TINJAUAN PUSTAKA Mikmorganisme dari Lingkungan Bersuhu Tinggi Filogeni mikroorganisme berdasarkan sekuen nukleotida RNA ribosom mengklasifikasikan kehidupan atas tiga domain, yaitu Archaea, Bacteria, dan Eukarya. Archaea dan Bacteria yang berada dekat dengan akar pohon filogenetik hidup di lingkungan yang ekstrim, seperti anaernb, pH rendah, kadar garam tinggi, dan suhu tinggi. Sebagian besar tergolong hipertermofil yang hidup optimum di atas 90°c, seperti kondisi lingkungan awal kehidupan di bumi. Berdasarkan ha1 tersebut selumh mikroorganisme diperkirakan memiliki nenek moyang hipertermofil (Adams & Kelly 1995; Blochl et a/. 1995). Mikroorganisme yang hidup di lingkungan bersuhu tinggi diklasifikasikan: (1) termofil, suhu optimum pertumbuhan di antara 45 OC - 65 OC dan (2) termofil ekstrim (kaldoaktif), tumbuh di atas 65 OC - 70 OC (Steel & Walker 1991). Madigan et a/. (2000) menamakan hipertermofil bagi mikroorganisme yang tumbuh optimum pada suhu di atas 90 OC dan mati di bawah 60 OC. Hipertermofil hanya terdapat pada habitat bersuhu tinggi sepefti mata air panas, kawah, solfatara, dan sumber air panas dasar laut. Sebagian besar hipertermofil bersifat anaerob obligat, dan beberapa diantaranya bersifat heterotrof obligat, yaitu hanya dapat menggunakan senyawa karbohidrat atau protein kompleks sebagai sumber karbon. Ada juga hipertennofil yang tergantung pada senyawa belerang untuk pertumbuhannya, dan menghasilkan hidrogen sulfida yang bersifat korosif (Adams & Kelly 1995). Hipertermofil yang dikenali bani sejumlah 47 spesies yang dikelompokkan ke dalam 23 genera dan 10 ordo dari kelompok bakteri dan t arkaea. Bakteri hipertermofil yang tumbuh pada suhu tertinggi adalah pymphilus dan Thermotoga maritima masing-masing pada 95 OC dan 90 Aquifex OC. Arkaea hipertermofil umumnya tumbuh optimum pada suhu yang lebih tinggi daripada bakteri, yaitu pada kisaran 103-11O'C , misalnya Pyrococcus, Pymbaculum, Pyrodictium, dan Methanopyms (Blochl et a/. 1995). Sebagian besar termofil berasal dari genera pembentuk endospora, yaitu Bacillus dan Clostridium. Mikroorganisme termofilik yang lain antara lain dari kelompok aktinomiset, bakteri asam laktat, bakteri gram negatif, dan sianobakter (Stell & Walker 1991). Bacillus tennofilik Bacillus termofilik telah diisolasi lebih dari 100 tahun yang lalu pada kisaran perturnbuhan mesofilik dan termofilik . Mikroorganisme ini sering dijumpai sebagai kontarninan produk makanan dan juga sebagai penghasil enzim termostabil, seperti protease, amilase, pullulanase, glukosa isomerase, lipase, xilanase, dan enzim restriksi DNA. Sifat tennodurik dan kemampuan menghasilkan endospora dari Bacillus termofilik sering digunakan pula sebagai indikator keberhasilan sterilisasi uap (Rainey et a/. 1994). Taksonomi Bacillus termofilik sebagian besar berdasarkan pada bentuk fenotipik dan karakterisasi genotipik. Analisis filogenetik Bacillus termofilik berdasarkan sekuens 16s rDNA dan rRNA telah berhasil dipelajari (Tabel 1). Rainey et a/. (1994) melaporkan Bacillus termofilik memiliki rasio basa mol % G+C dari gen IS rDNA di antara 57-63. Pada mikroorganisme mesofilik mol % G + C tersebut di antara 53 dan 55. Molekul RNA ribosom (rRNA) dapat digunakan untuk rnelihat hubungan evolusi organisme hidup, karena sifatnya yang konstan, terdistribusi universal, secara fungsional homolog, dan sangat konservatif sehingga dapat dipakai sebagai jam biologi (kmnometer) suatu perjalanan evolusi. Penelitian filogenetik prokatyot lebih banyak menggunakan IS-rRNA (1500 nukleotida), karena memiliki sekuens konservatif yang tinggi dan sekuens mriabel tertentu yang dapat digunakan sebagai filogenetik (Madigan et a/. 2000). kronorneter Tabel 1. Nilai mol % G+C dari DNA dan 16s-rDNA dari delapan galur Bacillus terrnofilik (Rainey et a/. 1994) Galur mol % G+C DNA Suhu opt.* ec) . . pH opt.* 60 5,5-9,0 61 Mol% G+C 16s-rDNA 57 B. thermooleovemns DSM 5366 55-65 6,O-7,5 58 59 6.caldovelox DSM 4 11 60-70 6,3-8,5 65 59 6. caldolyt~~s DSM 405 72 6,O-8,O 52,53 59 B. caldotenax DSM 406 80 7,5-8,5 65,73 59 6. thermodenitrificans DSM 466 65-70 td 49 59 6. themomber DSM 7064 45-48 td 57 57 6. thermocatenulatus DSM 730 65-70 td 69 60 B. tlavothermus DSM 2641 Keterangan: * suhu dan pH optimum pertumbuhan, td = tidak ditentukan Enzim Enzim adalah protein yang dihasilkan oleh sel hidup dan berfungsi sebagai katalis biologi yang spesifik dan efisien. Hampir seluruh reaksi fisiologi dikatalisis enzim dengan meningkatkan kecepatan reaksi 10~-10'*kali lebih cepat daripada reaksi tanpa katalis enzim. Reaksi katalitik oleh enzim pada umumnya bersifat cepat membentuk reaksi kesetimbangan tanpa disertai reaksi samping, bekerja dalam larutan encer, berlangsung pada suhu rendah, dan kondisi netral (Ottaway & Apps 1984). Enzim berupa protein globular yang terbentuk dari rantai polipeptida yang berlipat secara kompak. Konformasi tersier protein globular merupakan bentuk yang paling stabil, karena ditunjang oleh berbagai ikatan yang menstabilkan struktur tersier protein. Jenis-jenis ikatan tersebut adalah: ikatan hidrogen yang terdapat di antara gugus R , residu asam amino rantai samping yang berdekatan, ikatan ion di antara gugus R yang ben'awanan, interaksi hidrofobik dari gugus R asam amino hidrofobik, kovalen berupa ikatan disulfida dari residu sistin (Ottaway & Apps 1984). dan ikatan Struktur protein enzim mempenganrhi aktivitas katalitiknya. Aktivitas katalitik enzim akan hilang bila tejadi denaturasi protein. Denaturasi adalah perubahan konformasi molekul protein dari bentuk berlipat menjadi bentuk tidak beriipat. Denaturasi dapat menyebabkan kehilangan aktivitas biologi, kelarutan, dan kemampuan untuk membentuk kristal. Denaturasi dapat disebabkan oleh kondisi pH ekstrim, suhu tinggi, dan pengaruh senyawa seperti: detergen ionik, pelarut organik, urea konsentrat, anion besar dari asam kuat (ClOj, CCI 3CO03, dan ion chaotropic (I-, SCN') (Ottaway & Apps 1984). Enzim Tennostabil lstilah termostabil (stabil panas) didefinisikan dengan sejumlah arti dan bersifat relatif. Sebagian besar definisi termostabil bemubungan dengan sifat alami enzim dan sumber penghasilnya. Maka ada yang mendefinisikan enzim termostabil sebagai enzim yang memiliki suhu aktivitas maksimum di atas suhu pertumbuhan organisme penghasilnya. Namun pada kenyataannya, ada enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang hidup pada suhu 90°C tetapi mempunyai suhu aktivitas optimum di bawah atau di atas suhu pertumbuhannya. Definisi enzim termostabil yang lain berhubungan dengan aktivitas enzim yang masih terukur setelah enzim diinkubasi pada suhu 6 0 ' ~atau lebih selama waktu tertentu. Definisi tersebut temyata dapat berlaku untuk enzim yang bersifat termotoleran yang masih memiliki aktivitas enzim setelah pemanasan dan terukur pada kondisi suhu mesofilik. Kestabilan enzim biasanya diukur berdasarkan waktu paruh aktivitas enzim. Waktu panrh didefinisikan sebagai waktu reaksi aktivitas enzim yang tufun hingga sepafuh aktivitas semula pada kondisi suhu tertentu. Nilai waktu paruh masih benrpa ukuran yang relatif. Namun pada umumnya enzim termostabil sejati memiliki waktu p a ~ pada h suhu 5 0 ' ~yang jauh lebih lama dari pada enzim termolabil (tidak tahan panas) (Ng & Kenealy 1986). Mikroorganisme (hiper)termofil berpotensi sebagai penghasil enzim termostabil. Enzim yang dihasilkannya memiliki nilai ekonomis, antara lain:(l) stabil selama penyimpanan akan mengurangi biaya produksi dan memudahkan untuk proses pemumian enzim, (2) reaksi berlangsung pada suhu tinggi sehingga akan mengurangi kontaminasi oleh bakteri mesofil, (3) lebih tahan terhadap pelarut, detergen, dan senyawa denaturan, (4) pada suhu tinggi proses fermentasi akan lebih cepat, karena reaksi enzim akan meningkat, dan (5) pemisahan produk yang mudah menguap akan lebih cepat (Steel &Walker 1991). Perbandingan komparatif protein dari mesofil dan termofil menunjukkan terdapat kesamaan uri-ciri molekuler dan katalitik di antara protein yang mengatalisis reaksi yang sama dari kedua organisme tersebut (Steel & Walker 1991). Berdasarkan studi residu asam amino pada sisi katalitik enzim, protease termostabil yang berasal dari B. steamthennophilus dan B. themopmteolyticus menunjukkan 85% homolog, dan protease termolabil (tidak tahan panas) dari B. subtilis dan B. amyloliquefaciens menunjukkan 82% homolog. Protease B. stearothermophilus hanya menunjukkan 30% homolog dengan protease B. subtilis. Sekuen dari 17 residu asam amino, termasuk residu histidina pada sisi aktif dari keempat protease netral ini bersifat sangat konservatii, dan diduga memiliki struktur tiga dimensi yang sama (Rao et al. 1998). Sifat stabil panas suatu protein ditentukan struktur intrinsik protein antara lain: (1) memiliki ikatan disulfida, (2) jumlah interaksi elektrostatik permukaan protein (jembatan garam) lebih banyak, (3) struktur protein yang lebih kompak dengan adanya interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen, dart (4) mengandung kation divalen atau monovalen yang menjaga kestabilan konformasi protein (Steel & Walker 1991). Sifat ketahanan terhadap panas suatu protein atau enzim dapat diinduksi dengan penambahan senyawa nonprotein atau melalui modifikasi fisiko kimia. Modifikasi kimia dilakukan dengan cara mereaksikan enzim dengan substrat, pelarut, garam, dan kation. Sebagai contoh, gliserol, sukrosa, dan etilen glikol biasa dicampurkan dengan enzim selama masa penyimpanan. Ion kalsium dapat mempertahankan kestabilan terhadap panas pada enzim protease dan amilase. Demikian pula ion magnesium, strontium, dan barium memberikan pengaruh yang sama seperti kalsium pada a -amilase Aspergillus orylae (Ng & Kenealy 1986). Enzim termostabil yang dipasarkan ada pula yang berasal dari mesofil. Melalui teknik rekombinasi DNA, memungkinkan untuk mengklon enzim terrnofilik ke dalam inang mesofilik untuk menghasilkan enzim termostabil. lmanaka et al. (1986) melakukan mutasi terarah dengan cara mensubstitusi asam amino pada daerah yang bukan konservatif dari protease netral termostabil dan terrnolabil yang berasal dari Bacillus temyata dapat pula meningkatkan termostabilitas. Protease Mikroorganisme Protease atau enzim proteolitik adalah enzim yang memiliki daya katalitik terhadap ikatan peptida dari suatu molekul polipeptida atau protein. Protease dapat diisolasi dari tumbuhan (papain, bromelin), hewan (tripsin, kimotripsin, pepsin, renin), dan mikroorganisme (bakteri, kapang, dan virus). Protease merupakan enzim hidrolitik yang paling banyak diperdagangkan dalam industri ( 5 60%), sebanyak 2 40% di antaranya berasal dari mikrorganisme. lndustri yang memanfaatkan protease antara lain industri detergen, makarian, tekstil, kulit, dan farrnasi (Rao et al. 1998). Komisi tatanama International Union of Biochemistry and Molecular Biology mengelompokkan protease ke dalam kelompok enzim 3 (hidrolase) dan subkelompok 4 (EC 3.4). Protease diklasifikasikan berdasarkan tiga kriteria utama: (1) jenis reaksi yang dikatalisis, (2) sifat kimia sisi katalitik, dan (3) hubungan evolusi struMur enzim. Protease terdiri dari dua kelompok utama ditinjau dari jenis reaksi yang dikatalisis yaitu eksopeptidase dan endopeptidase. Eksopeptidase memotong ikatan peptida dekat dengan ujung amino (aminopeptidase, EC 3.4.11 (karboksipeptidase, EC 3.4.16 (EC 3.4.21 - EC 3.4.18) - EC 3.4.14), atau ujung karboksil dari molekul substrat. Endopeptidase - EC 3.4.34) memotong ikatan peptida pada bagian dalam rantai polipeptida dan jauh dari ujung amino atau karboksil molekul substrat. Endopeptidase dikelompokkan ke dalam 4 subkelompok berdasarkan mekanisme katalitik enzim, yaitu: protease serina (EC 3.4.21), pmtease sisteina (EC 3.4.22), protease asam (EC 3.4.23), dan protease logam atau metaloporotease (EC 3.4.24). Rawlings & Barret memberi kode bertunrt-turut: S, C, A, dan M untuk memudahkan penamaan keempat subkelompok tersebut. Endopeptidase yang belum diketahui mekanisme katalitiknya diberi nomor EC 3.4.99 (Rao eta/. 1998). Penggolongan protease berdasarkan sekuen asam amino atau sekuen nukleotida penyandinya mengarah pada hubungan evolusi s t ~ k t u renzim. Sebagai contoh, dendogram Treeview package menyeleksi sekuen asam amino dari protease yang berasal dari mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan melalui program SWISS-PROT dan PIR. Protease ini kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yang berbeda berdasarkan pH aktivitas enzim (Rao et a/. 1998). - Protease Serina Protease serina dicirikan dengan kehadiran gugus serin pada sisi aktif. Protease serin dihambat antara lain oleh senyawa 3,4-dikloroisokoumarin (3,4-DCI), fenilmetilsulfonilfluorida (PMSF), diisopropilfluomfosfat (DFP), dan tosil-I-lisin klorometil keton (TLCK). Protease serina aktii pada kondisi pH netral dan alkalin (pH 7-11). Protease serina terdiri dari dua tahap reaksi hidrolisis, yaitu asilasi dan deasilasi. Tahap asilasi ditandai dengan pembentukan senyawa antara enzim-peptida yang berikatan kovalen bersamaan dengan hilangnya fragmen asam amino atau peptida. Pada tahap deasilasi terjadi serangan nukleofilik senyawa antara oleh air yang menyebabkan hidrolisis peptida (Rao et a/. 1998). Protease serina yang berasal dari mikroorganisme dikelompokkan oleh Morihara ke dalam empat kelompok protease: serupa tripsin, alkalin, a-litik Myxobacter, dan stafilikokal (Tabel 2). Protease serina dari setiap kelompok menunjukkan kespesifikan yang khas pada sisi pemotongan substrat. Kelompok pertama menunjukkan kespesifikan terhadap asam amino basa, kelompok kedua terhadap residu aromatik atau hidrofobik, kelompok ketiga terhadap residu alifatik sederhana, seperti alanina, dan kelompok keeempat spesifik terhadap residu asam (aspartat atau glutamat) pada sisi karboksil dari titik pemotongan substrat sintetik atau rantai-B insulin teroksidasi (Ward 1983). Tabel 2. Pengelompokan dan ciri-ciri protease serina mikrorganisme (Ward 1983; Tsuchiya et a/. 1992) Kelompok Contoh Mikrob Ciri-ciri Senyawa Protease Serina Penghasil Penghambat Serupa tripsin Streptomyces sp. Aktif pada pH 8,O DFP, TLCK - BM 20000 - pH isoelektrik 4 - Alkalin -Bacillus lichenifomis (Subtitisin Carlsberg) -Themoactinomyces I SP. a-litik Myxobader - Mycobacterium Stafilokokal Staphylococcus aul~us - Somngium - pH optimum 8-9 - BM 27277 pH isoelektrik 9,4 - pH optimum 11,5 BM 25000 - Aktif pada pH 9,O DFP, PMSF DFP - pH optimum 4,O- DFP - 7,8 BM 12000 Protease Asam Protease asam atau protease asam aspartat tergantung pada kehadiran residu asam aspartat untuk aktivitas katalitik enzim. Serangan nukleofilik pada protease asam dilakukan oleh dua transfer proton: satu dari nukleofil ke diad dari dua gugus karboksil, dan yang lainnya dari diad ke karbonil oksigen substrat (mekanisme dorong-tank [pushpulll) yang akan membentuk senyawa antara tetraherdral bermuatan netral. Bentuk tetrahedral ini akan pecah kembali dengan mekanisme dorong-tank (Polgar 1990). Protease asam terdiri dari tiga subkelompok: pepsin, retropepsin, dan enzim yang berasal dari pararetrovirus. Sebagian besar protease asam aktif pada pH 3-4, BM 30000 - 40000, titik isoelektrik antara pH 3 - 43, dihambat oleh pestatin, dan sensitif terhadap senyawa diazoketon, seperti: diazosetil-DL-norleusin metilester (DAN) dan 1,2epoksi-3-(pnitrofenoksi)propana (EPNP) dengan kehadiran ion tembaga. Protease asam banyak dihasilkan oleh fungi, dan jarang dihasilkan bakteri (Ward 1983; Rao et a/. 1998). Protease Sisteina Protease sisteina atau protease tiol memerlukan asam amino sisteina dan histidina untuk aktivitas katalitik enzim. Berdasarkan kespesifikan rantai samping, protease ini terdiri dari 4 subkelompok: serupa papain, serupa tripsin, spesifik untuk asam glutamat, dan lainnya (di luar ketiga subkelompok pertama). Papain mempakan protease sisteina memiliki pH optimum netral, dan sensitii terhadap senyawa sulfidril, seperti PCMB. Klostripain merupakan contoh protease sisteina yang menunjukkan kekhasan pada asam amino bash pada sisi karboksil dari titik potong, BM 50000, dan pH isolelektrik 4,84,Q (Ward 1983; Rao et a/. 1998). Protease sisteina mengkatalisis hidrolisis turunan asam karboksilat melalui jalur pembentukan asam-basa dan hidmlisis senyawa antara asil-tiol. Mekanisme reaksi protease sisteina mirip dengan protease serina, kecuali nukleofil berupa gugus tiolat bukan hidroksil (Polgar 1990). Metaloprotease Metaloprotease (protease logam) membutuhkan ion logam divalen untuk aktivitas enzim. Mekanisme reaksi metaloprotease agak berbeda dengan ketiga jenis protease lainnya. Pada termolisin, gugus karboksilat dari Glu 143 membantu serangan nukleofilik ikatan zink dengan molekul air pada karbon karbonil ikatan peptida. Pengelompokan protease logam berdasarkan kespesifikan reaksi terdiri dari: netral, alkalin, Myxobacter I, dan Myxobader II (Tabel 3). Keempat subkelompok ini dihambat oleh senyawa pengkhelat, seperti etilendiamintetraasetat (EDTA). Protease netral menunjukkan kespesifikan terhadap asam amino hidrofobik, protease alkalin menunjukkan kespesifikan yang sangat has, Myxobacter I spesifik pada asam amino sederhana pada kedua sisi titik potong, dan Myxobacter II spesifik pada residu lisina pada sisi amino ikatan peptida (Ward 1983; Rao et a/. 1998). Tabel 3. Pengelompokan, ciri-ciri, dan contoh metaloprotease mikroorganisme (Ward 1983; Kubo et a/. 1988) Kelompok Metaloprotease Netrai Contoh Mikrob Penghasii B. steamthermophilus Ciri-ciri - BM 34000 pH optimum 7,5 dihambat oleh ImM EDTA - Pseudomonas aemginosa - Semtia spp. - BM 48000-60000 pH optimum 7,O-9,O Peka pada konsentrasi EDTA > IO-~M Myxobacter I - Sorangium sp. - Mycobacter sp. - BM 14000 pH optimum 9,O Myxobacter II - Mycobactersp. - BM 17000 pH optimum 8,5-9,O Alkalin , - 1 Protease Tennostabil Bacillus Protease termostabil yang dihasilkan Bacillus dan telah digunakan secara komersial, antara lain subtilisin, termolisin, dan kaldolisin. Ketiga enzim ini mengikat satu atau lebih kalsium yang berguna untuk kestabilan enzim di lingkungan ekstraseluler. Protease yang berikatan dengan kalsium tidak cocok digunakan dalam industri detergen, karena detergen mengandung senyawa antara lain tripolifosfat yang dapat mengkhelat kalsium. lndustri detergen memerlukan enzim yang stabil pada pH alkalin dan denaturan kimia. Subtilisin yang bersifat alkalin telah digunakan dalam industri detergen dengan terlebih dahulu dimodifikasi. Residu 75-83 yang merupakan loop pengikatan kalsium subtilisin dihilangkan dan sisi aktii senna 221 diganti dengan sisteina. Delesi residu 75-83 menyebabkan destabilisasi protein, tetapi kemudian mereka menciptakan struktur baru untuk kestabilan enzim dengan cara mutagenesis terarah menggunakan oligonukleotida pendek. Mutan baru yang terbentuk memiliki aktivitas protease dengan 1000 kali lebih tahan terhadap senyawa pengkhelat (Strausberg et a/. 1995). Peningkatan termostabilitas subtilisin dilakukan dengan menambah ikatan disulfida menggunakan mutagenesis terarah pada AsnlO9 dan Asn218 dengan Ser (Rao et a/. 1998). Kaldolisin dihasilkan oleh B. caldolyticus dan Thennus aquaticus T-351. Kaldolisin memiliki waktu paruh selama 193 jam pada suhu 7 5 ' ~dalam 10 mM CaCI2, dan bila tanpa kalsium hanya 4,8 menit. Kaldolisin mengikat enam ion ca2' untuk setiap molekul enzim. Ada dua tipe pengikatan kalsium pada kaldolisin empat ion ca2' terikat secara lemah dan dapat dihilangkan dengan kromatografi penukar kation. Dua ion ca2' v lainnya terikat kuat dan menentukan kestabilan enzim (Steel & Walker 1991). Termolisin merupakan metaloendopentidase yang dihasilkan oleh galur-galur spesies Bacillus. Enzim yang dihasilkan dikenal sebagai protease netral (NP) atau protease serupa termolisin (TLP). Struktur termolisin pertama kali dilaporkan tahun 1972 dari B. cereus. Enzim ini relatif stabil terhadap suhu tinggi. Struktur kristal termolisin termostabil ekstrim yang berasal dari B. thermopmteolyticus, termostabil moderat NP-cer yang berasal dari 8.cereus terdiri, dan dari NP lainnya terdiri dari domain N-terminal (residu 1-154) mengandung lipatan beta, dan domain C-terminal (residu 153316) mengandung alfa heliks. Termolisin mengandung satu atom zink pada sisi aktiif dan dua hingga empat ion ca2' untuk kestabilan enzim (Eijsink et a/. 1995). Spesies-spesies Bacillus yang menghasilkan enzim yang memiliki sifat termostabilitas dan homologi yang serupa dengan termolisin dengan termolisin B. thermopmteolyticus terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Homologi dan termostabilitas protease netral yang dihasilkan oleh spesies Bacillus (Eijsink et a/. 1993). Spesies Bacillus CC) Nama enzim ldentik relatii (%) termolisin 100 82,O B. ~ a l d ~ l y f i ~ ~ ~ NP-=I 86 76,7 B. stearothennophilus NP-ste 85 68,5 8.cereus 8.subtilis NP-cer 73 60,O NP-sub 47 55,3 6. amyloliquefaciens NP-amy 47 55 6. thermopmteolyticus T50 Kestabilan TLP biasanya dinyatakan dengan Tsayaitu suhu pada 30 menit inkubasi aktivitas enzim tereduksi separuhnya. Sebagai contoh Tsatermolisin 86,g0c dan berbeda dengan TLP yang kurang stabil seperti NP-ste (TS0= 73,4'~) pada 44 asam amino. Secara keseluruhan kedua enzim hampir sama dan seluruh residu yang terlibat dalam katalisis dan pengikatan ion logam bersifat konservatii. Perbedaan kestabilan termolisin dengan NP-cer ditentukan oleh 44 asam amino yang terdapat pada domain N-terminal. Kestabilan enzim NP atau TLP lainnnya dapat ditingkatkan pada daerah ini (Eijsink et al. 1995). Pemumian Enzim Protease Pemumian bertujuan untuk memisahkan enzim yang diinginkan dari senyawa yang tidak dikehendaki lainnya. Tahaptahap pemumian tergantung dari tujuan akhir, apakah untuk tujuan komersial atau tujuan riset. Enzim yang kasar atau yang dimumikan sebagian masih dapat dipakai untuk komersial, sedangkan enzim yang mumi atau hampir mumi dikehendaki dalam riset atau dipakai dalam produk analitik. Hanis (1989) menyebutkan minimal ada tiga strategi dalam dipetttatikan: (1) kualitas; perlu tindakan pemumian enzim yang hams untuk mempertahankan aktivitas protein dengan cara mengurangi proteolisis dan denaturasi, (2) kuantitas; pemakaian akhir dari protein mumi akan menentukan kuantitas enzim yang diperlukan, (3) ekonomis yang merupakan kunci penting bila akan dipakai dalam industri, atau diterapkan dalam skala laboratorium. Pemekatan Enzim Pemekatan protein enzim merupakan tahap awal dari prosedur pemumian enzim sebelum tahap pemumian berikutnya atau dapat pula digunakan untuk keperluan analisis enzim (Hanis 1989). Pemekatan protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu analitik dan preparatif (penyiapan). Metode analitik menggunakan pengendapan asam (misalnya asam trikloroasetat), pengendapan organik (misalnya aseton atau etanol), dan imunopresipitasi dapat menyebabkan denaturasi protein. Berbeda dengan metode analitik, metode preparatif tetap mempertahankan aktivitas protein. Pemekatan protein dengan metode preparatif misalnya dengan menggunakan pengendapan dengan 1 garam, pengendapan dengan pelarut organik, pengendapan dengan polimer organik , ultrafiltrasi, liofilisasi, dan dialisis (Bollag & Edelstein 1991). Metode pengendapan protein yang biasa dilakukan dalam pengendapan protease adalah menggunakan garam amonium sulfat dan pelarut organik aseton. Prinsip pengendapan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein yang berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam, dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein (pada pH dan suhu tertentu) meningkat pada kenaikan konsentrasi garam (salting in). Kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu kelarutan protein menurun (saking out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein sating berinteraksi, beragregasi, dan kemudian mengendap (Hanis 1989; Scopes 1987). Amonium sulfat merupakan garam yang paling sering digunakan untuk mengendapkan protein karena memiliki daya larut tinggi di dalam air, relatif tidak mahal, dan kestabilan protein di dalam larutan amonium sulfat (2M - 3M) tahan bertahun-tahun (Scopes 1987). Pengendapan protein dengan menggunakan pelarut organik berdasarkan pada pengurangan kelarutan protein dan konstanta dielektrika pelarut. Semakin banyak pelarut organik yang ditambahkan, semakin berkurang daya solvasi air dan muatan pada permukaan molekul protein yang hidrofilik. Hal ini akan menjadikan molekulmolekul protein cenderung berinteraksi dengan sesamanya, hingga akhimya protein mengendap. Prosedur pengendapan pelarut organik dilakukan pada suhu di bawah O'C. Pada suhu di atas loOc,konformasi protein akan segera berubah yang memungkinkan molekul-molekul pelarut organik mendapatkan jalan masuk ke bagian dalam struktur pfotein, kemudian akan merusak interaksi hidrofobik dan akhimya akan terjadi denaturasi (Hartis 1989; Scopes 1987). Pengendapan protein dengan polimer organik, misalnya yang paling banyak menggunakan polietilen glikol (PEG), memiliki mekanisme yang hampir sama dengan pengendapan pelarut organik, tetapi pada PEG hanya perlu konsentrasi yang lebih rendah dari 20%. Berat molekul PEG yang digunakan berkisar 6000-20000.PEG adalah polimer nonionik yang tidak larut. Pengendapan enzim dengan PEG tidak mempengaruhi tahap pemumian berikutnya, misalnya dengan kromatografi penukar ion atau kromatografi afinitas (Hams 1989). Garam yang berlebih yang terdapat di dalam larutan enzim setelah tahap fraksinasi dapat dihilangkan dengan cara dialisis. Pada tahap dialisis, protein ditempatkan di dalam kantung (membran) semipermeabel yang direndam di dalam larutan bufer tertentu. Molekul yang berukuran kecil akan ke luar melalui membran, dan molekul yang berukuran besar akan tertahan di dalam membran dialisis. Ukuran pori kantung dialisis yang terbuat dari bahan selulosa asetat ini berdiameter 1-20 nm. Ukuran ini menunjukkan berat molekul minimum yang dapat tertahan di dalam membran. Selain dengan dialisis, penghilangan garam dapat dilakukan dengan filtrasi gel. Metode ini biasanya diterapkan untuk sampel yang sedikit, yaitu tidak melampaui 2530% volume kolom untuk mendapatkan resdusi yang memadai antara protein dan garam. Matriks filtrasi gel memiliki pori yang berukuran kecil , misalnya Sephadex G-25 buatan Pharmacia. Kekurangan metode ini adalah tejadi pengenceran sampel protein (Harris 1989). Kromatografi Kolom Pemumian enzim protease yang biasa dilakukan adalah menggunakan kromatografi kolom. Ada beberapa cara kromatografi kolom, antara lain kromatografi I filtrasi gel, kromatografi penukar ion, kromatografi interaksi hidrofobik, kromatografi afinitas, dan kromatografi cair berkinerja tinggi. Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik pemisahan protein dan makromolekul biologi lain berdasarkan ukuran molekul. Matriks filtrasi gel berupa gel yang berpori yang 19 dikemas di dalam kolom dan dielusi dengan fase cair-mobil. Pori-pori matriks dapat rnenampung molekul yang berukuran lebih kecil dan memisahkannya dari molekul yang berberat molekul tinggi. Kromatografi filtrasi gel dapat digunakan pula untuk estimasi berat molekul (Scopes 1987). Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara molekul berrnuatan di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktii yang bermuatan beriawanan sebagai pengisi kolom. Perrnukaan protein terdiri dari muatan positif dan negatif tergantung dari rantai samping asam amino asam dan basa. pH protein dengan jumlah muatan positif dan negatif sama disebut titik isoelektrik (pl). pl sebagian besar protein di antara pH 5 dan 9. Protein yang memiliki pH di atas pl akan bermuatan negatif, sedangkan pH di bawah pl bermuatan positii. Pengejaan kromatografi penukar ion didahului dengan mengelusi protein enzim dengan pH bufer awal yang telah diatur. Protein diharapkan terikat kuat pada kolom, dan protein lain dibiarkan terelusi lebih dahulu. Protein yang terikat pada kolom dilepaskan dengan cara mengubah pH bufer atau kekuatan ion pelarut. Matriks penukar ion mengikat secara kovafen gugus fungsional yang bermuatan negatif pada penukar kation, atau gugus fungsional yang bermuatan positif pada penukar anion. Matriks berupa polimer elastis dan mengandung senyawa resin sintetik terbuat dari bahan dekstran, selulosa, atau Sephadex Contoh matriks penukar kation dan anion masingmasing adalah karboksirnetil selulosa (CMC) dan dietilaminoetil (DEAE) selulosa (Scopes 1987). Kromatografi interaksi hidrofobik banyak digunakan untuk pemisahan protein dan peptida. Pada 'kekuatan ion yang tinggi protein terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik. Matriks bersifat nonpolar. Campuran protein dimasukkan ke dalam kolom dengan bufer konsentrasi garam tinggi. Setelah protein yang tidak terikat keluar lebih dulu, protein yang terikat dielusi dengan menggunakan eluen yang polaritasnya diturunkan (konsentrasi garam lebih rendah) (O'Farrel 1998). Pemisahan protein dengan kromatografi afinitas berdasarkan interaksi spesifik di antara makromolekul biologi dengan pasangannya, sebagai contoh enzim dengan substrat atau inhibitor, dan antibodi dengan antigen. Ligan akan terikat secara kovalen pada matriks. Komponen protein yang memiliki afinitas spesifik terhadap ligan akan diserap, dan komponen lainnya (protein kontaminan) yang tidak memiliki afmitas akan terelusi lebih dulu. Komponen protein yang telah diserap dapat diiepaskan dengan mengubah kondisi elusi, misalnya mengubah pH, menambahkan kofaMor atau substrat (Jack 1998). Kromatografi cair berkinerja tinggi fase-balik (mersed-phase high performance liquid chromatography) digunakan untuk isolasi, analisis, dan elusidasi struktur molekul peptida dan protein. Mekanisme teknik kromatografi ini adalah protein akan terikat berdasarkan karakter hidrofobiknya. lnteraksi hidrof&ik tejadi antara pelarut dengan ligan hidrofobik di permukaan. Peningkatan muatan ion pelarut pada fase mobil akan mengurangi kekuatan ikatan dan akhimya senyawa akan terelusi. Teknik kromatografi ini banyak digunakan dalam bioteknologi untuk mengamati tingkat kemumian dan stabilitas protein (Neville 1998). Elektroforesis dan Zimogram Elektroforesis didefinisikan sebagai perpindahan partikel-partikel bermuatan karena pengaruh medan listrik. Elektroforesis gel poliakrihmida sodium dodesil sulfat (SDS-PAGE) merupakan teknik elektroforesis yang paling banyak digunakan untuk analisis campuran protein. Mekanisme pada SDS-PAGE dijelaskan bahwa protein akan bereaksi dengan SDS yang merupakan detergen anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein akan terdenaturasi dan terlarut membentuk kompleks berikatan dengan SDS yang berbentuk elips atau batang yang ukurannya sebanding dengan berat molekul protein. Protein dalam bentuk kompleks yang berrnuatan negatif ini akan dapat terpisahkan bedasarkan muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel poliakrilamida. Berat molekul protein dapat diukur dengan menggunakan protein standar yang telah diketahui berat molekulnya dengan cara membandingkan nilai mobilitas relatif (R9 (Smith 1984). Elektroforesis gel native (nondenaturasi) memisahkan protein terlanrt yang tidak mengendap atau beragregasi selama elektroforesis. Metode ini dapat pula diterapkan untuk protein dengan kelarutan rendah, seperti protein rnernbran, dengan menambahkan detergen nonionik, misalnya 0,5% Triton X-100 ke dalam gel. Pada elektroforesis gel yang terdenaturasi, seperti pada SDS-PAGE, molekul-molekul protein yang telah terpisah dengan elektroforesis dapat kehilangan aktivitas biologi dan biokimia, tetapi pada elektroforesis nondenaturasi aktivitas tersebut masih bertahan (Dunn 1989). Zimografi adalah teknik elektroforesis untuk menetapkan aktivitas proteolitik. Teknik ini telah banyak digunakan untuk rneneliti enzim matrix degmding ekstrseluler, misalnya matrix metaloprotease (MMPs). Berbeda dengan SDS-PAGE, gel pemisah disisipi substrat protein (gelatin atau kasein) yang akan dihidrolisis oleh protease selama masa inkubasi. Enzirn dipisahkan dalam gel denaturasi (SDS), namun dalam kondisi tidak tereduksi. Penambahan detergen Triton X-100 akan melepaskan SDS dan kembali terjadi pelipatan protein (renaturasi). Gel diwamai dengan Coomassie Blue, dan molekul protein yang memiliki aktivitas proteolitik tampak sebagai pita bening. Metode zimografi bersifat mudah, bnsitif, dan kuantitatif dalam menganalisis aktivitas proteolitik (Kleiner & Stetler-Stevenson 1994; Leber & Balkwill 1997). Peneliti yang melakukan pemumian protease terrnostabil tidak selalu melakukan analisis elektroforesis (Tabel 5). Teknik pemumian yang dipilih tergantung tujuan yang dikehendaki oleh setiap peneliti. Data hasil elektroforesis dari beberapa protease termostabil ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 5. Metode pemumian protease termostabil Mikroorganisme Jenis Protease Thermoactinomyces sp. Alkalin (Tsuchiya et a/. 1992) 8. steamthermophilus (Razak et a/. 1994) Campuran B. steamthermophilus (Kubo et a/. 1988) Metaloprotease netral B. steamthemophilus (Zamost et a/. 1990) Metaloprotease Metode Pemumian - Kolom Butyl-Toyopearl - Pengendapan amonium sulfat - Dialisis dan ultrafiltrasi - Kolom SP-Toyopearl - SDS-PAGE - Pengendapan aseton - Dialisis dan liofilisasi - Ultrafiltrasi - Pengendapan aseton - Pengeringan beku I - Ultrafiltrasi - Kolom Sephadex G-25 - Kolom DEAE- Tingkat Kemumian Terakhir 10,6 Tidak ditentukan Tidak ditentukan 619 Sephadex - Pemekatan PEG 8000 Therrnus aquaticus YT-1 (Matsuzawa et a/, 1988) Serina alkalin (Aqualisin) Il - Dialisis - Kolom Sephadex G-75 - Pemekatan PEG 8000 - SDS-PAGE 3,o - Pengendapan amonium 25,4 sulfat - Kolom DEAE-selulosa - Kolom CM-selulosa (2x1 - Kolom CM-Sepharose - SDS-PAGE Tabel 6. Hasil analisis elektmforesis SDS-PAGE dan zimogram protease terrnostabil - Mikrooraanisme Jenis Protease SDS-PAGE Thermoactinomyces sp. (Tsuchiya et a/, 1992) Alkalin 6. steamthermophilus (Zamost et a/, 1990) Metaloprotease T. aquaticus YT- 1 (Matsuzawa et al. 1988) Senna alkalin (Aqualisin) Thennococcus stetten (Klingeberg et a/. 1995) Senna alkalin Thermus sp. (Peek et al. 1992) Alkalin Zimogram Pymcoccus furiosus (Eggen et al. 1990) Senna Thermococcus celer Netral Staphylothermus marinus Alkalin Thermobacterioides pmteolyticus (Klingeberg et a/. 1991) Alkalin Jumlah Pita Protein Berat Molekul (kDa) I