belum terinisiasi di bagian atasnya akan
meledak dengan kekuatan energi relatif sama dengan bahan peledak sekitar primer.
Dengan demikian booster dapat didefinisikan sebagai bahan peka detonator yang
dimasukkan ke dalam kolom lubang ledak berfungsi sebagai penguat energi ledak (Gambar
2.43.a).
Dari detonator bisa berupa:
- Kabel listrik ; - Sumbu Ledak
- Sumbu nonel ; - Sumbu Api
Penyumbat
(stemming)
Kolom lubang
ledak
Bahan peledak
utama
(Primary Charge)
DECK
(MIDDLE)
PRIMING
TOP
(COLLAR)
PRIMING
BOTTOM
PRIMING
Gambar 2.42 Posisi primer di dalam kolom lubang ledak
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 61
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
5300
Inisiator
Bahan peledak
utama
(Primary Charge)
BOOSTER
BOTTOM
PRIMING
Kecepatan detonasi ANFO, m/s
Penyumbat
(stemming)
Kurva
A
4640
3980
B
3320
C
Diam. primer, Tekanan detonasi
inci
primer, kbars
A
B
C
D
240
3
2 12
2
1
240
240
240
Konstan
2660
D
2000
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Jarak dari primer, cm
a. Perbedaan booster dan primer
dalam kolom lubang ledak
b. Karakter energi peledakan ANFO dengan
variasi diameter primer (Junk,1968)
Gambar 2.43. Perbedaan booster dan primer serta karakter energi ledak ANFO
A. Pembuatan Primer Pembuatan primer umumnya dilakukan dengan cara memasang detonator atau sumbu
ledak ke dalam cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator. Cara
pembuatannya bisa dilakukan manual atau sudah disiapkan khusus dari pabrik pembuat
bahan peledak. Detonator yang digunakan untuk membuat primer bisa detonator biasa,
listrik atau nonel.
a. Pembuatan primer menggunakan detonator biasa
Detonator biasa yang dipakai adalah detonator yang telah dipasang sumbu api. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (lihat Gambar 2.44):
1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator dan buka
pembungkus pada salah satu ujungnya, kemudian buatlah lubang kira-kira sedalam 6
cm ditengah-tengah cartridge yang telah dibuka pembungkus-nya memakai penusuk
kayu
2) Sisipkan detonator biasa yang sudah dilengkapi sumbu api ke dalam lubang
sedemikian rupa sehingga detonator terbenam seluruhnya ke dalam cartridge
3) Tutup kembali pembungkusnya seperti semula dan ikat dengan benang atau tali
plastik.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 62
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
1)
3)
Gambar 2.44
Pembuatan primer menggunakan detonator
biasa
2)
b. Pembuatan primer dengan menggunakan detonator listrk
Terdapat dua cara yang disajikan untuk membuat primer dengan detonator listrik, yaitu
cara ke 1 dan ke 2 seperti terlihat pada Gambar 2.45. Langkah-langkah cara ke 1 adalah
sebagai berikut (Gambar 2.45.a):
1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian
buatlah lubang kira-kira sedalam 6 cm ditengah-tengah cartridge dengan atau tanpa
dibuka pembungkusnya memakai penusuk kayu
2) Sisipkan detonator listrik ke dalam lubang sedemikian rupa sehingga detonator
terbenam seluruhnya ke dalam cartridge
3) Lingkarkan legwire sekali atau dua kali ke sekitar cartridge, lalu kencangkan dan siap
dimasukkan ke dalam lubang ledak.
4) Kedua ujung kawat detonator yang mengarah ke atas harus digabungkan untuk
menghindari pengaruh arus listrik liar atau listrik statis.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 63
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
a. Cara ke 1
b. Cara ke 2
Gambar 2.45 Pembuatan primer menggunakan detonator listrik
Untuk cara ke 2, pada prinsipnya sama dengan cara ke 1, perbedaannya terletak pada
lubang tembus yang dibuat pada bagian samping cartridge. Melalui lubang ini disisipkan
legwire, kemudian dilingkarkan ke badan cartridge dan dikencangkan oleh bagian legwire
yang menuju ke atas (lihat Gambar 2.45.b). Setelah kencang primer siap dimasukkan ke
dalam lubang ledak dan jangan lupa menggabungkan kedua ujung legwire yang mengarah
ke atas.
c. Pembuatan primer menggunakan sumbu ledak
Membuat primer dengan sumbu ledak tidak diperlukan detonator sama sekali karena
sumbu ledak bermuatan bahan peledak kuat, yaitu PETN. Sumbu ledak yang sering
digunakan untuk keperluan peledakan pada penambangan bahan galian mengandung
PETN 3,6 gr/m atau 5 gr/m. Terdapat dua cara yang umum digunakan untuk membuat
primer dengan sumbu ledak, yaitu seperti terlihat pada Gambar 2.46. Cara ke 1 sebagai
berikut (Gambar 2.46.a):
1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian
buatlah lubang tembus di bagian samping cartridge memakai penusuk kayu
2) Sisipkan sumbu ledak ke dalam lubang, kemudian ikatlah dengan cara pengikatan
bunga cengkeh atau dapat pula diikat kuat menggunakan selotip dan siap dimasukkan
ke dalam lubang ledak.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 64
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Cara ke 2 adalah sebagai berikut (Gambar 2.46.b):
1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian
buatlah lubang tembus sepanjang badan cartridge dari atas ke bawah memakai
penusuk kayu yang agak panjang
2) Sisipkan sumbu ledak ke dalam lubang, kemudian buatlah tali simpul di bagian bawah
cartridge untuk menahan cartridge tidak jatuh. Primer siap dimasukkan ke dalam
lubang ledak.
a. Cara ke 1
b. Cara ke 2
Gambar 2.46 Pembuatan primer menggunakan sumbu ledak
2.4.8
Peralatan Peledakan
Dalam peledakan tentu saja bukan hanya perlengkapan peledakan yang dibutuhkan tapi
tentu saja membutuhkan peralatan peledakan.
A. Alat Pemicu Peledakan Listrik
Alat pemicu pada peledakan listrik dinamakan blasting machine (BM) atau exploder
merupakan sumber energi penghantar arus listrik menuju detonator. Cara kerja BM pada
umumnya didasarkan atas penyimpanan atau pengumpulan arus pada sejenis kapasitor dan
arus tersebut dilepaskan seketika pada saat yang dikehendaki. Pengumpulan arus listrik
dapat dihasilkan melalui :
1) Gerakan mekanis untuk tipe generator, yaitu dengan cara memutar engkol (handle)
yang telah disediakan (contoh Gambar 2.47.a). Putaran engkol dihentikan setelah
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 65
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah maksimum dan siap
dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang digunakan.
2) Melalui baterai untuk tipe kapasitor, yaitu dengan cara mengunakan kunci kearah
starter dan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah
terkumpul maksimum dan siap dilepaskan (Gambar 2.47.b).
Arus yang dilepaskan harus dapat mengatasi tahanan listrik di dalam rangkaian peledakan.
Untuk itu perlu diketahui benar kapasitas BM yang akan digunakan jangan sampai
kapasitasnya lebih kecil dibanding tahanan listrik seluruhnya. Tahanan rangkaian listrik
harus diukur atau dihitung terlebih dahulu dan harus dijaga jangan sampai terdapat
kebocoran arus karena terdapat kawat terbuka yang berhubungan dengan tanah, air atau
bahan lain yang bersifat konduktor.
a. BEETHOVEN MK II A
b. NISSAN F-3
Gambar 2.47 Tipe alat pemicu ledak listrik
B. Alat Pemicu Peledakan Non-Listrik
Alat pemicu non-listrik (nonel) dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu penyulut sumbu
api dan pemicu nonel atau starter non-electric. Alat pemicu nonel (starter non-electric)
dinamakan shot gun atau shot firer atau nonel starter. Seperti diketahui bahwa sumbu
nonel mengandung bahan reaktif (HMX) yang akan aktif atau terinisiasi oleh gelombang
kejut akibat impact. Alat pemicu nonel dilengkapi dengan peluru yang disebut shot shell
primer dengan ukuran tertentu (untuk buatan ICI Explosives berukuran No. 209). Shot
shell primer diaktifkan oleh pemicu, yaitu pegas bertekanan tinggi yang yang terdapat di
dalam alat pemicu nonel.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 66
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Striker
Barrel
Shot shell primer
a. Menyisipkan shot shell primer ke
dalam barrel
b. Menghentakkan kaki untuk
menghasilkan impact
Gambar 2.48 Alat pemicu buatan ICI Explosives
C. Pengukur Tahanan (Blasting ohm meter)
Alat pengukur tahanan kawat listrik untuk keperluan peledakan dibuat khusus untuk
pekerjaan peledakan dan tidak disarankan digunakan untuk keperluan lain. Sebaliknya, alat
pengukur tahanan yang biasa dipakai oleh operator listrik umum, yaitu multitester,
dilarang digunakan untuk mengukur kawat pada peledakan listrik. Ruas kawat yang harus
diukur tahanannya adalah seluruh legwire dari sejumlah detonator yang digunakan,
connecting wire, bus wire, dan kawat utama. Dengan demikian jumlah tahanan seluruh
rangkaian dapat dihitung dan voltage BM dapat ditentukan setelah arus dihitung.
Cara pengukuran tahanan ruas kawat menggunakan blastometer (BOM) pada prinsipnya
sama, hanya pada pengukuran legwire perlu ekstra hati-hati. Prosedur pengukuran adalah
sebagai berikut:
1) Untuk kawat penyambung (connecting wire), bus wire, dan kawat utama:
Ö Kedua ujung kawat dihubungkan pada sepasang terminal yang tersedia pada
BOM, kemudian kencangkan.
Ö BOM dikontakkan, biasanya dengan menekan tombol, sehingga jarum
menunjukkan angka tertentu, yaitu nilai tahanan kawat tersebut.
Ö Catat angkanya sebagai data hasil pengukuran tahanan
2) Untuk legwire pada detonator listrik:
Ö Kedua ujung legwire dari detonator dihubungkan pada sepasang terminal yang
tersedia pada BOM, kemudian kencangkan.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 67
Dasar-D
Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan
Ö BOM dikontakkan,
d
, biasanya dengan menekan
m
toombol, sehhingga jaruum
menunju
ukkan angka tertentu, yaaitu nilai tahanan legwirre dan kawatt pijar (bridgge
wire) dii dalam deetonator terrsebut. Apaabila jarum tidak berggerak, berarrti
detonato
or rusak dan
n jangan dip
pakai, sebab
b ada kemunngkinan kaw
wat pijar dalaam
fusehead
d putus.
Ö Bila jaruum bergerakk, catat angkkanya (biasaanya sekitarr 1,5 ohms) sebagai daata
hasil pen
ngukuran tah
hanan.
1)
a. Blastometeer 80 buatan ICI
dapat
Explosives
mengukur tahanan antaraa
0–30 ohms dan 0 – 3000
D
olehh
ohms. Diproteksi
plastik yanng dicetak dann
kokoh. Ukuuran 95 x 140 x
60 mm, berat 500 gr.
2)
3)
4)
5)
6)
b. Blastometeer digital modeel
104 buatann Thomas Instru-ments, Inc. Diproteksi olehh
bahan yanng tidak mudahh
pecah. Ukuran 76 x 76 x
38 mm, berat 340 gr
a
b
Gambar
G
2.49 Pengukur tahhanan kawat listrik
l
pada peeledakan
a
D. Kaawat Utama
Kawatt utama term
masuk padaa peralatan peledakan, karena dapaat dipakai berulang
b
kaali.
Berbed
da dengan lead-in
l
line atau extendaaline atau “sumbu noneel utama” paada peledakaan
nonel akan langssung rusak dan tidak bboleh dipak
kai lagi kareena HMX yang
y
terdappat
didalamnya sudahh bereaksi habis, walauppun sumbun
nya tetap nam
mpak utuh. Kawat utam
ma
berfunngsi sebagai penghubungg rangkaian peledakan liistrik dengann alat pemicu ledak listrrik
atau blasting
b
maachine. Uku
uran untuk peledakan pada kondisi normal adalah kaw
wat
tembaga ganda beerukuran 23//0,076 yang diisolasi denngan plastik PVC dengaan tahanan 5,8
A
dapat pula
p
digunakkan kawat teembaga gandda berukurann 24/0,20 mm
m
ohms per 100 m. Atau
n tahanan 4,6 ohms perr 100 m. Unntuk pekerjaaan peledakann yang beratt (heavy duty
ty)
dengan
dipakaai kawat tem
mbaga beruukuran 70/0,76 mm deengan isolassi plastik PV
VC berwarnna
Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
kuning (buatan ICI Explosives) mempunyai tahanan 1,8 ohms/100 m. Atau dapat dipakai
kawat tembaga 50/0,25 mm dengan tahanan 1,4 ohms/100 m.
a. Untuk kondisi normal
b. Untuk peledakan berat
Gambar 2.50 Kawat utama untuk peledakan listrik
2.5 PERSIAPAN PELEDAKAN
A. Teknik Profiling
Untuk melakukan profiling diperlukan meteran panjang yang digulung dan alat pengukur
sudut. Sebagai pengukur sudut gunakan kompas geologi yang dapat mengukur sudut
vertikal.
Area yang akan diledakkan pada suatu tambang terbuka sudah ditentukan oleh Supervisor
atau Pengelola Peledakan demikian pula dengan spasi, burden dan jumlah baris (raw). Juru
Ledak harus memperhatikan bentuk profil bidang bebas sepanjang area yang akan
diledakkan karena bentuk ini akan mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan dan ada
kemungkinan berpotensi terjadinya batu terbang (fly rock). Bentuk profil bidang bebas
yang dikehendaki, yaitu yang mempunyai profil relatif rata dari bagian atas (crest) sampai
ke bawah (toe) seperti terlihat pada Gambar 2.51.a. Ketika dijumpai suatu kondisi bidang
bebas yang ekstrim tidak rata, misalnya melengkung ke dalam (Gambar 2.51.b) atau
menjorok ke arah luar (Gambar 2.51.c), maka profiling harus dilaksanakan. Tujuannya
agar lubang ledak mempunyai burden yang sama sepanjang dinding bidang bebas, atau
kemiringan lubang ledak sejajar dengan kemiringan relatif bidang bebas. Dengan demikian
kunci dari profiling adalah mendapatkan kemiringan relatif bidang bebas atau garis
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 69
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
kemiringan semu bidang bebas yang ekstrim tidak rata tersebut. Arah pengeboran
selanjutnya dibuat dengan sudut kemiringan sesuai atau sejajar dengan kemiringan relatif
bidang bebas.
Gambar 2.51 Beberapa kenampakan profile bidang bebas
Profiling dapat dilakukan dengan cara manual atau menggunakan instrument pengukur,
misalnya theodolit, electronic distance measurement dan alat ukur laser (lihat Gambar
2.52.b). Uraian di bawah ini terbatas hanya untuk pekerjaan profiling secara manual yang
hanya menggunakan alat meteran panjang dan kompas geologi untuk mengukur sudut
(lihat Gambar 2.52.a). Langkah-langkah pekerjaan profiling manual adalah sebagai
berikut:
1) Tarik meteran dari bagian atas jenjang (crest ) menuju suatu titik tertentu pada lantai
jenjang dan tentukan serta catat panjangnya (pada Gambar 2.52.a dilukiskan oleh garis
AC). Diperlukan minimal dua orang, yaitu satu orang memegang meteran di bagian
crest dan satu orang lagi di lantai jenjang. Utamakan keselamatan kerja terutama bagi
petugas yang berada di bagian crest.
2) Ukur kemiringan garis AC menggunakan kompas dengan mengikuti prosedur yang
telah diuraikan sebelumnya. Pengukuran sudut diupayakan pada bentangan meteran
yang benar-benar lurus, oleh sebab itu diperlukan satu orang lagi untuk mengukur
sudut kemiringan garis AC. Catat kemiringannya.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 70
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
3) Ukur dan catat panjang mendatar dari titik C menuju toe atau titik D pada Gambar
2.52.a.
4) Serahkan seluruh catatan hasil pengukuran ke Supervisor atau Pengelola Peledakan
agar ditentukan kemiringan relatif bidang bebas atau garis AD pada Gambar 2.52.a.
5) Informasikan kemiringan garis AD kepada Juru bor, demikian juga dengan geometri
peledakan lainnya hasil olahan Supervisor.
a. Profiling manual dan cara pengukurannya
b. Profiling menggunakan alat ukur laser yang dilengkapi perangkat lunak
Gambar 2.52 Ilustrasi teknik profiling pada peledakan tambang terbuka
B. Persiapan Pengeboran di bawah tanah
Berbagai jenis lubang bukaan di bawah tanah yang dibuat menggunakan operasi
pengeboran dan peledakan, diantaranya terowongan (tunnel), drift, level, sumuran vertikal
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 71
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
(shaft), raise, dan aktifitas penambangan. Pekerjaan penting yang harus dilakukan oleh
Juru Ledak sebelum pengeboran dilaksanakan, yaitu :
a. pengamanan area yang akan diledakkan untuk menjaga keselamatan kerja selama
pengeboran berlangsung, dan
b. memberi tanda atau titik-titik lubang bor disertai spesifikasinya, yaitu diameter,
kedalaman, dan kemiringan.
Namun, pada praktiknya pekerjaan di atas biasa dilakukan bersama antara Juru ledak dan
Juru Bor dengan maksud untuk saling mengontrol demi keselamatan kerja secara
menyeluruh.
a. Pengamanan sebelum pengeboran di bawah tanah
Siklus pekerjaan pengeboran dan peledakan di bawah tanah dirangkum dalam beberapa
tahapan sebagai berikut:
Ö Pengeboran lubang ledak (blasthole drilling)
Ö Pengisian lubang ledak (charging)
Ö Peledakan (blasting)
Ö Ventilasi (ventilation)
Ö Pengamanan dinding lubang bukaan hasil peledakan dan penyemenan dinding
(scaling and grouting) bila diperlukan
Ö Pemuatan dan pengangkutan (loading and hauling)
Ö Mempersiapkan pengeboran untuk siklus baru (setting up of the new round)
Pengamanan dinding lubang bukaan hasil peledakan (scaling) pada bagian atap dan
dinding kanan-kiri, sebaiknya dilakukan oleh Juru Ledak setelah udara di dalam lubang
bukaan benar-benar bersih dan nyaman. Tahapan pengamanan tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Siapkan dan gunakan tongkat dengan panjang tertentu (scaling bar) sebagai alat untuk
menjatuhkan batu yang menggantung pada bagian atap dan dinding kanan-kiri lubang
bukaan yang masih memungkinkan diupayakan untuk dijatuhkan secara manual.
2) Seandainya terdapat bagian atap atau dinding lubang bukaan yang perlu penyemenan
(grouting) atau pemasangan baut batuan (rock bolt) untuk memperkuat stabilitasnya,
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 72
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
segera laporkan ke Supervisor atau Pengelola Peledakan untuk ditindak lanjuti agar
siklus pembuatan terowongan atau yang lainnya tidak terhambat.
3) Lakukan pemeriksaan akhir untuk seluruh atap dan dinding, setelah yakin tidak ada
batu yang menggantung, laporkan hasilnya ke Supervisor bahwa kondisi lubang
bukaan hasil peledakan aman.
Dalam melakukan pekerjaan pengamanan di atas Juru Ledak biasanya berdiri di atas
tumpukan hasil peledakan dan bergerak dari belakang ke arah permukaan kerja.
b. Menandai titik lubang bor
Titik lubang bor umumnya ditandai menggunakan cat semprot atau yang sejenis dan tidak
mudah luntur oleh air karena pada bukaan bawah tanah selalu terdapat air. Tidak jarang
Juru Ledak harus berkoordinasi langsung dengan Juru Bor apabila sulit memberi tanda
terhadap titik-titik lubang bor. Yang perlu diperhatikan adalah spesifikasi lubang bor yang
meliputi bentuk cut, spasi, diameter, kemiringan, dan kedalaman lubang harus
diinformasikan kepada Juru Bor.
Terdapat suatu alat pemberi tanda posisi lubang bor di bawah tanah secara elektonis, baik
pada pembuatan terowongan maupun sumuran, yang dinamakan projektor pola pengeboran
(Gambar 2.53). Alat ini beroperasi menggunakan baterai dan dapat memberikan bayangan
pola pengeboran pada permukaan kerja sesuai dengan yang direncanakan. Cara
menggunakannya adalah:
Ö Letakkan projektor pola pengeboran di atas tripod atau kendaraan bawah tanah.
Ö Tentukan dua titik sebagai acuan pada permukaan kerja (lihat Gambar 2.53.a dan
2.53.b).
Ö Pola pengeboran untuk satu siklus (round) diproyeksikan pada permukaan kerja
dengan mengacu pada dua titik tersebut di atas (lihat Gambar 2.53.c).
Ö Bayangan titik-titik pola pengeboran yang nampak di permukaan kerja kemudian
difokuskan agar nampak jelas, kemudian titik-titik tersebut dicat dan siap dilakukan
pengeboran (lihat Gambar 2.53.d).
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 73
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.53 Sistem proyeksi pola pengeboran di bawah tanah
C. Persiapan Teknis
Dalam peledakan ada persiapan teknis yang yang harus dilakukan dintaranya sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan Lubang Ledak
Pekerjaan yang harus dilakukan menjelang pengisian setiap lubang adalah memeriksa
lubang tersebut agar pada saat pengisiannya tidak ada hambatan. Beberapa aspek yang
harus diperiksa adalah sebagai berikut:
1) Memeriksa kedalaman: Untuk mengecek kedalaman dapat digunakan meteran
dengan diberi pemberat secukupnya atau menggunakan tongkat berskala (biasanya
dibuat dari bambu) seperti terlihat pada Gambar 2.54.a. Bila lubang ledak tidak sesuai
dengan yang direncanakan, maka yang harus dilakukan adalah:
• Apabila terlalu dalam, isilah dengan bahan untuk stemming kemudian dipadatkan
sampai kedalamannya berkurang dan sesuai dengan yang direncanakan
• Apabila kurang dalam, harus dilakukan pengeboran untuk memperdalamnya agar
sesuai dengan kedalaman lubang yang direncanakan
2) Memeriksa adanya penghambat: Apabila terasa ada hambatan atau penyumbat
lubang dapat digunakan tongkat bambu untuk mendorong material penghambat
(tamping). Atau dapat pula menggunakan tali yang diberi pemberat untuk memukul
dan mendorong material penghambat (lihat Gambar 2.54.b dan 2.54.c). Apabila
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 74
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
penyumbat tersebut sulit diatasi dengan kedua cara di atas, maka perlu dibor ulang
dengan hati-hati.
a.
c.
b
Gambar 2.54 Cara memeriksa kedalaman dan adanya penyumbat
dalam lubang ledak
3) Memeriksa air: Untuk memeriksa adanya air di dalam lubang dapat dengan
menjatuhkan batu kecil ke dalam lubang dan bila sampai pada air akan terdengar gema
suara benda jatuh ke dalam air. Dapat digunakan pompa atau kompresor alat bor untuk
mengeluarkan air. Apabila air masuk kembali dengan cepat ke dalam lubang,
disarankan untuk menggunakan bahan peledak yang tahan terhadap air, misalnya
watergel, emulsi atau cartridge. Bila menggunakan ANFO, pakailah tabung atau
selubung plastik yang cukup kuat agar tidak bocor dengan diameter lebih kecil sedikit
dibanding diameter lubang ledak.
4) Memeriksa rongga dan retakan: Adalah sangat penting mengetahui adanya rongga
atau retakan besar di dalam lubang ledak. Sulit untuk mengetahui seberapa besar
rongga tersebut, sehingga apabila bahan peledak diisikan ke dalamnya akan menambah
volume dari yang seharusnya. Efek peningkatan volume berakibat buruk karena akan
menyebabkan batu terbang (fly rock), ledakan udara (airblast), atau getaran yang
hebat. Cara memeriksa adanya rongga dapat dilakukan sebagai berikut:
-
Menggunakan kaca (atau kaca jam tangan) yang diarahkan ke dalam lubang dan
dengan batuan pantulan sinar matahari dapat terlihat ada-tidaknya rongga.
-
Cek data log-bor dari Juru Bor yang menginformasikan adanya kenaikan
perubahan penetrasi mendadak pada kedalaman tertentu.
Apabila kedua cara di atas tidak memungkinkan, tidak ada jalan lain harus ekstra hatihati menuangkan bahan peledak ke dalam lubang. Apabila kecepatan kenaikan bahan
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 75
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
peledak dirasakan lambat, maka harus dihentikan, kemudian isikan material stemming
secukupnya.
5) Menutup rongga dalam lubang ledak: Apabila terlihat rongga dalam lubang ledak,
langkah-langkah penutupannya sebagai berikut:
•
Apabila rongga berada diantara panjang kolom “isian utama”, maka isikan dahulu
bahan peledak sampai batas bawah rongga. Selanjutnya isi rongga oleh material
stemming sampai rongga diperkirakan tertutup. Lanjutkan dengan pengisian bahan
peledak sesuai rencana. Untuk meyakinkan bahwa seluruh isian bahan peledak
terinisiasi seluruhnya akan lebih baik bila menggunakan primer yang dibuat
bersama sumbu ledak.
•
Apabila rongga terdapat di bagian dasar lubang, maka tuangkan dahulu material
stemming sampai rongga diperkirakan tertutup. Masukkan primer dan dilanjutkan
dengan pengisian bahan peledak sesuai rencana.
Pada kasus terdapat rongga diantara panjang kolom “isian utama”, akan lebih
meyakinkan apabila menggunakan sumbu ledak. Apabila material untuk stemming di
bagian atas lubang (collar) terbatas, maka material pengisi rongga di dalam lubang
ledak dapat menggunakan kertas karton bekas bahan peledak, ranting kayu, tanah, dan
sejenisnya.
b. Pengisian Lubang Ledak
Terdapat tiga jenis bahan dalam kolom lubang ledak, yaitu primer, “isian utama” dan
ditutup oleh penyumbat (stemming). Berikut ini akan diuraikan tentang cara pengisian
ketiga bahan tersebut.
1) Pengisian Primer
Yang perlu diperhatikan di dalam mengisi lubang ledak adalah letak primernya. Terdapat
tiga cara meletakan primer, yaitu bottom priming, center atau middle priming, dan collar
atau top priming, yang diuraikan sebagai berikut:
-
Bottom priming: Adalah meletakan primer di bagian bawah lubang ledak yang
jaraknya dari dasar lubang tergantung pada ukuran subdrilling, yaitu antara 50 – 100
cm. Urutan pengisian dimulai dari memasukkan bahan peledak sepanjang sekitar 50
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 76
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
cm, dilanjutkan dengan primer, kemudian “isian utama”, dan diakhir dengan
penyumbat (stemming).
-
Center priming: Adalah meletakan primer dibagian tengah “isian utama” bahan
peledak. Pertama kali dimasukkan bahan peledak utama, setelah sekitar setengah tinggi
kolom isian utama, dimuatkan primer, dilanjutkan dengan bahan peledak utama
kembali, dan diakhiri dengan penyumbat.
-
Collar atau top priming: Adalah meletakan primer dibagian atas isian bahan peledak
(collar). Diawali dengan memasukkan bahan peledak utama sampai sekitar 30 – 50 cm
dari batas isian utama. Setelah itu masukkan primer, dilajutkan isian utama sampai
batas yang direncanakan, kemudian diakhiri dengan memuat penyumbat.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan ketika mengisi primer kedalam lubang ledak
adalah :
Ö Hati-hati pada saat memasukkan primer ke dalam lubang ledak, sehingga detonator
atau sumbu tidak terlepas dari cartridge (Gambar 2.55.a). Setelah primer terletak pada
posisinya, ikatlah kawat atau sumbu dengan batu (Gambar 2.55.b) atau kayu (Gambar
2.45.c) di bagian luar agar tidak merosot masuk kembali ke dalam lubang ledak.
Ö Kawat detonator listrik (legwire) jangan sampai terkelupas akibat bergesekan dengan
dinding lubang. Disamping itu hindari legwire yang terlalu pendek, kalau terpaksa
dapat disambung dan sambungannya harus diisolasi agar air tidak masuk ke kawat.
Ö Dilarang memadatkan (tamping) primer secara berlebihan.
Ö Diameter primer harus lebih kecil sedikit dari diameter lubang ledak. Bila waktu
memasukkan primer agak susah turunnya, maka dapat dibantu didorong dengan
tongkat kayu dengan perlahan-lahan.
Ö Untuk lubang tegak mengarah ke atap pada bukaan bahwa tanah diperlukan retainer
untuk menahan primer agar tidak jatuh. Setelah itu “isian utama”, misalnya ANFO,
dipompakan ke dalam lubang dengan tekanan antara 270 -340 kPa (lihat Gambar 2.56).
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 77
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
a
b
c
Gambar 2.55 Cara memasukan primer
Gambar 2.56 Pengisian primer pada lubang tegak di bawah tanah
2) Pengisian ‘isian utama’
Menuangkan bahan peledak ke dalam lubang ledak yang berdiameter “kecil”, “sedang”,
atau “besar” dapat dilakukan secara manual atau mekanis. Dengan cara manual, bahan
peledak (biasanya ANFO) dituang langsung ke dalam lubang ledak menggunakan tempat
sederhana, misalnya ember plastik, yang telah ditetapkan volumenya. Penuangan bahan
peledak sedikit demi sedikit diiringi dengan pengukuran ketinggiannya menggunakan
selang plastik atau tongkat berskala sampai batas yang telah direncanakan. Bila dituangkan
bahan peledak ANFO ke dalam lubang ledak yang berair, maka ANFO harus diproteksi
menggunakan selubung plastik yang cukup kuat.
Sementara pengisian secara mekanis adalah pengisian yang dilakukan menggunakan alat,
baik untuk lubang “kecil”, “sedang”, maupun “besar”. Berbagai jenis alat pengisi tersedia,
misalnya ANFO loader dan pneumatic cartridge charger. Untuk lubang ledak berdiameter
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 78
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
“besar” lebih ekonomis menggunakan MMU seperti terlihat pada Gambar 2.57. Cara dan
peralatan tersebut dapat digunakan pada tambang terbuka, quarry, maupun pada bukaan
bawah tanah. Jenis bahan peledak emulsi dan watergel dapat ditinggalkan beberapa lama di
dalam lubang yang disebut dengan sleeping time. Lamanya ditinggalkan dalam lubang
harus mengacu pada spesifikasi dari pabrik pembuat bahan peledak tersebut.
Gambar 2.57 Pengisian lubang ledak menggunakan MMU (Dahana)
Untuk mengisi lubang tegak pada bukaan bawah tanah dapat digunakan pompa atau alat
pendorong mekanis agar bahan peledak utama dapat naik. Gambar 2.58.a dan 2.58.b
adalah dua cara untuk mengisi lubang tegak masing-masing menggunakan pompa dan
mekanis. Cara pengisian dengan pompa seperti terlihat pada Gambar 2.58.a.1 dan 2.58.a.2
adalah sebagai berikut:
1) Pasang primer terlebih dahulu pada bagian dasar lubang.
2) Pasang pipa dan sisakan ruangan pada bagian dasar lubang di atas, kemudian pasang
penyumbat yang kuat pada bagian collar lubang ledak.
3) Sisipkan selang ke dalam pipa, lalu pompakan bahan peledak yang akan menyembur
keluar pipa di dalam lubang ledak, sehingga bahan peledak tersebut akan memenuhi
lubang ledak bergerak dari bawah ke atas.
4) Turunkan atau tarik selang perlahan-lahan dan apabila sudah batas penyumbat tutuplah
pipa tersebut dengan kuat.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 79
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
5) Pada Gambar 2.58.a.3 pengisian bahan peledak tidak menggunakan pipa, sebagai
gantinya dipasang sentraliser dan bahan peledak akan mengisi lubang ledak dari bagian
dasar lubang bergerak turun sampai bagian collar. Kemudian tutup lubang ledak
dengan penyumbat yang kuat.
Gambar 2.58.b adalah cara pengisian mekanis yang dinamakan half–pusher buatan Nitro
Nobel dan digunakan untuk bahan peledak tipe cartridge. Cara kerjanya sbb:
1) Pasang primer terlebih dahulu pada bagian dasar lubang.
2) Masukkan beberapa cartridge sekaligus sesuai dengan rancangan, kemudian tutuplah
oleh jangkar atau spider-like piece.
3) Dorong cartridge melalui jangkar sampai kedalaman tertentu dan apabila telah sampai
dasar lubang pendorongan dihentikan.
4) Lepas alat pendorong dan cartridge tidak akan jatuh karena terhalang oleh jangkar
yang menguncinya.
5) Pasang penyumbat dengan kuat di bagian collar.
1
3
2
b
a
Gambar 2.58 Pengisian lubang ledak vertikal
3) Pengisian penyumbat
Penyumbat sebaiknya adalah material 0,5 – 1,0 cm atau batu split karena setelah
dipadatkan akan terjadi ikatan kuat antar butir dan saling mengunci. Maksud penguncian
antar butir adalah agar cukup kuat menahan energi peledakan, sehingga tidak terjadi
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 80
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
stemming ejection dan sebagian besar energi didistribusikan kearah horizontal. Apabila
tidak tersedia, baik juga digunakan cutting hasil pengeboran. Sebaiknya tidak
menggunakan tanah liat, pasir halus, kertas karton atau karung bekas kemasan bahan
peledak untuk stemming karena tidak akan kuat menahan energi peledakan.
Penyumbat untuk lubang vertikal ke atas pada peledakan bagian atap pada bukaan di
bawah tanah umumnya menggunakan baji dan kayu. Bentuk baji tersebut bisa tunggal atau
ganda. Untuk baji tunggal umumnya terdapat klep pengontrol di bagian bawah pipa pengisi
yang pada bagian dalamnya terdapat bola berdiameter 25 mm untuk menahan keluarnya
bahan peledak (lihat Gambar 2.59.a). Baji dipukul ke arah atas agar kuat, sementara bola di
dalam lubang ledak akan menahan keluarnya bahan peledak. Sedangkan pada Gambar
2.59.b menggunakan baji ganda, di mana pasak bajinya dipukul untuk memperkuat posisi
baji penyumbat tersebut.
Gambar 2.59 Penyumbat pada lubang ledak vertikal
4) Penyambungan Rangkaian
Teknik penyambungan pada setiap rangkaian peledakan berbeda dan bahkan peledakan
menggunakan sumbu api, sumbu ledak dan nonel penyambungannya sangat spesifik. Cara
penyambungan sumbu api, sumbu ledak dan nonel harus menggunakan alat penyambung
yang disediakan untuk masing-masing sumbu seperti yang telah diuraikan sebelumnya
tentang perlengkapan peledakan.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 81
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
-
Sambungan pada rangkaian sumbu api
Peledakan dengan detonator biasa (plain detonator) umumnya hanya dapat diterapkan pada
beberapa lubang ledak saja, yaitu maksimum sekitar 20 lubang, karena keterbatasan teknis
dan pertimbangan aspek keselamatan kerja. Cara peledakannya dengan membakar sumbu
api dengan panjang berbeda dari setiap lubang. Minimal panjang yang keluar dari lubang
ledak sekitar 60 cm, karena kecepatan rambat pada sumbu api 60 cm/menit. Oleh sebab itu
sumbu api yang disulut pertama kali adalah sumbu yang paling panjang, menyusul
kemudian yang pendek dan terakhir sumbu api yang panjangnya 60 cm. Cara tersebut
sangat riskan kecelakaan dan tingkat kegagalannya pun tinggi. Apabila jumlah lubang
ledak banyak, biasanya diperlukan lebih dari satu orang juru ledak untuk menyulut sumbu
api.
-
Sambungan pada rangkaian listrik
Umumnya penyambungan hanya dilakukan antar kawat pada sistem rangkaian peledakan
listrik. Penyambungan tersebut sangat kritis, terutama kalau terpaksa berada dalam lubang
ledak yang apabila tidak diisolasi dengan kuat dapat menyebabkan arus pendek akibat
adanya dari arus liar (stray current) dan arus statis (static current). Untuk menghindari
kemungkinan tersebut harus dilakukan pengukuran menggunakan blastohmeter (BOM)
pada setiap titik sambungan dan legwire yang telah dimasukkan ke dalam lubang ledak.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyambungan kawat pada peledakan listrik
adalah:
Ö
Sambungan legwire dengan connecting wire atau kabel pembantu di dalam lubang
harus diisolasi dengan baik dan kuat
Ö
Penyambungan rangkaian antar lubang harus dilaksanakan secepatnya dengan cara
penyambungan seperti pada Gambar 2.60. Ujung kawat jangan terbuka, tetapi harus
selalu diikat, baik legwire secara terpisah maupun ujung kawat dari rangkaian yang
akan disambung ke lead wire.
Ö
Rangkaian harus dibuat rapih dan efektif. Upayakan agar kawat tidak kusut.
Ö
Sebelum rangkaian disambung ke kawat utama atau lead wire, tahanan listrik dan
kesinambungan arus dari rangkaian harus diukur dengan blastohmeter (BOM).
Tahanan listrik rangkai harus sesuai dengan perhitungan teoritis dan toleransi 10%
dapat dianggap baik.
Ö
Secara terpisah “kawat utama” harus diukur juga tahanannya.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 82
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Ö
Pemegang kunci blasting machine dan pelaku inisiasi hanya diijinkan kepada orang
yang benar-benar mengerti, cukup berpengalaman dan memiliki Kartu Ijin
Meledakkan (KIM) atas nama yang bersangkutan dan perusahaan.
a.
b.
c.
(d)
(e)
Langkah-langkah penyambungan:
a.
b.
c.
d.
Rapatkan sepasang kawat terbuka
Lengkungkan sepasang kawat tersebut sekitar separuh dari bagian kawat terbuka
Putar lengkungan kawat sebanyak tiga kali
Letakkan sambungan di atas tanah dan usahakan bagian yang terbuka tidak
menyentuh tanah. Caranya bisa dengan melipat bagian yang terselubung kemudian
letakkan di atas tanah (d) atau letakkan sambungan di atas sebuah batu (e)
Gambar 2.60 Langkah-langkah penyambungan kawat pada peledakan listrik
Terdapat empat rangkaian listrik peledakan, yaitu rangkaian seri, paralel, paralel-seri, dan
seri-paralel. Ketentuan yang dipakai dalam rangkaian paralel-seri dan seri-paralel
dipandang dari arah datangnya arus atau dari blasting machine. Pemilihan tipe rangkaian
tergantung pada jumlah detonator yang akan diledakkan dan tipe operasinya. Gambaran
umum tentang penerapan rangkaian listrik pada peledakan antara lain :
Ö
Rangkaian seri diterapkan pada peledakan kecil di mana jumlah detonator kurang
dari 40 biji atau maksimum 50 detonator
Ö
Rangkaian paralel-seri dan seri-paralel dipakai pada peledakan dengan jumlah lubang
detonator cukup banyak atau lebih dari 40 biji.
Ö
Rangkaian paralel digunakan pada aplikasi khusus, biasanya pada tambang bahwa
tanah.
a. Rangkaian Seri
Rangkaian seri adalah rangkaian yang sangat sederhana dengan arus minimum yang
disuplai blasting machine pada setiap detonator sekitar 1,5 Amper untuk menjamin tiap
detonator tersebut meledak sempurna. Prinsip perangkaian adalah menghubungkan legwire
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 83
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
dari satu lubang ke lubang lain secara menerus, sehingga apabila salah satu detonator mati,
maka seluruh rangkaian terputus dan akan berakibat gagal ledak. Pada sistem seri akan
diperoleh arus (ampere) yang rendah dan tegangan atau voltage tinggi. Apabila salah satu
kawat ada yang putus, maka seluruh rangkaian tidak dapat berfungsi. Umumnya jumlah
detonator pada sistem seri ini kurang dari 40 biji dengan panjang leg wire tiap detonator 7
m. Tahanan total (RTS) dan voltage dari rangkaian seri dapat dihitung sebagai berikut:
RTS = R1 + R2 + R3 + ... + Rn
Persamaan 2.3
V = IxR
Persamaan 2.4
di mana RTS, Rn, V dan I masing-masing adalah tahanan seri total, tahanan setiap
detonator, tegangan (voltage) dan arus. Dari rumus di atas terlihat bahwa rangkaian seri
menggunakan arus yang kecil tapi tegangan tinggi.
Leg wire
Connecting wire
Kawat utama
Gambar 2.61 Rangkaian Seri
b. Rangkaian Paralel
Rangkaian paralel adalah suatu rangkaian di mana setiap detonator mempunyai alur
alternatif dalam rangkaian tersebut, sehingga apabila salah satu atau beberapa detonator
mati, detonator yang lainnya masih dapat meledak. Oleh sebab itu pengujian rangkaian
menyeluruh secara langsung sangat riskan, apabila setiap detonator belum diuji. Untuk
peledakan rangkaian paralel, arus minimum yang diperlukan per detonator sekitar 0,5
ampere. Namun secara menyeluruh sistem paralel memerlukan arus tinggi dengan voltage
rendah dan untuk menyuplai tenaga listriknya digunakan panel kontrol khusus bukan dari
blasting machine atau exploder. Tahanan paralel total (RTP) dihitung sebagai berikut:
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 84
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
1
1
1
1
1
=
+
+
+ ... +
R TP R1 R 2 R 3
Rn
Persamaan 2.5
Itotal = 0,5 x ∑ detonator
Rangkaian paralel umumnya dipakai pada penambangan bawah tanah, di mana panel
kontrol listrik untuk peledakan sudah tersedia.
Gambar 2.62 Rangkaian paralel
c. Rangkaian Paralel-seri
Rangkaian ini terdiri dari sejumlah rangkaian seri yang dihubungkan parallel. Umumnya
rangkaian ini diterapkan apabila peledakan memerlukan lebih dari 40 detonator dengan leg
wire setiap detonator lebih dari 7 m serta dipertimbangan bahwa apabila seluruh lubang
ledak dihubungkan secara seri memerlukan power yang besar. Perhitungan tahanan dan
arus untuk memperoleh power atau voltage yang sesuai sebagai berikut:
¾
Hitung dulu tahanan total untuk setiap rangkaian
¾
Hitung tahanan pada rangkaian paralel-seri dengan menganggap bahwa tahanan total
hubungan seri sebagai tahanan pada rangkaian paralel.
Cara paralel-seri cukup efektif untuk jumlah lubang ledak kurang dari 300, namun
demikian perlu dipertimbangkan pula bahwa untuk jumlah lubang ledak sampai ratusan
rangkaian dan perhitungan menjadi tambah kompleks. Rangkaian listrik dengan jumlah
lubang ledak yang terlalu akan menyumbangkan distribusi arus yang tidak merata dan juga
jumlah rangkaian seri untuk power tersedia menjadi terbatas. Gambar 2.63 memperlihatkan
skema rangkaian paralel-seri.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 85
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
bidang bebas
BM
Gambar 2.63 Rangkaian paralel-seri
-
Sambungan pada rangkaian sumbu ledak
Sumbu ledak atau detonating cord digunakan pada peledakan di tambang terbuka dan
quarry dengan menggunakan bahan peledak yang cukup banyak, dan saat ini digunakan
pula untuk smooth blasting. Cara menginisiasi sumbu ledak digunakan detonator biasa
atau listrik yang diikat kuat (diselotip) pada sumbu tersebut (Gambar 2.64). Gelombang
kejut dari detonator akan menginisiasi bahan peledak PETN yang terdapat di dalam sumbu
ledak dan diteruskan menuju rangkaian peledakan dengan kecepatan detonasi 6000 – 7000
m/s.
Sumbu api
Ke arah rangkaian
peledakan
Detonator
No. 6 atau 8
Sumbu ledak
Selotip kuat
a. Menggunakan sumbu api
Leg wire
Ke arah rangkaian
peledakan
Detonator
No. 6 atau 8
Sumbu ledak
Selotip kuat
b. Menggunakan detonator listrik
Gambar 2.64 Cara menginisiasi sumbu ledak
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 86
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
-
Sambungan Pada Rangkaian Nonel
Dengan rangkaian nonel dapat diledakkan lebih dari 300 lubang ledak dengan aman dan
terkontrol karena ketelitian waktu tunda. Beberapa keuntungan penggunaan sistem nonel
antara lain:
Ö
Aman dari resiko arus liar dan frekuensi radio
Ö
Tidak sensitif terhadap panas dan benturan, baik di dalam lubang maupun di
permukaan
Ö
Waktu tunda lebih presisi dan bervariasi dibanding detonator listrik
Ö
Tidak bersuara
Ö
Tidak ada pengaruh negatif terhadap bahan peledak di dalam lubang ledak
Ö
Tahan terhadap air bertekanan tinggi
Ö
Lentur dan tidak mudah patah walaupun pada musim dingin
Tidak seperti pada sumbu api yang harus memperhatikan jarak antar lubang atau antar
baris karena adanya pengaruh sympathetic detonation, maka pada nonel kondisi tersebut
tidak berpengaruh. Pada saat inisiasi keseluruh rangkaian, nonel hampir tidak bersuara
dibandingkan dengan sumbu ledak. Nonel tidak dapat diiinisiasi oleh impact atau nyala
api.
Apabila
dibandingkan
dengan
rangkaian
peledakan
listrik
yang
harus
memperhitungkan hubungan seri, paralel dan paralel-seri, maka pada nonel hal tersebut
tidak berlaku. Sistem waktu tunda dalam rangkaian peledakan nonel menerapkan waktu
tunda di permukaan (trunklines atau surface delay) dan waktu tunda di dalam lubang
(downline atau in-hole delay). Ketentuan yang harus diperhatikan adalah detonator tunda di
permukaan harus meledak terlebih dahulu sebelum detonator tunda di dalam lubang ledak.
Oleh sebab itu waktu tunda di permukaan lebih kecil dibanding di dalam lubang, atau
“jumlah waktu tunda seluruh lubang ledak di permukaan lebih kecil dibanding jumlah
waktu tunda seluruh lubang ledak di dalam ludang ledak”. Dengan cara demikian ketelitian
ledakan setiap lubang lebih terjamin, sehingga arah lemparan fragmentasi lebih presisi dan
getaran yang dihasilkan kecil. Perhatikan Gambar 2.65, 2.66 dan 2.67 yang
memperlihatkan sistem peledakan nonel di tambang terbuka. Waktu tunda ke arah kiri dan
kanan dari IP (titik awal inisiasi) berbeda dan waktu tunda di dalam lubang 175 ms, maka
tertera pada gambar tersebut bahwa waktu meledak sebenarnya merupakan penjumlahan
secara deret ukur dari waktu tunda dalam lubang dengan waktu tunda di permukaan.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 87
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Sumbu ke arah downline bisa sumbu nonel atau sumbu ledak. Bila menggunakan sumbu
nonel, maka di dalam lubang ledak pun terjadi waktu tunda ledak seperti telah diuraikan di
atas; namun, bila menggunakan sumbu ledak, peledakan di dalam lubang akan terjadi
serentak. Penyambungan (tie-up) sumbu downline dengan trunkline harus dilakukan
dengan hati-hati agar jangan terbalik, dengan cara sebagai berikut (lihat Gambar 2.68) :
(1)
Perhatikan arah datangnya gelombang inisiasi yang menuju rangkaian
(2)
Blok pengikat (bunch block) yang dilengkapi detonator tunda harus diletakkan dekat
dengan lubang ledak
(3)
Disepanjang control line terdapat 4 ikatkan sumbu nonel per bunch block, yaitu 2
sumbu nonel tunda downline dan 2 sumbu nonel tunda trunkline yang terdiri dari 1
sumbu control line dan 1 sumbu nonel cabang.
(4)
Pada sumbu nonel cabang hanya terdapat 3 ikatan sumbu nonel per bunch block,
yaitu 2 sumbu nonel tunda downline dan 1 sumbu nonel tunda trunkline.
waktu tunda permukaan
75
50
25
250
225
200
42
175
217
84
126
168
210
252
259
301
343
385
427
bidang bebas
IP
waktu lubang meledak
sebenarnya
POLA PELEDAKAN
Waktu tunda permukaan
(surface atau trunkline delay ) :
Waktu tunda dalam lubang
(in-hole atau downline delay ):
- Menggunakan PRIMADET 175 ms
25 ms
42 ms
Gambar 2.65 Rangkaian peledakan nonel satu baris dengan waktu tunda antar lubang
118
293
59
234
175
135
310
76
251
152
327
93
268
169
344
186
361
110
285
127
302
203
378
144
319
17
34
51
68
85
192
209
226
243
260
220
395
237
412
161
336
178
353
102
277
119
294
271
254
429
436
212
195
370
387
136
311
153
328
bidang bebas
IP (instant)
waktu tunda permukaan
waktu lubang meledak
sebenarnya
POLA PELEDAKAN
Waktu tunda permukaan
(surface atau trunkline delay ) :
42 ms ke arah
diagonal
17 ms sebagai
control-line di depan
Waktu tunda dalam lubang
(in-hole atau downline delay ):
- Menggunakan
PRIMADET 175 ms
Gambar 2.66 Rangkaian peledakan nonel banyak baris dengan waktu tunda antar lubang
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 88
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
334
309
284
259
434
409
384
359
234
134
217
192
167
142
317
292
267
242
17
200
175
150
125
534
509
484
459
334
417
392
367
342
734
709
684
659
634
609
584
559
434
517
492
467
442
534
717
692
667
642
617
592
567
542
117
300
275
250
225
217
400
375
350
325
317
500
475
450
425
100
200
300
834
809
784
759
417
600
575
550
525
400
934
909
884
859
634
817
792
767
742
1051
1026
1001
976
1034
1009
984
959
734
917
892
867
842
834
1017
992
967
942
851
517
700
675
650
625
617
800
775
750
725
717
900
875
850
825
817
1000
975
950
925
500
600
700
800
bidang bebas
IP (instant)
waktu tunda permukaan
waktu lubang meledak
sebenarnya
POLA PELEDAKAN
17 ms ke arah
diagonal
Waktu tunda permukaan
(surface atau trunkline delay ) :
100 ms sebagai
control-line di depan
Waktu tunda dalam lubang
(in-hole atau downline delay ):
- Menggunakan
PRIMADET 125 - 200 ms
Gambar 2.67. Rangkaian peledakan nonel banyak baris dengan
waktu tunda antar lubang dan di dalam lubang
Arah gelombang
masuk ke rangkaian
(IP)
Spasi
Blok pengikat sumbu
(bunch block)
Control line
2 sumbu nonel tunda
permukaan (trunkline delay)
dilengkapi J-Hook, yaitu
sebagai control line dan
sumbu nonel cabang
Burden
2 sumbu nonel waktu tunda
dalam lubang (downline
delay) tanpa J-Hook
Gambar 2.68. Cara penyambungan sumbu nonel di tambang terbuka
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 89
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Prinsip penyambungan sumbu nonel pada tambang bawah sama dengan tambang terbuka,
hanya biasanya sebagai trunkline digunakan sumbu ledak yang dilingkarkan ke sekitar
permukaan kerja dan ditopang oleh kayu yang ditancap kuat pada dinding permukaan kerja
atau tamping stick (Gambar 2.70 dan 2.71). Seluruh sumbu nonel dari dalam lubang
dikaitkan ke sumbu ledak menggunakan J Hooks yang terdapat pada sumbu nonel tersebut.
Langkah-langkah pengikatan sumbu nonel ke sumbu ledak atau trunkline sebagai berikut
(lihat Gambar 2.23):
1)
Kaitkan J Hooks ke trunkline yang terdekat dengan lubang ledak (Gambar 2.69.a)
2)
Genggamlah ikatan J Hooks dan trunkline, kemudian tarik perlahan-lahan sumbu
nonel agar tidak kendur (Gambar 2.69.b dan 2.69.c)
3)
Aturlah posisi ikatan J-Hooks dengan menggesernya sepanjang trunkline (Gambar
2.69.c)
Label waktu
tunda
Trunkline
Tampak samping
J-Hook
J-Hook
(a)
Arah tarikan
sumbu nonel
Ultrasonic seal
Mulut lubang
ledak
Trunkline
(b)
(c)
Gambar 2.69. Cara penyambungan sumbu nonel di tambang bawah tanah
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 90
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Hanging wall
Sumbu nonel
Kayu penopang
trunkline
Dinding samping
Dinding samping
Trunkline
Lantai
Dilarang memasang
detonator sebelum seluruh
penyambungan rangkaian di
permuka kerja selesai
Detonator sebagai
pemicu ledak ke arah
permuka kerja
Gambar 2.70 Rangkaian peledakan nonel di bawah tanah menggunakan J hooks
Detonator
pemicu
Tarik sumbu nonel dari
dalam lubang agar kencang
dan ikatkan ke trunkline
Ikatkan trunkline ke kayu
penopang agar kencang
dan tidak menyentuh dasar
Gambar 2.71 Peledakan nonel pada pembuatan sumuran vertikal
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyambungan nonel adalah:
Ö
Sambungan harus memenuhi persyaratan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Ö
Rangkaian harus rapih dan efektif.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 91
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Ö
Diusahakan tidak memotong sumbu nonel (walaupun diperkenankan sesuai prosedur
dari pabrik pembuatnya), oleh sebab itu untuk sumbu in-hole delay sebaiknya dipilih
yang panjangnya benar-benar mencukupi.
Ö
Penyambungan sumbu trunkline delay dan center line dengan menggunakan konektor
tunda khusus harus dilakukan secara teliti.
Ö
Pelaku inisiasi hanya diijinkan kepada orang yang benar-benar mengerti, cukup
berpengalaman dan memiliki Kartu Ijin Meledakkan (KIM) atas nama yang
bersangkutan dan perusahaan.
D. Persiapan Pengamanan Peledakan
Pengamanan lebih ditujukan kepada orang atau karyawan yang mendekati atau melewati
area peledakan. Maka dari itu beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengamanan
area peledakan tersebut adalah:
1) Hari-hari peledakan setiap minggu serta jam-jam peledakan pada hari tersebut diatur
dengan jadwal tetap dan semua karyawan atau orang-orang yang ada disekitar
penambangan harus mengetahuinya.
2) Setiap kali akan melaksanakan peledakan pada tambang terbuka atau quarry,
persiapannya dapat dilakukan sesuai jam kerja pagi hari, tetapi detik-detik
peledakannya diatur pada jam istirahat siang.
3) Tanda peringatan berupa bendera dengan warna menyolok (biasanya merah) dengan
ukuran yang cukup dapat dilihat dari jauh dipasang di tempat-tempat yang strategis
atau di jalan-jalan yang biasa dilalui oleh penduduk dan karyawan, sedemikian rupa
sehingga orang lain tahu bahwa saat itu ada kegiatan persiapan peledakan.
4) Area yang akan diledakkan harus dibatasi oleh pita pengaman dan hanya team
peledakan, inspektur tambang, polisi, kepala teknik dan satpam setempat (perusahaan)
yang sedang bertugas yang diperkenankan ada di dalam area yang akan diledakkan,
itupun kalau luas area memungkinkan.
5) Setelah bahan peledak dan perlengkapannya sampai di area peledakan, maka
secepatnya didistribusikan ke dekat setiap lubang yang telah disiapkan sesuai dengan
kebutuhan jumlah masing-masing lubang.
6) Pada saat membuat primer periksa terlebih dahulu kondisi detonator atau sumbu ledak
yang akan dipakai, yaitu:
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 92
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Ö Untuk detonator biasa, periksa apakah ada benda-benda kecil didalam-nya.
Demikian juga dengan sumbu apinya, apakah lembab atau tidak. Sebaiknya ujung
sumbu dipotong terlebih dahulu sekitar 2 cm sebelum dimasukkan ke dalam
detonator biasa.
Ö Untuk sumbu ledak atau detonating cord diperiksa juga keadaan ujung-ujungnya
dari kelembaban atau isinya sedikit berkurang. Sebaiknya ujung sumbu ledak
sepanjang 5 cm ditutup lubangnya dengan selotip agar tidak lembab atau
kemasukkan air.
Ö Untuk detonator listrik, sebaiknya diuji dahulu oleh blasting ohmmeter. Pada
waktu pengujian detonator dimasukkan ke dalam lubang ledak yang masih
kosong. Setelah diuji kedua ujung legwire harus diikat atau digabung kembali satu
dengan lainnya.
Ö Untuk detonator nonel, periksa bagian ultrasonic seal pada ujung sumbu nonel,
yaitu ujung yang dipress, untuk menjamin kelayakan pakai sumbu nonel tersebut.
Sebaiknya sumbu nonel tidak dipotong untuk menghindari kelembaban dan
masuknya air ke dalam sumbu.
E. Persiapan sebelum Peledakan
Saat-saat menjelang peledakan, di mana peringatan sudah dilaksanakan dan seluruh
rangkaian sudah selesai pula diperiksa serta diputuskan siap ledak, adalah waktu yang
penting bagi seluruh team peledakan. Keselamatan dan keamanan di area peledakan benarbenar terletak pada kekompakan team peledakan tersebut.
a. Tempat berlindung team peledakan di tambang bawah tanah
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
¾
Harus memperhitungkan arah angin ventilasi, ambil posisi di atas angin.
¾
Bila peledakan memakai sumbu api harus diperhitungkan lebih dahulu ke arah mana
dan di mana tempat berlindung yang aman karena akan diperlukan waktu untuk
berlari setelah penyulutan selesai.
¾
Periksa keadaan sekeliling tempat berlindung terhadap kemungkinan jatuhnya benda
atau batuan, khususnya dari atap.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 93
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
¾
Pemegang blasting machine atau yang menyulut sumbu api harus orang yang
berpengalaman dan memiliki Kartu Ijin Meledakkan (KIM) atas nama yang
bersangkutan dan perusahaan.
b. Tempat berlindung team peledakan di tambang terbuka
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
¾ Harus dipertimbangkan arah dan jarak lemparan batu, ambil posisi yang berlawanan.
¾ Periksa keadaan sekeliling tempat berlindung, khususnya bila ada bongkahan batu
lepas disekitarnya yang cukup besar untuk berlindung
¾ Bila keadaan area peledakan tidak ada tempat untuk berlindung dengan cukup aman,
maka harus disiapkan shelter, yaitu tempat perlindungan khusus terbuat dari besi
dengan ukuran minimal panjang dan lebar 1,50 m dan tinggi secukupnya untuk
berlindung team peledakan (Gambar 3.1).
¾ Pemegang blasting machine harus orang yang berpengalaman dan memiliki Kartu Ijin
Meledakkan (KIM) atas nama yang bersangkutan dan perusahaan.
c. Tanda peringatan sebelum peledakan (aba-aba)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
¾ Sebelum dilakukan peledakan orang-orang disekitar daerah pengaruh gas dan lemparan
batu harus diberi aba-aba peringatan agar berlindung atau menyingkir. Demikian juga
halnya dengan peralatan, sebelumnya harus sudah diamankan.
Gambar 2.72 Shelter
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 94
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
¾ Aba-aba dapat berupa peringatan lewat megaphone, pluit atau sirine. Sementara itu
pada batas jalan masuk ke area peledakan harus diblokir atau ditutup oleh barikade
atau oleh petugas yang memegang bendera (biasanya berwarna merah) seperti terlihat
pada sketsa di Gambar 2.73.
a
c.
b.
Gambar 2.73 Pengamanan lokasi peledakan
¾ Jeda waktu antara aba-aba peringatan dengan saat peledakan harus cukup untuk
memberi kesempatan kepada orang-orang untuk berlindung. Sebaiknya aba-aba
dilakukan dalam beberapa tahapan dan tiap tahap mempunyai arti tersendiri serta
dimengerti oleh team peledakan dan seluruh karyawan.
¾ Mandor, Foreman atau Pengawas Peledakan harus memeriksa area sekitar peledakan
sebelum aba-aba terakhir untuk menyakinkan bahwa lokasi tersebut aman dari orangorang yang ada disekitarnya.
F. Pemeriksaan setelah Peledakan
Setelah peledakan selesai area tempat peledakan dan sekitarnya masih menjadi tanggung
jawab team peledakan sebelum dilakukan pemeriksaan. Beberapa pekerjaan yang perlu
dilakukan setelah peledakan adalah:
1) Sekitar 15 menit setelah ledakan, pemeriksaan dilakukan terhadap gas-gas beracun dan
kemungkinan adanya lubang yang gagal ledak (misfire).
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 95
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
2) Apabila terdapat lubang yang gagal ledak, terlebih dahulu harus dilaporkan ke
Pengawas Peledakan, kemudian segera ditangani. Lubang yang gagal ledak harus
ditandai dengan bendera merah.
3) Apabila kondisi lubang yang gagal ledak dinilai oleh Pengawas Peledakan
membutuhkan waktu beberapa jam untuk menanganinya, maka kembalikan dahulu
jalur komunikasi kepada sentral informasi.
4) Apabila seluruh lubang meledak dengan baik dan konsentrasi gas sudah cukup aman,
segera laporkan ke Pengawas Peledakan untuk diinformasikan ke seluruh karyawan
dan masyarakat disekitarnya. Pengawas Peledakan akan mengumumkan bahwa
“peledakan 100 lubang (misalnya) telah meledak seluruhnya dan kondisi dinyatakan
aman dan terkendali, kepada seluruh karyawan dan masyarakat dipersilahkan kembali
pada aktifitasnya masing-masing. Dengan ini jalur komunikasi dikembalikan ke
sentral informasi, terima kasih”.
2.6 TEKNIK PELEDAKAN
Dalam teknik peledakan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian diantaranya adalah
sebagai berikut
A. POLA PENGEBORAN
Terdapat perbedaan dalam rancangan pola pengeboran untuk tambang bawah tanah dan
terbuka. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas area, volume
hasil peledakan, suplai udara segar, dan keselamatan kerja. Tabel 1.1 memperlihatkan
beberapa alasan atau penyebab yang membedakan pola pengeboran di tambang bawah
tanah dan terbuka.
Tabel 2.9 Penyebab yang membedakan pola pengeboran di tambang bawah tanah dan terbuka
Faktor
Tambang bawah tanah
Tambang terbuka
Luas area
Terbatas, sesuai dimensi bukaan yang
luasnya dipengaruhi oleh kestabilan
bukaan tersebut.
Volume hasil peledakan
Terbatas, karena dibatasi oleh luas
permukaan bukaan, diameter mata bor
dan kedalaman pengeboran, sehingga
produksi kecil.
Suplai udara segar
Tergantung pada jaminan sistem
ventilasi yang baik.
Kritis, diakibatkan oleh: ruang yang
terbatas, guguran batu dari atap,
tempat untuk penyelamatan diri
terbatas.
Lebih luas karena terdapat di
permukaan bumi dan dapat
memilih area yang cocok
Lebih besar, bisa mencampai
ratusan ribu meterkubik per
peledakan, sehingga dapat direncanakan target yang besar.
Tidak
bermasalah
karena
dilakukan pada udara terbuka
Relatif lebih aman karena
seluruh pekerjaan dilakukan
pada area terbuka.
Keselamatan kerja
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 96
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
1) Pola pengeboran pada tambang terbuka
Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas yang
mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada. Peledakan dengan hanya satu
bidang bebas, disebut crater blasting, akan menghasilkan kawah dengan lemparan
fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka
pada tambang terbuka selalu dibuat minimal dua bidang bebas, yaitu (1) dinding bidang
bebas dan (2) puncak jenjang (top bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pengeboran yang
mungkin dibuat secara teratur, yaitu: (lihat Gambar 2.73)
1) Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama
2) Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih
besar dibanding burden
3) Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang berasal
dari pola bujursangkar maupun persegipanjang.
3m
3m
2,5 m
3m
Bidang bebas
Bidang bebas
a. Pola bujursangkar
b. Pola persegipanjang
3m
3m
2,5 m
3m
Bidang bebas
c. Pola zigzag bujursangkar
Bidang bebas
d. Pola zigzag persegipanjang
Gambar 2.73. Sketsa pola pengeboran pada tambang terbuka
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 97
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
2) Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah
Mengingat ruang sempit yang membatasi kemajuan pengeboran dan hanya terdapat satu
bidang bebas, maka harus dibuat suatu pola pengeboran yang disesuaikan dengan kondisi
tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa minimal terdapat dua bidang bebas
agar proses pelepasan energi berlangsung sempurna, sehingga batuan akan terlepas atau
terberai dari induknya lebih ringan. Pada bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat
satu bidang bebas, yaitu permukaan kerja atau face. Untuk itu perlu dibuat tambahan
bidang bebas yang dinamakan cut. Secara umum terdapat empat tipe cut yang kemudian
dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kondisi batuan setempat, yaitu:
-
Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut (lihat Gambar 2.74).
Empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu titik, sehingga
berbentuk piramid. Puncak piramid di bagian dalam dilebihkan sekitar 15 cm (6 inci) dari
kedalaman seluruh lubang bor yang ada. Pada bagian puncak piramid terkonsentrasi bahan
peledak kuat. Dengan meledakan center cut ini secara serentak akan terbentuk bidang
bebas baru bagi lubang-lubang ledak disekitarnya. Center cut sangat efektif untuk batuan
kuat, tetapi konsumsi bahan peledak banyak dan mempunyai efek gegaran tinggi yang
disertai oleh lemparan batu-batu kecil.
Gambar 2.74 Sketsa dasar center cut
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 98
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
-
Wedge cut disebut juga V-cut, angled cut atau cut berbentuk baji
Setiap pasang dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu
titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga terbentuk baji (lihat Gambar 2.75).
Cara mengebor tipe ini lebih mudah disbanding pyramid cut, tetapi kurang efektif untuk
meledakan batuan yang keras.
Gambar 2.75 Sketsa dasar wedge cut
-
Drag cut atau pola kipas
Bentuknya mirip dengan wedge cut, yaitu berbentuk baji. Perbedaannya terletak pada
posisi bajinya tidak ditengah-tengah bukaan, tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding
bukaan. Cara membuatnya adalah lubang dibor miring untuk membentuk rongga di lantai
atau dinding. Pengeboran untuk membuat rongga dari bagian dinding disebut juga dengan
fan cut atau cut kipas. Beberapa pertimbangan pada penerapan pola drag cut :
¾ Sangat cocok untuk batuan berlapis, misalnya shale, slate, atau batuan sedimen
lainnya.
¾ Tidak efektif diterapkan pada batuan yang keras.
¾ Dapat berperan sebagai controlled blasting, yaitu apabila terdapat instalasi yang
penting di ruang bawah tanah atau pada bukaan dengan penyangga kayu.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 99
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.76 Sketsa dasar drag cut
-
Burn cut disebut juga dengan cylinder cut
Pola ini sangat cocok untuk batu yang keras dan regas seperti batupasir (sandstone) atau
batuan beku. Pola ini tidak cocok untuk batuan berlapis, namun demikian, dapat
disesuaikan dengan berbagai variasi. Ciri-ciri pola burn cut antara lain:
¾ Lubang bor dibuat sejajar, sehingga dapat mengebor lebih dalam dibanding jenis
cut yang lainnya
¾ Lubang tertentu dikosongkan untuk memperoleh bidang bebas mini, sehingga
pelepasan tegangan gelombang kompresi menjadi tarik dapat berlangsung efektif.
Disamping itu lubang kosong berperan sebagai ruang terbuka tempat fragmentasi
batuan terlempar dari lubang yang bermuatan bahan peledak.
Walaupun banyak variable yang mempengaruhi keberhasilan peledakan dengan pola burn
cut ini, namun untuk memperoleh hasil peledakan yang memuaskan perlu diperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
¾ Pola lubang harus benar-benar akurat dan tidak boleh ada lubang bor yang
konvergen atau divergen, jadi harus benar-benar lurus dan sejajar.
¾ Harus digunakan bahan peledak lemah (low explosive) untuk menghindari
pemadatan dari fragmen batuan hasil peledakan di dalam lubang yang kosong.
¾ Lubang cut harus diledakkan secara tunda untuk memberi kesempatan pada
fragmen batuan terlepas lebih mudah dari cut.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 100
3
5
I
R
.T
d
N
E
D
G
R
B
U
L
N
A
m
0
1
2
U
L
N
O
R
.G
a
1
0
8
D
T
U
C
0
1
2
5
7
0
5
2
b
0
2
.M
m
N
A
G
H
IC
0
5
U
T
6
7
0
1
7
5
3
m
0
5
2
L
O
H
T
A
.C
c
n
i
(3
m
c
S
O
K
5
0
5
0
6
1
E
5
7
A
G
N
D
1
0
5
)O
i
A
B
U
L
G
N
0
3
1
N
T
U
C
m
5
3
.
e
T
K
C
O
L
U
B
4
0
0
9
0
2
5
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.77 Sketsa dasar burn cut
Gambar 2.78 Variasi burn cut (Langerfors, 1978)
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 101
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
B. POLA PELEDAKAN
Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah
lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di bawah tanah berbeda.
Banyak faktor yang menentukan perbedaan tersebut, diantaranya adalah seperti yang
tercantum pada Tabel 2.5, yaitu faktor yang mempengaruhi pola pengeboran. Adanya
urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan pada lubang-lubang ledak yang
disebut dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan
menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:
-
Mengurangi getaran
-
Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
-
Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise).
-
Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
-
Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan
Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka akan
terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu lingkungan dan
hasilnya tidak efektif dan tidak efisien.
1) Pola peledakan pada tambang terbuka
Mengingat area peledakan pada tambang terbuka atau quarry cukup luas, maka peranan
pola peledakan menjadi penting jangan sampai urutan peledakannya tidak logis. Urutan
peledakan yang tidak logis bisa disebabkan oleh:
-
penentuan waktu tunda yang terlalu dekat,
-
penentuan urutan ledakannya yang salah,
-
dimensi geometri peledakan tidak tepat,
-
bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan perhitungan.
Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar penentuan pola peledakan pada
tambang terbuka, yaitu sebagai berikut:
-
Peledakan tunda antar baris.
-
Peledakan tunda antar beberapa lubang.
-
Peledakan tunda antar lubang.
Orientasi retakan cukup besar pengaruhnya terhadap penentuan pola pemboran dan
peledakan yang pelaksanaannya diatur melalui perbandingan spasi (S) dan burden (B).
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 102
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan dan pola peledakannya
sebpagai berikut:
a. Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S = 1,41 B seperti pada
Gambar 2.79.
Arah lemparan
batuan
w
B
4
3
2
1
B
y
5
4
3
2
B
6
5
4
3
SEBELUM PELEDAKAN
1,4 B
3
4
1,4 B
2
5
1,4 B
1
4
6
1,4 B
2
3
5
4
3
SETELAH PELEDAKAN
Gambar 2.79 Peledakan pojok dengan pola staggered (orientasi 90o)
b. Bila orientasi antar retakan mendekati 60° sebaiknya S = 1,15 B dan menerapkan
interval waktu long-delay dan pola peledakannya terlihat Gambar 2.80.
c. Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi dan burden (S/B)
dirancang seperti pada Gambar 2.81 dan 2.82 dengan pola bujursangkar (square
pattern).
d. Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem inisiasi
dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 2.83 dan 2.84.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 103
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Arah lemparan
batuan
w
B
4
3
2
1
B
5
4
3
y
2
B
6
5
SEBELUM PELEDAKAN
1,15B
4
3
4
1,15B
2
5
1,15B
1,15B
1
4
6
3
3
2
5
4
3
SESUDAH PELEDAKAN
Gambar 2.80 Peledakan pojok dengan pola staggered (orientasi antar retakan 60°)
Arah lemparan
batuan
w
B
4
3
2
1
B
1.4B
4
3
2
1
2B
4
3
2
y
1.4B
SEBELUM PELEDAKAN
1,4 B
4
3
1,4 B
2
1
1,4 B
1,4 B
1
SETELAH PELEDAKAN
Gambar 2.81. Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 104
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Arah lemparan batuan
w
B
1
1
1
1
B
B
2
2
2
y
2
1,4B
B
3
3
3
2B
3
2B
2B
2B
SEBELUM PELEDAKAN
1
2
3
SETELAH PELEDAKAN
Gambar 2.82. Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered
Arah lemparan batuan
w
B
4
3
2
1
2
3
4
5
4
3
2
3
4
5
6
5
4
3
4
5
6
B
1.4B
y
2B
1.4B
SEBELUM PELEDAKAN
1,4 B
1,4 B
1,4 B 1,4 B
1,4 B
1,4 B
1
2
2
3
SETELAH PELEDAKAN
3
4
5
6
4
5
6
Gambar 2.83. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut bujursangkar dan waktu
tunda close-interval (chevron)
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 105
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Arah lemparan batuan
w
B
4
3
2
1
2
3
4
6
5
4
3
4
5
6
8
7
6
5
6
7
8
y
B
B
SEBELUM PELEDAKAN
4
SETELAH PELEDAKAN
1,4 B
B
6
8
1,4 B 1,4 B
1,4 B
B
2
1
5
4
3
4
5
7
6
5
6
7
3
2
3
4
6
8
Gambar 2.84. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan
pola V-cut persegi panjang dan waktu tunda bebas
2) Pola peledakan pada tambang bawah tanah
Prinsip pola peledakan di tambang bawah tanah adalah sama dengan di tambang terbuka,
yaitu membuat sekuensial ledakan antar lubang. Peledakan pembuatan cut merupakan
urutan pertama peledakan di bawah tanah agar terbentuk bidang bebas baru disusul lubanglubang lainnya, sehingga lemparan batuan akan terarah. Urutan paling akhir peledakan
terjadi pada sekeliling sisi lubang bukaan, yaitu bagian atap dan dinding. Pada bagian
tersebut pengontrolan menjadi penting agar bentuk bukaan menjadi rata, artinya tidak
banyak tonjolan atau backbreak pada bagian dinding dan atap.
Permukaan kerja suatu bukaan bawah tanah, misalnya pada pembuatan terowongan-an,
dibagi ke dalam beberapa kelompok lubang yang sesuai dengan fungsinya (lihat Gambar
2.85), yaitu cut hole, cut spreader hole, stoping hole, roof hole, wall hole dan floor hole.
Bentuk suatu terowongan terdiri bagian bawah yang disebut abutment dan bagian atas
dinamakan busur (arc). Gambar 2.86, 2.87, dan 2.88 memperlihatkan pola peledakan untuk
membuat terowongan dengan bentuk cut yang berbeda masing-masing burn cut, wedge
cut, dan drag cut.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 106
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Roof holes atau
back holes
Stoping holes atau
helper holes atau
reliever holes
Tinggi
busur
Wall holes
atau rib holes
Cut holes
Tinggi
abutment
Cut spreader holes
atau raker holes
Floor holes atau
lifter holes
Gambar 2.85. Kelompok lubang pada pemukaan kerja suatu terowongan
18
16
18
18
18
19 18
16
17
15
18 18
18
15
16
14
18
17
18 19
14
15
16
11
13
15
18
12
17
17
15
11
13
9
14
12
10
10
12
14
16
16
17
18
5,2 m
16
16
15
13
11
9
11
13
15
17
16
14
12
14
16
17
17
18
7,5 m
5
7
2
3
4
1
8
6
Gambar 2.86. Pola peledakan dengan burn cut pada suatu terowongan
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 107
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
11
11
11
10
9
10
9
8
7
10
9
0 1 2 3 4 5 6 7
7 6 5 4 3 2 1 0
0 1 2 3 4 5 6 7
7 6 5 4 3 2 1 0
9
9
9
9
10
7 6 5 4 3 2 1 0
10
8
10
11
8
7
8
10
11
9
7
11
11
11
11
12
11
11
7
9
7
6
6,4 m
9
7
2
4
6
8
8
6
1
3
5
7
9
7
2
4
6
8
11
12
2,8 m
0 1 2 3 4 5 6 7
9
9
9
9
9
10
9,4 m
TAMPAK DEPAN
12
11
10
2,5 m
TAMPAK DEPAN
5,6 m
1,0 m
TAMPAK ATAS
Gambar 2.87 Pola peledakan dengan wedge
cut pada suatu terowongan
TAMPAK ATAS
Gambar 2.88 Pola peledakan dengan drag cut
pada suatu terowongan
C. GEOMETRI PELEDAKAN
1) Faktor berpengaruh pada peledakan jenjang
Disamping sifat-sifat batuan, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam
peledakan jenjang dapat dikelompokkan kedalam tiga aspek , yaitu:
-
Aspek teknis. Dalam hal ini tolok ukurnya adalah keberhasilan target produksi.
Parameter penting yang harus diperhitungkan terutama adalah diameter lubang ledak
dan tinggi jenjang, kemudian parameter lainnya diperhitungkan berdasarkan dua
parameter tersebut.
-
Aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pertimbangannya bertumpu pada seluruh
aspek kegiatan kerja pengeboran dan peledakan, termasuk stabilitas kemiringan
jenjang dan medan kerjanya.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 108
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
-
Aspek lingkungan. Dampak negatif peledakan menjadi kritis ketika pekerjaan
peledakan menghasilkan vibrasi tinggi, menimbulkan gangguan akibat suara yang
sangat keras dan gegaran, serta banyak batu terbang.
Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak dapat meninggalkan salah satu
diantaranya. Oleh sebab itu, setelah mengamati dan menguji dengan seksama kualitas
batuan yang akan diledakkan, dilanjutkan dengan uji coba pengeboran dan peledakan
untuk mendapatkan standar operasi yang sesuai dengan lokasi setempat. Dalam standar
operasi itu tentunya sudah melibatkan dan mempertimbangkan ketiga aspek tersebut di
atas.
a. Diameter lubang ledak
Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh besarnya laju produksi yang
direncanakan. Makin besar diameter lubang akan diperoleh laju produksi yang besar pula
dengan persyaratan alat bor dan kondisi batuan yang sama. Faktor yang membatasi
diameter lubang ledak adalah:
-
Ukuran fragmentasi hasil peledakan
-
Isian bahan peledak utama harus dikurangi atau lebih kecil dari perhitungan teknis
karena pertimbangan vibrasi bumi atau ekonomi
-
Keperluan penggalian batuan secara selektif.
Pada kondisi batuan yang solid, ukuran fragmentasi batuan cenderung meningkat apabila
perbandingan kedalaman lubang ledak dan diameter kurang dari 60. Oleh sebab itu,
upayakan hasil perbandingan tersebut melebihi 60 atau
L
≥ 60 . Misalnya digunakan
d
diameter lubang 4 inci.
b. Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan lainnya dan
ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter serta
aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan
alat bor dan ukuran mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat. Umumnya pada
peledakan di quarry dan tambang terbuka dengan diameter lubang besar, tinggi jenjang
berkisar antara 10 – 15 m. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 109
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran
peledakan. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa jenjang yang pendek memerlukan
diameter lubang yang kecil, sementara untuk diameter lubang besar dapat diterapkan pada
jenjang yang lebih tinggi. Gambar 2.1 memperlihatkan hubungan antara variasi diameter
lubang ledak dengan tinggi jenjang yang hasil berupa batasan terbawah dan teratas untuk
setiap diameter lubang ledak.
32
28
Tinggi Jenjang, m
TIDAK DISARANKAN
24
20
DOMAIN YANG DISARANKAN
16
12
8
TIDAK DISARANKAN
4
25
38
51
64
76
89
102
115
127
140
152
165
178
Diameter lubang ledak, mm
Gambar 2.89 Hubungan variasi diameter lubang ledak dengan tinggi jenjang (Tamrock, 1988)
c. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah batuan hasil
peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Untuk tujuan tertentu
ukuran fragmentasi yang besar atau boulder diperlukan, misalnya disusun sebagai
penghalang (barrier) ditepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan ukuran
fragmentasi yang kecil karena penanganan selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran
fragmentasi terbesar biasanya dibatasi oleh dimensi mangkok alat gali (excavator atau
shovel) yang akan memuatnya ke dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher.
Beberapa ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak:
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 110
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
¾ Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi, oleh
sebab itu harus dikurangi dengan menggunakan bahan peledak yang lebih kuat
¾ Perlu diperhatikan bahwa dengan menambah bahan peledak akan menghasilkan
lemparan yang jauh
¾ Pada batuan dengan intensitas retakan tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit
dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan fragmentasi kecil.
Penyimpangan dari ketentuan umum tentang ukuran fragmentasi di atas dapat terjadi
karena perbedaan yang spesifik dari kualitas batuan dan bahan peledak. Untuk itu, sekali
lagi, percobaan pengeboran dan peledakan harus dilakukan untuk mendapat hasil yang
optimum.
2) Geometri peledakan jenjang
Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda walaupun mungkin
jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan mempengaruhi
karakteristik massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan
struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang
diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi
kemampuan ledakan (blast ability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa
didominasi struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan
akan lebih banyak −untuk jumlah produksi tertentu− dibanding batuan yang sudah ada
rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau Powder
Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai untuk setiap hasil peledakan (kg/m3
atau kg/ton).
Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah diperkenalkan
oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash (1963), Langefors
(1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya. Caracara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri
peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak,
kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak
memberikan cara coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan,
diantaranya ICI Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company, Sasol
SMX Explosives Engineers Field Guide dan lain-lain. Dengan memahami sejumlah rumus
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 111
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
baik yang diberikan oleh para akhli maupun cara coba-coba akan menambah keyakinan
bahwa percobaan untuk mendapatkan geometri peledakan yang tepat pada suatu lokasi
perlu dilakukan. Karena berbagai rumus yang diperkenalkan oleh para akhli tersebut
merupakan rumus empiris yang berdasarkan pendekatan suatu model.
JANG
JEN )
K
A
H
C
PUN P BENC
( TO
KOLOM LUBANG
LEDAK ( L )
S
B
CREST
T
H
AS
BEB )
G
CE
AN
BID EE FA
( FR
PC
TO
J
E
NG
ENJA H)
J
I
A
T
ENC
LAN
OR B
O
L
F
(
Gambar 2.90 Terminologi dan simbol geometri peledakan
Terminologi dan simbul yang digunakan pada geometri peledakan seperti terlihat pada
Gambar 2.90 yang artinya sebagai berikut:
B = burden
;L
= kedalaman kolom lubang ledak
S = spasi
;T
= penyumbat (stemming)
H = tinggi jenjang
; PC = isian utama (primary charge atau powder column)
J
= subdrilling
Lubang ledak tidak hanya vertikal, tetapi dapat juga dibuat miring, sehingga terdapat
parameter kemiringan lubang ledak. Kemiringan lubang ledak akan memberikan hasil
berbeda, baik dilihat dari ukuran fragmentasi maupun arah lemparannya. Untuk
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 112
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
memperoleh kecermatan perhitungan perlu ditinjau adanya tambahan parameter geometri
pada lubang ledak miring, yaitu: (lihat Gambar 2.91)
B = burden sebenarnya (true burden)
B’ = burden semu (apparent burden)
α = Sudut kemiringan kolom lubang ledak
B
B
α
T
T
B
H
H
L
L PC
PC
J
J
a. Lubang ledak vertikal
b. Lubang ledak miring
Gambar 2.91 Lubang ledak vertikal dan miring
a.
Rancangan menurut Konya
Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan peledak
yang diekspresikan dengan densitasnya. Rumusnya ialah:
⎛ρ ⎞
B = 3,15 x de x 3 ⎜⎜ e ⎟⎟
⎝ ρr ⎠
Persamaan 2.6
dimana B = burden (ft), de = diameter bahan peledak (inci), ρe = berat jenis bahan peledak
dan ρr = berat jenis batuan.
Spasi ditentukan berdasarkan sistem tunda yang direncanakan dan kemungkinan-nya
adalah:
Ö Serentak tiap baris lubang ledak (instantaneous single-row blastholes)
H < 4B → S =
H + 2B
;
3
H > 4B → S = 2B
Persamaan 2.7
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 113
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Ö Berurutan dalam tiap baris lubang ledak (sequenced single-row blastholes)
H < 4B → S =
H + 7B
;
8
Ö Stemming (T):
H > 4B → S = 1,4B
- Batuan massif,
T=B
- Batuan berlapis,
T = 0,7B
Persamaan 2.8
Ö Subdrilling (J) = 0,3B
Ö Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbangkan 2 aspek, yaitu (1)
efek ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, airblast, fly rock, dan getaran tanah;
dan (2) biaya pengeboran. Tinggi jenjang (H) dan burden (B) sangat erat hubungannya
untuk keberhasilan peledakan dan ratio H/B (yang dinamakan Stiffness Ratio) yang
bervariasi memberikan respon berbeda terhadap fragmentasi, airblast, fly rock, dan
getaran tanah yang hasilnya seperti terlihat pada Tabel 2.10. Sementara diameter
lubang ledak ditentukan secara sederhana dengan menerapkan “Aturan Lima (Rule of
Five)”, yaitu ketinggian jenjang (dalam feet) “Lima” kali diameter lubang ledaknya
(dalam inci),
Tabel 2.10. Potensi yang terjadi akibat variasi stiffness ratio
b.
Stiffness
Ratio
Fragmentasi
Ledakan
udara
Batu
terbang
Getaran
tanah
1
Buruk
Besar
Banyak
Besar
2
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
3
4
Baik
Memuaskan
Kecil
Sangat
kecil
Sedikit
Sangat
sedikit
Kecil
Sangat
kecil
Komentar
Banyak muncul back-break di
bagian toe. Jangan dilakukan dan
rancang ulang
Bila memungkinkan, rancang
ulang
Kontrol dan fragmentasi baik
Tidak akan menambah
keuntungan bila stiffness ratio di
atas 4
Rancangan menurut ICI-Explosives
Salah satu cara merancang geometri peledakan dengan “coba-coba” atau trial and error
atau rule of thumb yang akan diberikan adalah dari ICI Explosives. Tinggi jenjang (H) dan
diameter lubang ledak (d) merupakan pertimbangan pertama yang disarankan. Jadi cara ini
menitikberatkan pada alat yang tersedia atau yang akan dimiliki, kondisi batuan setempat,
peraturan tentang batas maksimum ketinggian jenjang yang diijinkan Pemerintah, serta
produksi yang dikehendaki. Selanjutnya untuk menghitung parameter lainnya sebagai
berikut:
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 114
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
(1)
Tinggi jenjang (H): Secara empiris H = 60d – 140d. Bandingkan dengan
(2)
Burden (B) antar baris; B = 25d – 40d
(3)
Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S = 1B – 1,5B
(4)
Subgrade (J); J = 8d – 12 d
(5)
Stemming (T); T = 20d – 30d
(6)
Powder Factor (PF);
PF =
Berat bahan peledak (Berat/m) x (Panjang isian)
=
Volume batuan
(B x S x H)
L
≤ 60
d
Persamaan 2.9
Burden dan spasi, butir (2) dan (3), dapat berubah tergantung pada sekuen inisiasi yang
digunakan (lihat Gambar 2.5), yaitu:
i.
Tipe sistem inisiasi tergantung pada bahan peledak yang dipilih dan peraturan
setempat yang berlaku.
ii.
Waktu tunda antar lubang sepanjang baris yang sama disarankan minimal 4 ms per
meter panjang spasi.
iii.
Waktu tunda minimum antara baris lubang yang berseberangan antara 4 ms – 8 ms
per meter. Dikhawatirkan apabila lebih kecil dari angka ms tersebut tidak cukup
waktu untuk batuan bergerak ke depan dan konsekuensinya bagian bawah setiap
baris material akan tertahan.
iv.
Waktu tunda dalam lubang (in-hole delay) untuk sistem inisiasi nonel
direkomendasikan tidak meledak terlebih dahulu sampai detonator tunda di
permukaan (surface delay) terpropagasi seluruhnya.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 115
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Titik awal inisiasi
(Initiation Point)
Bidang bebas
X
S
B
X
1. Square, Row by Row.
Drilled: B = S, square.
Instantaneous row firing is
not recommended by ICI
X
X
X
X
IP
Bidang bebas
4
2. Square, V.
Drilled: B = S, square.
Ratio:
Effective Spacing S e
=
=2
Effective Burden B e
3
X
1
2
X
X
X
X
S
Be
Be
2
X
X
5
B
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Be
7
S
S
X
X
IP
B
X
X
Bidang bebas
Ratio: S e = 3,25
Be
X
S
X
4. Square, VI.
Drilled: B = S, staggered.
4
3
X
6
X
Bidang bebas
Ratio: S e = 5
1
X
X
X
3. Square, VI.
Drilled: B = S, square.
0
X
IP
B
Be
X
S
S
X
X
Gambar 2.92. Tipe-tipe sekuen inisiasi (dari ICI explosives)
3) Powder Faktor
Powder factor (PF) menunjukkan jumlah bahan peledak (kg) yang dipakai untuk
memperoleh satu satuan volume atau berat fragmentasi peledakan, jadi satuannya biasa
kg/m³ atau kg/ton. Pemanfaatan PF cenderung mengarah pada nilai ekonomis suatu proses
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 116
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
peledakan karena berkaitan dengan harga bahan peledak yang digunakan dan perolehan
fragmentasi peledakan yang akan dijual.
a. Perhitungan volume yang akan diledakan
Pada tambang terbuka atau quarry, yang umumnya menerapkan peledakan jenjang (bench
blasting), volume batuan yang akan diledakkan tergantung pada dimensi spasi, burden,
tinggi jenjang, dan jumlah lubang ledak yang tersedia. Dimensi atau ukuran spasi, burden
dan tinggi jenjang memberikan peranan yang penting terhadap besar kecilnya volume
peledakan. Artinya volume hasil peledakan akan meningkat bila ukuran ketiga parameter
tersebut diperbesar, sebaliknya untuk volume yang kecil. Sedangkan pada tambang bawah
tanah, baik pembuatan terowongan atau jenis bukaan lainnya, volume hasil peledakan
diperoleh dari perkalian luas permukaan kerja atau front kerja atau face dengan kedalaman
lubang ledak rata-rata.
Prinsip volume yang akan diledakkan adalah perkalian burden (B), spasi (S) dan tinggi
jenjang (H) yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang telah terberai oleh proses
peledakan. Volume tersebut dinamakan volume padat (solid atau insitu atau bank),
sedangkan volume yang telah terberai disebut volume lepas (loose). Konversi dari volume
padat ke volume lepas menggunakan faktor berai atau swell factor, yaitu suatu faktor
perubah yang dirumuskan sbb:
SF =
apabila :
maka
VS
x 100%
VL
Persamaan 2.10
VS = B x S x H
:
VL =
BxSxH
SF
di mana SF, VS dan VL masing-masing adalah faktor berai (dalam %), volume padat dan
volume lepas. Apabila ditanyakan berat hasil peledakan, maka dihitung dengan mengalikan
volume dengan densitas batuannya, jadi:
W=Vxρ
Persamaan 2.11
di mana ρ adalah densitas batuan. Perlu diingat bahwa berat hasil peledakan baik dalam
volume padat maupun volume lepas bernilai sama, tetapi densitasnya berbeda, di mana
densitas pada kondisi lepas akan lebih kecil dibanding padat.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 117
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
b. Perhitungan jumlah bahan peledak
Telah diuraikan pada Modul 1 tentang pengertian densitas pengisian (loading density),
yaitu jumlah bahan peledak setiap meter kedalaman kolom lubang ledak. Densitas
pengisian digunakan untuk menghitung jumlah bahan peledak yang diperlukan setiap kali
peledakan. Disamping itu, perhatikan pula kolom lobang ledak (L), yang terbagi menjadi
“penyumbat” atau stemming (T) dan “isian utama” (PC). Bahan peledak hanya terdapat
sepanjang kolom PC, sehingga keperluan bahan peledak setiap kolom adalah perkalian PC
dengan densitas pengisian (ρd) atau:
Whandak = PC x ρd
Persamaan 2.12
Wtotal handak = n x PC x ρd
di mana n adalah jumlah seluruh lubang ledak.
c. Perhitungan PF
Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan peledak yang dipakai
dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m³. Karena volume peledakan dapat pula
dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa pula menjadi jumlah bahan peledak
yang digunakan dibagi berat peledakan atau kg/ton. Volume peledakan merupakan
perkalian dari B x S x H, jadi:
PF =
Whandak
BxSxH
Persamaan 2.13
PF biasanya sudah ditetapkan oleh perusahaan karena merupakan hasil dari beberapa
penelitian sebelumnya dan juga karena berbagai pertimbangan ekonomi. Umumnya bila
hanya berpegang pada aspek teknis hasil dari perhitungan matematis akan diperoleh angka
yang besar yang menurut penilaian secara ekonomi masih perlu dan dapat dihemat. Tolok
ukur dalam menetapkan angka PF adalah:
(1)
Ukuran fragmentasi hasil peledakan yang memuaskan, artinya tidak terlalu banyak
bongkahan (boulder) atau terlalu kecil. Terlalu banyak bongkahan harus dilakukan
peledakan ulang (secondary blasting) yang berarti terdapat tambahan biaya;
sebaliknya, bila fragmentasi terlalu kecil berarti boros bahan peledak dan sudah
barang tentu biaya pun tinggi pula. Ukuran fragmentasi harus sesuai dengan proses
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 118
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
selanjutnya, antara lain ukuran mangkok alat muat atau ukuran umpan (feed) mesin
peremuk batu (crusher).
(2)
Keselamatan kerja peledakan, artinya disamping berhemat juga keselamatan
karyawan dan masyarakat disekitarnya harus terjamin,
(3)
Lingkungan, yaitu dampak negatif peledakan yang menganggu kenyamanan
masyarakat sekitarnya harus dikurangi. Dampak negatif tersebut getaran yang
berlebihan, gegaran yang menyakitkan telinga dan suara yang mengejutkan.
Dari pengalaman di beberapa tambang terbuka dan quarry yang sudah berjalan secara
normal, harga PF yang ekonomis berkisar antara 0,20 – 0,3 kg/m³. Pada tahap persiapan
(development) harga PF tidak menjadi ukuran, karena tahap tersebut sasarannya bukan
produksi tetapi penyelesaian suatu proyek, walaupun tidak menutup kemungkinan kadangkadang diperoleh bijih atau bahan galian yang dapat dipasarkan.
Terdapat pula pernyataan blasting ratio untuk menilai keberhasilan, yaitu volume
peledakan yang diperoleh per kg bahan peledak. Jadi rumusnya adalah perbandingan
volume peledakan dengan bahan peledak yang digunakan (kebalikan rumus PF). Namun,
pada modul ini hanya akan dipakai PF karena paling banyak digunakan pada industri
pertambangan di Indonesia.
D. PELEDAKAN BONGKAH BATU DAN GAGAL LEDAK
1) Peledakan bongkah batu
Ketidaksempurnaan ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan kadang-kadang terjadi dan
hal tersebut umumnya tidak dikehendaki selama tujuan peledakan diarahkan untuk
produksi normal. Namun demikian, dalam situasi tertentu bongkah batuan (boulders)
dalam jumlah terbatas diperlukan juga, yaitu biasanya digunakan untuk batas pengaman
sisi jalan tambang terutama yang mengarah ke tebing. Peledakan bongkah selama
berlangsungnya produksi normal sangat menganggu proses penggalian maupun dapat
menyebabkan hambatan (chocking) di dalam rongga penggerus crusher, sehingga proses
peledakan tidak efisien. Oleh sebab itu peledakan ulang perlu dilakukan untuk
memperkecil ukurannya dan pekerjaan tersebut akan menambah biaya peledakan. Atas
dasar inefisiensi itulah kehadiran bongkahan batu tidak dikehendaki dalam peledakan
produksi normal.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 119
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
a.
Langkah-langkah pelaksanaan peledakan bongkah
Setelah diketahui terdapat sejumlah bongkah batuan yang memerlukan peledakan ulang,
maka langkah-langkah yang harus dikerjakan adalah:
-
Sedapat mungkin pisahkan bongkah batuan yang akan diledakkan ulang dari tumpukan
hasil peledakan menggunakan bantuan bulldozer atau excavator.
-
Beri tanda pada bagian yang akan dibor. Jumlah lubang bor tergantung pada besarnya
bongkahan, tipe batuan, dan posisi batuan. Pemberian titik lubang bor diusahakan pada
posisi yang paling mudah untuk penetrasi bor.
Gambar 2.93 Bongkah batuan menyebabkan peledakan tidak efisien
-
Lakukan pengeboran menggunakan diameter kecil sekitar
2
3
–
3
4
ketinggian atau
panjang ke arah posisi yang akan dibor. Ada juga yang berpendapat kedalaman lubang
ledak antara
1
2
2
–
1
3
diameter bongkah.
− 34
arah
pengeboran
3
Gambar 2.94 Cara pengeboran bongkah batuan untuk peledakan ulang
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 120
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
-
Pilihlah jenis bahan yang sesuai untuk peledakan bongkah, biasanya tidak
menggunakan ANFO, tapi cukup memakai bahan peledak peka detonator atau
cartridge, misalnya powergel, dinamit, emulite, dan sejenisnya serta dipotong
secukupnya. Kemudian masukkan penyumbat.
-
Besarnya cartridge yang dipotong tergantung pada tipe batuan dan kedalam-an lubang
ledaknya. Sebagai acuan untuk memperkirakan banyaknya bahan peledak dapat
digunakan Tabel 2.11 di bawah ini.
Tabel 2.11 Estimasi jumlah bahan peledak untuk peledakan bongkah
Ketebalan bongkah rata-rata
Cartridge1)/ lubang ledak
45 cm
¼ x tinggi = 5 cm
75 cm
¼ x tinggi = 5 cm
100 cm
½ x tinggi = 10 cm
120 cm
1 x tinggi = 20 cm
1)
Ukuran cartridge: ∅ = 3 cm dan tinggi = 20 cm
-
Apabila bongkah batuan diperkirakan bervolume lebih besar dari 2 m³ (lihat Gambar
2.95) sebaiknya gunakan 2 lubang ledak atau lebih dan diinisiasi serentak. Harus
diperhatikan juga perkiraan lemparan fragmentasinya. Dengan melihat seberapa dalam
bongkah batu tertanam ke dalam tanah, maka gunakan Tabel 2.8 yang menunjukkan
specific charge pengisian bahan peledak.
Gambar 2.95 Bongkah batuan besar akan diledakan ulang
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 121
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Tabel 2.12 Specific charge bahan peledak untuk peledakan bongkah
Kondisi bongkah
Diatas permukaan tanah
Separuh tertanam di dalam tanah
Seluruhnya tertanam di dalam tanah
b.
Specific charge cartridge, gr/m³
50 – 100
100 – 150
150 – 200
Teknik peledakan bongkah
Terdapat beberapa teknik peledakan bongkah yang pemilihannya tergantung dari posisi
batu, kualitas batu, dan bagian batu yang tertanam dalam tanah. Teknik peledakan bongkah
adalah:
-
Blockholing atau Pop Shooting
Umumnya digunakan untuk memecahkan bongkah batu yang besar dengan cara membuat
lubang bor ke arah pusat bongkah batu. Apabila jenis batunya tergolong batuan keras dapat
dibuat lebih dari satu lubang bor. Kedalaman lubang bor antara
1
2
-
3
tinggi bongkah
4
batu yang dibor seperti yang telah diuraikan pada halaman 40. Apabila bongkah batu
tertanam di dalam tanah dan tidak diketahui dalamnya, maka cara pengeborannya adalah:
•
Lakukan pengeboran sampai tembus
•
Sumbat bagian bawah lubang bor sampai tertinggal lubang kosong
2
3
tinggi lubang
total
•
Isi bahan peledak sesuai aturan pada Tabel 2.7 dan sumbat bagian atasnya (stemming)
Tidak ada ketentuan pasti tentang jumlah lubang bor yang harus dibuat, namun sebagai
acuan umum dapat diterapkan bahwa setiap bongkah bervolume kurang dari atau sama
dengan 1 m³ diperlukan 1 lubang bor dengan kedalaman maksimum
2
3
m. Jadi bila
terdapat bongkah sebesar 1,5 m³ dapat dibuat 2 lubang bor dengan jarak antar lubang dan
kedalamannya disesuaikan dengan kualitas batuannya. Gambar 2.81 memperlihatkan cara
peledakan blockholing.
-
Mudcapping atau Plester Shooting
Mudcapping adalah cara peledakan kontak, yaitu bahan peledak dinamit atau emulsi
diletakkan di atas bongkah batuan ditutupi oleh lumpur atau lempung dengan ketebalan
101 mm. Bahan peledak sebaiknya ditempelkan pada bagian permukaan bongkah yang rata
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 122
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
atau sedikit cekung dan bagian permukaan tersebut harus dibersihkan dari batu-batu kecil
dan debu agar tidak terjadi batu terbang. Pada Gambar 2.82.a bahan peledak ditempelkan
pada bagian samping bongkah batu, sedangkan pada Gambar 2.82.b di atas permukaan
bongkah dan keduanya tidak ditutupi lempung. Gambar 2.83.c adalah cara mudcapping
yang disarankan sebab bahan peledaknya ditutupi lempung atau material lain yang sejenis
agar dapat mengurangi suara dan airblast. Metode mudcapping ini memerlukan bahan
peledak sesuai dengan besar bongkah (lihat Tabel 2.13) hanya secara umum dapat dipakai
powder factor 0,7 – 1,0 kg/m³.
Tabel 2.13 Estimasi jumlah bahan peledak pada mudcapping
Berat bahan peledak,
kg
0,3
0,5
0,8
1,0
Ukuran bongkah, m³
Dipadatkan
0,4
0,8
1,3
1,5
Tanpa pemadatan
0,6
1,0
1,6
2,0
Keuntungan cara ini adalah tidak perlu pengeboran dan pekerjaan cepat selesai. Sedangkan
kelemahannya antara lain kemungkinan muncul batu terbang dan timbul kebisingan suara
serta airblast. Oleh sebab itu, peledakan mudcapping hanya dapat diterapkan bila jauh dari
pemukiman karena pengaruh kebisingan suara serta airblast bisa sampai lebih dari jarak 1
km, walaupun ditutupi lempung.
Gambar 2.96 Beberapa cara peledakan mudcapping
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 123
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
-
Snackholing
Tujuan metode snackholing adalah untuk mendorong batu yang tertanam dalam tanah ke
atas dan sekaligus memecahkannya. Caranya adalah dengan membuat lubang ledak persis
di bawah batu. Besar diameter lubang akan tergantung pada seberapa besar batu yang akan
didorong, diangkat dan dipecahkan. Powder factor untuk snakeholing antara 0,75 – 1,5 kg
meter ketebalan bongkah dihitung dari arah lubang bor. Tabel 2.14 adalah kemungkinan
lain untuk mengetahui kebutuhan bahan peledak sesuai dengan diameter bongkah.
Tabel 2.14 Muatan bahan peledak pada peledakan bongkah 1)
Diameter bongkah
Muatan bahan peledak
Blockholing
Snakeholing
Mudcaping
ft
m
Lb
kg
lb
kg
lb
Kg
3
1,0
¼
0,11
¾
0,34
2
0,90
3
4
1,2
0,17
2
0,90
3½
1,59
8
5
1,5
½
0,23
3
1,36
6
2,72
1)
Explosives and Demolitions, U.S. Depart. of the Army Field Manual FM 5-25, 1971
Apabila bongkahnya sangat besar, kombinasi antara snakeholing dan mudcapping dapat
diterapkan dengan peledakan untuk keduanya serentak. Gambar 3.6 memperlihatkan sketsa
snackholing.
Gambar 2.97 Sketsa Snackholing
2) Gagal Ledak (Misfire)
“Gagal ledak” adalah istilah yang diberikan kepada bahan peledak yang tidak meledak di
dalam kolom lubang ledak. Banyak penyebab tidak mengakibatkan gagalnya peledakan
suatu bahan peledak dan biasanya merupakan suatu pekerjaan yang sulit serta berbahaya
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 124
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
untuk mengatasinya. Kata kuncinya adalah gagal ledak harus ditangani dengan penuh
kehati-hatian. Uraian selanjutnya tidak akan membahas tentang penyebab terjadinya
gagal ledak, tetapi lebih terfokus kepada tata cara penanganan gagal ledak itu sendiri.
-
Ciri-ciri gagal ledak
Terdapat beberapa ciri awal untuk mengindikasikan bahwa suatu lubang ledak tidak
meledak, antara lain:
Ö
Perhatikan dari jauh asap yang keluar dari dalam lubang yang tidak meledak,
biasanya mengalir dengan konstan. Apabila tidak bisa, maka setelah 15 menit untuk
peledakan listrik atau 30 menit untuk peledakan dengan sumbu api, lakukan
pemeriksaan pada tumpukan fragmentasi hasil peledakan untuk mengamati sisa asap
yang keluar dari lubang.
Ö
Terbentuk banyak bongkah batuan hasil peledakan.
Ö
Bila menggunakan sistem peledakan listrik carilah kawat yang masih terlihat diantara
tumpukan fragmentasi hasil peledakan.
Ö
Bila menggunakan sistem sumbu ledak carilah sumbu ledak di sekitar tumpukan
fragmentasi. Sumbu ledak tidak akan tersisa apabila betul-betul meledak.
Setelah diketahui jumlah lubang yang gagal ledak, kemudian periksa lembaran rencana
peledakan atau log peledakan atau charging sheet untuk mendapatkan data jumlah bahan
peledak pada setiap lubang yang gagal ledak.
-
Mengatasi gagal ledak
Dengan mempertimbangkan sistem peledakan yang digunakan dan tingkat kesulitan yang
dihadapi, maka cara untuk mengatasi lubang yang gagal ledak pun berbeda. Berikut ini
beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mengatasi lubang yang gagal ledak.
a.
Sistem peledakan listrik
9 Apabila terlihat kawat utuh dari lubang yang gagal ledak, periksa sistem listriknya
menggunakan galvanometer atau blastohmeter
9 Apabila masih ada arus, berarti detonator masih aktif, maka sambunglah kawat
detonator tersebut dengan kawat utama untuk dihubungkan ke blasting machine
9 Bersihkan lokasi sekitar burden dari batu-batu kecil yang memungkinkan
berpotensi menjadi batu terbang
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 125
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
9 Ledakan sesuai prosedur peledakan.
b.
Sistem sumbu ledak
9 Apabila terlihat sumbu ledak dari lubang yang gagal ledak menandakan sumbu
tersebut tidak meledak
9 Pasang detonator listrik dengan kuat menggunakan selotip dengan ujung detonator
menghadap ke dalam lubang ledak.
9 Sambunglah kawat detonator tersebut dengan kawat utama untuk dihubungkan ke
blasting machine
9 Bersihkan lokasi sekitar burden dari batu-batu kecil yang memungkinkan
berpotensi menjadi batu terbang
9 Ledakan sesuai prosedur peledakan.
c.
Mengeluarkan Stemming
9 Apabila tidak terlihat sumbu ledak atau kawat detonator listrik, maka terpaksa
harus mengeluarkan stemming dari lubang yang gagal ledak. Pekerjaan ini sangat
berbahaya dan melelahkan. Gunakan kompresor alat bor atau kompresor khusus
untuk pekerjaan tersebut untuk mengeluarkan stemming dari dalam lubang
(Gambar 2.84.a).
9 Gerakkan selang kompresor naik turun agar stemming bisa terhembus keluar
dengan mudah yang ditandai apabila telah terlihat bahan peledak (ANFO) ikut
terhembus keluar (Gambar 2.84.b), kemudian segera hentikan kompresor.
9 Setelah stemming keluar semua, buatlah primer dari detonator listrik sesuai
prosedur. Kemudian masukkan ke dalam lubang hingga benar-benar berada di atas
bahan peledak (Gambar 2.84.c)
9 Masukkan kembali stemming dan padatkan seperlunya (Gambar 2.84.d)
9 Sambungkan kawat detonator pada kawat utama, ledakan sesuai prosedur
peledakan.
d.
Menggali lubang ledak
9 Bongkar lubang yang gagal ledak menggunakan shovel, backhoe atau dragline.
Pekerjaan ini sangat berbahaya karena bahan peledak dan primer masih masih ada
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 126
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
di dalamnya. Oleh sebab itu, cara ini merupakan cara yang terakhir ketika tidak ada
alternative lain untuk mengatasi gagal ledak.
9 Minimal dua orang bekerja sama, satu orang mengoperasikan alat dan yang satu
orang lagi mengawasi jalannya pembongkaran.
9 Apabila personil yang mengawasi sudah melihat bahan peledak, secepatnya beri
tanda kepada operator alat untuk menghentikan pembongkaran (biasanya dengan
mengangkat tangan menunjukkan tanda “stop”).
9 Bahan peledak dikeluarkan menggunakan kompresor dengan prosedur yang telah
diuraikan sebelumnya atau diledakkan kembali (Gambar 2.84).
Gambar 2.98 Mengeluarkan stemming atau bahan peledak dari
lubang gagal ledak dan meledakkannya kembali
e.
Menetralisir bahan peledak dalam kolom lubang gagal ledak
Bahan peledak ANFO dapat dinetralisir dengan menuangkan air kedalam lubang gagal
ledak. Dengan cara tersebut ANFO akan larut dan sifat detonasinya akan hilang. Namun
demikian jangan terlalu yakin bahwa ANFO larut sepenuhnya dan mungkin masih
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 127
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
meninggalkan sifat detonasinya. Untuk meyakinkannya tuangkan air bertekanan (dipompa)
agar meresap dengan cepat ke dalam lubang gagal ledak dan juga dapat menstimulasi
kelarutan ANFO. Bahan peledak emulsi, watergel, slurry dan cartridge (primer) tidak
dapat larut. Oleh sebab itu tetap harus dilakukan penggalian atau peledakan ulang untuk
mengatasi lubang gagal ledak.
2.7 Aplikasi Bahan Peledak Pada Terowongan
Seperti dijelaskan sebelumnya pada metode pengeboran disebutkan bahwa peledakan pada
terowongan minimal terdapat dua bidang bebas agar proses pelepasan energy berlangsung
sempurna, sehingga batuan akan terlepas atau terberai dari induknya lebih ringan. Pada
bukaan underground umumnya terdapat satu bidang bebas, yaitu permukaan kerja/face.
Untuk itu perlu dibuat tambahan bidang bebas yang dinamakan cut.
Berikut adalah gambaran dari bagian-bagian terowongan.
Roof holes
Stoping holes
Wall holes
Cut
Floor holes
Gambar 2.99 Bagian-bagian round tunnel
Cut yang umum digunakan dalam terowongan adalah cylinder cut/circular cut/burn cut,
alat bor yang paling terbaru didesain untuk pengeboran horizontal yang tegak lurus dengan
permukaan terowongan.
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 128
Dasar-D
Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan
Gambbar 2.100 Alatt bor
a
mendekati presisii sangat dibutuhkan padda peledakann terowongaan
Peledaakan yang akurat
mengiingat hasil peledakan
p
yaang overbreeak harus diiganti oleh bbeton yang mahal. Untuuk
mengo
ontrol atau mereduksi overbreak dapat
d
dilakuukan dengann contour blasting
b
yaiitu
meminnimalkan tek
kanan dan paatahan batuaan pada batas penggaliann dengan carra menguranngi
dan peendistribusiaan isian bahaan peledak yaang lebih baaik.
Contour holes melliputi roof hooles, wall hooles dan floo
or holes dimaana pada lub
bang tersebuut
dut yang disebut dengann “look out”, dimana look out harus cukup
c
besar
harus dibentuk sud
agar peralatan borr bisa masuk. Sebagai acuan jarak loo
ok out tidak boleh melebbihi 10 cm +
m kedalamann lubang, dim
mana look oout akan berkkisar 20 cm.
3 cm/m
G
Gambar
2.101 Look Out
Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan
Dasar-D
Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan
A. Peenentuan Cuut
Semuaa lubang cu
ut dalam lub
bang besar cut dibor seejajar satu sama
s
lain dan
d peledakaan
diarahhkan ke lubaang besar taanpa isian yang
y
berfunggsi sebagai pembuka. Semua
S
lubanng
sejajarr adalah peengembangaan dari burnn cut, dimaana semua lubang sejajar biasanyya
memilliki diameter yang sam
ma. Satu lubaang di tengaah diberi isian dan emp
pat lubang di
sekitarrnya tanpa issian (lihat gaambar).
Gam
mbar 2.101 Cuut
s
mendessain Cut, paarameter yanng sangat peenting dalam
m menentukan hasil yanng
Pada saat
baik adalah sebagaai berikut :
•
Diameter lubang
l
koson
ng
•
Burden
•
Isian bahan
n peledak
Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Gambar 2.102 Grafik hasil peledakan dari berbagai macam jarak ke arah lubang kosong
dari berbagai diamater
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu parameter untuk hasil peledakan yang baik
adalah diameter lubang kosong besar, salah satu penyebab dari hasil peledakan yang
kurang optimal yaitu tidak tercapainya kemajuan terowongan sesuai rencana diakibatkan
oleh terlalu kecilnya diameter lubang kosong. Berikut adalah grafik yang dapat dijadikan
acuan dalam penentuan diameter lubang kosong.
Gambar 2.103 Grafik hubungan persentase kemajuan dari kedalaman pengeboran dan
diameter lubang kosong
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 131
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
a.
Perhitungan 1st square of Cut
Pada gambar 2.102 Grafik hasil peledakan dari berbagai macam jarak ke arah lubang
kosong dari berbagai diameter, bisa kita lihat bahwa jarak lubang ledak dengan lubang kosong
besar tidak boleh lebih dari 1.5 Ø. Apabila jarak lebih besar akan terjadi kerusakan dan apabila
jaraj terlalu dekat maka kemungkinan besar lubang ledak akan bertemu dengan lubang kosong,
oleh karena itu posisi dari lubang ledak pada 1st square ditentukan sebagai berikut :
a
= 1.5 Ø
Dimana :
a
= jarak C – C diantara lubang ledak dan lubang kosong
Ø
= diameter lubang kosong
•
Isian bahan peledak pada 1st square
Lubang yang paling dekat pada lubang kosong harus diisi dengan hati-hati, pengisian
bahan peledak yang terlalu sedikit dapat mengakibatkan tidak memberaikan batuan,
sementara apabila pengisian berlebih akan melempar batuan berlawanan dengan lubang
kosong dan dapat memadatkan batuan.
Gambar 2.104 Grafik minimum kebutuhan bahan peledak/Charge concentration (kg/m) dan jarak
maksimal C - C (m) untuk variasi diameter lubang besar/Large hole diameter
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 132
Dasar-D
Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan
b.
Peerhitungan square
s
of thee cut lainnyaa
Pada dasarnya
d
peerhitungan square lainnnya sama deengan perhittungan 1st sqquare dengaan
perbed
daannya adaalah pemberraian batuann ke arah buukaajn segi empat penggganti lubanng
kosong
g pada 1st sqquare.
Umum
mnya untuk burden
b
(B) pada
p
square lainnya sam
ma dengan wiidth (W) darii buka bukaaan
(B = W).
W
Gam
mbar 2.105 Grafik
r
minimuum kebutuhaan bahan pelledak/Chargge concentrattion (kg/m) dan
d
jaarak maksim
mal burden uuntuk variasi lebar bukaaan
c.
D
Desain
Cut
Beriku
ut adalah carra menentukan desain cuut :
•
1stt Square a
= 1.5 Ø W1
= a√2
Gambarr 2.106 Desaiin 1st square
Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan
Dasar-D
Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan
•
B1
nd
n
2
Square
= W1
C – C = 1.5 W1
W2
= 1.5 W1 √2
Gambar 2.1107 Desain 2nd square
•
B2
3rdd Square
= W2
C – C = 1.5 W2
W3
= 1.5 W2 √2
Gambarr 2.108 Desaiin 3rd square
•
B3
4thh Square
= W3
C – C = 1.5 W3
W4
= 1.5 W3 √2
√
Gamb
bar 2.109 Desain 4th squarre
Perhitu
ungan di ataas digunakan
n pada lubangg ledak diam
meter 38 mm
m, apabila lebbih besar
dapat disesuaikan..
B. Sttoping
Apabila lubang cut
c sudah dihitung,
d
yaang perlu ditentukan
d
bberikunya addalah sebaggai
beriku
ut:
•
Flooor holes
•
Wall holes
•
Rooof holes
Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
•
Stoping holes upwards & horizontally
•
Stoping downward
Untuk menentukan burden (B) dan isian bahan peledak pada masing-masing bagian dapat
ditentukan sesuai grafik di bawah ini.
Gambar 2.110 Grafik hubungan burden dengan isian bahan peledak bawah
Setelah burden (B), kedalaman (H) dan isian bahan peledak bawah diketahui (Ib), maka
geometru pengeboran dapat ditentukan dengan tabel sebagai berikut :
Bagian tunnel
Floor
Wall
Roof
Stoping :
Upwards
Horizontal
Downward
Burden (m)
Spacing (m)
Height bottom Charge (m)
Charge Concentration
1 x B
0.9 x B
0.9 x B
1.1 x B
1.1 x B
1.1 x B
1/3 x H
1/6 x H
1/6 x H
Bottom (Kg/m)
lb lb lb Column (Kg/m)
1.0 x lb
0.4 x lb
0.3 x lb
1 xB
1 xB
1 xB
1.1 x B
1.1 x B
1.2 x B
1/3 x H
1/3 x H
1/3 x H
lb lb lb 0.5 x lb
0.5 x lb
0.5 x lb
Stemming (m)
0.2 x B
0.5 x B
0.5 x B
0.5 x B
0.5 x B
0.5 x B
Tabel 2.15 Drilling and charging geometry of the round
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 135
Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan
Berikut adalah rekomendasi isian bahan peledak dan pola pengeboran untuk berbagai
macam diameter pada contour blasting.
Diameter lubang 25 ‐ 32 25 ‐ 48 51 ‐ 64 Isian bahan peledak (Kg/m) 0.11 0.23 0.42 Burden (M) (spacing) 0.3 ‐ 0.5 0.7 ‐ 0.9 1.0 ‐ 1.1 0.25 ‐ 0.35 0.5 ‐ 0.70 0.80 ‐ 0.90 Tabel 2.16 Tabel isian bahan peledak dan pola pengeboran pada contour blasting
C. Firing Pattern
Setelah semua bagian round ditentukan tahapan terakhir adalah penentuan firing pattern,
pola tersebut harus didesain agar setiap lubang memiliki bidang bebas pemberaian.
Sangatlah penting pada peledakan terowongan memiliki ‘delay’ yang cukup untuk
pemberaian dan pelemparan batuan ke arah lubang kosong.
Pengaturan delay pada peledakan terowongan diatur sedemikian rupa sehingga peledakan
bertahap sesuai pengaturan delay tersebut dari yang terkecil ke yang terbesar, dari jarak
terdekat dengan lubang kosong sampai dengan terakhir pada batas rencana terowongan
(dapat dilihat pada materi sebelumnya di detonator dan pola peledakan).
Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan
di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 136
Download