Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan BAB II DASAR-DASAR TEORI PERENCANAAN TEROWONGAN DENGAN METODE PELEDAKAN 2.1 TEROWONGAN Terowongan adalah sebuah tembusan di bawah permukaan tanah atau gunung. Terowongan umumnya tertutup di seluruh sisi kecuali di kedua ujungnya yang terbuka pada lingkungan luar. Adapun alasan kenapa terowongan dibangun adalah sebagai berikut : - Tempat penyimpanan (storage) - Transportasi - Operasi Pertambangan Pada kasus tersebut di atas bentuk terowongan memiliki peranan sangat penting dalam seluruh operasi. Dalam konstruksi bawah tanah (underground) hal yang sangat penting adalah jalan masuk (access) ke lokasi konstruksi, adapun solusi dari hal tersebut adalah dengan cara pembuatan terowongan. Pada kondisi tertentu pembangunan terowongan memiliki tujuan tersendiri misalnya : jalan, terowongan untuk jaringan instalasi listrik atau air. Gambar 2.1 Contoh terowongan Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 6 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Dalam pembuatan terowongan pada material tanah merupakan pekerjaan yang dirasa tidak terlalu sulit dan dalam pengerjaannya cenderung cepat dibandingkan dengan terowongan pada material batuan karena material yang digali tidak memiliki kekerasan seperti yang dimiliki oleh batuan sehingga dalam penggalianpun dapat dilakukan dengan alat tradisional untuk terowongan dengan dimensi kecil dan alat berat untuk dimensi yang besar. Gambar 2.2 Penggalian terowongan tradisional Penggalian pada batuan sudah tidak mungkin dilakukan dengan alat tradisional maupun alat berat yang memang tidak didesain untuk melakukan penggalian untuk material yang memiliki kekerasan tertentu dalam hal ini batuan. Adapun alat berat yang dapat digunakan untuk melakukan penggalian pada material batuan yang memang didesain untuk pembuatan tunneling adakalanya memiliki keterbatasan terkait lokasi tunnel, dimensi tunnel, SDM dan biaya operasional serta alatnya belum kita miliki. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 7 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.3 Penggalian terowongan menggunakan tunnel drilling machine Sehingga metode alternatif yang dapat digunakan untuk pembuatan tunnel adalah metode peledakan, dan metode ini bisa jadi lebih efektif mengingat pembuatan terowongan bisa lebih cepat dengan SDM yang tersedia di Indonesia, bahan peledak dalam negeri dan alat berat yang digunakan pun merupakan alat berat umum yang sering digunakan di dunia sipil ataupun tambang. 2.2 PROYEK-PROYEK YANG BERHASIL DAN SEDANG DIKERJAKAN DENGAN METODE PELEDAKAN Adapun beberapa proyek yang sudah dan masih dikerjakan dengan metode peledakan adalah sebagai berikut: A. PROYEK BENDUNGAN JATIGEDE Proyek Bendungan Jatigede berlokasi di Jawa Barat tepatnya di daerah Sumedang, proyek ini menambah satu terhadap 4.500 yang tersebar di seluruh dunia, proyek ini diperkirakan akan selesai 2013 mendatang. Pelaksanaan diversion tunnel telah mencapai pembuatan terowongan sepanjang 193 meter dari rencana total panjang 550 meter. Pembuatan terowongan dilakukan dari dua arah. Sedangkan pelaksanaan dari arah down stream sudah dimulai sejak awal Januari 2010. Dan pembangunan diversion tunnel dapat diselesaikan pada Juni 2010 sehingga pengalihan aliran sungai (river closer) dapat segera dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 8 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan cofferdam serta bendungan. Bendungan yang terletak di desa Wado, Kabupaten Sumedang, itu nantinya akan menjadi bendungan terbesar di Indonesia setelah enam Bendungan Jatiluhur, dengan kapasitas tampungan 1 miliar m3 dan luas genangan 4.122 ha. Bendungan direncanakan dapat berfungsi meningkatkan produksi padi di Daerah Irigasi (DI) Rentang seluas 90.00 ha yang berlokasi di daerah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan sekitarnya. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi penyediaan tenaga listrik sebesar 110 megawatt (MW). Gambar 2.4 Jatigede Project B. PLTU LABUHAN Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan I rampung pada bulan Maret 2010. Setelah selesai, pembangkit listrik ini diserahkan ke PT PLN selaku pengelola listrik untuk kebutuhan masyarakat, diharapkan, krisis listrik di Sumut segera berakhir. Di lokasi proyek PLTA Asahan I, beberapa kendaraan tampak keluar masuk terowongan yang berdiameter 9 meter. Pada proyek ini lebih dari 4.000 ledakan diperlukan untuk membuat terowongan yang menembus bukit tersebut. Di bagian bawah yang menuju ke Sei Asahan terdapat turbin raksasa yang akan memutar tenaga air menjadi listrik. Saat ini sudah banyak sekali jenis pembangkit listrik yang digarap. Diantaranya, pembangkit listrik tenaga matahari, ombak, uap, air dan sebagainya. Namun, jenis pembangkit yang paling efisien dan ramah lingkungan adalah pembangkit tenaga air. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 9 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Proyek ini bisa mencukupi 7 persen total kebutuhan listrik Sumatera. Artinya, sangat mencukupi untuk kebutuhan Sumut saja. Sei Asahan merupakan satu-satunya aliran air dari Danau Toba. Danau terluas dan tertinggi di dunia itu menjadi muara dari 142 sungai dari Pulau Sumatera dan 63 sungai dari Pulau Samosir. Penelitian yang dilakukan para ahli dari Rusia pada tahun 1962 menemukan lima titik air terjun dengan potensi listrik sebesar 1.202 MW. C. PLTA UPPER CISOKAN/PUMPED STRORAGE Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik pada beban puncak yang meningkat dan untuk mengembangkan keandalan sistem interkoneksi Jawa‐Bali, PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), merencanakan membangun PLTA Upper Cisokan Pumped Storage yang berkapasitas 1040MW di Propinsi Jawa Barat. PLTA Upper Cisokan/Pumped Storage terdiri dari dua reservoir, masing-masing dengan volume aktif 10.000.000 m3. Luas permukaan air Upper reservoir adalah 80 ha dan lower reservoir adalah 260 ha (pada ketinggian muka air maksimum). Upper reservoir akan mengalirkan air untuk membangkitkan energi listrik pada saat beban puncak. Air yang ditampung dari reservoir akan dipompa ke upper reservoir pada saat beban dasar atau di luar beban puncak setelah pukul 10‐12 malam setiap hari, menggunakan energi listrik dipasok dari pembangkit listrik lain (beban dasar). Sebagai tambahan, dapat juga berperan sebagai pembangkit cadangan dan pembangkit reaktif seperti pembangkit lain pada sistem jaringan kelistrikan. PLTA Cisokan/Pumped Storage akan lebih fleksibel dalam sistem jaringan kelistrikan, dan menyediakan metoda yang lebih murah untuk PLN dalam memenuhi beban puncak harian dan permintaan beban tambahan. Jaringan Transmisi 500kV akan mengalirkan energi listrik dari pembangkit listrik ke sistem interkoneksi Jawa‐Bali. Dari pembangkit ke utara akan dibangun transmisi dua jalur yang akan dikoneksikan dengan transmisi Cibinong‐Saguling. Proyek-proyek tersebut hanya contoh sebagian kecil dari proyek-proyek yang Sukses dikerjakan dengan merode peledakan dan menjadi bukti keberhasilan dari meode tersebut. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 10 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 2.3 BATUAN Batuan adalah suatu material alam yang terbentuk melalui proses alamiah. Terbentuknya batuan secara garis besar yaitu dimulai dari membekunya magma panas yang keluar kepermukaan bumi dan mengeras karena proses pendinginan. Ketika berada di permukaan bumi, terjadi suatu proses lanjutan, yaitu terjadimya proses pelapukan dan terurai menjadi material yang lebih halus yang disebut dengan ‘tanah”. Dalam proses selanjutnya ‘tanah’ tersebut akan terbawa air, angin ataupun es yang kemudian mengendap secara terus menerus di daerah yang lebih rendah khususnya di daerah pantai. Dalam jangka waktu yang lama pengendapan akan menjadi semakin tebal terjadilah desakan kebawah dan akhirnya pada lapisan pada lapisan terbawah akan menerima tekanan dan panas yang tinggi yang kemudian akan mengeras dan membatu yang kemudian disebut sebagai batuan endapan. Sebagian dari batu endapan ini akan masuk kembali kedalam magma bumi sehingga terjadi suatu siklis. 2.3.1 Klasifikasi batuan yang paling sederhana dan mendasar adalah klasifikasi batuan berdasarkan pada genesanya atau asal-usulnya atau cara kejadiannya. Berdasarkan asal usulnya, batuan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Batuan beku, yaitu batuan yang berasal dari pembekuan dan kristalisasi magma. 2. Batuan sedimen, yaitu batuan yang berasal dari rombakan batuan lain yang telah ada sebelumnya baik itu batuan beku, sedimen atau metamorfik. 3. Batuan metamorfik, yaitu batuan berasal dari batuan lain yang telah ada sebelumnya (batuan beku, sedimen atau metamorfik) yang mengalami proses metamorfosa, yaitu perubahan dalam kondisi padat karena temperatur dan tekanan yang tinggi, atau karena cairan hidrotermal. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 11 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.5 Siklus Pembentukan Batuan A. Batuan beku Batuan Beku dapat diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan berbagai macam komposisi kimianya, salah satunya yang sederhana adalah berdasarkan pada kandungan silika atau SiO2 menjadi: 1. Batuan beku asam. Batuan ini berwarna cerah, kandungan silika tinggi, 65 – 75 % SiO2, yang dicirikan terutama oleh kehadiran mineral berwarna cerah: kuarsa dan K-feldspar, dan mineral berwarna gelap:biotit. Termasuk kategori ini antara lain adalah Granit dan Riolit. a. Granite b. Riolit Gambar 2.6 Batuan beku asam Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 12 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 2. Batuan beku menengah. Batuan ini berwarna abu-abu sampai abu-abu gelap, mengandung silika menengah, 52 – 65 %, yang dicirikan oleh kehadiran mineralmineral cerahnya plagioklas menengah (Ca-Na plagioklas) yang dominan, dan mineral berwarna gelap yang utama adalah hornblende. Termasuk kategori ini antara lain adalah Andesit dan Diorit. a. Andesite b. Diorit Gambar 2.7 Batuan beku menengah 3. Batuan beku basa. Batuan ini berwarna gelap, hitam, kandungan silikanya rendah, 45 – 52 %, yang dicirikan oleh kehadiran mineral cerah plagioklas basa (Caplagioklas), dan mineral berwarna gelap yang dominan piroksen. Termasuk kategori ini antara lain adalah Gabro dan Basalt. a. Gabro b. Basalt Gambar 2.8 Batuan beku basa 4. Batuan beku ultrabasa. Batuan ini berwarna gelap, hijau gelap, kandungan silikanya sangat rendah, < 45 %, yang dicirikan terutama oleh kehadiran mineral berwarna gelap olivin dan piroksin, dan tanpa mineral berwarna cerah. Termasuk kategori ini adalah Peridotit, Dunite, Piroksenit. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 13 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan b. Dunite a. Peridotit c. Piroksenit Gambar 2.9 Batuan beku ultrabasa B. Batuan sedimen Batuan sedimen dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Cara yang paling sederhana adalah berdasarkan pada cara terbentuknya menjadi: 1. Batuan sedimen klastik, yaitu yang terbentuk melalui proses perombakan batuan lain yang telah ada sebelumnya. Hasil rombakan itu kemudian mengalami transportasi oleh media air, angin atau es dan diendapkan di tempat lain. Endapan tersebut disebut sebagai sedimen. Dengan berjalannya waktu, endapan sedimen mengalami pembatuan atau litifikasi menjadi batuan sedimen. 2. Batuan sedimen non-klastik, yaitu yang terbentuk melalui proses kimiawi atau biologis di dalam kolom air. C. Batuan metamorfik Seperti dua jenis batuan sebelumnya juga dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan pada struktur, tekstur maupun komposisi mineralnya. Klasifikasi yang paling Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 14 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan sederhana adalah berdasar tingkatannya yang menggambarkan tingkat perubahan yang terjadi pada batuan asalnya, yaitu mengklasifikasikannya menjadi: 1. Batuan metamorf tingkat rendah, seperti slate (batu sabak) 2. Batuan metamorf tingkat menengah, seperti filit 3. Batuan metamorf tingkat tinggi, seperti skis Tinggi atau rendahnya tingkat metamorfosa yang dialami suatu batuan tercermin pada perubahan tekstur, struktur dan komposisi mineralnya. Selain itu, jenis batuan metamorf yang terbentuk ditentukan juga oleh batuan asalnya. Misalnya, batu lempung dan batu pasir mengalami metamorfosa dengan tingkat yang sama, maka akan menghasilkan batuan metamorfik yang berbeda. 2.3.2 Kondisi Batuan di Permukaan Bumi Tiga macam golongan utama batuan yang telah disebutkan diatas yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf yang terdapat dilapangan khususnya diatas permukaan bumi, hampir selalu dalam keadaan yang terlapuk. Pelapukan di daerah tropis seperti di Indonesia terjadi sangat intens, sehingga ketebalan dari batuan yang terlapuk menjadi tanah yang sangat tebal dibandingkan dengan di daerah lain diluar daerah tropis. Kondisi lapisan batuan yang telah mengalami perubahan bentuk menjadi tanah dimulai dari permukaan tanah yang betul betul merupakan tanah tanpa ada batuannya. Semakin dalam dihitung dari permukaan tanah, maka tanah tersebut akan tercampur dengan batuan batuan yang masih terlapuk. Dan semakin dalam lagi, maka akan didapatkan batuan aslinya. Gambar 2.10 Profil pelapukan batuan menjadi tanah Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 15 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Disamping kondisi lapisan pelapukan dari batuan di lapangan, sering pula ditemukan lapisan yang mengalami lenturan lenturan atau lekukan akibat dari proses tekanan tektonik pada batuan. Lekukan lekukan tersebut membentuk antiklin maupun sinklin. Gambar 2.11 Lekukan batuan antiklin & Sinklin Kondisi kondisi batuan di permukaan bumi ini seperti tersebut di atas dapat terjadi pada ketiga macam kelompok batuan. Namun yang paling sering terjadi adalah pada lapisan batuan sedimen. 2.3.3 Sifat-Sifat Index Batuan Sifat-sifat batuan pada dasarnya adalah sangat luas sekali menyangkut berbagai macam variasi dari struktur batuannya, bentuk susunan butirannya, serta komponen-komponennya yang mengikuti, sehingga dalam menentukan sifat-sifat dari batuannya secara kuantative hanya diberikan melalui beberapa index yang utama sebagai index properties. Index properties yang utama adalah : • Porositas Porositas yang digunakan untuk mengetahui perbandingan volume antara butiran dengan pori dan ditunjukan dengan harga “n” tanpa dimensi atau dalam persen (%). • Densitas Densitas atau berat isi dari batuan merupakan berat spesifik dari batuan dengan satuan ton per meter cubic. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 16 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan • Kekuatan Batuan Kekuatan batuan dapat diukur dengan salah satu metodenya adalah menggunakan alat point-Load test. Alat ini dikemukakan oleh Broch & Franklin (1972). Pada test ini, contoh batuan ditekan oleh dua baja berbentuk conus sampai terjadi keruntuhan dengan membentuk retakan dalam bidang tarik yang sejajar dengan sumbu pembebanan, seperti gambar di bawah ini. Gambar 2.12 Skematis alat Point-Load Test pada batuan Hasil test dengan sistem ini sering pula disebut dengan Index Kekuatan Batuan (Strength Index), dan test ini relative mudah dilaksanakan baik di lapangan pada saat pengeboran dan Pengambilan contoh maupun test di laboratorium, serta relative murah dan cepat pengerjaannya. Persamaan 2.1 Dimana, I : Harga point load strength P : Beban setelah mencapai keruntuhan D : Jarak antara dua titik baja konusnya. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 17 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Tabel 2.1 Harga Point Load Index beberapa batuan MATERIAL BATUAN POINT LOAD STRENGTH Tertiary sandstone & claystone (Kg/Cm2) 0.5 - 10 Coal 2.0 - 20 Limestone 2.5 - 80 Mudstone, shale 20 - 80 Volcanic flow rocks 30 - 150 Dolomite 60 - 110 Sumber E Goodman “Introduction to Rock Mechanics” 1989 • Durabilitas Ketahanan batuan terhadap cuaca dan air sangat penting pada batuan untuk diketahui. Khususnya pada pelaksanaan batuan sebagai bagian dari konstruksi dilapangan. Perubahan sifat dari batuan karena cuaca dan air dapat mengakibatkan antara lain terkelupasnya lapis permukaan batuan, terlarut, abrasi dan proses proses lainnya yang semuanya merupakan proses pelapukan. Pada beberapa shales (batuan lempung) dan beberapa batuan vulkanik menunjukan terjadinya kemerosotan kwalitas batuan secara cepat begitu batuan tersebut terbuka di udara atau terlepas dari penutup yang menimbunnya. Sering kali hanya pada permukaan batuannya saja yang mengalami degradasi secara cepat, sedang pada bagian intinya menjadi lambat. Sehingga perlu adanya suatu harga index perubahan pada batuan. Namun karena sifat perubahan dari berbagai macam batuan karena pengaruh alam ini memiliki perbedaan yang sangat besar dan sangat bervariasi, oleh karena itu adalah sangat sulit untuk mendapatkan harga index tersebut. Sehingga hanya harga index yang menunjukkan adanya perubahan sebagai ketahanan dari batuan secara relative dan merupakan rangking dari durabilitas yang sangat tinggi (very high durability) sampai dengan sangat rendah (very low durability). Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 18 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 2.3.4 Diskontinuitas Sebagai Sifat Fisik Pada Batuan Sifat fisik yang lain dari batuan di lapangan selain dari index properties yang telah disebutkan sebelumnya masih terdapat sifat fisik lain lagi terutama yang digunakan untuk kepentingan teknik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan. Seperti misalnya kekerasan pada massa batuan yang mempengaruhi sistem pengeboran maupun peledakan pada pelaksanaan penggalian untuk batuan. Disamping itu dalam perencanaan perlu diketahui pula antara lain mengenai harga-harga elastisitas dan stress-strain batuan di lapangan misalnya pada perencanaan untuk pembuatan dam atau terowongan, sehingga sifat-sifat fisik batuan secara massa perlu untuk diketahui melalui test di laboratorium maupun di lapangan. Seperti diketahui bahwa prilaku dan sifat-sifat teknis batuan sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan sifat dari diskontinuitas batuan-nya (sifat batuan batuan alam yang selalu tidak kontinu/menerus) dimana hal ini yang menyebabkan perlemahan pada batuan. Karena adanya diskontinuitas ini, maka kekuatan hancur batuan sebagai suatu bentuk massa batuan bisa sangat menurun drastis. Bentuk diskontinuitas pada batuan tersebut disebut pula sebagai kekar dan memiliki berbagai macam tipe. Adapun tipe diskontinuitas adalah sebagai berikut : • Sambungan antara dua macam lapis batuan yang berbeda (Bedding) • Sambungan antara batuan yang berlapis lapis dan kadang kadang merupakan retakan retakan (Joints) • Rekahan-rekahan & retakan-retakan yang mengarah sebagai pecahan-pecahan pada batuan (Fractures) • Garis-garis alur pada batuan yang tidak beraturan yang disebabkan karena adanya beda dan warna mineral batuan (Foliation) • Patahan pada batuan (Faults) • Rengatan-rengatan halus pada batuan (Fissured) Semua tipe retakan dalam bahasa Indonesia hanya disebut ‘kekar’ saja. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 19 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 2.3.5 Keruntuhan Batuan & Test Terhadap Kekuatannya Keruntuhan batuan dapat disebabkan karena batuan menerima beban yang melebihi kekuatan dari batuan tersebut. Beban tersebut dapat berupa beban tekan, tarik maupun beban geser. Sedang bentuk keruntuhan dari batuannya dapat berbagai macam sesuai dengan posisi maupun tegangan yang diberikan oleh beban beban tersebut. Berbagai sistem pembebanan di lapangan terhadap suatu lapisan batuan adalah sangat bervariasi, sehingga akan mengakibatkan terjadinya berbagai macam bentuk dan tipe keruntuhan dari batuan. Terjadinya keruntuhan pada batuan adalah disebabkan oleh karena munculnya berbagai macam tegangan-tegangan akibat beban-beban yang terjadi pada suatu massa batuan. Tegangan-tegangan tersebut dapat berupa tegangan : lentur (Flexure), geser (shear), tarikan (tension), ataupun tekanan (compression). • Tegangan lentur (Flexure) Sampai mencapai keruntuhan dapat terjadi pada tekuk-an (bending) yang melentur dan dilanjutkan dengan tarikan (tension) seperti pada lapisan batuan ketika pembuatan terowongan (tunnel) seperti pada gambar di bawah. Tegangan tersebut terjadi karena berat sendiri dari lapisan batuan akibat gravitasi pada langit-langit tunnel. Keruntuhan karena lentur ini dapat terjadi pula pada lapisan-lapisan batuan yang membentuk talud yang sangat tegak dimana lapisan batuan akan melentur dan akan runtuh pada sisi kaki tebing (topping). Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 20 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan • Tekanan yang mengakibatkan keruntuhan atau pecahnya batu (Crushing or Compression Failure) Akan terjadi akibat dari perubahan volume yang mengecil dari batuan karena adanya tekanan atau dapat pula disebabkan karena adanya suatu pukulan dari benda yang keras pada batuan. • Tarikan Langsung (Direct Tension) Tarikan yang terjadi langsung pada lapisan batuan yang berbentuk lengkung cembung (convex) yang memiliki talud. Batuan yang pecah akibat dari tegangan tarik (tension), permukaan keruntuhannya akan tampak kasar dan tidak terdapat pecahan pecahan dari partikel batuan; sedang apabila batu yang pecah diakibatkan oleh tegangan geser, maka permukaan keruntuhan akan tampak lebih lebih halus dan memiliki banyak pecahan partikel batuan. 2.3.6 Klasfikasi massa batuan dari Terzaghi Referensi yang paling awal untuk menentukan Klasifikasi pada massa batuan adalah dari Terzaghy (1946) yang digunakan pada suatu perencanaan penyangga tunnel. Deskripsi Terzaghi mengenai massa batuan yang diambil langsung dari tulisannya sebagai berikut : • Intact Rock : Batuan ini tanpa ada joint maupun retak-retak macro • Stratified Rock : Batuan ini memiliki strata (lapisan) yang individual dengan sedikit atau tanpa dapat terbelah antara kedua strata tersebut. Strata tersebut boleh mengalami perlemahan akibat adanya ‘transverse joint’. Batuan semacam ini sering mengalami keadaan terlepas dan kemudian jatuh dari langit-langit tunnel • Moderatly Jointed Rock : Batuan ini memiliki joint dan retak retak halus, akan tetapi blok-blok antar jointnya adalah menyatu secara local dan mengunci satu sama lain sehingga pada dinding tunnel tidak dibutuhkan penahan di arah lateral. Batuan sistem ini dapat terjadi spalling maupun popping (pelepasan batuan secara tiba-tiba dan membahayakan dari atap maupun dinding tunnel. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 22 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan • Blocky and Seamy Rock : Batuan semacam ini memiliki kondisi utuh (intact) secara kimiawi atau memiliki kondisi utuh yang terdiri dari fragmen-fragmen yang terpisahkan satu sama lain namun saling mengunci dan menyatu. Pada batuan semacam ini dibutuhkan penahan-penahan di arah lateral pada dinding tunnel. • Crushed but Chemically Intact Rock : Batuan semacam ini memiliki kondisi utuh yang terdiri dari fragmen yang halus seperti pasir halus dan tidak mengalami cementari ulang, dan terletak di bawah muka air akan menunjukkan prilaku pasir dengan kondisi mencari. • Squeezing Rock : Yaitu terjadinya batuan yang tekanan secara perlahan-lahan seperti pada saat pembuatan lubang tunnel tanpa menunjukkan adanya peningkatan pada volumemya. Syarat utama terjadinya tekanan peras sehingga air keluar (squeezing) adalah tingginya persentase partikel mikroskofis dari mineral mica (micaceous) pada mineral lempung (clay) dengan kapasitas mengembang (swelling) yang rendah. • Swelling Rock : yaitu terjadinya suatu ekspansi atau mengembangnya batuan pada saat penggalian dalam pembuatan tunnel misalnya. Kemampuan mengembang dari batuan yang mengandung mineral clay semacam ini pada umumnya terbatas. 2.3.7 Rock Quality Designation Index (RQD) Rock Quality Designation (RQS) adalah suatu cara untuk menentukan kkualitas batuan dari hasil penyelidikan di lapangan. RQD ini dikembangkan oleh Deere (Deere et al 1967) yang bertujuan untuk mengestimasi kualitas dari massa batuan yang diambil dari hasil pengeboran inti di lapangan. Harga RQD ini dihitung dakan satuan persen (%), pada hasil pengeboran inti (core) batuan dengan menjumlahkan ukuran potongan potongan sepanjang minimum 100mm dan digunakan mata bor dengan tabung doble. Deere (1964) mengusulkan suatu hubungan antara RQD dengan kualitas dari massa batuan seperti tabel 2.2 berikut : RQD (%) Rock Quality < 25 Very poor 25 < 50 Poor 50 < 75 Fair 75 < 90 Good 90 < 100 Excellent Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 23 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.13 Contoh keruntuhan yang disebabkan terjadinya keretakan dari batuan untuk (a) Lentur (b) geser (c) Meremukkan dan menghancurkan dengan tekanan yang mengakibatkan retakan yang diikuti dengan geser (e) Tarikan langsung Gambar 2.14 Keruntuhan dari batuan tipe topping dimana diskontinunya hampir tegak lurus • Tegangan geser (Shear) Yang dapat mencapai keruntuhan akan dapat pula terjadi apabila tegangan geser tersebut telah mencapai kondisi kritis, yang selanjutnya akan diikuti dangan keruntuhan pada bidang gesernya akibat dari adanya perpindahan dan geseran dari kedua bidang yang mengalami geseran tersebut. Keruntuhan semacam ini dapat dan sering terjadi pada pembuatan terowongan (Tunnel) di batuan lunak (seperti batuan lunak/shale) atau pada daerah yang memiliki patahan. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 21 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.15 Prosedur untuk mengukur dan menghitung harga RQD (menurut Deere, 1989) 2.3.8 Klasifikasi Massa Batuan dengan Rock Mass Rating (RMR). Rock Mass Rating adalah salah satu sistem untuk menentukan klasifikasi dari suatu massa batuan atau disebut dengan Derajat Massa Batuan yang dibawa oleh Bieniawski (1976) dan kadang-kadang disebut dengan Geomechanics Classification. Sistem RMR dalam melakukan klasifikasi terhadap massa batuan dikerjakan dengan menggunakan 6 (enam) macam parameter, yaitu : - Uniaxial Compressive Strength (UCS) (Kekuatan Tekan Axial dari material batuan utuh) - Rock Quality Designation (RQD) (Penentuan Kualitas Batuan) - Spacing (Jarak antara dua diskontinuitas) - Kondisi dari Groundwater (kondisi air tanah pada batuan) - Orientation (orientasi) dari diskontinuitas Dalam menggunakan sistem klasifikasi ini, massa batuan di lapangan dibagi dalam daerh daerah struktural dimana pada setiap daerah struktural ini diklasifikasikan secara sendiri sendiri. Batas dari setiap daerah struktural pada umumnya digunakan tanda-tanda struktural geologis yang menyolok seperti adanya patahan patahan atau perubahan lapisan/tipe batuan dan lain lain. Dalam hal ini tentu dianggap perlu, seperti adanya Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 24 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan perubahan yang spesifik pada diskontinuitasnya, dapat dilakukan pembagian daerah struktural yang lebih kecil sebagi subbagian dari daerah struktural yang lebih besar. Tabel 2.3 Nilai Rating pada sistem RMR (dari Bieniawski 1989) (A) KLASIFIKASI, PARAMETER & NILAI RATING BATUAN PARAMETER 1 Kekuatan material batuan untuk (intact) Point Load Strength Index > 10 MPa Uniaxial Comp. Strength (UCS) > 250 MPa 15 90 ‐ 100% RATING 20 Jarak antar diskontinuitas > 2 M RATING 20 • Permukaan sangat kasar • Tidak menerus Kondisi dari diskontinuitas • Tidak (lihat juga butir E) terbelah • Dinding batu 3 4 5 Air Tanah Kondisi Umum RATING 2 ‐ 4 MPa 100 ‐ 250 MPa 50 ‐ 100 MPa 7 8 13 200 ‐ 600 mm 10 • Permukaan sedikit kasar • Belahan < 1 mm • Dinding sangat lapuk tidak terlapuk 30 25 None 1‐ 2 MPa Pada Harga ini digunakan hasil UCS 25 ‐ 50 MPa 5 ‐ 25 1 ‐ 5 < 1 MPa MPa MPa 1 0 < 25% 3 < 600 mm 5 • Lubang yang lunak > 5 mm • Atau terbelah > 5 mm • Menerus 20 4 25 ‐ 50% 8 60 ‐ 200 mm 8 • Permukaan rata & licin • Atau berlubang < 5 mm • Atau terbelah 1 ‐ 5 mm • Menerus 10 < 10 10 ‐ 25 25 ‐ 125 > 125 0 < 0.1 0.1 ‐ 0.2 0.2 ‐ 0.5 > 0.5 Sangat Kering Lembab Basah Air menetes Air mengalir 15 10 7 4 0 RQD (dari bor inti) RATING Aliran air yang masuk per 10 M panjang tunnel (1/mnt) (Tekanan air pada joint)/(σ Major Princp) 4 ‐ 10 MPa 12 75 ‐ 90% 17 0.6 ‐ 2 M 15 • Permukaan sedikit kasar • Belahan < 1 mm • Dinding sedikit lapuk RATING 2 RENTANG HARGA DARI PARAMETERNYA RATING (B) PENYESUAIAN NILAI RATING UNTUK SISTEM ORIENTASI DARI DISKONTINUITAS Sangat Menguntungk Sedang (Fair) menguntungka Orintasi terhadap Strike & Dip an n (Very (Favourable) Favourable) Tunnel & Tambang 0 ‐2 ‐5 Pondasi 0 ‐2 ‐7 Talud 0 ‐5 ‐25 Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 2 0 Tidak Sangat tidak menguntungkan Menguntukan (Very (Unfavourable) Unfavourable) ‐12 ‐10 ‐25 ‐15 ‐25 25 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 26 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar. 2.16 Penjelasan dengan gambar untuk tabel Nilai rating pada sistem RMR Bieniawski (1989), menerbitkan pula petunjuk untuk pelaksanaan pada tunnel batuan apabila telah diketahui harga dari RMR-nya. Petunjuk pelaksanaan tersebut seperti tampak pada tabel 2.4 dibawah ini. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 27 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 2.4 PENGENALAN BAHAN PELEDAK Bahan peledak adalah bahan kimia yang didefinisikan sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk padat, cair atau campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat dan hasilnya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih stabil. Panas dari gas yang dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar 4000o C. Adapun tekanannya, menurut langerfors dan Kihlstrom (1978), bisa mencapai lebih dari 100.000 atm setara dengan 101.500 kg/cm² atau 9.850 MPa (≈ 10.000 MPa), sedangkan energi per satuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/s. Perlu dipahami bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan merefleksikan jumlah energi yang memang tersimpan di dalam bahan peledak begitu besar, namun kondisi ini terjadi akibat reaksi peledakan yang sangat cepat, yaitu berkisar antara 2500 - 7500 meter per second (m/s). Oleh sebab itu kekuatan energi tersebut hanya terjadi beberapa detik saja yang lambat laun berkurang seiring dengan perkembangan keruntuhan batuan. 2.4.1 Reaksi Dan Produk Peledakan Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang diharapkan karena tergantung pada kondisi eksternal saat pekerjaan tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas bahan kimia pembentuk bahan peledak tersebut. Panas merupakan awal terjadinya proses dekomposisi bahan kimia pembentuk bahan peledak yang menimbulkan pembakaran, dilanjutkan dengan deflragrasi dan terakhir detonasi. Proses dekomposisi bahan peledak diuraikan sebagai berikut: Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 28 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan a. Pembakaran adalah reaksi permukaan yang eksotermis dan dijaga keberlangsungannya oleh panas yang dihasilkan dari reaksi itu sendiri dan produknya berupa pelepasan gasgas. Reaksi pembakaran memerlukan unsur oksigen (O2) baik yang terdapat di alam bebas maupun dari ikatan molekuler bahan atau material yang terbakar. Untuk menghentikan kebakaran cukup dengan mengisolasi material yang terbakar dari oksigen. b. Deflagrasi adalah proses kimia eksotermis di mana transmisi dari reaksi dekomposisi didasarkan pada konduktivitas termal (panas). Deflagrasi merupakan fenomena reaksi permukaan yang reaksinya meningkat menjadi ledakan dan menimbulkan gelombang kejut (shock wave) dengan kecepatan rambat rendah, yaitu antara 300 – 1000 m/s atau lebih rendah dari kecepatan suara (subsonic). c. Ledakan, menurut Berthelot, adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas menjadi bervolume lebih besar dari sebelumnya diiringi suara keras dan efek mekanis yang merusak. Dari definisi tersebut dapat tersirat bahwa ledakan tidak melibatkan reaksi kimia, tapi kemunculannya disebabkan oleh transfer energi ke gerakan massa yang menimbulkan efek mekanis merusak disertai panas dan bunyi yang keras. Contoh ledakan antara lain balon karet ditiup terus akhirnya meledak, tangki BBM terkena panas terus menerus bisa meledak, dan lain-lain. d. Detonasi adalah proses kimia-fisika yang mempunyai kecepatan reaksi sangat tinggi, sehingga menghasilkan gas dan temperature sangat besar yang semuanya membangun ekspansi gaya yang sangat besar pula. Kecepatan reaksi yang sangat tinggi tersebut menyebarkan tekanan panas ke seluruh zona peledakan dalam bentuk gelombang tekan kejut (shock compression wave) dan proses ini berlangsung terus menerus untuk membebaskan energi hingga berakhir dengan ekspansi hasil reaksinya. Kecepatan rambat reaksi pada proses detonasi ini berkisar antara 3000 – 7500 m/s. Contoh Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 29 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan kecepatan reaksi ANFO sekitar 4500 m/s. Sementara itu shock compression wave mempunyai daya dorong sangat tinggi dan mampu merobek retakan yang sudah ada sebelumnya menjadi retakan yang lebih besar. Disamping itu shock wave dapat menimbulkan symphatetic detonation, oleh sebab itu peranannya sangat penting di dalam menentukan jarak aman (safety distance) antar lubang. Dengan mengenal reaksi kimia pada peledakan diharapkan peserta akan lebih hati-hati dalam menangani bahan peledak kimia dan mengetahui nama-nama gas hasil peledakan dan bahayanya. 2.4.2 Klasifikasi Bahan Peledak Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi bahan peledak mekanik, kimia dan nuklir seperti terlihat pada Gambar 2.15 (J.J. Manon, 1978). Karena pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas dibanding dari sumber energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih intensif diperkenalkan. Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga relatif murah, penanganan teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time) dan dibanding nuklir tingkat bahayanya lebih rendah. Gambar 2.17 Klasifikasi bahan peledak menurut J.J Manon Bahan peledak permissible dalam klasifikasi di atas perlu dikoreksi karena saat ini bahan peledakan tersebut sebagian besar merupakan bahan peledak kuat. Bahan peledak permissible digunakan khusus untuk memberaikan batu bara ditambang batu bara bawah Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 30 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan tanah dan jenisnya adalah blasting agent yang tergolong bahan peledak kuat, sehingga pengkasifikasian akan menjadi seperti dalam Gambar berikut. BAHAN PELEDAK MEKANIK KIMIA BAHAN PELEDAK KUAT (HIGH EXPLOSIVE) ASLI SECARA MOLEKULER NUKLIR BAHAN PELEDAK LEMAH (LOW EXPLOSIVE) BLASTING AGENT NON-PERMISSIBLE Gambar 2.18 Klasifikasi bahan peledak Sampai saat ini terdapat berbagai cara pengklasifikasian bahan peledak kimia, namun pada umumnya kecepatan reaksi merupakan dasar pengklasifikasian tersebut. Contohnya antara lain sebagai berikut : 1. Menurut R.L. Ash (1962), bahan peledak kimia dibagi menjadi: a. Bahan peledak kuat (high explosive) bila memiliki sifat detonasi atau meledak dengan kecepatan reaksi antara 5.000 – 24.000 fps (1.650 – 8.000 m/s) b. Bahan peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat deflagrasi atau terbakar kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps (1.650 m/s). 2. Menurut Anon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi 3 jenis seperti terlihat pada Tabel berikut ini : JENIS Bahan peledak lemah (low explosive) Bahan peledak kuat (high explosive) Blasting agent REAKSI Deflagrate (terbakar) Detonate (meledak) Detonate (meledak) CONTOH black powder NG, TNT, PETN ANFO, emulsi Tabel 2.5 Klasifikasi bahan peledak menurut Anon (1977) 2.4.3 KLASIFIKASI BAHAN PELEDAK INDUSTRI Bahan peledak industri adalah bahan peledak yang dirancang dan dibuat khusus untuk keperluan industri, misalnya industri pertambangan, sipil, dan industri lainnya, di luar keperluan militer. Sifat dan karakteristik bahan peledak tetap melekat pada jenis bahan Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 31 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan peledak industri. Dengan perkataan sifat dan karakter bahan peledak industri tidak jauh berbeda dengan bahan peledak militer, bahkan saat ini bahan peledak industri lebih banyak terbuat dari bahan peledak yang tergolong ke dalam bahan peledak berkekuatan tinggi (high explosives). 2.4.4 KARAKTERISTIK BAHAN PELEDAK Adapun karakteristik bahan peledak yang biasa digunakan untuk industri adalah sebagai berikut : A. Sifat Fisis Bahan Peledak Sifat fisis bahan peledak merupakan suatu kenampakan nyata dari sifat bahan peledak ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Kenampakan nyata inilah yang harus diamati dan diketahui tanda-tandanya oleh seorang juru ledak untuk menjastifikasi suatu bahan peledak yang rusak, rusak tapi masih bisa dipakai dan tidak rusak. Kualitas bahan peledak umumnya akan menurun seiring dengan derajat kerusakannya, artinya pada suatu bahan peledak yang rusak energy yang dihasilkan akan berkurang. a. Densitas Densitas secara umum adalah angka yang menyatakan perbandingan berat per volume, densitas pada bahan peledak dapat mengekspresikan beberapa pengertian, yaitu : (1) Densitas bahan peledak adalah berat bahan peledak per unit volume dinyatakan dalam satuan fr/cc (2) Densitas pengisian (loading density) adalah berat bahan peledak per meter kolom lubang tembak (kg/m) Densitas bahan peledak berkisar antara 0.6 – 1.7 gr/cc, sebagai contoh densitas ANFO antara 0.8 – 0.85 gr/cc. Biasanya bahan peledak yang mempunyai densitas tinggi akan menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi. Bila diharapkan fragmentasi hasil peledakan berukuran kecil-kecil diperlukan bahan peledak dengan densitas tinggi. Demikian pula, bila batuan yang akan diledakkan keras, maka digunakan bahan peledak Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 32 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan yang mempunyai densitas tinggi, sebaiknya pada batuan berstruktur atau lunak dapat digunakan bahan peledak dengan densitas rendah. Densitas pengisian ditentukan dengan cara perhitungan silinder, karena lubang ledak berbentuk silinder yang tingginya sesuai dengan kedalaman lubang. Berikut tabel densitas pengisian untuk mempermudah penentuan densitas pengisian dengan variasi diameter lubang. Tabel 2.6 Densitas pengisian untuk berbagai diameter lubang ledak dan densitas bahan peledak dalam Kg/m b. Sensitifitas Sensitifitas adalah sifat yang menunjukkan tingkat kemudahan inisiasi bahan peledak atau ukuran minimal booster yang diperlukan. Sifat sensitif bahan peledak bervariasi tergantung pada komposisi kimia bahan peledak, diameter, suhu, dan tekanan. Untuk menguji sensitifitas bahan peledak dapat digunakan cara sederhana yang disebut air gap test, sebagai berikut : (1) Siapkan 2 buah bahan peledak berbentuk cartridge berdiameter sama, misalnya “D”. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 33 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan (2) Dekatkan kedua bahan peledak dengan jarak 1.1 D, kemudian gabungkan keduanya menggunakan selongsong terbuat dari karton. (3) Pasang detonator No. 8 atau detonating cord 10 gr/m pada salah satu bahan peledak (disebut donor), kemudian ledakkan. (4) Apabila bahan peledak yang satunya lagi (aseptor) turut meledak, maka dikatakan bahwa bahan peledak tersebut sensitif. Gambar 2.19 Pengujian sensitifitas bahan peledak dengan cara air Bahan peledak anfo tidak sensitif terhadap detonator No. 8 dan untuk meledakkannya diperlukan primer (yaitu booster yang sudah dilengkapi detonator No. 8 atau detonating cord 10 gr/m) di dalam lubang ledak. Oleh sebab itu anfo disebut bahan peledak peka (sensitive) terhadap primer atau peka primer. c. Ketahanan terhadap air Ketahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran kemampuan suatu bahan peledak untuk melawan air disekitarnya tanpa kehilangan sensitifitas atau efisiensi. Apabila suatu bahan peledak larut dalam air dalam waktu yang pendek (mudah larut), berarti bahan peledak tersebut dikategorikan mempunyai ketahanan terhadap air yang buruk, dan sebaliknya. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 34 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan d. Kesetabilan kimia Kesetabilan kimia maksudnya adalah kemampuan untuk tidak berubah secara kimia dan tetap mempertahankan sensitifitas selama dalam penyimpanan di dalam gudang dengan kondisi tertentu. Faktor-faktor yang mempercepat ketidak-stabilan kimiawi antara lain panas, dingin, kelembaban, kualitas bahan baku, kontaminasi, pengepakan dan fasilitas pengepakan bahan peledak. Tanda-tanda kerusakan bahan peledak dapat berupa kenampakan kristalisasi, penambahan viskositas, dan penambahan densitas. e. Karakteristik gas Detonasi bahan peledak akan menghasilkan fume, yaitu gas-gas, baik yang tidak beracun maupun yang mengandung racun. Gas-gas hasil peledakan yang tidak beracun berupa uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan nitrogen (N2), sedangkan yang beracun adalah nitrogen monoksida (NO), nitrogen oksida (NO2) dan karbon monoksida (CO). Pada peledakan di tambang bawah tanah gas-gas tersebut perlu mendapat perhatian khusus, yaitu dengan sistem ventilasi yang memadai, sedangkan di tambang terbuka kewaspadaan ditingkatkan bila gerakan angin yang rendah. Diharapkan dari detonasi suatu bahan peledak komersial tidak menghasilkan gas-gas beracun, namun kenyataan di lapangan hal tersebut sulit dihindari akibat beberapa faktor berikut : (1) pencampuran ramuan bahan peledak yang meliputi unsure oksida dari bahan bakar tidak seimbang, sehingga tidak mencapai zero oxygen balance (2) letak primer yang tidak tepat (3) kurang tertutup karena pemasangan stemming kurang padat dan kuat (4) adanya air di lubang ledak (5) kemungkinan adanya reaksi antara bahan peledak dengan batuan Fumes hasil peledakan memperlihatkan warna yang berbeda yang dapat dilihat sesaat setelah peledakan terjadi. Gas berwarna coklat-orange adalah fume dari gas NO hasil reaksi bahan peledak basah karena lubang ledak berair. Gas berwarna putih diduga kabut dari uap air (H2O) yang juga menandakan terlalu banyak air di dalam lubang ledak, karena panas Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 35 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan yang luar biasa merubah seketika fase cair menjadi kabut. Kadang-kadang muncul pula gas berwarna kehitaman yang mungkin hasil pembakaran yang tidak sempurna. B. Karakter Detonasi Bahan Peledak Karakteristik detonasi menggambarkan prilaku suatu bahan peledak ketika meledak untuk menghancurkan batuan. Beberapa karakteristik detonasi yang penting diketahui meliputi : a. Kekuatan (strength) bahan peledak Kekuatan bahan peledak berkaitan dengan dengan energy yang mampu dihasilkan oleh suatu bahan peledak. Pada hakikatnya kekuatan suatu bahan peledak tergantung pada campuran kimiawi yang mampu menghasilkan energi panas ketika terjadi inisiasi. Terdapat dua jenis sebutan kekuatan bahan peledak komersil yang selalu dicantumkan pada Spesifikasi bahan peledak oleh pabrik pembuatnya, yaitu kekuatan absolute dan relatif. Berikut tentang kekuatan bahan peledak dan uraiannya. (1) Kekuatan berat absolute (absolute weight strength/AWS) • Energi panas maksimum bahan peledak teoritis didasarkan pada campuran kimianya • Energi per unit berat bahan peledak dalam joules/gram • AWSANFO adalah 373 kj/gr dengan campuran 94% ammonium nitrate dan 6% solar (2) Kekuatan berat relatif (relative weight strength/RWS) • Adalah kekuatan bahan peledak (dalam berat) dibanding dengan ANFO • RWSHANDAK = 100 (3) Kekuatan volume absolute (absolute bulk strength/ABS) • Energi per unit volume, dinyatakan dalam joules/cc • ABSHANDAK = AWSHANDAK X densitas • ABSANFO = 373 kj/gr x 0.85 gr/cc = 317 kj/cc (4) Kekuatan volume relatif (relative bulk strength/RBS) • Adalah kekuatan suatu bahan peledak curah (bulk) dibanding dengan ANFO • RBSHANDAK = 100 Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 36 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan b. Kecepatan Detonasi Kecepatan detonasi disebut juga dengan velocity of detonation atau VoD merupakan sifat bahan peledak yang sangat penting yang secara umum dapat diartikan sebagai laju rambatan gelombang detonasi sepanjang bahan peledak dengan satuan millimeter per sekon (m/s) atau feet per second (fps). Kecepatan detonasi diukur dalam kondisi terkurung (confined detonation velocity) atau tidak terkurung (unconfined detonation velocity). Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan gelombang detonasi yang merambat melalui kolom bahan peledak di dalam lubang ledak atau ruang terkurung lainnya. Sedangkan kecepatan detonasi tidak terkurung menunjukan kecepatan detonasi bahan peledak apabila bahan peledak tersebut diledakkan dalam keadaan terbuka. Karena bahan peledak umumnya digunakan dalam keadaan derajat pengurungan tertentu, maka harga kecepatan detonasi dalam keadaan terbuka menjadi lebih berarti. Nilai kecepatan detonasi bervariasi tergantung diameter, densitas, dan ukuran partikel bahan peledak. Kecepatan detonasi bahan peledak komersil bervariasi antara 1.500 – 8.500 m/s atau sekitar 5.000 – 25.000 fps. Kecepatan detonasi ANFO antara 2.500 – 4.500 m/s tergantung pada diameter lubang ledak. Apabila diameter dikurangi sampai batas tertentu akan terjadi gagal ledak (misfire) karena perambatan tidak dapat berlangsung, diameter ini disebut critical diameter. Kecepatan detonasi bahan peledak anfo akan menurun seiring dengan bertambahnya air karena anfo dapat larut dalam air. Suatu penelitian memperlihatkan bahwa anfo yang mengandung 10% air (dalam satuan berat) dapat menurunkan kecepatan detonasi hingga 42% (lihat gambar 2.18). Akibat penurunan kecepatan detonasi anfo yang sangat tajam akan mengurangi energy ledak secara drastis atau bahkan tidak akan meledak sama sekali. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 37 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.20 Penurunan kecepatan detonasi anfo akibat kandungan air c. Tekanan Detonasi Tekanan detonasi adalah tekanan yang terjadi disepanjang zona reaksi peledakan hingga terbentuk reaksi kimia seimbang sampai ujung bahan peledak yang disebut dengan bidang chapman-Jiuguet (C-J plane) (lihat gambar di bawah). Gambar 2.21 Proses terbentuknya tekanan detonasi Umumnya mempunyai satuan MPa. Tekanan ini merupakan fungsi dari kercepatan detonasi dan densitas bahan peledak. Dari penilitian Cook menggunakan foto sinar-x diperoleh formulasi tekanan detonasi sebagai berikut : Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 38 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Persamaan 2.2 Tekanan detonasi Dimana, PD = tekanan detonasi, kPa ρe = densitas handak, gr/cc VoD = kecepatan detonasi, m/s Anfo dengan densitas 0.85 gr/cc dan kecepatan detonasi (VoD) 3.700 m/s, bila dihitung dengan cara di atas, akan memiliki tekanan detonasi (PD) = 2.900 Mpa. d. Tekanan Pada Lubang Ledak Gas hasil detonasi bahan peledak akan memberikan tekanan terhadap dinding lubang ledak dan terus berekspansi menembus media untuk mencapai keseimbangan. Keseimbangan tekanan gas tercapai setelah gas tersebut terbebaskan, yaitu ketika telah mencapai udara luar. Biasanya tekanan gas pada dinding lubang ledak sekitar 50% dari tekanan detonasi. Volume dan laju kecepatan gas yang dihasilkan peledakan akan mengontrol tumpukan dan lemparan fragmen batuan (lihat gambar 2.19). Makin besar tekanan pada dinding lubang ledak akan menghasilkan jarak lemparan tumpukan hasil peledakan semakin jauh. Gambar 2.22 Gerakan batuan akibat tekanan gas hasil peledakan Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 39 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 2.4.5 Jenis dan Tipe Bahan Peledak Industri A. Agen Peledakan (Blasting Agent) Agen peledakan adalah campuran bahan-bahan kimia yang tidak diklarifikasikan sebagai bahan peledak, di mana campuran tersebut terdiri dari bahan bakar (fuel) dan oksida. Pada udara terbuka, agen peledakan tersebut tidak dapat diledakan oleh detonator std. 8. Keuntungan agen peledakan adalah aman dalam pengangkutan, penyimpanan, dan penanganan murah. Agen peledakan mempunyai ketahanan terhadap air buruk atau mudah larut dalam air, kecuali sudah diubah bentuk menjadi watergel. Sangat sukar menentukan secara tepat sifat agen peledakan karena sifat tersebut akan berubah tergantung dari ukuran butir bahan, densitas, kondisi air dan jumlah primer. a. Ammonium Nitrate Ammonium Nitrate merupakan bahan dasar yang berperan sebagai penyuplai oksida pada bahan peledak. Berwarna putih seperti garam dengan titik lebur sekitar 160.6o. Ammonium Nitrate adalah zat penyokong proses pembakaran yang sangat kuat, namun ia sendiri bukan zat yang mudah terbakar dan bukan pula zat yang berperan sebagai bahan bakar sehingga pada kondisi biasa tidak dapat terbakar. Sebagai penyuplai oksigen, maka apabila suatu zat mudah terbakar dicampur dengan AN akan memperkuat intensitas proses pembakaran dibandingkan dengan bila zat yang mudah terbakar tadi di bakar pada kondisi normal. Udara normal hanya mengandung 21%, Sedangkan AN mencapai 60%. Ammonium Nitrate tidak digolongkan ke dalam bahan peledak, namun bila dicampur atau diselubungi oleh hanya beberapa persen saja zat-zat yang mudah terbakar, misalnya bahan bakar (solar), serbuk batu bara maka akan memiliki sifat-sifat bahan peledak dengan sensitifitas rendah. Gambar 2.23 Ammonium Nitrate Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 40 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan b. ANFO Anfo adalah singkatan dari ammonium nitrate (AN) sebagai zat pengoksida dan fuel oil (FO) sebagai bahan bakar. Setiap bahan bakar berunsur karbon, baik berbentuk serbuk maupun cair, dapat digunakan sebagai pencampur dengan segala keutungan dan kerugiannya. Pada tahun 1950 di Amerika masih menggunakan serbuk batu bara sebagai bahan bakar dan sekarang sudah diganti dengan bahan bakar minyak, khususnya solar. Bila menggunakan serbuk batu bara sebagai bahan bakar, maka diperlukan persiapan terlebih dahulu agar diperoleh serbuk batu bara dengan ukuran seragam, beberapa kelemahan menggunakan serbuk batu bara sebagai bahan bakar, yaitu : • Preparasi membuat bahan peledak anfo menjadi mahal • Tingkat homogenitas campuran antara serbuk batu bara dengan AN sulit dicapai • Sensitifitas kurang dan • Debu serbuk batu bara berbahaya terhadap pernapasan pada saat dilakukan pencampuran. Menggunakan bahan bakar minyak selain solar misalnya minyak tanah atau bensin dapat juga dilakukan, namun beberapa Kelemahan harus dipertimbangkan, yaitu : • Akan menambah derajat sensitifitas, tapi tidak memberikan penambahan kekuatan yang berarti. • Mempunyai titik bakar rendah, sehingga akan menimbulkan resiko yang sangat berbahaya ketika dilakukan pencampuran dengan AN atau pada saat operasi pengisian ke dalam lubang ledak. Penggunaan solar sebagai bahan bakar lebih menguntungkan dibandingkan dengan jenis FO yang karena beberapa alasan, yaitu : • Harganya relatif murah, • Pencampuran dengan AN lebih mudah untuk mencapai derajat hemogenitas • Karena solar mempunyai viskositas relatif lebih besar dibandingkan dengan FO cair lainnya, maka solar tidak menyerap ke dalam butiran AN tetapi hanya menyelimuti bagian permukaan butiran AN saja. • Karena viskositas itu pula menjadikan ANFO bertambah densitinya. Komposisi bahan bakar yang tepat adalah 5.7% atau 6%, dapat dimaksimumkan kekuatan bahan peledak dan meminimumkan fumes. Artinya pada komposisi ANFO yang tepat Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 41 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan dengan AN = 94,3% dan FO = 5.7% akan diperoleh zero oxygen balance. Kelebihan FO akan menghasilkan reaksi peledakan dengan konsentrasi CO berlebih, sedangkan kekurangan FO akan menambah jumlah NO2 . Gambar 2.24 Hubungan % FO dan % RWS bahan peledak anfo Untuk mempermudah dalam menentukan kebutuhan FO dapat menggunakan tabel sebagai berikut : Tabel 2.7 Jumlah kebutuhan FO untuk memperoleh ANFO Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 42 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan c. Bahan peledak berbasis emulsi Bahan peledak emulsi banyak diproduksi dengan nama yang berbeda-beda, saat ini pemakaian bahan peledak emulsi cukup luas diberbagai penambangan bahan galian, baik pemakaian dalam bentuk kemasan cartridge maupun langsung menggunakan truck mobile Mixer Unit (MMU) ke lubang ledak. 2.25 Pola Urutan produksi emulsi Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 43 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.26 Emulsi Cartridge eks Dahana 2.4.6 Perlengkapan Peledakan Perlengkapan peledakan merupakan bahan-bahan pembantu peledakan yang habis pakai. Adapun perlengkapan peledakan adalah sebagai berikut : A. Tipe dan Jenis Detonator Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau primer. Detonator disebut dengan blasting capsule atau blasting cap. Adapun pengelompokkan jenis detonator didasarkan atas sumber energi pemicunya, yaitu api, listrik, dan benturan (impact) yang mampu memberikan energi panas didalam detonator, sehingga detonator meletup dan rusak. Spesifikasi fisik dari detonator secara umum sebagai berikut: • Bentuk : tabung silinder • Diameter : 6 – 8 mm • Tinggi : 50 – 90 mm • Bahan selubung luar : terbuat dari alumunium, tembaga • Jenis detonator biasa : salah satu ujung tabung terbuka • Jenis detonator listrik : pada salah satu ujung tabung terdapat dua kawat • Jenis detonator nonel : pada salah satu ujung tabung terdapat sumbu nonelectric (nonel) terbuat dari plastik. • Muatan detonator semua jenis detonator berisi bahan peledak kuat (high explosive) dengan jumlah tertentu yang menentukan kekuatannya dan bahan penimbul panas. : Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 44 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Seperti telah diuraikan di atas bahwa setiap tabung detonator bermuatan bahan peledak kuat. Terdapat dua jenis muatan bahan peledak di dalam detonator yang masing-masing fungsinya berbeda, yaitu : 1) Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka (sensitif). Fungsinya adalah menerima efek panas dengan sangat cepat dan meledak menimbulkan gelombang kejut. 2) Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak kuat dengan VoD tinggi. Fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan meledak dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar tersebut. Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian dasarnya dan diidentifikasi sebagai berikut (dari ICI Explosive): Ö detonator No. 6 = 0,22 gr PETN (Penta Erythritol Tetra Nitrate) Ö detonator No. 8 = 0,45 gr PETN Ö detonator No. 8* = 0,80 gr PETN Jadi daya ledak detonator No. 8 lebih kuat dibanding detonator No. 6. Kadang-kadang diproduksi juga detonator No. 4, yang berarti kandungan PETN lebih kecil dari 0,22 gr, untuk keperluan tertentu. Disamping pengelompokkan detonator berdasarkan energi pemicunya, detonator pun dikelompokkan berdasarkan waktu meledaknya, yaitu: Ö Instantaneous detonator adalah detonator yang meledak langsung setelah sumber energi menginisiasi isian primer dan sekunder; dan Ö delay detonator adalah detonator yang dapat menunda sumber energi beberapa saat, yaitu antara puluhan millisekon sampai sekon atau detik, untuk meledakan isian primer dan sekunder. a. Detonator Biasa (Plain Detonator) Merupakan detonator yang pertama kali dipergunakan untuk keperluan peledakan, baik industri maupun militer. Ukuran tabung detonator biasa adalah diameter 6,40 mm dan panjang 42 mm dengan bagian-bagian sebagai berikut (lihat Gambar): 1) Ramuan pembakar (ignition mixture) terbuat dari bahan yang mudah terbakar dan berfungsi untuk meneruskan api dari sumbu bakar. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 45 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 2) Isian utama berupa bahan peledak kuat dengan kepekaan tinggi, biasanya ASA, yaitu campuran lead azide atau lead stypnate dan aluminium, sehingga seketika setelah menerima panas dari ramuan pembakar, maka isian utama ini akan meledak dan menimbulkan gelombang kejut. 3) Isian dasar berupa bahan peledak kuat dengan VoD tinggi yang akan terinisiasi oleh gelombang kejut isian primer. Karena isian dasar ini mempunyai VoD tinggi, akan mampu meledakan bahan peledak peka detonator sebagai primer. Kandungan isian dasar bisa PETN atau TNT (Tri Nitro Toluene). 4) Tabung silinder terbuat dari bahan tembaga atau aluminium yang mudah rusak apabila terkena ledakan. 5) Ruang kosong separuh lebih ketinggian detonator disediakan untuk menyisipkan sumbu bakar atau sumbu api atau safety fuse, karena umum-nya jenis detonator biasa ini selalu dikombinasikan dengan sumbu api. tabung silinder isian dasar (shell) (base charge) ramuan pembakar (Ignition mixture) isian utama (primer charge) ruang kosong disediakan untuk sumbu bakar (safety fuse) Gambar 2.27 Sketsa gambar penampang detonator biasa Detonator biasa selalu dipakai atau dikombinasi dengan sumbu api atau sumbu bakar atau safety fuse apabila akan digunakan untuk meledakan bahan galian. Apabila peledakan dengan detonator listrik tidak memungkinkan, maka akan aman mengunakan detonator biasa. Beberapa hal yang wajib diperhatikan di dalam menangani detonator biasa agar terjamin keselamatan kerjanya adalah: 1) Detonator tidak boleh diperlakukan kasar, misalnya dilempar atau dipukul-pukul 2) Periksa apakah ada benda masuk ke dalam atau menyumbat detonator 3) Isian detonator tidak boleh dikorek-korek atau dipadatkan 4) Detonator dilarang dipanaskan, senantiasa ada dalam kotaknya dan hanya diambil pada saat akan disambung dengan sumbu api Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 46 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 5) Hindarkan detonator agar tidak kemasukan air 2.28 Kemasan detonator biasa (ICI explosives, 1988) Saat ini penggunaan detonator biasa untuk kegiatan peledakan utama pada penambangan terbuka dan bawah tanah sudah berkurang karena tersaingi keunggulannya oleh detonator listrik dan nonel. Sampai tahun 1960-an peledakan bahan galian menggunakan detonator biasa masih intensif, baik pada tambang terbuka maupun bawah tanah, dengan menerima segala kelemahannya. b. Detonator Listrik Kandungan isian pada detonator listrik sama dengan pada detonator biasa yang membedakan keduanya adalah energi panas yang dihasilkan. Pada setiap detonator listrik akan selalu dilengkapi dengan dua kawat yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan detonator tersebut. Nama kawat tersebut adalah leg wire. Ujung kedua kawat di dalam detonator listrik dihubungkan dengan kawat halus (bridge wire) yang akan memijar setelah ada hantaran listrik. Pada Gambar terlihat bahwa kawat halus diselubungi oleh ramuan pembakar yang secara keseluruhan disebut fusehead. Apabila pijar dari kawat halus terbentuk, maka ramuan pembakar langsung terbakar dan timbul energi panas dalam ruang detonator. Mekanisme peledakan selanjutnya sama seperti pada detonator biasa. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 47 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan plastik selubung kabel plastik selubung kabel penyumbat penyumbat fusehead : - kawat halus yang memijar - ramuan pembakar tabung silinder isian utama fusehead elemen waktu tunda tabung silinder isian utama isian dasar a. isian dasar b. Gambar 2.29 Sketsa penampang detonator listrik Keuntungan pemakaian detonator listrik dibanding detonator biasa adalah: 1) Jumlah lubang yang dapat diledakkan sekaligus relatif lebih banyak 2) Dengan adanya elemen tunda dalam detonator, pola peledakan menjadi lebih bervariasi dan arah serta fragmentasi peledakan dapat diatur dan diperbaiki 3) Penanganan lebih mudah dan praktis Sedangkan kelemahannya terutama dipandang dari sudut keselamatan kerja peledakan sebagai berikut: 1) Tidak boleh digunakan pada cuaca mendung apalagi disertai kilat, karena kilatan dapat mengaktifasi aliran listrik, sehingga terjadi peledakan premature. 2) Pengaruh gelombang radio, televisi, dan “arus liar” atau stray currents dan listrik statis (static electricity) dari dalam bumi serta arus listrik lainnya dapat pula mengaktifasi aliran listrik pada detonator 3) Membutuhkan peralatan peledakan khusus listrik, yaitu sumber arus listrik, alat penguji tahanan, dan peralatan listrik lainnya yang tentunya ada biaya yang harus dikeluarkan. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 48 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Panjang legwire bervariasi, sehingga dapat disesuaikan dengan kedalaman lubang ledak. Hindari adanya sambungan kawat di dalam lubang ledak. Kalaupun terpaksa sambungan harus dibuat di dalam lubang ledak, yaitu legwire disambung connecting wire, maka sambungan harus diisolasi dengan benar agar air dalam lubang ledak tidak meresap ke dalam kawat tersebut. Apabila hal tersebut terjadi akan menimbulkan arus pendek yang hasilnya adalah ledakan prematur atau gagal ledak. Tahanan listrik setiap detonator bervariasi sesuai dengan panjang legwire, tetapi biasanya : Ö sekitar 1,5 ohm untuk panjang legwire 1,8 m, dan Ö sekitar 2,0 ohm untuk panjang legwire 3,6 m. Kekuatan arus minimal yang harus dihantarkan untuk meledakan detonator antara 1 – 1,5 amper, sehingga apabila terdapat arus liar yang kekuatannya kurang dari batasan arus tersebut diyakinkan detonator tidak meledak. Ditinjau dari tenggang waktu peledakan setelah arus menimbulkan pijar maksimum, maka detonator listrik dikelompokkan pada detonator langsung (instantaneous detonator) dan detonator tunda (delay detonator). Berikut penjelasan lebih lanjut tentang detonator listrik langsung dan detonator listrik tunda : • Detonator Listrik Langsung Gambar 2.19.a adalah detonator listrik langsung yang memperlihatkan bagian dalam dari detonator tersebut. Dari Gambar terlihat mekanisme peledakan detonator setelah terjadi kontak listrik dari sumber listrik. Seketika setelah pijar terbentuk, maka energi panas akan membakar ramuan pembakar, sehingga fusehead menjadi merah membara dan memanasi ruang detonator yang tersisa. Energi panas dari ruang tersebut menjadi pemicu meledaknya isian utama, kemudian isian dasar dan secara keseluruhan detonator meledak. Urutan proses tersebut di atas berlangsung sangat cepat seolah-olah tidak ada jeda waktu antara dari kawat halus berpijar sampai isian dasar atau detonator meledak. Detonator listrik langsung ini umumnya dipakai untuk pola peledakan yang hanya satu baris dan jumlah primer di dalam kolom luang ledak hanya ada satu primer saja. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 49 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.30 Detonator Listrik Langsung • Detonator Listrik Tunda Mekanisme pembentukan energi panas mulai dari memijarkan kawat halus sampai ramuan pembakar terbakar dan fusehead membara adalah sama dengan pada detonator langsung. Selanjutnya adalah, lihat pada Gambar 4.1.b, energi panas di dalam ruang detonator yang tersisa tidak langsung memicu peledakan isian utama, tetapi energi panas tersebut dirambat-kan beberapa saat melalui media elemen tunda (delay element) sampai akhirnya menyentuh isian utama. Selanjutnya proses peledakan detonator sama seperti pada detonator listrik langsung. Sebagai elemen tunda bisa berbentuk media logam penghantar panas yang waktunya sudah terukur atau berbentuk serbuk kimiawi yang juga penghantar panas dan sudah diukur lama kecepatan rambatnya. Panjang-pendek elemen tunda menentukan harga waktu tundanya dan sekaligus memberi kenampakan fisik detonator secara menyeluruh, yaitu ada detonator yang lebih panjang atau lebih pendek dari lainnya. Gambar 2.31 Detonator listrik tunda (Dahana) Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 50 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Terdapat tiga macam waktu tunda dalam detonator listrik, yaitu halfsecond, quartersecond dan millisecond. Tabel 2.8 adalah contoh interval waktu tersebut dan interval waktu terkecil dalam peledakan adalah 25 ms, sehingga selang waktu menjadi 25, 50, 75, 100, 125 ms, dan seterusnya. Interval waktu tunda pada detonator Halfsecond ½ 1 1½ 2 Quartersecond sekon = 500 ms sekon = 1000 ms sekon = 1500 ms sekon = 2000 ms dan seterusnya ¼ ½ ¾ 1 sekon = 250 ms sekon = 500 ms sekon = 750 ms sekon = 1000 ms dan seterusnya Millisecond (ms) sekon = 1 ms sekon = 25 ms 50 1000 sekon = 50 ms 100 1000 sekon = 100 ms 1 1000 25 1000 dan seterusnya Tabel 2.8 Interval waktu tunda pada detonator Umumnya harga waktu tunda nominal tidak disebutkan, tapi yang dtunjukan pada delay tag hanya nomor, misalnya nomor 0, 1, 2, 3, dan seterusnya. Untuk menterjemahkan nomor tersebut lihat dahulu sistem waktu tunda yang terdapat pada detonator atau kotak detonator. Apabila sistem waktu tundanya ms, maka nomor 0 artinya langsung (instantaneous), nomor 1 = 25 ms, nomor 2 = 50 ms, dan seterusnya. Kadang-kadang tidak tepat benar kelipatannya, misalnya nomor 10 seharusnya sama dengan 250 ms, tetapi ada produsen menulisnya 300 ms. Hal tersebut jangan menjadi masalah karena nilai yang tertulis merupakan hasil uji mereka sebelum didistribusikan ke pengguna akhir. c. Detonator Non Listrik Detonator nonel (non-electric) dirancang untuk mengatasi kelemahan yang ada pada detonator listrik, yaitu dipengaruhi oleh arus listrik liar, statis, dan kilat serta air. Akhirnya diketemukan suatu proses transmisi signal energi rendah gelombang kejut menuju detonator tanpa mempengaruhi bahan peledak yang digunakan. Transmisi signal terjadi di dalam suatu sumbu (tube) berdiameter 2 – 3 mm terbuat dari semacam lapisan plastik yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan material reaktif yang sangat tipis. Ketika inisiasi dilakukan, signal energi rendah tersebut bergerak disepanjang sumbu yang kecepatan propagasinya enam kali kecepatan suara (2000 m/s). Fenomena gelombang kejut tersebut, yang sama dengan ledakan debu pada tambang batu bara bawah tanah, merupakan rambatan gelombang ke segala arah, saling membentur dan menikung di bagian dalam Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 51 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan sumbu. Bagian luar sumbu tidak rusak oleh gerakan gelombang kejut yang tidak beraturan tadi karena jumlah reaktif material didalamnya hanya sedikit (satu lapis). (1) Cara Menginisiasi Sumbu Nonel Satu ruas “sumbu nonel” (nonel tube) disebut juga “sumbu signal” terinisiasi secara langsung (instantaneous), kecuali sudah dipasang detonator tunda oleh pabrik pembuatnya. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menginisiasi atau menyulut sumbu nonel, yaitu: 1) menggunakan satu detonator, baik detonator biasa atau listrik, 2) menggunakan sumbu ledak (detonating cord), atau 3) menggunakan starter non-electric yang dinamakan shotgun atau shotfirer. (2) Komponen utama satu set detonator nonel Detonator nonel diterima konsumen sudah dengan sumbu signalnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Komponen utama satu set detonator nonel adalah sebagai berikut: a. Sumbu Nonel Berfungsi sebagai saluran signal energi menuju detonator tunda. Sumbu ini mempunyai panjang yang berbeda, sehingga pemilihannya harus disesuaikan dengan kedalaman lubang ledak. Pada bagian ujung sumbu dipres atau ditutup yang disebut dengan ultrasonic seal. Jangan coba-coba memotong ultrasonic seal ini karena uap air akan masuk kedalam sumbu dan dapat menyebabkan gagal ledak. Sumbu nonel terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan dalam yang masing-masing berfungsi sebagai berikut (lihat Gambar 2.32): o Lapisan luar : untuk ketahanan terhadap goresan dan perlindungan terhadap ultra violet o Lapisan tengah: untuk daya regang dan ketahanan terhadap zat kimia o Lapisan dalam: menahan bahan kimia reaktif, yaitu jenis HMX atau octahydrotetranitrotetrazine dan aluminium, pada tempatnya. HMX bersuhu stabil dan memiliki densitas serta kecepatan detonasi yang tinggi. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 52 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Lapisan luar Lapisan tengah Lapisan dalam HMX satu layer Gambar 2.32 Bagian-bagian sumbu nonel Secara keseluruhan sumbu nonel terbuat dari plastik dengan kualitas terseleksi, sehingga: • tidak sensitif terhadap energi listrik dan transmisi radio, • tidak terinisiasi oleh api, pukulan atau gesekan, • gelombang kejut dengan gas yang panas diperlukan untuk inisiasi, • sumbu dapat saling menyilang tanpa menginisiasi atau merusak sumbu lainnya b. Detonator nonel Yang berkekuatan nomor 8. Komponen utama dalam detonator nonel sama dengan detonator listrik yang membedakannya hanya pada mekanisme pembentukan energi panasnya (lihat Gambar 2.29). o Label tunda, yaitu label dengan warna tertentu yang menandakan tipe priode tunda halfsecond, quartersecond, atau millisecond dan waktu nominal ledaknya (lihat Gambar 2.34). o “J” hook, adalah alat untuk menyisipkan detonating cord. Fasilitas ini tidak selalu ada atau modelnya yang berbeda (lihat Gambar 2.34). Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 53 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan tabung alumunium elemen transisi penyumbat anti-statis pelapis baja isian dasar isian utama sumbu nonel elemen tunda plug penutup tidak tembus air Gambar 2.33 Bagian dalam detonator nonel sumbu nonel label tunda “J” hook Gambar 2.34 ‘J’ Hook dan label tunda pada detonator nonel (ICI explosives, 1988) c. Waktu Tunda Detonator Nonel Penentuan waktu tunda detonator nonel lebih bervariasi karena pemasangannya dapat dilakukan di dalam lubang ledak dan di permukaan, yaitu: 1) di dalam lubang ledak disebut in-hole delay atau waktu tunda dalam lubang, yaitu sekuen waktu meledaknya bahan peledak dari setiap lubang ledak, 2) di permukaan disebut trunkline delay atau waktu tunda permukaan, yaitu sekuen waktu tunda antar lubang di permukaan. Oleh sebab itu, produsen bahan peledak membuat detonator nonel yang khusus untuk di permukaan maupun di dalam lubang ledak. Bentuk detonator nonel di dalam lubang ledak tidak dilengkapi dengan slot penjepit, sementara untuk yang di permukaan dilengkapi Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 54 Dasar-D Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan dengan n slot penjeepit yang berrfungsi untuuk menyambbung antar ssumbu nonel atau dengaan sumbuu ledak, lihatt gambar. Label tunda sumbu nonel a La abel tunda detonatorr b Gam mbar 2.35 Dettonator nonel dalam lubang g ledak atau iin-hole-delay Bunch block De etonator d delay su umbu nonel Gaambar 2.36 Detonator D noneel di permukaaan atau trunkline delay d deetonator di dalam d lubanng Waktuu tunda detoonator di peermukaan leebih kecil dibanding ledak, artinya dettonator di permukaan p hharus meleddak terlebih dahulu unttuk mengiriim signal ke detonatoor di dalam luubang. umbu dan Penyambung P g Pada Peledakan B. Su Pada peledakan tidak terleepas dari ssumbu dan penyambunng, berikut sumbu daan mbung yangg digunakan dalam peleddakan : penyam Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan a. Lead In Line atau Extendaline Adalah alat penyambung yang dirancang untuk menghubungkan rangkaian sistem peledakan nonel dengan alat pemicu ledak. ICI-Explosives menamakannya Primadet Leadin Line, sedangkan Nitro Nobel menyebutnya Extendaline atau bisa dinamakan “sumbu nonel utama”. Bentuk lead-in line sama dengan sumbu nonel dan berfungsi sebagai penginisiasi utama rangkaian peledakan. Salah satu ujung lead-in line dihubungkan ke pemicu ledak nonel (shotgun), sedangkan ujung lainnya dilengkapi dengan detonator nonel instantaneous yang terletak didalam blok plastik. Penyambung ini dilarang digunakan untuk menyambung antar lubang (trunkline) atau sebagai sumbu di dalam lubang (downline). In Spesifikasi umum lead-in line atau extendaline sebagai berikut: Ö Sumbu : sumbu nonel standar untuk permukaan Ö Diameter sumbu : 3 mm (eksternal) Ö Panjang sumbu : 100 m – 3000 m (dikemas dalam rol) Ö Kecepatan detonasi : 2100 ± 300 m/s a. Extendaline 3000 m (Dyno Nobel) b. Primadet lead-in line60 m (ICI Explosives) Gambar 2.37 Lead-in line atau extendaline b. Sumbu Api (Safety Fuse) Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api dengan kecepatan tetap. Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan pembakar di dalam detonator biasa (plain detonator), sehingga dapat meledakan isian primer dan isian dasarnya. Bagian inti dari sumbu api berupa blackpowder yang tergolong bahan peledak lemah dan dibungkus oleh tekstil serta dilapisi material kedap air, misalnya aspal atau plastic. Fungsi dari pembungkus adalah : Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 56 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 1) Menjaga blackpowder dari air, minyak, atau zat lain yang dapat mempengaruhi laju pembakarannya 2) Menjaga sumbu dari kerusakan mekanis agar dapat mempertahankan fleksibilitasnya 3) Untuk menjaga energy tidak berubah akibat dari luar sumbu hingga api sampai ke bahan peledak dalam detonator Sumbu api terbakar dengan kecepatan rambat yang terkontrol, sehingga panjang sumbu api yang telah ditentukan ekuivalen dengan interval waktu tertentu pula. Penting untuk diingat bahwa sumbu terbakar pada bagian intinya, yaitu tempat blackpowder berada dan tidak dengan pembungkusnya. Pembungkus mungkin saja terbakar tanpa terlebih dahulu bagian inti terbakar. Kecepatan rambat sumbu api yang biasa diperdagangkan adalah: 1. Ketentuan di Amerika adalah 130 ±10 detik per meter bila terletak di daerah permukaan laut 2. Ketentuan di Eropa 120 ±10 detik per meter pada kondisi yang sama dengan di atas 3. Ketentuan di Australia 100 ±10 detik per meter pada kondisi sama dengan di atas Pembuatan sumbu api di ICI Explosive Australia selalu diupayakan mempunyai kecepatan rambat 60 cm/menit agar sesuai ketentuan pemerintahnya. Sumbu api harus disimpan di gudang yang sejuk, kering dan mempunyai ventilasi yang baik yang dapat mempertahankan suhu ruang antara 20° – 25° C dengan kelembaban relatif rendah. Sumbu api dipasarkan dalam bentuk gulungan (coil) untuk yang pendek atau menggunakan rol bila panjang sumbunya mencapai 250 m atau lebih (lihat Gambar 2.38) ICI Explosive memproduksi sumbu api dengan beberapa spesifikasi yang berbeda disesuaikan dengan kecocokan lokasinya sebagai berikut: Ö RED LABEL kecepatan rambat 95,00 – 98,49 detik per meter, Ö GREEN LABEL kecepatan rambat 98,50 – 101,49 detik per meter Ö YELLOW LABEL kecepatan rambat 101,50 – 104,49 detik per meter Sumbu api berkecepatan rambat tinggi, yaitu Yellow Label, digunakan pada penambangan terbuka dan quarry serta segala kegiatan peledakan di permukaan. Untuk tambang bijih disarankan untuk memakai sumbu api baik Red maupun Green Label. Sudah dapat dipastikan bahwa sumbu api memang dirancang untuk melengkapi detonator biasa, yaitu berfungsi sebagai penyuplai energi api atau panas. Perlu diperhatikan bahwa detonator biasa hanya diambil dari kotaknya apabila penyambungan akan dilaksanakan Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 57 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan sumbu ledak sudah disiapkan. Untuk penyambungan ini diperlukan alat penjepit atau crimper agar kedua sambungan tersebut agar tidak lepas. Tahapan pemasangannya adalah (lihat Gambar 2.39): a. gulungan sumbu api 12,5 m b. rol sumbu api 12,5 m Gambar 2.38. Gulungan sumbu api 12,5 m dan dalam kemasan rol 250 m (ICI Explosives, 1988) Ö Potong sumbu api tegak lurus sesuai dengan panjang yang diperlukan Ö Ambil detonator secara hati-hati dari kotaknya Ö Sisipkan ujung sumbu api yang baru dipotong tepat kedalam detonator sedalam mungkin sampai menyentuh bagian dalam detonator (ramuan pembakar) dengan cara mendorong, tapi jangan sekali-kali ditekan atau diputar (Gambar 2.36.a) Ö Jepit mulut detonator dengan crimper yang akan mengurung sumbu api dengan sempurna (Gambar 2.36.b) dan hasilnya terlihat pada Gambar 2.36.c. Ö Celupkan seluruh detonator dan sumbu api sepanjang 25 mm ke dalam larutan penyebab kedap air (waterproofing compound) Ö Hindarkan dari tekanan atau terkena panas pada ujung detonator yang tertutup Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 58 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Ö Cramper Ö Ö Ö Ö Ö Ö Ö a Ö c b Ö Gambar 2.39 Cara pemasangan sumbu api ke detonator biasa Cara pemotongan sumbu api harus benar, yaitu pada salah satu ujung dipotong miring dan ujung yang lainnya tegak lurus (Gambar 2.37). Ujung yang dipotong tegak lurus masuk ke dalam detonator dan diusahakan blackpowder bersentuhan dengan ramuan pembakar agar transfer rambatan api berjalan baik. Sementara pada ujung sumbu api yang dipotong miring akan mempermudah penyulutan bagian ujung yang dipotong tegak lurus bagian ujung yang dipotong miring SUMBU API Blackpowder dibakar blackpowder bersentuhan dengan ramuan pembakar dalam detonator Gambar 2.40 Cara pemotongan dan penyulutan sumbu api c. Sumbu Ledak (Detonating Cord) Berbagai nama untuk sumbu ledak yang dikenal di lapangan antara lain detonating cord, detonating fuse, atau cordtex. Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan peledak kuat dengan kecepatan rambat sekitar 6000 – 7000 m/s. Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6 – 70 gr/m. Namun, yang sering digunakan adalah sumbu ledak dengan isian PETN 3,6 gr/m Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 59 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan atau 5 gr/m karena akan mengurangi kerusakan stemming dan bahan peledak serta pengaruh air blast. Berbagai nama untuk sumbu ledak yang dikenal di lapangan antara lain detonating cord, detonating fuse, atau cordtex. Sumbu ledak adalah sumbu yang pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan peledak kuat dengan kecepatan rambat sekitar 6000 – 7000 m/s. Komposisi PETN di dalam tersebut bervariasi dari 3,6 – 70 gr/m. Namun, yang sering digunakan adalah sumbu ledak dengan isian PETN 3,6 gr/m atau 5 gr/m karena akan mengurangi kerusakan stemming dan bahan peledak serta pengaruh air blast. Bagian-bagian dari sumbu ledak terdiri dari lapisan pembungkus dan pelindung PETN berupa serat nylon, plastic, dan anyaman paraffin atau plastik seperti terlihat pada Gambar 2.38. Serat nylon akan meningkatkan ketahanan terhadap air, tarik, abrasi, dan memudahkan pengikatan. Anyaman tekstil sintetis Selubung plastik Serat nylon PETN Inti katun Gambar 2.41 Bagian-bagian sumbu ledak 2.4.7 Primer dan Booster Primer adalah suatu istilah yang diberikan pada bahan peledak peka detonator, yaitu bahan peledak berbentuk cartridge berupa pasta atau keras, yang sudah dipasang detonator yang diledakan di dalam kolom lubang ledak. Proses peledakan di dalam kolom lubang ledak sebagai berikut: Ö setelah alat pemicu ledak menginisiasi detonator, maka cartridge akan meledak, Ö meledaknya cartridge atau primer akan memberikan energi cukup kuat untuk menginisiasi bahan peledak utama disepanjang kolom lubang ledak. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 60 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Terdapat tiga tempat atau titik untuk meletakan primer di dalam kolom lubang ledak (lihat Gambar 2.42), yaitu: 1) dibagian dasar bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut bottom priming, 2) dibagian tengah bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut deck atau middle priming, 3) dibagian atas bahan peledak dalam kolom lubang ledak, disebut top atau collar priming, Energi peledakan cenderung menurun seiring dengan semakin jauhnya jarak propagasi energi tersebut dengan titik lokasi primer (lihat Gambar 2.43.b). Untuk mempertahankan energi tetap pada kekuatan maksimum dapat ditambahkan booster di dalam kolom lubang ledak. Booster tersebut akan terinisiasi oleh ledakan bahan peledak utama yang melaluinya, sehingga bahan peledak utama yang belum terinisiasi di bagian atasnya akan meledak dengan kekuatan energi relatif sama dengan bahan peledak sekitar primer. Dengan demikian booster dapat didefinisikan sebagai bahan peka detonator yang dimasukkan ke dalam kolom lubang ledak berfungsi sebagai penguat energi ledak (Gambar 2.43.a). Dari detonator bisa berupa: - Kabel listrik ; - Sumbu Ledak - Sumbu nonel ; - Sumbu Api Penyumbat (stemming) Kolom lubang ledak Bahan peledak utama (Primary Charge) DECK (MIDDLE) PRIMING TOP (COLLAR) PRIMING BOTTOM PRIMING Gambar 2.42 Posisi primer di dalam kolom lubang ledak Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 61 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 5300 Inisiator Bahan peledak utama (Primary Charge) BOOSTER BOTTOM PRIMING Kecepatan detonasi ANFO, m/s Penyumbat (stemming) Kurva A 4640 3980 B 3320 C Diam. primer, Tekanan detonasi inci primer, kbars A B C D 240 3 2 12 2 1 240 240 240 Konstan 2660 D 2000 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Jarak dari primer, cm a. Perbedaan booster dan primer dalam kolom lubang ledak b. Karakter energi peledakan ANFO dengan variasi diameter primer (Junk,1968) Gambar 2.43. Perbedaan booster dan primer serta karakter energi ledak ANFO A. Pembuatan Primer Pembuatan primer umumnya dilakukan dengan cara memasang detonator atau sumbu ledak ke dalam cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator. Cara pembuatannya bisa dilakukan manual atau sudah disiapkan khusus dari pabrik pembuat bahan peledak. Detonator yang digunakan untuk membuat primer bisa detonator biasa, listrik atau nonel. a. Pembuatan primer menggunakan detonator biasa Detonator biasa yang dipakai adalah detonator yang telah dipasang sumbu api. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (lihat Gambar 2.44): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator dan buka pembungkus pada salah satu ujungnya, kemudian buatlah lubang kira-kira sedalam 6 cm ditengah-tengah cartridge yang telah dibuka pembungkus-nya memakai penusuk kayu 2) Sisipkan detonator biasa yang sudah dilengkapi sumbu api ke dalam lubang sedemikian rupa sehingga detonator terbenam seluruhnya ke dalam cartridge 3) Tutup kembali pembungkusnya seperti semula dan ikat dengan benang atau tali plastik. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 62 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 1) 3) Gambar 2.44 Pembuatan primer menggunakan detonator biasa 2) b. Pembuatan primer dengan menggunakan detonator listrk Terdapat dua cara yang disajikan untuk membuat primer dengan detonator listrik, yaitu cara ke 1 dan ke 2 seperti terlihat pada Gambar 2.45. Langkah-langkah cara ke 1 adalah sebagai berikut (Gambar 2.45.a): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang kira-kira sedalam 6 cm ditengah-tengah cartridge dengan atau tanpa dibuka pembungkusnya memakai penusuk kayu 2) Sisipkan detonator listrik ke dalam lubang sedemikian rupa sehingga detonator terbenam seluruhnya ke dalam cartridge 3) Lingkarkan legwire sekali atau dua kali ke sekitar cartridge, lalu kencangkan dan siap dimasukkan ke dalam lubang ledak. 4) Kedua ujung kawat detonator yang mengarah ke atas harus digabungkan untuk menghindari pengaruh arus listrik liar atau listrik statis. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 63 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan a. Cara ke 1 b. Cara ke 2 Gambar 2.45 Pembuatan primer menggunakan detonator listrik Untuk cara ke 2, pada prinsipnya sama dengan cara ke 1, perbedaannya terletak pada lubang tembus yang dibuat pada bagian samping cartridge. Melalui lubang ini disisipkan legwire, kemudian dilingkarkan ke badan cartridge dan dikencangkan oleh bagian legwire yang menuju ke atas (lihat Gambar 2.45.b). Setelah kencang primer siap dimasukkan ke dalam lubang ledak dan jangan lupa menggabungkan kedua ujung legwire yang mengarah ke atas. c. Pembuatan primer menggunakan sumbu ledak Membuat primer dengan sumbu ledak tidak diperlukan detonator sama sekali karena sumbu ledak bermuatan bahan peledak kuat, yaitu PETN. Sumbu ledak yang sering digunakan untuk keperluan peledakan pada penambangan bahan galian mengandung PETN 3,6 gr/m atau 5 gr/m. Terdapat dua cara yang umum digunakan untuk membuat primer dengan sumbu ledak, yaitu seperti terlihat pada Gambar 2.46. Cara ke 1 sebagai berikut (Gambar 2.46.a): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang tembus di bagian samping cartridge memakai penusuk kayu 2) Sisipkan sumbu ledak ke dalam lubang, kemudian ikatlah dengan cara pengikatan bunga cengkeh atau dapat pula diikat kuat menggunakan selotip dan siap dimasukkan ke dalam lubang ledak. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 64 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Cara ke 2 adalah sebagai berikut (Gambar 2.46.b): 1) Ambil cartridge bahan peledak kuat atau bahan peledak peka detonator, kemudian buatlah lubang tembus sepanjang badan cartridge dari atas ke bawah memakai penusuk kayu yang agak panjang 2) Sisipkan sumbu ledak ke dalam lubang, kemudian buatlah tali simpul di bagian bawah cartridge untuk menahan cartridge tidak jatuh. Primer siap dimasukkan ke dalam lubang ledak. a. Cara ke 1 b. Cara ke 2 Gambar 2.46 Pembuatan primer menggunakan sumbu ledak 2.4.8 Peralatan Peledakan Dalam peledakan tentu saja bukan hanya perlengkapan peledakan yang dibutuhkan tapi tentu saja membutuhkan peralatan peledakan. A. Alat Pemicu Peledakan Listrik Alat pemicu pada peledakan listrik dinamakan blasting machine (BM) atau exploder merupakan sumber energi penghantar arus listrik menuju detonator. Cara kerja BM pada umumnya didasarkan atas penyimpanan atau pengumpulan arus pada sejenis kapasitor dan arus tersebut dilepaskan seketika pada saat yang dikehendaki. Pengumpulan arus listrik dapat dihasilkan melalui : 1) Gerakan mekanis untuk tipe generator, yaitu dengan cara memutar engkol (handle) yang telah disediakan (contoh Gambar 2.47.a). Putaran engkol dihentikan setelah Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 65 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah maksimum dan siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang digunakan. 2) Melalui baterai untuk tipe kapasitor, yaitu dengan cara mengunakan kunci kearah starter dan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah terkumpul maksimum dan siap dilepaskan (Gambar 2.47.b). Arus yang dilepaskan harus dapat mengatasi tahanan listrik di dalam rangkaian peledakan. Untuk itu perlu diketahui benar kapasitas BM yang akan digunakan jangan sampai kapasitasnya lebih kecil dibanding tahanan listrik seluruhnya. Tahanan rangkaian listrik harus diukur atau dihitung terlebih dahulu dan harus dijaga jangan sampai terdapat kebocoran arus karena terdapat kawat terbuka yang berhubungan dengan tanah, air atau bahan lain yang bersifat konduktor. a. BEETHOVEN MK II A b. NISSAN F-3 Gambar 2.47 Tipe alat pemicu ledak listrik B. Alat Pemicu Peledakan Non-Listrik Alat pemicu non-listrik (nonel) dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu penyulut sumbu api dan pemicu nonel atau starter non-electric. Alat pemicu nonel (starter non-electric) dinamakan shot gun atau shot firer atau nonel starter. Seperti diketahui bahwa sumbu nonel mengandung bahan reaktif (HMX) yang akan aktif atau terinisiasi oleh gelombang kejut akibat impact. Alat pemicu nonel dilengkapi dengan peluru yang disebut shot shell primer dengan ukuran tertentu (untuk buatan ICI Explosives berukuran No. 209). Shot shell primer diaktifkan oleh pemicu, yaitu pegas bertekanan tinggi yang yang terdapat di dalam alat pemicu nonel. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 66 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Striker Barrel Shot shell primer a. Menyisipkan shot shell primer ke dalam barrel b. Menghentakkan kaki untuk menghasilkan impact Gambar 2.48 Alat pemicu buatan ICI Explosives C. Pengukur Tahanan (Blasting ohm meter) Alat pengukur tahanan kawat listrik untuk keperluan peledakan dibuat khusus untuk pekerjaan peledakan dan tidak disarankan digunakan untuk keperluan lain. Sebaliknya, alat pengukur tahanan yang biasa dipakai oleh operator listrik umum, yaitu multitester, dilarang digunakan untuk mengukur kawat pada peledakan listrik. Ruas kawat yang harus diukur tahanannya adalah seluruh legwire dari sejumlah detonator yang digunakan, connecting wire, bus wire, dan kawat utama. Dengan demikian jumlah tahanan seluruh rangkaian dapat dihitung dan voltage BM dapat ditentukan setelah arus dihitung. Cara pengukuran tahanan ruas kawat menggunakan blastometer (BOM) pada prinsipnya sama, hanya pada pengukuran legwire perlu ekstra hati-hati. Prosedur pengukuran adalah sebagai berikut: 1) Untuk kawat penyambung (connecting wire), bus wire, dan kawat utama: Ö Kedua ujung kawat dihubungkan pada sepasang terminal yang tersedia pada BOM, kemudian kencangkan. Ö BOM dikontakkan, biasanya dengan menekan tombol, sehingga jarum menunjukkan angka tertentu, yaitu nilai tahanan kawat tersebut. Ö Catat angkanya sebagai data hasil pengukuran tahanan 2) Untuk legwire pada detonator listrik: Ö Kedua ujung legwire dari detonator dihubungkan pada sepasang terminal yang tersedia pada BOM, kemudian kencangkan. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 67 Dasar-D Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan Ö BOM dikontakkan, d , biasanya dengan menekan m toombol, sehhingga jaruum menunju ukkan angka tertentu, yaaitu nilai tahanan legwirre dan kawatt pijar (bridgge wire) dii dalam deetonator terrsebut. Apaabila jarum tidak berggerak, berarrti detonato or rusak dan n jangan dip pakai, sebab b ada kemunngkinan kaw wat pijar dalaam fusehead d putus. Ö Bila jaruum bergerakk, catat angkkanya (biasaanya sekitarr 1,5 ohms) sebagai daata hasil pen ngukuran tah hanan. 1) a. Blastometeer 80 buatan ICI dapat Explosives mengukur tahanan antaraa 0–30 ohms dan 0 – 3000 D olehh ohms. Diproteksi plastik yanng dicetak dann kokoh. Ukuuran 95 x 140 x 60 mm, berat 500 gr. 2) 3) 4) 5) 6) b. Blastometeer digital modeel 104 buatann Thomas Instru-ments, Inc. Diproteksi olehh bahan yanng tidak mudahh pecah. Ukuran 76 x 76 x 38 mm, berat 340 gr a b Gambar G 2.49 Pengukur tahhanan kawat listrik l pada peeledakan a D. Kaawat Utama Kawatt utama term masuk padaa peralatan peledakan, karena dapaat dipakai berulang b kaali. Berbed da dengan lead-in l line atau extendaaline atau “sumbu noneel utama” paada peledakaan nonel akan langssung rusak dan tidak bboleh dipak kai lagi kareena HMX yang y terdappat didalamnya sudahh bereaksi habis, walauppun sumbun nya tetap nam mpak utuh. Kawat utam ma berfunngsi sebagai penghubungg rangkaian peledakan liistrik dengann alat pemicu ledak listrrik atau blasting b maachine. Uku uran untuk peledakan pada kondisi normal adalah kaw wat tembaga ganda beerukuran 23//0,076 yang diisolasi denngan plastik PVC dengaan tahanan 5,8 A dapat pula p digunakkan kawat teembaga gandda berukurann 24/0,20 mm m ohms per 100 m. Atau n tahanan 4,6 ohms perr 100 m. Unntuk pekerjaaan peledakann yang beratt (heavy duty ty) dengan dipakaai kawat tem mbaga beruukuran 70/0,76 mm deengan isolassi plastik PV VC berwarnna Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan kuning (buatan ICI Explosives) mempunyai tahanan 1,8 ohms/100 m. Atau dapat dipakai kawat tembaga 50/0,25 mm dengan tahanan 1,4 ohms/100 m. a. Untuk kondisi normal b. Untuk peledakan berat Gambar 2.50 Kawat utama untuk peledakan listrik 2.5 PERSIAPAN PELEDAKAN A. Teknik Profiling Untuk melakukan profiling diperlukan meteran panjang yang digulung dan alat pengukur sudut. Sebagai pengukur sudut gunakan kompas geologi yang dapat mengukur sudut vertikal. Area yang akan diledakkan pada suatu tambang terbuka sudah ditentukan oleh Supervisor atau Pengelola Peledakan demikian pula dengan spasi, burden dan jumlah baris (raw). Juru Ledak harus memperhatikan bentuk profil bidang bebas sepanjang area yang akan diledakkan karena bentuk ini akan mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan dan ada kemungkinan berpotensi terjadinya batu terbang (fly rock). Bentuk profil bidang bebas yang dikehendaki, yaitu yang mempunyai profil relatif rata dari bagian atas (crest) sampai ke bawah (toe) seperti terlihat pada Gambar 2.51.a. Ketika dijumpai suatu kondisi bidang bebas yang ekstrim tidak rata, misalnya melengkung ke dalam (Gambar 2.51.b) atau menjorok ke arah luar (Gambar 2.51.c), maka profiling harus dilaksanakan. Tujuannya agar lubang ledak mempunyai burden yang sama sepanjang dinding bidang bebas, atau kemiringan lubang ledak sejajar dengan kemiringan relatif bidang bebas. Dengan demikian kunci dari profiling adalah mendapatkan kemiringan relatif bidang bebas atau garis Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 69 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan kemiringan semu bidang bebas yang ekstrim tidak rata tersebut. Arah pengeboran selanjutnya dibuat dengan sudut kemiringan sesuai atau sejajar dengan kemiringan relatif bidang bebas. Gambar 2.51 Beberapa kenampakan profile bidang bebas Profiling dapat dilakukan dengan cara manual atau menggunakan instrument pengukur, misalnya theodolit, electronic distance measurement dan alat ukur laser (lihat Gambar 2.52.b). Uraian di bawah ini terbatas hanya untuk pekerjaan profiling secara manual yang hanya menggunakan alat meteran panjang dan kompas geologi untuk mengukur sudut (lihat Gambar 2.52.a). Langkah-langkah pekerjaan profiling manual adalah sebagai berikut: 1) Tarik meteran dari bagian atas jenjang (crest ) menuju suatu titik tertentu pada lantai jenjang dan tentukan serta catat panjangnya (pada Gambar 2.52.a dilukiskan oleh garis AC). Diperlukan minimal dua orang, yaitu satu orang memegang meteran di bagian crest dan satu orang lagi di lantai jenjang. Utamakan keselamatan kerja terutama bagi petugas yang berada di bagian crest. 2) Ukur kemiringan garis AC menggunakan kompas dengan mengikuti prosedur yang telah diuraikan sebelumnya. Pengukuran sudut diupayakan pada bentangan meteran yang benar-benar lurus, oleh sebab itu diperlukan satu orang lagi untuk mengukur sudut kemiringan garis AC. Catat kemiringannya. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 70 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 3) Ukur dan catat panjang mendatar dari titik C menuju toe atau titik D pada Gambar 2.52.a. 4) Serahkan seluruh catatan hasil pengukuran ke Supervisor atau Pengelola Peledakan agar ditentukan kemiringan relatif bidang bebas atau garis AD pada Gambar 2.52.a. 5) Informasikan kemiringan garis AD kepada Juru bor, demikian juga dengan geometri peledakan lainnya hasil olahan Supervisor. a. Profiling manual dan cara pengukurannya b. Profiling menggunakan alat ukur laser yang dilengkapi perangkat lunak Gambar 2.52 Ilustrasi teknik profiling pada peledakan tambang terbuka B. Persiapan Pengeboran di bawah tanah Berbagai jenis lubang bukaan di bawah tanah yang dibuat menggunakan operasi pengeboran dan peledakan, diantaranya terowongan (tunnel), drift, level, sumuran vertikal Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 71 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan (shaft), raise, dan aktifitas penambangan. Pekerjaan penting yang harus dilakukan oleh Juru Ledak sebelum pengeboran dilaksanakan, yaitu : a. pengamanan area yang akan diledakkan untuk menjaga keselamatan kerja selama pengeboran berlangsung, dan b. memberi tanda atau titik-titik lubang bor disertai spesifikasinya, yaitu diameter, kedalaman, dan kemiringan. Namun, pada praktiknya pekerjaan di atas biasa dilakukan bersama antara Juru ledak dan Juru Bor dengan maksud untuk saling mengontrol demi keselamatan kerja secara menyeluruh. a. Pengamanan sebelum pengeboran di bawah tanah Siklus pekerjaan pengeboran dan peledakan di bawah tanah dirangkum dalam beberapa tahapan sebagai berikut: Ö Pengeboran lubang ledak (blasthole drilling) Ö Pengisian lubang ledak (charging) Ö Peledakan (blasting) Ö Ventilasi (ventilation) Ö Pengamanan dinding lubang bukaan hasil peledakan dan penyemenan dinding (scaling and grouting) bila diperlukan Ö Pemuatan dan pengangkutan (loading and hauling) Ö Mempersiapkan pengeboran untuk siklus baru (setting up of the new round) Pengamanan dinding lubang bukaan hasil peledakan (scaling) pada bagian atap dan dinding kanan-kiri, sebaiknya dilakukan oleh Juru Ledak setelah udara di dalam lubang bukaan benar-benar bersih dan nyaman. Tahapan pengamanan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Siapkan dan gunakan tongkat dengan panjang tertentu (scaling bar) sebagai alat untuk menjatuhkan batu yang menggantung pada bagian atap dan dinding kanan-kiri lubang bukaan yang masih memungkinkan diupayakan untuk dijatuhkan secara manual. 2) Seandainya terdapat bagian atap atau dinding lubang bukaan yang perlu penyemenan (grouting) atau pemasangan baut batuan (rock bolt) untuk memperkuat stabilitasnya, Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 72 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan segera laporkan ke Supervisor atau Pengelola Peledakan untuk ditindak lanjuti agar siklus pembuatan terowongan atau yang lainnya tidak terhambat. 3) Lakukan pemeriksaan akhir untuk seluruh atap dan dinding, setelah yakin tidak ada batu yang menggantung, laporkan hasilnya ke Supervisor bahwa kondisi lubang bukaan hasil peledakan aman. Dalam melakukan pekerjaan pengamanan di atas Juru Ledak biasanya berdiri di atas tumpukan hasil peledakan dan bergerak dari belakang ke arah permukaan kerja. b. Menandai titik lubang bor Titik lubang bor umumnya ditandai menggunakan cat semprot atau yang sejenis dan tidak mudah luntur oleh air karena pada bukaan bawah tanah selalu terdapat air. Tidak jarang Juru Ledak harus berkoordinasi langsung dengan Juru Bor apabila sulit memberi tanda terhadap titik-titik lubang bor. Yang perlu diperhatikan adalah spesifikasi lubang bor yang meliputi bentuk cut, spasi, diameter, kemiringan, dan kedalaman lubang harus diinformasikan kepada Juru Bor. Terdapat suatu alat pemberi tanda posisi lubang bor di bawah tanah secara elektonis, baik pada pembuatan terowongan maupun sumuran, yang dinamakan projektor pola pengeboran (Gambar 2.53). Alat ini beroperasi menggunakan baterai dan dapat memberikan bayangan pola pengeboran pada permukaan kerja sesuai dengan yang direncanakan. Cara menggunakannya adalah: Ö Letakkan projektor pola pengeboran di atas tripod atau kendaraan bawah tanah. Ö Tentukan dua titik sebagai acuan pada permukaan kerja (lihat Gambar 2.53.a dan 2.53.b). Ö Pola pengeboran untuk satu siklus (round) diproyeksikan pada permukaan kerja dengan mengacu pada dua titik tersebut di atas (lihat Gambar 2.53.c). Ö Bayangan titik-titik pola pengeboran yang nampak di permukaan kerja kemudian difokuskan agar nampak jelas, kemudian titik-titik tersebut dicat dan siap dilakukan pengeboran (lihat Gambar 2.53.d). Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 73 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.53 Sistem proyeksi pola pengeboran di bawah tanah C. Persiapan Teknis Dalam peledakan ada persiapan teknis yang yang harus dilakukan dintaranya sebagai berikut : a. Pemeriksaan Lubang Ledak Pekerjaan yang harus dilakukan menjelang pengisian setiap lubang adalah memeriksa lubang tersebut agar pada saat pengisiannya tidak ada hambatan. Beberapa aspek yang harus diperiksa adalah sebagai berikut: 1) Memeriksa kedalaman: Untuk mengecek kedalaman dapat digunakan meteran dengan diberi pemberat secukupnya atau menggunakan tongkat berskala (biasanya dibuat dari bambu) seperti terlihat pada Gambar 2.54.a. Bila lubang ledak tidak sesuai dengan yang direncanakan, maka yang harus dilakukan adalah: • Apabila terlalu dalam, isilah dengan bahan untuk stemming kemudian dipadatkan sampai kedalamannya berkurang dan sesuai dengan yang direncanakan • Apabila kurang dalam, harus dilakukan pengeboran untuk memperdalamnya agar sesuai dengan kedalaman lubang yang direncanakan 2) Memeriksa adanya penghambat: Apabila terasa ada hambatan atau penyumbat lubang dapat digunakan tongkat bambu untuk mendorong material penghambat (tamping). Atau dapat pula menggunakan tali yang diberi pemberat untuk memukul dan mendorong material penghambat (lihat Gambar 2.54.b dan 2.54.c). Apabila Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 74 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan penyumbat tersebut sulit diatasi dengan kedua cara di atas, maka perlu dibor ulang dengan hati-hati. a. c. b Gambar 2.54 Cara memeriksa kedalaman dan adanya penyumbat dalam lubang ledak 3) Memeriksa air: Untuk memeriksa adanya air di dalam lubang dapat dengan menjatuhkan batu kecil ke dalam lubang dan bila sampai pada air akan terdengar gema suara benda jatuh ke dalam air. Dapat digunakan pompa atau kompresor alat bor untuk mengeluarkan air. Apabila air masuk kembali dengan cepat ke dalam lubang, disarankan untuk menggunakan bahan peledak yang tahan terhadap air, misalnya watergel, emulsi atau cartridge. Bila menggunakan ANFO, pakailah tabung atau selubung plastik yang cukup kuat agar tidak bocor dengan diameter lebih kecil sedikit dibanding diameter lubang ledak. 4) Memeriksa rongga dan retakan: Adalah sangat penting mengetahui adanya rongga atau retakan besar di dalam lubang ledak. Sulit untuk mengetahui seberapa besar rongga tersebut, sehingga apabila bahan peledak diisikan ke dalamnya akan menambah volume dari yang seharusnya. Efek peningkatan volume berakibat buruk karena akan menyebabkan batu terbang (fly rock), ledakan udara (airblast), atau getaran yang hebat. Cara memeriksa adanya rongga dapat dilakukan sebagai berikut: - Menggunakan kaca (atau kaca jam tangan) yang diarahkan ke dalam lubang dan dengan batuan pantulan sinar matahari dapat terlihat ada-tidaknya rongga. - Cek data log-bor dari Juru Bor yang menginformasikan adanya kenaikan perubahan penetrasi mendadak pada kedalaman tertentu. Apabila kedua cara di atas tidak memungkinkan, tidak ada jalan lain harus ekstra hatihati menuangkan bahan peledak ke dalam lubang. Apabila kecepatan kenaikan bahan Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 75 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan peledak dirasakan lambat, maka harus dihentikan, kemudian isikan material stemming secukupnya. 5) Menutup rongga dalam lubang ledak: Apabila terlihat rongga dalam lubang ledak, langkah-langkah penutupannya sebagai berikut: • Apabila rongga berada diantara panjang kolom “isian utama”, maka isikan dahulu bahan peledak sampai batas bawah rongga. Selanjutnya isi rongga oleh material stemming sampai rongga diperkirakan tertutup. Lanjutkan dengan pengisian bahan peledak sesuai rencana. Untuk meyakinkan bahwa seluruh isian bahan peledak terinisiasi seluruhnya akan lebih baik bila menggunakan primer yang dibuat bersama sumbu ledak. • Apabila rongga terdapat di bagian dasar lubang, maka tuangkan dahulu material stemming sampai rongga diperkirakan tertutup. Masukkan primer dan dilanjutkan dengan pengisian bahan peledak sesuai rencana. Pada kasus terdapat rongga diantara panjang kolom “isian utama”, akan lebih meyakinkan apabila menggunakan sumbu ledak. Apabila material untuk stemming di bagian atas lubang (collar) terbatas, maka material pengisi rongga di dalam lubang ledak dapat menggunakan kertas karton bekas bahan peledak, ranting kayu, tanah, dan sejenisnya. b. Pengisian Lubang Ledak Terdapat tiga jenis bahan dalam kolom lubang ledak, yaitu primer, “isian utama” dan ditutup oleh penyumbat (stemming). Berikut ini akan diuraikan tentang cara pengisian ketiga bahan tersebut. 1) Pengisian Primer Yang perlu diperhatikan di dalam mengisi lubang ledak adalah letak primernya. Terdapat tiga cara meletakan primer, yaitu bottom priming, center atau middle priming, dan collar atau top priming, yang diuraikan sebagai berikut: - Bottom priming: Adalah meletakan primer di bagian bawah lubang ledak yang jaraknya dari dasar lubang tergantung pada ukuran subdrilling, yaitu antara 50 – 100 cm. Urutan pengisian dimulai dari memasukkan bahan peledak sepanjang sekitar 50 Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 76 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan cm, dilanjutkan dengan primer, kemudian “isian utama”, dan diakhir dengan penyumbat (stemming). - Center priming: Adalah meletakan primer dibagian tengah “isian utama” bahan peledak. Pertama kali dimasukkan bahan peledak utama, setelah sekitar setengah tinggi kolom isian utama, dimuatkan primer, dilanjutkan dengan bahan peledak utama kembali, dan diakhiri dengan penyumbat. - Collar atau top priming: Adalah meletakan primer dibagian atas isian bahan peledak (collar). Diawali dengan memasukkan bahan peledak utama sampai sekitar 30 – 50 cm dari batas isian utama. Setelah itu masukkan primer, dilajutkan isian utama sampai batas yang direncanakan, kemudian diakhiri dengan memuat penyumbat. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan ketika mengisi primer kedalam lubang ledak adalah : Ö Hati-hati pada saat memasukkan primer ke dalam lubang ledak, sehingga detonator atau sumbu tidak terlepas dari cartridge (Gambar 2.55.a). Setelah primer terletak pada posisinya, ikatlah kawat atau sumbu dengan batu (Gambar 2.55.b) atau kayu (Gambar 2.45.c) di bagian luar agar tidak merosot masuk kembali ke dalam lubang ledak. Ö Kawat detonator listrik (legwire) jangan sampai terkelupas akibat bergesekan dengan dinding lubang. Disamping itu hindari legwire yang terlalu pendek, kalau terpaksa dapat disambung dan sambungannya harus diisolasi agar air tidak masuk ke kawat. Ö Dilarang memadatkan (tamping) primer secara berlebihan. Ö Diameter primer harus lebih kecil sedikit dari diameter lubang ledak. Bila waktu memasukkan primer agak susah turunnya, maka dapat dibantu didorong dengan tongkat kayu dengan perlahan-lahan. Ö Untuk lubang tegak mengarah ke atap pada bukaan bahwa tanah diperlukan retainer untuk menahan primer agar tidak jatuh. Setelah itu “isian utama”, misalnya ANFO, dipompakan ke dalam lubang dengan tekanan antara 270 -340 kPa (lihat Gambar 2.56). Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 77 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan a b c Gambar 2.55 Cara memasukan primer Gambar 2.56 Pengisian primer pada lubang tegak di bawah tanah 2) Pengisian ‘isian utama’ Menuangkan bahan peledak ke dalam lubang ledak yang berdiameter “kecil”, “sedang”, atau “besar” dapat dilakukan secara manual atau mekanis. Dengan cara manual, bahan peledak (biasanya ANFO) dituang langsung ke dalam lubang ledak menggunakan tempat sederhana, misalnya ember plastik, yang telah ditetapkan volumenya. Penuangan bahan peledak sedikit demi sedikit diiringi dengan pengukuran ketinggiannya menggunakan selang plastik atau tongkat berskala sampai batas yang telah direncanakan. Bila dituangkan bahan peledak ANFO ke dalam lubang ledak yang berair, maka ANFO harus diproteksi menggunakan selubung plastik yang cukup kuat. Sementara pengisian secara mekanis adalah pengisian yang dilakukan menggunakan alat, baik untuk lubang “kecil”, “sedang”, maupun “besar”. Berbagai jenis alat pengisi tersedia, misalnya ANFO loader dan pneumatic cartridge charger. Untuk lubang ledak berdiameter Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 78 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan “besar” lebih ekonomis menggunakan MMU seperti terlihat pada Gambar 2.57. Cara dan peralatan tersebut dapat digunakan pada tambang terbuka, quarry, maupun pada bukaan bawah tanah. Jenis bahan peledak emulsi dan watergel dapat ditinggalkan beberapa lama di dalam lubang yang disebut dengan sleeping time. Lamanya ditinggalkan dalam lubang harus mengacu pada spesifikasi dari pabrik pembuat bahan peledak tersebut. Gambar 2.57 Pengisian lubang ledak menggunakan MMU (Dahana) Untuk mengisi lubang tegak pada bukaan bawah tanah dapat digunakan pompa atau alat pendorong mekanis agar bahan peledak utama dapat naik. Gambar 2.58.a dan 2.58.b adalah dua cara untuk mengisi lubang tegak masing-masing menggunakan pompa dan mekanis. Cara pengisian dengan pompa seperti terlihat pada Gambar 2.58.a.1 dan 2.58.a.2 adalah sebagai berikut: 1) Pasang primer terlebih dahulu pada bagian dasar lubang. 2) Pasang pipa dan sisakan ruangan pada bagian dasar lubang di atas, kemudian pasang penyumbat yang kuat pada bagian collar lubang ledak. 3) Sisipkan selang ke dalam pipa, lalu pompakan bahan peledak yang akan menyembur keluar pipa di dalam lubang ledak, sehingga bahan peledak tersebut akan memenuhi lubang ledak bergerak dari bawah ke atas. 4) Turunkan atau tarik selang perlahan-lahan dan apabila sudah batas penyumbat tutuplah pipa tersebut dengan kuat. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 79 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 5) Pada Gambar 2.58.a.3 pengisian bahan peledak tidak menggunakan pipa, sebagai gantinya dipasang sentraliser dan bahan peledak akan mengisi lubang ledak dari bagian dasar lubang bergerak turun sampai bagian collar. Kemudian tutup lubang ledak dengan penyumbat yang kuat. Gambar 2.58.b adalah cara pengisian mekanis yang dinamakan half–pusher buatan Nitro Nobel dan digunakan untuk bahan peledak tipe cartridge. Cara kerjanya sbb: 1) Pasang primer terlebih dahulu pada bagian dasar lubang. 2) Masukkan beberapa cartridge sekaligus sesuai dengan rancangan, kemudian tutuplah oleh jangkar atau spider-like piece. 3) Dorong cartridge melalui jangkar sampai kedalaman tertentu dan apabila telah sampai dasar lubang pendorongan dihentikan. 4) Lepas alat pendorong dan cartridge tidak akan jatuh karena terhalang oleh jangkar yang menguncinya. 5) Pasang penyumbat dengan kuat di bagian collar. 1 3 2 b a Gambar 2.58 Pengisian lubang ledak vertikal 3) Pengisian penyumbat Penyumbat sebaiknya adalah material 0,5 – 1,0 cm atau batu split karena setelah dipadatkan akan terjadi ikatan kuat antar butir dan saling mengunci. Maksud penguncian antar butir adalah agar cukup kuat menahan energi peledakan, sehingga tidak terjadi Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 80 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan stemming ejection dan sebagian besar energi didistribusikan kearah horizontal. Apabila tidak tersedia, baik juga digunakan cutting hasil pengeboran. Sebaiknya tidak menggunakan tanah liat, pasir halus, kertas karton atau karung bekas kemasan bahan peledak untuk stemming karena tidak akan kuat menahan energi peledakan. Penyumbat untuk lubang vertikal ke atas pada peledakan bagian atap pada bukaan di bawah tanah umumnya menggunakan baji dan kayu. Bentuk baji tersebut bisa tunggal atau ganda. Untuk baji tunggal umumnya terdapat klep pengontrol di bagian bawah pipa pengisi yang pada bagian dalamnya terdapat bola berdiameter 25 mm untuk menahan keluarnya bahan peledak (lihat Gambar 2.59.a). Baji dipukul ke arah atas agar kuat, sementara bola di dalam lubang ledak akan menahan keluarnya bahan peledak. Sedangkan pada Gambar 2.59.b menggunakan baji ganda, di mana pasak bajinya dipukul untuk memperkuat posisi baji penyumbat tersebut. Gambar 2.59 Penyumbat pada lubang ledak vertikal 4) Penyambungan Rangkaian Teknik penyambungan pada setiap rangkaian peledakan berbeda dan bahkan peledakan menggunakan sumbu api, sumbu ledak dan nonel penyambungannya sangat spesifik. Cara penyambungan sumbu api, sumbu ledak dan nonel harus menggunakan alat penyambung yang disediakan untuk masing-masing sumbu seperti yang telah diuraikan sebelumnya tentang perlengkapan peledakan. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 81 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan - Sambungan pada rangkaian sumbu api Peledakan dengan detonator biasa (plain detonator) umumnya hanya dapat diterapkan pada beberapa lubang ledak saja, yaitu maksimum sekitar 20 lubang, karena keterbatasan teknis dan pertimbangan aspek keselamatan kerja. Cara peledakannya dengan membakar sumbu api dengan panjang berbeda dari setiap lubang. Minimal panjang yang keluar dari lubang ledak sekitar 60 cm, karena kecepatan rambat pada sumbu api 60 cm/menit. Oleh sebab itu sumbu api yang disulut pertama kali adalah sumbu yang paling panjang, menyusul kemudian yang pendek dan terakhir sumbu api yang panjangnya 60 cm. Cara tersebut sangat riskan kecelakaan dan tingkat kegagalannya pun tinggi. Apabila jumlah lubang ledak banyak, biasanya diperlukan lebih dari satu orang juru ledak untuk menyulut sumbu api. - Sambungan pada rangkaian listrik Umumnya penyambungan hanya dilakukan antar kawat pada sistem rangkaian peledakan listrik. Penyambungan tersebut sangat kritis, terutama kalau terpaksa berada dalam lubang ledak yang apabila tidak diisolasi dengan kuat dapat menyebabkan arus pendek akibat adanya dari arus liar (stray current) dan arus statis (static current). Untuk menghindari kemungkinan tersebut harus dilakukan pengukuran menggunakan blastohmeter (BOM) pada setiap titik sambungan dan legwire yang telah dimasukkan ke dalam lubang ledak. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyambungan kawat pada peledakan listrik adalah: Ö Sambungan legwire dengan connecting wire atau kabel pembantu di dalam lubang harus diisolasi dengan baik dan kuat Ö Penyambungan rangkaian antar lubang harus dilaksanakan secepatnya dengan cara penyambungan seperti pada Gambar 2.60. Ujung kawat jangan terbuka, tetapi harus selalu diikat, baik legwire secara terpisah maupun ujung kawat dari rangkaian yang akan disambung ke lead wire. Ö Rangkaian harus dibuat rapih dan efektif. Upayakan agar kawat tidak kusut. Ö Sebelum rangkaian disambung ke kawat utama atau lead wire, tahanan listrik dan kesinambungan arus dari rangkaian harus diukur dengan blastohmeter (BOM). Tahanan listrik rangkai harus sesuai dengan perhitungan teoritis dan toleransi 10% dapat dianggap baik. Ö Secara terpisah “kawat utama” harus diukur juga tahanannya. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 82 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Ö Pemegang kunci blasting machine dan pelaku inisiasi hanya diijinkan kepada orang yang benar-benar mengerti, cukup berpengalaman dan memiliki Kartu Ijin Meledakkan (KIM) atas nama yang bersangkutan dan perusahaan. a. b. c. (d) (e) Langkah-langkah penyambungan: a. b. c. d. Rapatkan sepasang kawat terbuka Lengkungkan sepasang kawat tersebut sekitar separuh dari bagian kawat terbuka Putar lengkungan kawat sebanyak tiga kali Letakkan sambungan di atas tanah dan usahakan bagian yang terbuka tidak menyentuh tanah. Caranya bisa dengan melipat bagian yang terselubung kemudian letakkan di atas tanah (d) atau letakkan sambungan di atas sebuah batu (e) Gambar 2.60 Langkah-langkah penyambungan kawat pada peledakan listrik Terdapat empat rangkaian listrik peledakan, yaitu rangkaian seri, paralel, paralel-seri, dan seri-paralel. Ketentuan yang dipakai dalam rangkaian paralel-seri dan seri-paralel dipandang dari arah datangnya arus atau dari blasting machine. Pemilihan tipe rangkaian tergantung pada jumlah detonator yang akan diledakkan dan tipe operasinya. Gambaran umum tentang penerapan rangkaian listrik pada peledakan antara lain : Ö Rangkaian seri diterapkan pada peledakan kecil di mana jumlah detonator kurang dari 40 biji atau maksimum 50 detonator Ö Rangkaian paralel-seri dan seri-paralel dipakai pada peledakan dengan jumlah lubang detonator cukup banyak atau lebih dari 40 biji. Ö Rangkaian paralel digunakan pada aplikasi khusus, biasanya pada tambang bahwa tanah. a. Rangkaian Seri Rangkaian seri adalah rangkaian yang sangat sederhana dengan arus minimum yang disuplai blasting machine pada setiap detonator sekitar 1,5 Amper untuk menjamin tiap detonator tersebut meledak sempurna. Prinsip perangkaian adalah menghubungkan legwire Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 83 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan dari satu lubang ke lubang lain secara menerus, sehingga apabila salah satu detonator mati, maka seluruh rangkaian terputus dan akan berakibat gagal ledak. Pada sistem seri akan diperoleh arus (ampere) yang rendah dan tegangan atau voltage tinggi. Apabila salah satu kawat ada yang putus, maka seluruh rangkaian tidak dapat berfungsi. Umumnya jumlah detonator pada sistem seri ini kurang dari 40 biji dengan panjang leg wire tiap detonator 7 m. Tahanan total (RTS) dan voltage dari rangkaian seri dapat dihitung sebagai berikut: RTS = R1 + R2 + R3 + ... + Rn Persamaan 2.3 V = IxR Persamaan 2.4 di mana RTS, Rn, V dan I masing-masing adalah tahanan seri total, tahanan setiap detonator, tegangan (voltage) dan arus. Dari rumus di atas terlihat bahwa rangkaian seri menggunakan arus yang kecil tapi tegangan tinggi. Leg wire Connecting wire Kawat utama Gambar 2.61 Rangkaian Seri b. Rangkaian Paralel Rangkaian paralel adalah suatu rangkaian di mana setiap detonator mempunyai alur alternatif dalam rangkaian tersebut, sehingga apabila salah satu atau beberapa detonator mati, detonator yang lainnya masih dapat meledak. Oleh sebab itu pengujian rangkaian menyeluruh secara langsung sangat riskan, apabila setiap detonator belum diuji. Untuk peledakan rangkaian paralel, arus minimum yang diperlukan per detonator sekitar 0,5 ampere. Namun secara menyeluruh sistem paralel memerlukan arus tinggi dengan voltage rendah dan untuk menyuplai tenaga listriknya digunakan panel kontrol khusus bukan dari blasting machine atau exploder. Tahanan paralel total (RTP) dihitung sebagai berikut: Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 84 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 1 1 1 1 1 = + + + ... + R TP R1 R 2 R 3 Rn Persamaan 2.5 Itotal = 0,5 x ∑ detonator Rangkaian paralel umumnya dipakai pada penambangan bawah tanah, di mana panel kontrol listrik untuk peledakan sudah tersedia. Gambar 2.62 Rangkaian paralel c. Rangkaian Paralel-seri Rangkaian ini terdiri dari sejumlah rangkaian seri yang dihubungkan parallel. Umumnya rangkaian ini diterapkan apabila peledakan memerlukan lebih dari 40 detonator dengan leg wire setiap detonator lebih dari 7 m serta dipertimbangan bahwa apabila seluruh lubang ledak dihubungkan secara seri memerlukan power yang besar. Perhitungan tahanan dan arus untuk memperoleh power atau voltage yang sesuai sebagai berikut: ¾ Hitung dulu tahanan total untuk setiap rangkaian ¾ Hitung tahanan pada rangkaian paralel-seri dengan menganggap bahwa tahanan total hubungan seri sebagai tahanan pada rangkaian paralel. Cara paralel-seri cukup efektif untuk jumlah lubang ledak kurang dari 300, namun demikian perlu dipertimbangkan pula bahwa untuk jumlah lubang ledak sampai ratusan rangkaian dan perhitungan menjadi tambah kompleks. Rangkaian listrik dengan jumlah lubang ledak yang terlalu akan menyumbangkan distribusi arus yang tidak merata dan juga jumlah rangkaian seri untuk power tersedia menjadi terbatas. Gambar 2.63 memperlihatkan skema rangkaian paralel-seri. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 85 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan bidang bebas BM Gambar 2.63 Rangkaian paralel-seri - Sambungan pada rangkaian sumbu ledak Sumbu ledak atau detonating cord digunakan pada peledakan di tambang terbuka dan quarry dengan menggunakan bahan peledak yang cukup banyak, dan saat ini digunakan pula untuk smooth blasting. Cara menginisiasi sumbu ledak digunakan detonator biasa atau listrik yang diikat kuat (diselotip) pada sumbu tersebut (Gambar 2.64). Gelombang kejut dari detonator akan menginisiasi bahan peledak PETN yang terdapat di dalam sumbu ledak dan diteruskan menuju rangkaian peledakan dengan kecepatan detonasi 6000 – 7000 m/s. Sumbu api Ke arah rangkaian peledakan Detonator No. 6 atau 8 Sumbu ledak Selotip kuat a. Menggunakan sumbu api Leg wire Ke arah rangkaian peledakan Detonator No. 6 atau 8 Sumbu ledak Selotip kuat b. Menggunakan detonator listrik Gambar 2.64 Cara menginisiasi sumbu ledak Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 86 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan - Sambungan Pada Rangkaian Nonel Dengan rangkaian nonel dapat diledakkan lebih dari 300 lubang ledak dengan aman dan terkontrol karena ketelitian waktu tunda. Beberapa keuntungan penggunaan sistem nonel antara lain: Ö Aman dari resiko arus liar dan frekuensi radio Ö Tidak sensitif terhadap panas dan benturan, baik di dalam lubang maupun di permukaan Ö Waktu tunda lebih presisi dan bervariasi dibanding detonator listrik Ö Tidak bersuara Ö Tidak ada pengaruh negatif terhadap bahan peledak di dalam lubang ledak Ö Tahan terhadap air bertekanan tinggi Ö Lentur dan tidak mudah patah walaupun pada musim dingin Tidak seperti pada sumbu api yang harus memperhatikan jarak antar lubang atau antar baris karena adanya pengaruh sympathetic detonation, maka pada nonel kondisi tersebut tidak berpengaruh. Pada saat inisiasi keseluruh rangkaian, nonel hampir tidak bersuara dibandingkan dengan sumbu ledak. Nonel tidak dapat diiinisiasi oleh impact atau nyala api. Apabila dibandingkan dengan rangkaian peledakan listrik yang harus memperhitungkan hubungan seri, paralel dan paralel-seri, maka pada nonel hal tersebut tidak berlaku. Sistem waktu tunda dalam rangkaian peledakan nonel menerapkan waktu tunda di permukaan (trunklines atau surface delay) dan waktu tunda di dalam lubang (downline atau in-hole delay). Ketentuan yang harus diperhatikan adalah detonator tunda di permukaan harus meledak terlebih dahulu sebelum detonator tunda di dalam lubang ledak. Oleh sebab itu waktu tunda di permukaan lebih kecil dibanding di dalam lubang, atau “jumlah waktu tunda seluruh lubang ledak di permukaan lebih kecil dibanding jumlah waktu tunda seluruh lubang ledak di dalam ludang ledak”. Dengan cara demikian ketelitian ledakan setiap lubang lebih terjamin, sehingga arah lemparan fragmentasi lebih presisi dan getaran yang dihasilkan kecil. Perhatikan Gambar 2.65, 2.66 dan 2.67 yang memperlihatkan sistem peledakan nonel di tambang terbuka. Waktu tunda ke arah kiri dan kanan dari IP (titik awal inisiasi) berbeda dan waktu tunda di dalam lubang 175 ms, maka tertera pada gambar tersebut bahwa waktu meledak sebenarnya merupakan penjumlahan secara deret ukur dari waktu tunda dalam lubang dengan waktu tunda di permukaan. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 87 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Sumbu ke arah downline bisa sumbu nonel atau sumbu ledak. Bila menggunakan sumbu nonel, maka di dalam lubang ledak pun terjadi waktu tunda ledak seperti telah diuraikan di atas; namun, bila menggunakan sumbu ledak, peledakan di dalam lubang akan terjadi serentak. Penyambungan (tie-up) sumbu downline dengan trunkline harus dilakukan dengan hati-hati agar jangan terbalik, dengan cara sebagai berikut (lihat Gambar 2.68) : (1) Perhatikan arah datangnya gelombang inisiasi yang menuju rangkaian (2) Blok pengikat (bunch block) yang dilengkapi detonator tunda harus diletakkan dekat dengan lubang ledak (3) Disepanjang control line terdapat 4 ikatkan sumbu nonel per bunch block, yaitu 2 sumbu nonel tunda downline dan 2 sumbu nonel tunda trunkline yang terdiri dari 1 sumbu control line dan 1 sumbu nonel cabang. (4) Pada sumbu nonel cabang hanya terdapat 3 ikatan sumbu nonel per bunch block, yaitu 2 sumbu nonel tunda downline dan 1 sumbu nonel tunda trunkline. waktu tunda permukaan 75 50 25 250 225 200 42 175 217 84 126 168 210 252 259 301 343 385 427 bidang bebas IP waktu lubang meledak sebenarnya POLA PELEDAKAN Waktu tunda permukaan (surface atau trunkline delay ) : Waktu tunda dalam lubang (in-hole atau downline delay ): - Menggunakan PRIMADET 175 ms 25 ms 42 ms Gambar 2.65 Rangkaian peledakan nonel satu baris dengan waktu tunda antar lubang 118 293 59 234 175 135 310 76 251 152 327 93 268 169 344 186 361 110 285 127 302 203 378 144 319 17 34 51 68 85 192 209 226 243 260 220 395 237 412 161 336 178 353 102 277 119 294 271 254 429 436 212 195 370 387 136 311 153 328 bidang bebas IP (instant) waktu tunda permukaan waktu lubang meledak sebenarnya POLA PELEDAKAN Waktu tunda permukaan (surface atau trunkline delay ) : 42 ms ke arah diagonal 17 ms sebagai control-line di depan Waktu tunda dalam lubang (in-hole atau downline delay ): - Menggunakan PRIMADET 175 ms Gambar 2.66 Rangkaian peledakan nonel banyak baris dengan waktu tunda antar lubang Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 88 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 334 309 284 259 434 409 384 359 234 134 217 192 167 142 317 292 267 242 17 200 175 150 125 534 509 484 459 334 417 392 367 342 734 709 684 659 634 609 584 559 434 517 492 467 442 534 717 692 667 642 617 592 567 542 117 300 275 250 225 217 400 375 350 325 317 500 475 450 425 100 200 300 834 809 784 759 417 600 575 550 525 400 934 909 884 859 634 817 792 767 742 1051 1026 1001 976 1034 1009 984 959 734 917 892 867 842 834 1017 992 967 942 851 517 700 675 650 625 617 800 775 750 725 717 900 875 850 825 817 1000 975 950 925 500 600 700 800 bidang bebas IP (instant) waktu tunda permukaan waktu lubang meledak sebenarnya POLA PELEDAKAN 17 ms ke arah diagonal Waktu tunda permukaan (surface atau trunkline delay ) : 100 ms sebagai control-line di depan Waktu tunda dalam lubang (in-hole atau downline delay ): - Menggunakan PRIMADET 125 - 200 ms Gambar 2.67. Rangkaian peledakan nonel banyak baris dengan waktu tunda antar lubang dan di dalam lubang Arah gelombang masuk ke rangkaian (IP) Spasi Blok pengikat sumbu (bunch block) Control line 2 sumbu nonel tunda permukaan (trunkline delay) dilengkapi J-Hook, yaitu sebagai control line dan sumbu nonel cabang Burden 2 sumbu nonel waktu tunda dalam lubang (downline delay) tanpa J-Hook Gambar 2.68. Cara penyambungan sumbu nonel di tambang terbuka Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 89 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Prinsip penyambungan sumbu nonel pada tambang bawah sama dengan tambang terbuka, hanya biasanya sebagai trunkline digunakan sumbu ledak yang dilingkarkan ke sekitar permukaan kerja dan ditopang oleh kayu yang ditancap kuat pada dinding permukaan kerja atau tamping stick (Gambar 2.70 dan 2.71). Seluruh sumbu nonel dari dalam lubang dikaitkan ke sumbu ledak menggunakan J Hooks yang terdapat pada sumbu nonel tersebut. Langkah-langkah pengikatan sumbu nonel ke sumbu ledak atau trunkline sebagai berikut (lihat Gambar 2.23): 1) Kaitkan J Hooks ke trunkline yang terdekat dengan lubang ledak (Gambar 2.69.a) 2) Genggamlah ikatan J Hooks dan trunkline, kemudian tarik perlahan-lahan sumbu nonel agar tidak kendur (Gambar 2.69.b dan 2.69.c) 3) Aturlah posisi ikatan J-Hooks dengan menggesernya sepanjang trunkline (Gambar 2.69.c) Label waktu tunda Trunkline Tampak samping J-Hook J-Hook (a) Arah tarikan sumbu nonel Ultrasonic seal Mulut lubang ledak Trunkline (b) (c) Gambar 2.69. Cara penyambungan sumbu nonel di tambang bawah tanah Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 90 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Hanging wall Sumbu nonel Kayu penopang trunkline Dinding samping Dinding samping Trunkline Lantai Dilarang memasang detonator sebelum seluruh penyambungan rangkaian di permuka kerja selesai Detonator sebagai pemicu ledak ke arah permuka kerja Gambar 2.70 Rangkaian peledakan nonel di bawah tanah menggunakan J hooks Detonator pemicu Tarik sumbu nonel dari dalam lubang agar kencang dan ikatkan ke trunkline Ikatkan trunkline ke kayu penopang agar kencang dan tidak menyentuh dasar Gambar 2.71 Peledakan nonel pada pembuatan sumuran vertikal Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyambungan nonel adalah: Ö Sambungan harus memenuhi persyaratan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Ö Rangkaian harus rapih dan efektif. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 91 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Ö Diusahakan tidak memotong sumbu nonel (walaupun diperkenankan sesuai prosedur dari pabrik pembuatnya), oleh sebab itu untuk sumbu in-hole delay sebaiknya dipilih yang panjangnya benar-benar mencukupi. Ö Penyambungan sumbu trunkline delay dan center line dengan menggunakan konektor tunda khusus harus dilakukan secara teliti. Ö Pelaku inisiasi hanya diijinkan kepada orang yang benar-benar mengerti, cukup berpengalaman dan memiliki Kartu Ijin Meledakkan (KIM) atas nama yang bersangkutan dan perusahaan. D. Persiapan Pengamanan Peledakan Pengamanan lebih ditujukan kepada orang atau karyawan yang mendekati atau melewati area peledakan. Maka dari itu beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengamanan area peledakan tersebut adalah: 1) Hari-hari peledakan setiap minggu serta jam-jam peledakan pada hari tersebut diatur dengan jadwal tetap dan semua karyawan atau orang-orang yang ada disekitar penambangan harus mengetahuinya. 2) Setiap kali akan melaksanakan peledakan pada tambang terbuka atau quarry, persiapannya dapat dilakukan sesuai jam kerja pagi hari, tetapi detik-detik peledakannya diatur pada jam istirahat siang. 3) Tanda peringatan berupa bendera dengan warna menyolok (biasanya merah) dengan ukuran yang cukup dapat dilihat dari jauh dipasang di tempat-tempat yang strategis atau di jalan-jalan yang biasa dilalui oleh penduduk dan karyawan, sedemikian rupa sehingga orang lain tahu bahwa saat itu ada kegiatan persiapan peledakan. 4) Area yang akan diledakkan harus dibatasi oleh pita pengaman dan hanya team peledakan, inspektur tambang, polisi, kepala teknik dan satpam setempat (perusahaan) yang sedang bertugas yang diperkenankan ada di dalam area yang akan diledakkan, itupun kalau luas area memungkinkan. 5) Setelah bahan peledak dan perlengkapannya sampai di area peledakan, maka secepatnya didistribusikan ke dekat setiap lubang yang telah disiapkan sesuai dengan kebutuhan jumlah masing-masing lubang. 6) Pada saat membuat primer periksa terlebih dahulu kondisi detonator atau sumbu ledak yang akan dipakai, yaitu: Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 92 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Ö Untuk detonator biasa, periksa apakah ada benda-benda kecil didalam-nya. Demikian juga dengan sumbu apinya, apakah lembab atau tidak. Sebaiknya ujung sumbu dipotong terlebih dahulu sekitar 2 cm sebelum dimasukkan ke dalam detonator biasa. Ö Untuk sumbu ledak atau detonating cord diperiksa juga keadaan ujung-ujungnya dari kelembaban atau isinya sedikit berkurang. Sebaiknya ujung sumbu ledak sepanjang 5 cm ditutup lubangnya dengan selotip agar tidak lembab atau kemasukkan air. Ö Untuk detonator listrik, sebaiknya diuji dahulu oleh blasting ohmmeter. Pada waktu pengujian detonator dimasukkan ke dalam lubang ledak yang masih kosong. Setelah diuji kedua ujung legwire harus diikat atau digabung kembali satu dengan lainnya. Ö Untuk detonator nonel, periksa bagian ultrasonic seal pada ujung sumbu nonel, yaitu ujung yang dipress, untuk menjamin kelayakan pakai sumbu nonel tersebut. Sebaiknya sumbu nonel tidak dipotong untuk menghindari kelembaban dan masuknya air ke dalam sumbu. E. Persiapan sebelum Peledakan Saat-saat menjelang peledakan, di mana peringatan sudah dilaksanakan dan seluruh rangkaian sudah selesai pula diperiksa serta diputuskan siap ledak, adalah waktu yang penting bagi seluruh team peledakan. Keselamatan dan keamanan di area peledakan benarbenar terletak pada kekompakan team peledakan tersebut. a. Tempat berlindung team peledakan di tambang bawah tanah Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: ¾ Harus memperhitungkan arah angin ventilasi, ambil posisi di atas angin. ¾ Bila peledakan memakai sumbu api harus diperhitungkan lebih dahulu ke arah mana dan di mana tempat berlindung yang aman karena akan diperlukan waktu untuk berlari setelah penyulutan selesai. ¾ Periksa keadaan sekeliling tempat berlindung terhadap kemungkinan jatuhnya benda atau batuan, khususnya dari atap. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 93 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan ¾ Pemegang blasting machine atau yang menyulut sumbu api harus orang yang berpengalaman dan memiliki Kartu Ijin Meledakkan (KIM) atas nama yang bersangkutan dan perusahaan. b. Tempat berlindung team peledakan di tambang terbuka Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: ¾ Harus dipertimbangkan arah dan jarak lemparan batu, ambil posisi yang berlawanan. ¾ Periksa keadaan sekeliling tempat berlindung, khususnya bila ada bongkahan batu lepas disekitarnya yang cukup besar untuk berlindung ¾ Bila keadaan area peledakan tidak ada tempat untuk berlindung dengan cukup aman, maka harus disiapkan shelter, yaitu tempat perlindungan khusus terbuat dari besi dengan ukuran minimal panjang dan lebar 1,50 m dan tinggi secukupnya untuk berlindung team peledakan (Gambar 3.1). ¾ Pemegang blasting machine harus orang yang berpengalaman dan memiliki Kartu Ijin Meledakkan (KIM) atas nama yang bersangkutan dan perusahaan. c. Tanda peringatan sebelum peledakan (aba-aba) Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: ¾ Sebelum dilakukan peledakan orang-orang disekitar daerah pengaruh gas dan lemparan batu harus diberi aba-aba peringatan agar berlindung atau menyingkir. Demikian juga halnya dengan peralatan, sebelumnya harus sudah diamankan. Gambar 2.72 Shelter Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 94 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan ¾ Aba-aba dapat berupa peringatan lewat megaphone, pluit atau sirine. Sementara itu pada batas jalan masuk ke area peledakan harus diblokir atau ditutup oleh barikade atau oleh petugas yang memegang bendera (biasanya berwarna merah) seperti terlihat pada sketsa di Gambar 2.73. a c. b. Gambar 2.73 Pengamanan lokasi peledakan ¾ Jeda waktu antara aba-aba peringatan dengan saat peledakan harus cukup untuk memberi kesempatan kepada orang-orang untuk berlindung. Sebaiknya aba-aba dilakukan dalam beberapa tahapan dan tiap tahap mempunyai arti tersendiri serta dimengerti oleh team peledakan dan seluruh karyawan. ¾ Mandor, Foreman atau Pengawas Peledakan harus memeriksa area sekitar peledakan sebelum aba-aba terakhir untuk menyakinkan bahwa lokasi tersebut aman dari orangorang yang ada disekitarnya. F. Pemeriksaan setelah Peledakan Setelah peledakan selesai area tempat peledakan dan sekitarnya masih menjadi tanggung jawab team peledakan sebelum dilakukan pemeriksaan. Beberapa pekerjaan yang perlu dilakukan setelah peledakan adalah: 1) Sekitar 15 menit setelah ledakan, pemeriksaan dilakukan terhadap gas-gas beracun dan kemungkinan adanya lubang yang gagal ledak (misfire). Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 95 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 2) Apabila terdapat lubang yang gagal ledak, terlebih dahulu harus dilaporkan ke Pengawas Peledakan, kemudian segera ditangani. Lubang yang gagal ledak harus ditandai dengan bendera merah. 3) Apabila kondisi lubang yang gagal ledak dinilai oleh Pengawas Peledakan membutuhkan waktu beberapa jam untuk menanganinya, maka kembalikan dahulu jalur komunikasi kepada sentral informasi. 4) Apabila seluruh lubang meledak dengan baik dan konsentrasi gas sudah cukup aman, segera laporkan ke Pengawas Peledakan untuk diinformasikan ke seluruh karyawan dan masyarakat disekitarnya. Pengawas Peledakan akan mengumumkan bahwa “peledakan 100 lubang (misalnya) telah meledak seluruhnya dan kondisi dinyatakan aman dan terkendali, kepada seluruh karyawan dan masyarakat dipersilahkan kembali pada aktifitasnya masing-masing. Dengan ini jalur komunikasi dikembalikan ke sentral informasi, terima kasih”. 2.6 TEKNIK PELEDAKAN Dalam teknik peledakan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian diantaranya adalah sebagai berikut A. POLA PENGEBORAN Terdapat perbedaan dalam rancangan pola pengeboran untuk tambang bawah tanah dan terbuka. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas area, volume hasil peledakan, suplai udara segar, dan keselamatan kerja. Tabel 1.1 memperlihatkan beberapa alasan atau penyebab yang membedakan pola pengeboran di tambang bawah tanah dan terbuka. Tabel 2.9 Penyebab yang membedakan pola pengeboran di tambang bawah tanah dan terbuka Faktor Tambang bawah tanah Tambang terbuka Luas area Terbatas, sesuai dimensi bukaan yang luasnya dipengaruhi oleh kestabilan bukaan tersebut. Volume hasil peledakan Terbatas, karena dibatasi oleh luas permukaan bukaan, diameter mata bor dan kedalaman pengeboran, sehingga produksi kecil. Suplai udara segar Tergantung pada jaminan sistem ventilasi yang baik. Kritis, diakibatkan oleh: ruang yang terbatas, guguran batu dari atap, tempat untuk penyelamatan diri terbatas. Lebih luas karena terdapat di permukaan bumi dan dapat memilih area yang cocok Lebih besar, bisa mencampai ratusan ribu meterkubik per peledakan, sehingga dapat direncanakan target yang besar. Tidak bermasalah karena dilakukan pada udara terbuka Relatif lebih aman karena seluruh pekerjaan dilakukan pada area terbuka. Keselamatan kerja Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 96 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 1) Pola pengeboran pada tambang terbuka Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada. Peledakan dengan hanya satu bidang bebas, disebut crater blasting, akan menghasilkan kawah dengan lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka pada tambang terbuka selalu dibuat minimal dua bidang bebas, yaitu (1) dinding bidang bebas dan (2) puncak jenjang (top bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pengeboran yang mungkin dibuat secara teratur, yaitu: (lihat Gambar 2.73) 1) Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama 2) Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar dibanding burden 3) Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang berasal dari pola bujursangkar maupun persegipanjang. 3m 3m 2,5 m 3m Bidang bebas Bidang bebas a. Pola bujursangkar b. Pola persegipanjang 3m 3m 2,5 m 3m Bidang bebas c. Pola zigzag bujursangkar Bidang bebas d. Pola zigzag persegipanjang Gambar 2.73. Sketsa pola pengeboran pada tambang terbuka Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 97 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 2) Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah Mengingat ruang sempit yang membatasi kemajuan pengeboran dan hanya terdapat satu bidang bebas, maka harus dibuat suatu pola pengeboran yang disesuaikan dengan kondisi tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa minimal terdapat dua bidang bebas agar proses pelepasan energi berlangsung sempurna, sehingga batuan akan terlepas atau terberai dari induknya lebih ringan. Pada bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat satu bidang bebas, yaitu permukaan kerja atau face. Untuk itu perlu dibuat tambahan bidang bebas yang dinamakan cut. Secara umum terdapat empat tipe cut yang kemudian dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kondisi batuan setempat, yaitu: - Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut (lihat Gambar 2.74). Empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu titik, sehingga berbentuk piramid. Puncak piramid di bagian dalam dilebihkan sekitar 15 cm (6 inci) dari kedalaman seluruh lubang bor yang ada. Pada bagian puncak piramid terkonsentrasi bahan peledak kuat. Dengan meledakan center cut ini secara serentak akan terbentuk bidang bebas baru bagi lubang-lubang ledak disekitarnya. Center cut sangat efektif untuk batuan kuat, tetapi konsumsi bahan peledak banyak dan mempunyai efek gegaran tinggi yang disertai oleh lemparan batu-batu kecil. Gambar 2.74 Sketsa dasar center cut Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 98 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan - Wedge cut disebut juga V-cut, angled cut atau cut berbentuk baji Setiap pasang dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke arah satu titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga terbentuk baji (lihat Gambar 2.75). Cara mengebor tipe ini lebih mudah disbanding pyramid cut, tetapi kurang efektif untuk meledakan batuan yang keras. Gambar 2.75 Sketsa dasar wedge cut - Drag cut atau pola kipas Bentuknya mirip dengan wedge cut, yaitu berbentuk baji. Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak ditengah-tengah bukaan, tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan. Cara membuatnya adalah lubang dibor miring untuk membentuk rongga di lantai atau dinding. Pengeboran untuk membuat rongga dari bagian dinding disebut juga dengan fan cut atau cut kipas. Beberapa pertimbangan pada penerapan pola drag cut : ¾ Sangat cocok untuk batuan berlapis, misalnya shale, slate, atau batuan sedimen lainnya. ¾ Tidak efektif diterapkan pada batuan yang keras. ¾ Dapat berperan sebagai controlled blasting, yaitu apabila terdapat instalasi yang penting di ruang bawah tanah atau pada bukaan dengan penyangga kayu. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 99 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.76 Sketsa dasar drag cut - Burn cut disebut juga dengan cylinder cut Pola ini sangat cocok untuk batu yang keras dan regas seperti batupasir (sandstone) atau batuan beku. Pola ini tidak cocok untuk batuan berlapis, namun demikian, dapat disesuaikan dengan berbagai variasi. Ciri-ciri pola burn cut antara lain: ¾ Lubang bor dibuat sejajar, sehingga dapat mengebor lebih dalam dibanding jenis cut yang lainnya ¾ Lubang tertentu dikosongkan untuk memperoleh bidang bebas mini, sehingga pelepasan tegangan gelombang kompresi menjadi tarik dapat berlangsung efektif. Disamping itu lubang kosong berperan sebagai ruang terbuka tempat fragmentasi batuan terlempar dari lubang yang bermuatan bahan peledak. Walaupun banyak variable yang mempengaruhi keberhasilan peledakan dengan pola burn cut ini, namun untuk memperoleh hasil peledakan yang memuaskan perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: ¾ Pola lubang harus benar-benar akurat dan tidak boleh ada lubang bor yang konvergen atau divergen, jadi harus benar-benar lurus dan sejajar. ¾ Harus digunakan bahan peledak lemah (low explosive) untuk menghindari pemadatan dari fragmen batuan hasil peledakan di dalam lubang yang kosong. ¾ Lubang cut harus diledakkan secara tunda untuk memberi kesempatan pada fragmen batuan terlepas lebih mudah dari cut. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 100 3 5 I R .T d N E D G R B U L N A m 0 1 2 U L N O R .G a 1 0 8 D T U C 0 1 2 5 7 0 5 2 b 0 2 .M m N A G H IC 0 5 U T 6 7 0 1 7 5 3 m 0 5 2 L O H T A .C c n i (3 m c S O K 5 0 5 0 6 1 E 5 7 A G N D 1 0 5 )O i A B U L G N 0 3 1 N T U C m 5 3 . e T K C O L U B 4 0 0 9 0 2 5 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.77 Sketsa dasar burn cut Gambar 2.78 Variasi burn cut (Langerfors, 1978) Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 101 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan B. POLA PELEDAKAN Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di bawah tanah berbeda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan tersebut, diantaranya adalah seperti yang tercantum pada Tabel 2.5, yaitu faktor yang mempengaruhi pola pengeboran. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan pada lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah: - Mengurangi getaran - Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock) - Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise). - Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan - Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien. 1) Pola peledakan pada tambang terbuka Mengingat area peledakan pada tambang terbuka atau quarry cukup luas, maka peranan pola peledakan menjadi penting jangan sampai urutan peledakannya tidak logis. Urutan peledakan yang tidak logis bisa disebabkan oleh: - penentuan waktu tunda yang terlalu dekat, - penentuan urutan ledakannya yang salah, - dimensi geometri peledakan tidak tepat, - bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan perhitungan. Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar penentuan pola peledakan pada tambang terbuka, yaitu sebagai berikut: - Peledakan tunda antar baris. - Peledakan tunda antar beberapa lubang. - Peledakan tunda antar lubang. Orientasi retakan cukup besar pengaruhnya terhadap penentuan pola pemboran dan peledakan yang pelaksanaannya diatur melalui perbandingan spasi (S) dan burden (B). Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 102 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan dan pola peledakannya sebpagai berikut: a. Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S = 1,41 B seperti pada Gambar 2.79. Arah lemparan batuan w B 4 3 2 1 B y 5 4 3 2 B 6 5 4 3 SEBELUM PELEDAKAN 1,4 B 3 4 1,4 B 2 5 1,4 B 1 4 6 1,4 B 2 3 5 4 3 SETELAH PELEDAKAN Gambar 2.79 Peledakan pojok dengan pola staggered (orientasi 90o) b. Bila orientasi antar retakan mendekati 60° sebaiknya S = 1,15 B dan menerapkan interval waktu long-delay dan pola peledakannya terlihat Gambar 2.80. c. Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi dan burden (S/B) dirancang seperti pada Gambar 2.81 dan 2.82 dengan pola bujursangkar (square pattern). d. Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem inisiasi dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 2.83 dan 2.84. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 103 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Arah lemparan batuan w B 4 3 2 1 B 5 4 3 y 2 B 6 5 SEBELUM PELEDAKAN 1,15B 4 3 4 1,15B 2 5 1,15B 1,15B 1 4 6 3 3 2 5 4 3 SESUDAH PELEDAKAN Gambar 2.80 Peledakan pojok dengan pola staggered (orientasi antar retakan 60°) Arah lemparan batuan w B 4 3 2 1 B 1.4B 4 3 2 1 2B 4 3 2 y 1.4B SEBELUM PELEDAKAN 1,4 B 4 3 1,4 B 2 1 1,4 B 1,4 B 1 SETELAH PELEDAKAN Gambar 2.81. Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 104 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Arah lemparan batuan w B 1 1 1 1 B B 2 2 2 y 2 1,4B B 3 3 3 2B 3 2B 2B 2B SEBELUM PELEDAKAN 1 2 3 SETELAH PELEDAKAN Gambar 2.82. Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered Arah lemparan batuan w B 4 3 2 1 2 3 4 5 4 3 2 3 4 5 6 5 4 3 4 5 6 B 1.4B y 2B 1.4B SEBELUM PELEDAKAN 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1 2 2 3 SETELAH PELEDAKAN 3 4 5 6 4 5 6 Gambar 2.83. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut bujursangkar dan waktu tunda close-interval (chevron) Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 105 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Arah lemparan batuan w B 4 3 2 1 2 3 4 6 5 4 3 4 5 6 8 7 6 5 6 7 8 y B B SEBELUM PELEDAKAN 4 SETELAH PELEDAKAN 1,4 B B 6 8 1,4 B 1,4 B 1,4 B B 2 1 5 4 3 4 5 7 6 5 6 7 3 2 3 4 6 8 Gambar 2.84. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut persegi panjang dan waktu tunda bebas 2) Pola peledakan pada tambang bawah tanah Prinsip pola peledakan di tambang bawah tanah adalah sama dengan di tambang terbuka, yaitu membuat sekuensial ledakan antar lubang. Peledakan pembuatan cut merupakan urutan pertama peledakan di bawah tanah agar terbentuk bidang bebas baru disusul lubanglubang lainnya, sehingga lemparan batuan akan terarah. Urutan paling akhir peledakan terjadi pada sekeliling sisi lubang bukaan, yaitu bagian atap dan dinding. Pada bagian tersebut pengontrolan menjadi penting agar bentuk bukaan menjadi rata, artinya tidak banyak tonjolan atau backbreak pada bagian dinding dan atap. Permukaan kerja suatu bukaan bawah tanah, misalnya pada pembuatan terowongan-an, dibagi ke dalam beberapa kelompok lubang yang sesuai dengan fungsinya (lihat Gambar 2.85), yaitu cut hole, cut spreader hole, stoping hole, roof hole, wall hole dan floor hole. Bentuk suatu terowongan terdiri bagian bawah yang disebut abutment dan bagian atas dinamakan busur (arc). Gambar 2.86, 2.87, dan 2.88 memperlihatkan pola peledakan untuk membuat terowongan dengan bentuk cut yang berbeda masing-masing burn cut, wedge cut, dan drag cut. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 106 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Roof holes atau back holes Stoping holes atau helper holes atau reliever holes Tinggi busur Wall holes atau rib holes Cut holes Tinggi abutment Cut spreader holes atau raker holes Floor holes atau lifter holes Gambar 2.85. Kelompok lubang pada pemukaan kerja suatu terowongan 18 16 18 18 18 19 18 16 17 15 18 18 18 15 16 14 18 17 18 19 14 15 16 11 13 15 18 12 17 17 15 11 13 9 14 12 10 10 12 14 16 16 17 18 5,2 m 16 16 15 13 11 9 11 13 15 17 16 14 12 14 16 17 17 18 7,5 m 5 7 2 3 4 1 8 6 Gambar 2.86. Pola peledakan dengan burn cut pada suatu terowongan Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 107 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 11 11 11 10 9 10 9 8 7 10 9 0 1 2 3 4 5 6 7 7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 7 6 5 4 3 2 1 0 9 9 9 9 10 7 6 5 4 3 2 1 0 10 8 10 11 8 7 8 10 11 9 7 11 11 11 11 12 11 11 7 9 7 6 6,4 m 9 7 2 4 6 8 8 6 1 3 5 7 9 7 2 4 6 8 11 12 2,8 m 0 1 2 3 4 5 6 7 9 9 9 9 9 10 9,4 m TAMPAK DEPAN 12 11 10 2,5 m TAMPAK DEPAN 5,6 m 1,0 m TAMPAK ATAS Gambar 2.87 Pola peledakan dengan wedge cut pada suatu terowongan TAMPAK ATAS Gambar 2.88 Pola peledakan dengan drag cut pada suatu terowongan C. GEOMETRI PELEDAKAN 1) Faktor berpengaruh pada peledakan jenjang Disamping sifat-sifat batuan, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam peledakan jenjang dapat dikelompokkan kedalam tiga aspek , yaitu: - Aspek teknis. Dalam hal ini tolok ukurnya adalah keberhasilan target produksi. Parameter penting yang harus diperhitungkan terutama adalah diameter lubang ledak dan tinggi jenjang, kemudian parameter lainnya diperhitungkan berdasarkan dua parameter tersebut. - Aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pertimbangannya bertumpu pada seluruh aspek kegiatan kerja pengeboran dan peledakan, termasuk stabilitas kemiringan jenjang dan medan kerjanya. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 108 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan - Aspek lingkungan. Dampak negatif peledakan menjadi kritis ketika pekerjaan peledakan menghasilkan vibrasi tinggi, menimbulkan gangguan akibat suara yang sangat keras dan gegaran, serta banyak batu terbang. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak dapat meninggalkan salah satu diantaranya. Oleh sebab itu, setelah mengamati dan menguji dengan seksama kualitas batuan yang akan diledakkan, dilanjutkan dengan uji coba pengeboran dan peledakan untuk mendapatkan standar operasi yang sesuai dengan lokasi setempat. Dalam standar operasi itu tentunya sudah melibatkan dan mempertimbangkan ketiga aspek tersebut di atas. a. Diameter lubang ledak Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh besarnya laju produksi yang direncanakan. Makin besar diameter lubang akan diperoleh laju produksi yang besar pula dengan persyaratan alat bor dan kondisi batuan yang sama. Faktor yang membatasi diameter lubang ledak adalah: - Ukuran fragmentasi hasil peledakan - Isian bahan peledak utama harus dikurangi atau lebih kecil dari perhitungan teknis karena pertimbangan vibrasi bumi atau ekonomi - Keperluan penggalian batuan secara selektif. Pada kondisi batuan yang solid, ukuran fragmentasi batuan cenderung meningkat apabila perbandingan kedalaman lubang ledak dan diameter kurang dari 60. Oleh sebab itu, upayakan hasil perbandingan tersebut melebihi 60 atau L ≥ 60 . Misalnya digunakan d diameter lubang 4 inci. b. Tinggi Jenjang Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan lainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter serta aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat. Umumnya pada peledakan di quarry dan tambang terbuka dengan diameter lubang besar, tinggi jenjang berkisar antara 10 – 15 m. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 109 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang yang kecil, sementara untuk diameter lubang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi. Gambar 2.1 memperlihatkan hubungan antara variasi diameter lubang ledak dengan tinggi jenjang yang hasil berupa batasan terbawah dan teratas untuk setiap diameter lubang ledak. 32 28 Tinggi Jenjang, m TIDAK DISARANKAN 24 20 DOMAIN YANG DISARANKAN 16 12 8 TIDAK DISARANKAN 4 25 38 51 64 76 89 102 115 127 140 152 165 178 Diameter lubang ledak, mm Gambar 2.89 Hubungan variasi diameter lubang ledak dengan tinggi jenjang (Tamrock, 1988) c. Fragmentasi Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau boulder diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) ditepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran fragmentasi terbesar biasanya dibatasi oleh dimensi mangkok alat gali (excavator atau shovel) yang akan memuatnya ke dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher. Beberapa ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak: Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 110 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan ¾ Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi, oleh sebab itu harus dikurangi dengan menggunakan bahan peledak yang lebih kuat ¾ Perlu diperhatikan bahwa dengan menambah bahan peledak akan menghasilkan lemparan yang jauh ¾ Pada batuan dengan intensitas retakan tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan fragmentasi kecil. Penyimpangan dari ketentuan umum tentang ukuran fragmentasi di atas dapat terjadi karena perbedaan yang spesifik dari kualitas batuan dan bahan peledak. Untuk itu, sekali lagi, percobaan pengeboran dan peledakan harus dilakukan untuk mendapat hasil yang optimum. 2) Geometri peledakan jenjang Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampuan ledakan (blast ability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan akan lebih banyak −untuk jumlah produksi tertentu− dibanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai untuk setiap hasil peledakan (kg/m3 atau kg/ton). Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya. Caracara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company, Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide dan lain-lain. Dengan memahami sejumlah rumus Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 111 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan baik yang diberikan oleh para akhli maupun cara coba-coba akan menambah keyakinan bahwa percobaan untuk mendapatkan geometri peledakan yang tepat pada suatu lokasi perlu dilakukan. Karena berbagai rumus yang diperkenalkan oleh para akhli tersebut merupakan rumus empiris yang berdasarkan pendekatan suatu model. JANG JEN ) K A H C PUN P BENC ( TO KOLOM LUBANG LEDAK ( L ) S B CREST T H AS BEB ) G CE AN BID EE FA ( FR PC TO J E NG ENJA H) J I A T ENC LAN OR B O L F ( Gambar 2.90 Terminologi dan simbol geometri peledakan Terminologi dan simbul yang digunakan pada geometri peledakan seperti terlihat pada Gambar 2.90 yang artinya sebagai berikut: B = burden ;L = kedalaman kolom lubang ledak S = spasi ;T = penyumbat (stemming) H = tinggi jenjang ; PC = isian utama (primary charge atau powder column) J = subdrilling Lubang ledak tidak hanya vertikal, tetapi dapat juga dibuat miring, sehingga terdapat parameter kemiringan lubang ledak. Kemiringan lubang ledak akan memberikan hasil berbeda, baik dilihat dari ukuran fragmentasi maupun arah lemparannya. Untuk Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 112 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan memperoleh kecermatan perhitungan perlu ditinjau adanya tambahan parameter geometri pada lubang ledak miring, yaitu: (lihat Gambar 2.91) B = burden sebenarnya (true burden) B’ = burden semu (apparent burden) α = Sudut kemiringan kolom lubang ledak B B α T T B H H L L PC PC J J a. Lubang ledak vertikal b. Lubang ledak miring Gambar 2.91 Lubang ledak vertikal dan miring a. Rancangan menurut Konya Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan peledak yang diekspresikan dengan densitasnya. Rumusnya ialah: ⎛ρ ⎞ B = 3,15 x de x 3 ⎜⎜ e ⎟⎟ ⎝ ρr ⎠ Persamaan 2.6 dimana B = burden (ft), de = diameter bahan peledak (inci), ρe = berat jenis bahan peledak dan ρr = berat jenis batuan. Spasi ditentukan berdasarkan sistem tunda yang direncanakan dan kemungkinan-nya adalah: Ö Serentak tiap baris lubang ledak (instantaneous single-row blastholes) H < 4B → S = H + 2B ; 3 H > 4B → S = 2B Persamaan 2.7 Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 113 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Ö Berurutan dalam tiap baris lubang ledak (sequenced single-row blastholes) H < 4B → S = H + 7B ; 8 Ö Stemming (T): H > 4B → S = 1,4B - Batuan massif, T=B - Batuan berlapis, T = 0,7B Persamaan 2.8 Ö Subdrilling (J) = 0,3B Ö Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbangkan 2 aspek, yaitu (1) efek ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, airblast, fly rock, dan getaran tanah; dan (2) biaya pengeboran. Tinggi jenjang (H) dan burden (B) sangat erat hubungannya untuk keberhasilan peledakan dan ratio H/B (yang dinamakan Stiffness Ratio) yang bervariasi memberikan respon berbeda terhadap fragmentasi, airblast, fly rock, dan getaran tanah yang hasilnya seperti terlihat pada Tabel 2.10. Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara sederhana dengan menerapkan “Aturan Lima (Rule of Five)”, yaitu ketinggian jenjang (dalam feet) “Lima” kali diameter lubang ledaknya (dalam inci), Tabel 2.10. Potensi yang terjadi akibat variasi stiffness ratio b. Stiffness Ratio Fragmentasi Ledakan udara Batu terbang Getaran tanah 1 Buruk Besar Banyak Besar 2 Sedang Sedang Sedang Sedang 3 4 Baik Memuaskan Kecil Sangat kecil Sedikit Sangat sedikit Kecil Sangat kecil Komentar Banyak muncul back-break di bagian toe. Jangan dilakukan dan rancang ulang Bila memungkinkan, rancang ulang Kontrol dan fragmentasi baik Tidak akan menambah keuntungan bila stiffness ratio di atas 4 Rancangan menurut ICI-Explosives Salah satu cara merancang geometri peledakan dengan “coba-coba” atau trial and error atau rule of thumb yang akan diberikan adalah dari ICI Explosives. Tinggi jenjang (H) dan diameter lubang ledak (d) merupakan pertimbangan pertama yang disarankan. Jadi cara ini menitikberatkan pada alat yang tersedia atau yang akan dimiliki, kondisi batuan setempat, peraturan tentang batas maksimum ketinggian jenjang yang diijinkan Pemerintah, serta produksi yang dikehendaki. Selanjutnya untuk menghitung parameter lainnya sebagai berikut: Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 114 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan (1) Tinggi jenjang (H): Secara empiris H = 60d – 140d. Bandingkan dengan (2) Burden (B) antar baris; B = 25d – 40d (3) Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S = 1B – 1,5B (4) Subgrade (J); J = 8d – 12 d (5) Stemming (T); T = 20d – 30d (6) Powder Factor (PF); PF = Berat bahan peledak (Berat/m) x (Panjang isian) = Volume batuan (B x S x H) L ≤ 60 d Persamaan 2.9 Burden dan spasi, butir (2) dan (3), dapat berubah tergantung pada sekuen inisiasi yang digunakan (lihat Gambar 2.5), yaitu: i. Tipe sistem inisiasi tergantung pada bahan peledak yang dipilih dan peraturan setempat yang berlaku. ii. Waktu tunda antar lubang sepanjang baris yang sama disarankan minimal 4 ms per meter panjang spasi. iii. Waktu tunda minimum antara baris lubang yang berseberangan antara 4 ms – 8 ms per meter. Dikhawatirkan apabila lebih kecil dari angka ms tersebut tidak cukup waktu untuk batuan bergerak ke depan dan konsekuensinya bagian bawah setiap baris material akan tertahan. iv. Waktu tunda dalam lubang (in-hole delay) untuk sistem inisiasi nonel direkomendasikan tidak meledak terlebih dahulu sampai detonator tunda di permukaan (surface delay) terpropagasi seluruhnya. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 115 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Titik awal inisiasi (Initiation Point) Bidang bebas X S B X 1. Square, Row by Row. Drilled: B = S, square. Instantaneous row firing is not recommended by ICI X X X X IP Bidang bebas 4 2. Square, V. Drilled: B = S, square. Ratio: Effective Spacing S e = =2 Effective Burden B e 3 X 1 2 X X X X S Be Be 2 X X 5 B X X X X X X X X X X X Be 7 S S X X IP B X X Bidang bebas Ratio: S e = 3,25 Be X S X 4. Square, VI. Drilled: B = S, staggered. 4 3 X 6 X Bidang bebas Ratio: S e = 5 1 X X X 3. Square, VI. Drilled: B = S, square. 0 X IP B Be X S S X X Gambar 2.92. Tipe-tipe sekuen inisiasi (dari ICI explosives) 3) Powder Faktor Powder factor (PF) menunjukkan jumlah bahan peledak (kg) yang dipakai untuk memperoleh satu satuan volume atau berat fragmentasi peledakan, jadi satuannya biasa kg/m³ atau kg/ton. Pemanfaatan PF cenderung mengarah pada nilai ekonomis suatu proses Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 116 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan peledakan karena berkaitan dengan harga bahan peledak yang digunakan dan perolehan fragmentasi peledakan yang akan dijual. a. Perhitungan volume yang akan diledakan Pada tambang terbuka atau quarry, yang umumnya menerapkan peledakan jenjang (bench blasting), volume batuan yang akan diledakkan tergantung pada dimensi spasi, burden, tinggi jenjang, dan jumlah lubang ledak yang tersedia. Dimensi atau ukuran spasi, burden dan tinggi jenjang memberikan peranan yang penting terhadap besar kecilnya volume peledakan. Artinya volume hasil peledakan akan meningkat bila ukuran ketiga parameter tersebut diperbesar, sebaliknya untuk volume yang kecil. Sedangkan pada tambang bawah tanah, baik pembuatan terowongan atau jenis bukaan lainnya, volume hasil peledakan diperoleh dari perkalian luas permukaan kerja atau front kerja atau face dengan kedalaman lubang ledak rata-rata. Prinsip volume yang akan diledakkan adalah perkalian burden (B), spasi (S) dan tinggi jenjang (H) yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang telah terberai oleh proses peledakan. Volume tersebut dinamakan volume padat (solid atau insitu atau bank), sedangkan volume yang telah terberai disebut volume lepas (loose). Konversi dari volume padat ke volume lepas menggunakan faktor berai atau swell factor, yaitu suatu faktor perubah yang dirumuskan sbb: SF = apabila : maka VS x 100% VL Persamaan 2.10 VS = B x S x H : VL = BxSxH SF di mana SF, VS dan VL masing-masing adalah faktor berai (dalam %), volume padat dan volume lepas. Apabila ditanyakan berat hasil peledakan, maka dihitung dengan mengalikan volume dengan densitas batuannya, jadi: W=Vxρ Persamaan 2.11 di mana ρ adalah densitas batuan. Perlu diingat bahwa berat hasil peledakan baik dalam volume padat maupun volume lepas bernilai sama, tetapi densitasnya berbeda, di mana densitas pada kondisi lepas akan lebih kecil dibanding padat. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 117 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan b. Perhitungan jumlah bahan peledak Telah diuraikan pada Modul 1 tentang pengertian densitas pengisian (loading density), yaitu jumlah bahan peledak setiap meter kedalaman kolom lubang ledak. Densitas pengisian digunakan untuk menghitung jumlah bahan peledak yang diperlukan setiap kali peledakan. Disamping itu, perhatikan pula kolom lobang ledak (L), yang terbagi menjadi “penyumbat” atau stemming (T) dan “isian utama” (PC). Bahan peledak hanya terdapat sepanjang kolom PC, sehingga keperluan bahan peledak setiap kolom adalah perkalian PC dengan densitas pengisian (ρd) atau: Whandak = PC x ρd Persamaan 2.12 Wtotal handak = n x PC x ρd di mana n adalah jumlah seluruh lubang ledak. c. Perhitungan PF Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan peledak yang dipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m³. Karena volume peledakan dapat pula dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa pula menjadi jumlah bahan peledak yang digunakan dibagi berat peledakan atau kg/ton. Volume peledakan merupakan perkalian dari B x S x H, jadi: PF = Whandak BxSxH Persamaan 2.13 PF biasanya sudah ditetapkan oleh perusahaan karena merupakan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya dan juga karena berbagai pertimbangan ekonomi. Umumnya bila hanya berpegang pada aspek teknis hasil dari perhitungan matematis akan diperoleh angka yang besar yang menurut penilaian secara ekonomi masih perlu dan dapat dihemat. Tolok ukur dalam menetapkan angka PF adalah: (1) Ukuran fragmentasi hasil peledakan yang memuaskan, artinya tidak terlalu banyak bongkahan (boulder) atau terlalu kecil. Terlalu banyak bongkahan harus dilakukan peledakan ulang (secondary blasting) yang berarti terdapat tambahan biaya; sebaliknya, bila fragmentasi terlalu kecil berarti boros bahan peledak dan sudah barang tentu biaya pun tinggi pula. Ukuran fragmentasi harus sesuai dengan proses Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 118 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan selanjutnya, antara lain ukuran mangkok alat muat atau ukuran umpan (feed) mesin peremuk batu (crusher). (2) Keselamatan kerja peledakan, artinya disamping berhemat juga keselamatan karyawan dan masyarakat disekitarnya harus terjamin, (3) Lingkungan, yaitu dampak negatif peledakan yang menganggu kenyamanan masyarakat sekitarnya harus dikurangi. Dampak negatif tersebut getaran yang berlebihan, gegaran yang menyakitkan telinga dan suara yang mengejutkan. Dari pengalaman di beberapa tambang terbuka dan quarry yang sudah berjalan secara normal, harga PF yang ekonomis berkisar antara 0,20 – 0,3 kg/m³. Pada tahap persiapan (development) harga PF tidak menjadi ukuran, karena tahap tersebut sasarannya bukan produksi tetapi penyelesaian suatu proyek, walaupun tidak menutup kemungkinan kadangkadang diperoleh bijih atau bahan galian yang dapat dipasarkan. Terdapat pula pernyataan blasting ratio untuk menilai keberhasilan, yaitu volume peledakan yang diperoleh per kg bahan peledak. Jadi rumusnya adalah perbandingan volume peledakan dengan bahan peledak yang digunakan (kebalikan rumus PF). Namun, pada modul ini hanya akan dipakai PF karena paling banyak digunakan pada industri pertambangan di Indonesia. D. PELEDAKAN BONGKAH BATU DAN GAGAL LEDAK 1) Peledakan bongkah batu Ketidaksempurnaan ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan kadang-kadang terjadi dan hal tersebut umumnya tidak dikehendaki selama tujuan peledakan diarahkan untuk produksi normal. Namun demikian, dalam situasi tertentu bongkah batuan (boulders) dalam jumlah terbatas diperlukan juga, yaitu biasanya digunakan untuk batas pengaman sisi jalan tambang terutama yang mengarah ke tebing. Peledakan bongkah selama berlangsungnya produksi normal sangat menganggu proses penggalian maupun dapat menyebabkan hambatan (chocking) di dalam rongga penggerus crusher, sehingga proses peledakan tidak efisien. Oleh sebab itu peledakan ulang perlu dilakukan untuk memperkecil ukurannya dan pekerjaan tersebut akan menambah biaya peledakan. Atas dasar inefisiensi itulah kehadiran bongkahan batu tidak dikehendaki dalam peledakan produksi normal. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 119 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan a. Langkah-langkah pelaksanaan peledakan bongkah Setelah diketahui terdapat sejumlah bongkah batuan yang memerlukan peledakan ulang, maka langkah-langkah yang harus dikerjakan adalah: - Sedapat mungkin pisahkan bongkah batuan yang akan diledakkan ulang dari tumpukan hasil peledakan menggunakan bantuan bulldozer atau excavator. - Beri tanda pada bagian yang akan dibor. Jumlah lubang bor tergantung pada besarnya bongkahan, tipe batuan, dan posisi batuan. Pemberian titik lubang bor diusahakan pada posisi yang paling mudah untuk penetrasi bor. Gambar 2.93 Bongkah batuan menyebabkan peledakan tidak efisien - Lakukan pengeboran menggunakan diameter kecil sekitar 2 3 – 3 4 ketinggian atau panjang ke arah posisi yang akan dibor. Ada juga yang berpendapat kedalaman lubang ledak antara 1 2 2 – 1 3 diameter bongkah. − 34 arah pengeboran 3 Gambar 2.94 Cara pengeboran bongkah batuan untuk peledakan ulang Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 120 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan - Pilihlah jenis bahan yang sesuai untuk peledakan bongkah, biasanya tidak menggunakan ANFO, tapi cukup memakai bahan peledak peka detonator atau cartridge, misalnya powergel, dinamit, emulite, dan sejenisnya serta dipotong secukupnya. Kemudian masukkan penyumbat. - Besarnya cartridge yang dipotong tergantung pada tipe batuan dan kedalam-an lubang ledaknya. Sebagai acuan untuk memperkirakan banyaknya bahan peledak dapat digunakan Tabel 2.11 di bawah ini. Tabel 2.11 Estimasi jumlah bahan peledak untuk peledakan bongkah Ketebalan bongkah rata-rata Cartridge1)/ lubang ledak 45 cm ¼ x tinggi = 5 cm 75 cm ¼ x tinggi = 5 cm 100 cm ½ x tinggi = 10 cm 120 cm 1 x tinggi = 20 cm 1) Ukuran cartridge: ∅ = 3 cm dan tinggi = 20 cm - Apabila bongkah batuan diperkirakan bervolume lebih besar dari 2 m³ (lihat Gambar 2.95) sebaiknya gunakan 2 lubang ledak atau lebih dan diinisiasi serentak. Harus diperhatikan juga perkiraan lemparan fragmentasinya. Dengan melihat seberapa dalam bongkah batu tertanam ke dalam tanah, maka gunakan Tabel 2.8 yang menunjukkan specific charge pengisian bahan peledak. Gambar 2.95 Bongkah batuan besar akan diledakan ulang Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 121 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Tabel 2.12 Specific charge bahan peledak untuk peledakan bongkah Kondisi bongkah Diatas permukaan tanah Separuh tertanam di dalam tanah Seluruhnya tertanam di dalam tanah b. Specific charge cartridge, gr/m³ 50 – 100 100 – 150 150 – 200 Teknik peledakan bongkah Terdapat beberapa teknik peledakan bongkah yang pemilihannya tergantung dari posisi batu, kualitas batu, dan bagian batu yang tertanam dalam tanah. Teknik peledakan bongkah adalah: - Blockholing atau Pop Shooting Umumnya digunakan untuk memecahkan bongkah batu yang besar dengan cara membuat lubang bor ke arah pusat bongkah batu. Apabila jenis batunya tergolong batuan keras dapat dibuat lebih dari satu lubang bor. Kedalaman lubang bor antara 1 2 - 3 tinggi bongkah 4 batu yang dibor seperti yang telah diuraikan pada halaman 40. Apabila bongkah batu tertanam di dalam tanah dan tidak diketahui dalamnya, maka cara pengeborannya adalah: • Lakukan pengeboran sampai tembus • Sumbat bagian bawah lubang bor sampai tertinggal lubang kosong 2 3 tinggi lubang total • Isi bahan peledak sesuai aturan pada Tabel 2.7 dan sumbat bagian atasnya (stemming) Tidak ada ketentuan pasti tentang jumlah lubang bor yang harus dibuat, namun sebagai acuan umum dapat diterapkan bahwa setiap bongkah bervolume kurang dari atau sama dengan 1 m³ diperlukan 1 lubang bor dengan kedalaman maksimum 2 3 m. Jadi bila terdapat bongkah sebesar 1,5 m³ dapat dibuat 2 lubang bor dengan jarak antar lubang dan kedalamannya disesuaikan dengan kualitas batuannya. Gambar 2.81 memperlihatkan cara peledakan blockholing. - Mudcapping atau Plester Shooting Mudcapping adalah cara peledakan kontak, yaitu bahan peledak dinamit atau emulsi diletakkan di atas bongkah batuan ditutupi oleh lumpur atau lempung dengan ketebalan 101 mm. Bahan peledak sebaiknya ditempelkan pada bagian permukaan bongkah yang rata Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 122 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan atau sedikit cekung dan bagian permukaan tersebut harus dibersihkan dari batu-batu kecil dan debu agar tidak terjadi batu terbang. Pada Gambar 2.82.a bahan peledak ditempelkan pada bagian samping bongkah batu, sedangkan pada Gambar 2.82.b di atas permukaan bongkah dan keduanya tidak ditutupi lempung. Gambar 2.83.c adalah cara mudcapping yang disarankan sebab bahan peledaknya ditutupi lempung atau material lain yang sejenis agar dapat mengurangi suara dan airblast. Metode mudcapping ini memerlukan bahan peledak sesuai dengan besar bongkah (lihat Tabel 2.13) hanya secara umum dapat dipakai powder factor 0,7 – 1,0 kg/m³. Tabel 2.13 Estimasi jumlah bahan peledak pada mudcapping Berat bahan peledak, kg 0,3 0,5 0,8 1,0 Ukuran bongkah, m³ Dipadatkan 0,4 0,8 1,3 1,5 Tanpa pemadatan 0,6 1,0 1,6 2,0 Keuntungan cara ini adalah tidak perlu pengeboran dan pekerjaan cepat selesai. Sedangkan kelemahannya antara lain kemungkinan muncul batu terbang dan timbul kebisingan suara serta airblast. Oleh sebab itu, peledakan mudcapping hanya dapat diterapkan bila jauh dari pemukiman karena pengaruh kebisingan suara serta airblast bisa sampai lebih dari jarak 1 km, walaupun ditutupi lempung. Gambar 2.96 Beberapa cara peledakan mudcapping Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 123 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan - Snackholing Tujuan metode snackholing adalah untuk mendorong batu yang tertanam dalam tanah ke atas dan sekaligus memecahkannya. Caranya adalah dengan membuat lubang ledak persis di bawah batu. Besar diameter lubang akan tergantung pada seberapa besar batu yang akan didorong, diangkat dan dipecahkan. Powder factor untuk snakeholing antara 0,75 – 1,5 kg meter ketebalan bongkah dihitung dari arah lubang bor. Tabel 2.14 adalah kemungkinan lain untuk mengetahui kebutuhan bahan peledak sesuai dengan diameter bongkah. Tabel 2.14 Muatan bahan peledak pada peledakan bongkah 1) Diameter bongkah Muatan bahan peledak Blockholing Snakeholing Mudcaping ft m Lb kg lb kg lb Kg 3 1,0 ¼ 0,11 ¾ 0,34 2 0,90 3 4 1,2 0,17 2 0,90 3½ 1,59 8 5 1,5 ½ 0,23 3 1,36 6 2,72 1) Explosives and Demolitions, U.S. Depart. of the Army Field Manual FM 5-25, 1971 Apabila bongkahnya sangat besar, kombinasi antara snakeholing dan mudcapping dapat diterapkan dengan peledakan untuk keduanya serentak. Gambar 3.6 memperlihatkan sketsa snackholing. Gambar 2.97 Sketsa Snackholing 2) Gagal Ledak (Misfire) “Gagal ledak” adalah istilah yang diberikan kepada bahan peledak yang tidak meledak di dalam kolom lubang ledak. Banyak penyebab tidak mengakibatkan gagalnya peledakan suatu bahan peledak dan biasanya merupakan suatu pekerjaan yang sulit serta berbahaya Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 124 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan untuk mengatasinya. Kata kuncinya adalah gagal ledak harus ditangani dengan penuh kehati-hatian. Uraian selanjutnya tidak akan membahas tentang penyebab terjadinya gagal ledak, tetapi lebih terfokus kepada tata cara penanganan gagal ledak itu sendiri. - Ciri-ciri gagal ledak Terdapat beberapa ciri awal untuk mengindikasikan bahwa suatu lubang ledak tidak meledak, antara lain: Ö Perhatikan dari jauh asap yang keluar dari dalam lubang yang tidak meledak, biasanya mengalir dengan konstan. Apabila tidak bisa, maka setelah 15 menit untuk peledakan listrik atau 30 menit untuk peledakan dengan sumbu api, lakukan pemeriksaan pada tumpukan fragmentasi hasil peledakan untuk mengamati sisa asap yang keluar dari lubang. Ö Terbentuk banyak bongkah batuan hasil peledakan. Ö Bila menggunakan sistem peledakan listrik carilah kawat yang masih terlihat diantara tumpukan fragmentasi hasil peledakan. Ö Bila menggunakan sistem sumbu ledak carilah sumbu ledak di sekitar tumpukan fragmentasi. Sumbu ledak tidak akan tersisa apabila betul-betul meledak. Setelah diketahui jumlah lubang yang gagal ledak, kemudian periksa lembaran rencana peledakan atau log peledakan atau charging sheet untuk mendapatkan data jumlah bahan peledak pada setiap lubang yang gagal ledak. - Mengatasi gagal ledak Dengan mempertimbangkan sistem peledakan yang digunakan dan tingkat kesulitan yang dihadapi, maka cara untuk mengatasi lubang yang gagal ledak pun berbeda. Berikut ini beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mengatasi lubang yang gagal ledak. a. Sistem peledakan listrik 9 Apabila terlihat kawat utuh dari lubang yang gagal ledak, periksa sistem listriknya menggunakan galvanometer atau blastohmeter 9 Apabila masih ada arus, berarti detonator masih aktif, maka sambunglah kawat detonator tersebut dengan kawat utama untuk dihubungkan ke blasting machine 9 Bersihkan lokasi sekitar burden dari batu-batu kecil yang memungkinkan berpotensi menjadi batu terbang Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 125 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan 9 Ledakan sesuai prosedur peledakan. b. Sistem sumbu ledak 9 Apabila terlihat sumbu ledak dari lubang yang gagal ledak menandakan sumbu tersebut tidak meledak 9 Pasang detonator listrik dengan kuat menggunakan selotip dengan ujung detonator menghadap ke dalam lubang ledak. 9 Sambunglah kawat detonator tersebut dengan kawat utama untuk dihubungkan ke blasting machine 9 Bersihkan lokasi sekitar burden dari batu-batu kecil yang memungkinkan berpotensi menjadi batu terbang 9 Ledakan sesuai prosedur peledakan. c. Mengeluarkan Stemming 9 Apabila tidak terlihat sumbu ledak atau kawat detonator listrik, maka terpaksa harus mengeluarkan stemming dari lubang yang gagal ledak. Pekerjaan ini sangat berbahaya dan melelahkan. Gunakan kompresor alat bor atau kompresor khusus untuk pekerjaan tersebut untuk mengeluarkan stemming dari dalam lubang (Gambar 2.84.a). 9 Gerakkan selang kompresor naik turun agar stemming bisa terhembus keluar dengan mudah yang ditandai apabila telah terlihat bahan peledak (ANFO) ikut terhembus keluar (Gambar 2.84.b), kemudian segera hentikan kompresor. 9 Setelah stemming keluar semua, buatlah primer dari detonator listrik sesuai prosedur. Kemudian masukkan ke dalam lubang hingga benar-benar berada di atas bahan peledak (Gambar 2.84.c) 9 Masukkan kembali stemming dan padatkan seperlunya (Gambar 2.84.d) 9 Sambungkan kawat detonator pada kawat utama, ledakan sesuai prosedur peledakan. d. Menggali lubang ledak 9 Bongkar lubang yang gagal ledak menggunakan shovel, backhoe atau dragline. Pekerjaan ini sangat berbahaya karena bahan peledak dan primer masih masih ada Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 126 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan di dalamnya. Oleh sebab itu, cara ini merupakan cara yang terakhir ketika tidak ada alternative lain untuk mengatasi gagal ledak. 9 Minimal dua orang bekerja sama, satu orang mengoperasikan alat dan yang satu orang lagi mengawasi jalannya pembongkaran. 9 Apabila personil yang mengawasi sudah melihat bahan peledak, secepatnya beri tanda kepada operator alat untuk menghentikan pembongkaran (biasanya dengan mengangkat tangan menunjukkan tanda “stop”). 9 Bahan peledak dikeluarkan menggunakan kompresor dengan prosedur yang telah diuraikan sebelumnya atau diledakkan kembali (Gambar 2.84). Gambar 2.98 Mengeluarkan stemming atau bahan peledak dari lubang gagal ledak dan meledakkannya kembali e. Menetralisir bahan peledak dalam kolom lubang gagal ledak Bahan peledak ANFO dapat dinetralisir dengan menuangkan air kedalam lubang gagal ledak. Dengan cara tersebut ANFO akan larut dan sifat detonasinya akan hilang. Namun demikian jangan terlalu yakin bahwa ANFO larut sepenuhnya dan mungkin masih Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 127 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan meninggalkan sifat detonasinya. Untuk meyakinkannya tuangkan air bertekanan (dipompa) agar meresap dengan cepat ke dalam lubang gagal ledak dan juga dapat menstimulasi kelarutan ANFO. Bahan peledak emulsi, watergel, slurry dan cartridge (primer) tidak dapat larut. Oleh sebab itu tetap harus dilakukan penggalian atau peledakan ulang untuk mengatasi lubang gagal ledak. 2.7 Aplikasi Bahan Peledak Pada Terowongan Seperti dijelaskan sebelumnya pada metode pengeboran disebutkan bahwa peledakan pada terowongan minimal terdapat dua bidang bebas agar proses pelepasan energy berlangsung sempurna, sehingga batuan akan terlepas atau terberai dari induknya lebih ringan. Pada bukaan underground umumnya terdapat satu bidang bebas, yaitu permukaan kerja/face. Untuk itu perlu dibuat tambahan bidang bebas yang dinamakan cut. Berikut adalah gambaran dari bagian-bagian terowongan. Roof holes Stoping holes Wall holes Cut Floor holes Gambar 2.99 Bagian-bagian round tunnel Cut yang umum digunakan dalam terowongan adalah cylinder cut/circular cut/burn cut, alat bor yang paling terbaru didesain untuk pengeboran horizontal yang tegak lurus dengan permukaan terowongan. Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 128 Dasar-D Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan Gambbar 2.100 Alatt bor a mendekati presisii sangat dibutuhkan padda peledakann terowongaan Peledaakan yang akurat mengiingat hasil peledakan p yaang overbreeak harus diiganti oleh bbeton yang mahal. Untuuk mengo ontrol atau mereduksi overbreak dapat d dilakuukan dengann contour blasting b yaiitu meminnimalkan tek kanan dan paatahan batuaan pada batas penggaliann dengan carra menguranngi dan peendistribusiaan isian bahaan peledak yaang lebih baaik. Contour holes melliputi roof hooles, wall hooles dan floo or holes dimaana pada lub bang tersebuut dut yang disebut dengann “look out”, dimana look out harus cukup c besar harus dibentuk sud agar peralatan borr bisa masuk. Sebagai acuan jarak loo ok out tidak boleh melebbihi 10 cm + m kedalamann lubang, dim mana look oout akan berkkisar 20 cm. 3 cm/m G Gambar 2.101 Look Out Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan Dasar-D Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan A. Peenentuan Cuut Semuaa lubang cu ut dalam lub bang besar cut dibor seejajar satu sama s lain dan d peledakaan diarahhkan ke lubaang besar taanpa isian yang y berfunggsi sebagai pembuka. Semua S lubanng sejajarr adalah peengembangaan dari burnn cut, dimaana semua lubang sejajar biasanyya memilliki diameter yang sam ma. Satu lubaang di tengaah diberi isian dan emp pat lubang di sekitarrnya tanpa issian (lihat gaambar). Gam mbar 2.101 Cuut s mendessain Cut, paarameter yanng sangat peenting dalam m menentukan hasil yanng Pada saat baik adalah sebagaai berikut : • Diameter lubang l koson ng • Burden • Isian bahan n peledak Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Gambar 2.102 Grafik hasil peledakan dari berbagai macam jarak ke arah lubang kosong dari berbagai diamater Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu parameter untuk hasil peledakan yang baik adalah diameter lubang kosong besar, salah satu penyebab dari hasil peledakan yang kurang optimal yaitu tidak tercapainya kemajuan terowongan sesuai rencana diakibatkan oleh terlalu kecilnya diameter lubang kosong. Berikut adalah grafik yang dapat dijadikan acuan dalam penentuan diameter lubang kosong. Gambar 2.103 Grafik hubungan persentase kemajuan dari kedalaman pengeboran dan diameter lubang kosong Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 131 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan a. Perhitungan 1st square of Cut Pada gambar 2.102 Grafik hasil peledakan dari berbagai macam jarak ke arah lubang kosong dari berbagai diameter, bisa kita lihat bahwa jarak lubang ledak dengan lubang kosong besar tidak boleh lebih dari 1.5 Ø. Apabila jarak lebih besar akan terjadi kerusakan dan apabila jaraj terlalu dekat maka kemungkinan besar lubang ledak akan bertemu dengan lubang kosong, oleh karena itu posisi dari lubang ledak pada 1st square ditentukan sebagai berikut : a = 1.5 Ø Dimana : a = jarak C – C diantara lubang ledak dan lubang kosong Ø = diameter lubang kosong • Isian bahan peledak pada 1st square Lubang yang paling dekat pada lubang kosong harus diisi dengan hati-hati, pengisian bahan peledak yang terlalu sedikit dapat mengakibatkan tidak memberaikan batuan, sementara apabila pengisian berlebih akan melempar batuan berlawanan dengan lubang kosong dan dapat memadatkan batuan. Gambar 2.104 Grafik minimum kebutuhan bahan peledak/Charge concentration (kg/m) dan jarak maksimal C - C (m) untuk variasi diameter lubang besar/Large hole diameter Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 132 Dasar-D Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan b. Peerhitungan square s of thee cut lainnyaa Pada dasarnya d peerhitungan square lainnnya sama deengan perhittungan 1st sqquare dengaan perbed daannya adaalah pemberraian batuann ke arah buukaajn segi empat penggganti lubanng kosong g pada 1st sqquare. Umum mnya untuk burden b (B) pada p square lainnya sam ma dengan wiidth (W) darii buka bukaaan (B = W). W Gam mbar 2.105 Grafik r minimuum kebutuhaan bahan pelledak/Chargge concentrattion (kg/m) dan d jaarak maksim mal burden uuntuk variasi lebar bukaaan c. D Desain Cut Beriku ut adalah carra menentukan desain cuut : • 1stt Square a = 1.5 Ø W1 = a√2 Gambarr 2.106 Desaiin 1st square Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan Dasar-D Dasar Teori Perencanaan Terowongan Denggan Metode Peeledakan • B1 nd n 2 Square = W1 C – C = 1.5 W1 W2 = 1.5 W1 √2 Gambar 2.1107 Desain 2nd square • B2 3rdd Square = W2 C – C = 1.5 W2 W3 = 1.5 W2 √2 Gambarr 2.108 Desaiin 3rd square • B3 4thh Square = W3 C – C = 1.5 W3 W4 = 1.5 W3 √2 √ Gamb bar 2.109 Desain 4th squarre Perhitu ungan di ataas digunakan n pada lubangg ledak diam meter 38 mm m, apabila lebbih besar dapat disesuaikan.. B. Sttoping Apabila lubang cut c sudah dihitung, d yaang perlu ditentukan d bberikunya addalah sebaggai beriku ut: • Flooor holes • Wall holes • Rooof holes Perencaanaan Terowonngan di Proyekk Induk Pembanngkit Listrik & Jaringan Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan • Stoping holes upwards & horizontally • Stoping downward Untuk menentukan burden (B) dan isian bahan peledak pada masing-masing bagian dapat ditentukan sesuai grafik di bawah ini. Gambar 2.110 Grafik hubungan burden dengan isian bahan peledak bawah Setelah burden (B), kedalaman (H) dan isian bahan peledak bawah diketahui (Ib), maka geometru pengeboran dapat ditentukan dengan tabel sebagai berikut : Bagian tunnel Floor Wall Roof Stoping : Upwards Horizontal Downward Burden (m) Spacing (m) Height bottom Charge (m) Charge Concentration 1 x B 0.9 x B 0.9 x B 1.1 x B 1.1 x B 1.1 x B 1/3 x H 1/6 x H 1/6 x H Bottom (Kg/m) lb lb lb Column (Kg/m) 1.0 x lb 0.4 x lb 0.3 x lb 1 xB 1 xB 1 xB 1.1 x B 1.1 x B 1.2 x B 1/3 x H 1/3 x H 1/3 x H lb lb lb 0.5 x lb 0.5 x lb 0.5 x lb Stemming (m) 0.2 x B 0.5 x B 0.5 x B 0.5 x B 0.5 x B 0.5 x B Tabel 2.15 Drilling and charging geometry of the round Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 135 Dasar-Dasar Teori Perencanaan Terowongan Dengan Metode Peledakan Berikut adalah rekomendasi isian bahan peledak dan pola pengeboran untuk berbagai macam diameter pada contour blasting. Diameter lubang 25 ‐ 32 25 ‐ 48 51 ‐ 64 Isian bahan peledak (Kg/m) 0.11 0.23 0.42 Burden (M) (spacing) 0.3 ‐ 0.5 0.7 ‐ 0.9 1.0 ‐ 1.1 0.25 ‐ 0.35 0.5 ‐ 0.70 0.80 ‐ 0.90 Tabel 2.16 Tabel isian bahan peledak dan pola pengeboran pada contour blasting C. Firing Pattern Setelah semua bagian round ditentukan tahapan terakhir adalah penentuan firing pattern, pola tersebut harus didesain agar setiap lubang memiliki bidang bebas pemberaian. Sangatlah penting pada peledakan terowongan memiliki ‘delay’ yang cukup untuk pemberaian dan pelemparan batuan ke arah lubang kosong. Pengaturan delay pada peledakan terowongan diatur sedemikian rupa sehingga peledakan bertahap sesuai pengaturan delay tersebut dari yang terkecil ke yang terbesar, dari jarak terdekat dengan lubang kosong sampai dengan terakhir pada batas rencana terowongan (dapat dilihat pada materi sebelumnya di detonator dan pola peledakan). Perencanaan Terowongan di Proyek Induk Pembangkit Listrik & Jaringan di Takengon – Aceh Dengan Metode Peledakan 136