J Kedokter Trisakti Mei-Agustus 2003, Vol.22 No.2 Pola penyakit penyebab kematian di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 Sarimawar Djaja, Agus Suwandono, Soeharsono Soemantri Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I. ABSTRACT The pattern of underlying cause of death and cause specific death rate are the indicators to evaluate the programs conducted to achieve Healthy Indonesia 2010. The mortality study in Household Health Survey (HHS) 2001 was a national survey that collected the cause of death in the population. The study design was cross-sectional. The sample size was 211,168 household, which selected with probability proportional to size (PPS) method from National Socio-Economic Survey (SUSENAS) Core 2001. From each household, data collector of SUSENAS 2001 identified all death cases in year 2000, and then the HHS interviewer (trained doctor) collected the diseases history from the family of the deceased with verbal autopsy technique. The death cause diagnosis is classified according to the 10th International Classification of Diseases (ICD). During 2000, the survey noted 3,322 death cases. The highest cause of death rate was circulatory disease, i.e. 222 per 100,000 populations, the second was infectious disease 174 per 100,000 populations, and the third was respiratory disease 85 per 100,000 populations. The circulatory death rate was the highest (male 236, female 207 per 100,000 population), infectious death rate was 186 in male and 160 in female per 100,000 populations. Infectious and respiratory diseases death rate were higher in the rural area (204 and 102) than in the urban area (136 and 62). The cause of death in year 2000 in Indonesia had changed from infectious diseases to circulatory disease (heart and cerebrovascular). The pattern of cause of death in Indonesia had shown epidemiological transition in line with demographic transition. The government faces double burden of diseases, i.e. both infectious and non-infectious diseases that cause public health problems. The two-disease group require different prevention and treatment strategies. Key words: Survey, mortality, urban, rural, house-hold, health, Indonesia ABSTRAK Pola penyakit penyebab kematian dan angka kematian penyakit tertentu merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai program-program yang diselenggarakan dalam usaha menuju Indonesia Sehat 2010. Studi mortalitas SKRT 2001 adalah survei berskala nasional yang mengumpulkan data penyebab kematian di masyarakat. Rancangan studi adalah potong lintang. Sebanyak 211.168 rumah tangga diambil secara probability proportional to size (PPS) dari sampel SUSENAS 2001 Kor. Setiap rumah tangga diidentifikasi kejadian kematian yang terjadi pada tahun 2000 oleh petugas SUSENAS 2001, dan selanjutnya dokter pewawancara studi mortalitas mengumpulkan keterangan riwayat sakit dari keluarga almarhum dengan teknik autopsi verbal. Diagnosis kematian diklasifikasikan menurut International Classification of Diseases 10. Penelitian menunjukkan kasus kematian selama tahun 2000 besarnya 3.322. Penyakit penyebab utama kematian terbesar adalah penyakit sirkulasi (jantung/pembuluh darah otak) yaitu 222 per 100.000 penduduk, selanjutnya penyakit infeksi 174 dan pernapasan 85 per 100.000 penduduk. Angka kematian untuk penyakit infeksi dan pernapasan lebih tinggi di pedesaan (204 dan102) dibandingkan di perkotaan (136 dan 62). Pada tahun 2000 terjadi perubahan penyebab kematian di Indonesia yaitu dari penyakit infeksi menjadi penyakit sirkulasi (jantung dan pembuluh darah otak). Situasi penyakit penyebab kematian di Indonesia berada dalam proses transisi epidemiologik seiring dengan proses 37 Djaya, Suwandono, Soemantri Penyebab kematian di Indonesia transisi demografi. Pemerintah dihadapkan pada beban ganda dalam menangani penyebab kematian yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, dimana pencegahan dan penanganannya berbeda antara penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Kata kunci: Survei, mortalitas, kota, desa, rumah tangga, kesehatan, Indonesia PENDAHULUAN Studi mortalitas adalah bagian dari komponen Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang mengumpulkan data kematian di masyarakat Indonesia. Melalui survei kesehatan dapat diketahui pola penyakit penyebab kematian dan besaran permasalahan di masyarakat, dan dapat menunjukkan status kesehatan masyarakat. Sampai saat ini data kematian yang terdapat pada suatu komunitas hanya diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah dan sistem pencatatan dan pelaporan penyebab kematian belum teratur. Data kematian yang diperoleh dari rumah sakit, Puskesmas perawatan, serta fasilitas kesehatan lainnya hanya merupakan kasus rujukan yang tidak dapat mewakili kasus kematian di masyarakat. Studi ini bertujuan menggambarkan pola penyakit penyebab kematian di perkotaan dan pedesaan, sehingga dapat digunakan sebagai baseline indikator bagi program kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, outcome indikator dari program kesehatan yang telah dilakukan, serta indikator proses dari program yang sedang berjalan. METODE Rancangan studi Studi mortalitas SKRT 2001 menggunakan metode potong lintang (cross-sectional) untuk kejadian kematian dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2000 di masing-masing rumah tangga yang terkena survei. Sampel Studi mortalitas menggunakan sampel Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2001 yang mencakup 211.168 rumah tangga dalam 13.198 blok sensus yang diambil secara probability proportional to size (PPS). 38 Penetapan diagnosis penyebab kematian Metode yang digunakan dalam mengumpulkan diagnosis penyebab kematian berdasarkan teknik autopsi verbal adalah dengan cara wawancara terbuka. Untuk memperoleh diagnosis penyakit penyebab kematian secara lengkap dipilih dokter umum sebagai pewawancara, karena ia menguasai patofisiologi suatu penyakit. Diagnosis banding penyakit yang ditegakkan hanya dari keterangan keluhan, tanda dan gejala penyakit sebatas yang diketahui oleh keluarga terdekat jauh lebih sulit dibanding dengan kasus morbiditas. Oleh sebab itu, diperlukan suatu alat bantu yaitu glossary gejala penyakit(1) yang berisikan tanda dan gejala masingmasing penyakit yang dalam penyusunannya telah disesuaikan dengan keterbatasan kemampuan menetapkan diagnosis di lapangan, serta mempertimbangkan kebutuhan informasi untuk penyusunan kebijakan. Diagnosis penyakit sebab kematian dicatat dalam suatu formulir yang merupakan bagian dari kuesioner SKRT01.MORT yang membedakan kematian menjadi 2 yaitu: a. Kematian untuk 8 hari ke atas, dikelompokkan sebagai berikut: i) penyakit penyebab kematian langsung (direct cause), ii) penyakit perantara (antecedent cause), iii) penyakit penyebab kematian utama (underlying cause). b. Kematian perinatal (kematian janin dari umur kehamilan 22 minggu sampai dengan neonatus berumur 7 hari) dikelompokkan sebagai berikut: i) penyakit utama atau keadaan janin/ bayi yang menyebabkan kematian, ii) penyakit/ keadaan janin/bayi lainnya yang menyebabkan kematian, iii) penyakit utama/keadaan ibu yang mempengaruhi janin/bayi, iv) penyakit/ keadaan ibu lainnya yang mempengaruhi kematian janin/bayi. Diagnosis penyakit penyebab kematian yang ditetapkan oleh pewawancara di lapangan J Kedokter Trisakti diklasifikasikan menurut daftar tabulasi mortalitas dari Internationl Classification of Diseases10 (ICD-10).(2) Pengumpulan data Pencatatan kejadian kematian di masingmasing rumah tangga dilaksanakan pada saat kunjungan wawancara SUSENAS 2001 oleh petugas lapangan Badan Pusat Statistik (BPS). Infomasi tersebut dicatat dan diserahkan kepada tim SKRT, untuk selanjutnya tim studi mortalitas melakukan kunjungan ulang ke masing-masing rumah tangga yang ada kasus kematian dan melakukan wawancara kepada anggota rumah tangga yang paling mengetahui riwayat sakit dari almarhum (ah) sampai meninggal. Pewawancara adalah dokter dari propinsi, kabupaten atau dokter Puskesmas yang secara khusus dilatih untuk melakukan wawancara terstruktur dalam penentuan diagnosis penyebab kematian dengan teknik autopsi verbal. Selain mencari gejala penyakit penyebab kematian, juga ditanyakan variabel-variabel lain yang berkaitan dengan sebab kematian. Semua data hasil survei dikumpulkan di masing-masing kabupaten dan diserahkan kepada koordinator propinsi. Koordinator Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) propinsi mengecek kelengkapan pengisian kuesioner, membuat laporan, dan mengirimkan ke SURKESNAS Pusat. Analisis data Kuesioner SKRT01.MORT diperiksa ulang oleh supervisor pusat mengenai kelengkapan pengisian, konsistensi pengisian kuesioner serta memeriksa hasil autopsi verbal yaitu kebenaran urutan penyebab utama kematian, ketepatan kode diagnosis menurut standar ICD-10, klarifikasi kasus-kasus yang belum di diagnosis. Rekam data dan pengolahannya dilakukan oleh Unit Komputasi SURKESNAS Pusat. Limitasi Pendataan kejadian kematian dari studi mortalitas dengan cara cross-sectional yang diidentifikasi oleh petugas lapangan BPS memberikan gambaran underreporting(3) Umur kematian yang tepat merupakan keterbatasan dalam Vol.22 No.2 pelaporan kematian mengingat masyarakat di pedesaan masih sedikit yang mengingat dengan tepat tanggal kelahirannya. Diagnosis penyakit penyebab kematian merupakan suspect diagnosis yang ditegakkan dari diferensial diagnosis dengan teknik autopsi verbal sangat tergantung pada jawaban responden untuk semua tanda dan gejala yang dilihat atau yang dikeluhkan oleh almarhum (ah). HASIL Hasil kunjungan Dari 4.461 kasus kematian yang dilaporkan oleh petugas SUSENAS 2001 dan dilakukan kunjungan ulang oleh pewawancara studi mortalitas SKRT, didapatkan 784 kasus kematian (17,6%) terjadi diluar kurun waktu 1 Januari 2000 - 31 Desember 2000. Kejadian kematian di luar kurun waktu tersebut di atas diketahui ketika pewawancara SKRT datang untuk mewawancarai riwayat sakit almarhum (ah). Dari 3.677 kasus kematian yang memenuhi syarat kurun waktu studi mortalitas, 3.441 kasus kematian berhasil diwawancarai secara lengkap riwayat kematiannya. Dengan demikian respons rate adalah 93,6%, sedangkan sisanya sebesar 6,4% responden pindah, tidak ada kasus kematian, tidak mampu menjawab, dan rumah tangga tidak ditemukan. Distribusi pola umur kematian Ditemukan sebesar 3.322 kasus kematian terdiri dari early neonatal death/END (kematian bayi berumur 1-7 hari) dan kematian umur 8 hari ke atas. Proporsi kematian bayi perempuan (14,6%) sedikit lebih tinggi daripada bayi laki-laki (13,6%). Untuk kelompok umur 1-14 tahun, proporsi kematian pada laki-laki dan perempuan hampir tidak berbeda. Proporsi kematian kelompok umur produktif (15-54 tahun) pada laki-laki tidak berbeda dengan perempuan. Pada kelompok umur 55 tahun ke atas pada laki-laki (51,8%) sedikit lebih tinggi daripada perempuan (50,1%). Secara umum dapat disimpulkan bahwa tidak terlihat perbedaan menurut umur dari laki-laki dan perempuan (Gambar 1). 39 Djaya, Suwandono, Soemantri Penyebab kematian di Indonesia Gambar 1. Distribusi kasus kematian menurut jenis kelamin dan kelompok umur, SKRT 2001 Membandingkan proporsi kematian menurut tempat tinggal, kematian pada kelompok umur <1 tahun lebih tinggi di pedesaan (14,6%) daripada di perkotaan (13,0%). Demikian pula untuk kelompok umur 1-14 tahun, lebih tinggi di pedesaan (8,6%) daripada di perkotaan (6,5%). Sedangkan untuk kelompok umur produktif (15-54 tahun) kematian di perkotaan (28%) berbeda sedikit dengan di pedesaan (26,4%). Pada kelompok umur 55 tahun ke atas, kematian lebih tinggi di perkotaan (52,5%) daripada di pedesaan (50,3%) (Gambar 2). Pola penyakit penyebab kematian Analisis pola penyakit penyebab kematian dilakukan terhadap 3.441 kasus kematian, yang terdiri dari kasus kematian perinatal dan kematian 8 hari ke atas. Pola penyakit penyebab kematian dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Kematian umum yaitu kematian yang terjadi pada bayi yang pernah lahir hidup (0-7 hari) dan kematian umur 8 hari ke atas, sebanyak 3.322 kasus kematian. b. Kematian perinatal yaitu kematian janin dengan umur kehamilan 22 minggu ke atas (termasuk bayi lahir mati) sebanyak 115 kasus dan kematian bayi berumur 0-7 hari sebanyak 144 kasus. Pola kematian umum dan perinatal dianalisis berdasarkan penyakit utama yang menyebabkan kematian (underlying cause of death) menurut kelompok umur, kawasan, tempat tinggal dan jenis kelamin. Underlying cause of death merupakan sebab terpenting dari penyebab kematian lainnya (direct dan antecedent cause), intervensi yang dilakukan akan memperpanjang harapan hidup. Gambar 2. Distribusi kasus kematian menurut tempat tinggal dan kelompok umur, SKRT 2001 40 J Kedokter Trisakti Vol.22 No.2 Gambar 3. Penyakit penyebab utama kematian, SKRT 2001 Penyakit penyebab utama (underlying cause) kematian di Indonesia Sebab utama kematian penduduk Indonesia adalah penyakit sistem sirkulasi yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah (26,3%). Penyakit lainnya dengan proporsi kematian yang tinggi adalah penyakit infeksi (22,9%), pernapasan (12,7%), pencernaan (7,0%), neoplasma (6,0%), kecelakaan luar (5,7%) (Gambar 3). Penyakit penyebab utama (underlying cause) kematian menurut tempat tinggal (kota-desa) Proporsi kematian penyakit infeksi dan parasit, pernapasan, pencernaan, dan kecelakaan lebih tinggi di pedesaan, sedangkan penyakit sirkulasi dan neoplasma lebih tinggi di perkotaan (Gambar 4). Angka kematian Pendataan kematian suatu survei biasanya underreporting, maka pada perhitungan angka kematian dilakukan koreksi untuk penduduk 5 tahun ke atas. Perhitungan perkiraan underreporting menggunakan metoda brass growth balance. Perkiraan cakupan kematian 0,45, sehingga faktor koreksi diperlukan 1/0,45. Angka kematian kasar (crude death rate/CDR) penduduk di Indonesia tahun 2000 adalah sebesar 7,6 per 1.000 penduduk. Angka kematian kasar di perkotaan sebesar 7 per 1.000 penduduk, sedangkan di pedesaan sebesar 9,1 per 1.000 penduduk. Angka kematian (age specific death rate/ASDR) pada kelompok umur di bawah 44 tahun lebih tinggi di pedesaan, sedangkan pada kelompok umur 55-64 tahun lebih tinggi di perkotaan (Tabel 1). Gambar 4. Penyakit penyebab utama kematian di perkotaan dan di pedesaan, SKRT 2001 41 Djaya, Suwandono, Soemantri Penyebab kematian di Indonesia Tabel 1. ASDR berdasarkan kelompok umur (tahun) per 1.000 penduduk PEMBAHASAN Dalam kurun waktu 10 tahun (1991-2000), proporsi kematian menurut kelompok di Indonesia menunjukkan bahwa kematian pada kelompok umur di bawah satu tahun, 1-14 tahun, 15-34 tahun menurun, sedangkan proporsi kematian kelompok umur 35-54 tahun belum berubah. Proporsi kematian pada kelompok umur 55 tahun ke atas semakin meningkat. Selama 10 tahun pola kematian menurut umur mengalami pergeseran menuju ke arah kelompok umur yang lebih tua (Gambar 5). Demikian pula dengan proporsi penyebab utama kematian menunjukkan bahwa proporsi Angka kematian menurut penyebab kematian kematian karena penyakit infeksi, penyakit (cause specific death rate/CSDR) dan tempat pernapasan, gangguan pada masa perinatal selama tinggal menunjukkan bahwa angka kematian kurun waktu 10 tahun telah mengalami penurunan. tertinggi di Indonesia pada tahun 2000 adalah Sebaliknya, proporsi kematian karena penyakit karena penyakit sistem sirkulasi (jantung dan sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) pembuluh darah), kemudian diikuti dengan penyakit meningkat cukup tajam dalam kurun waktu 5 tahun infeksi, dan penyakit sistem pernapasan. Penyakit terakhir (1995-2000). Demikian pula dengan infeksi dan penyakit sirkulasi di pedesaan masih proporsi kematian penyakit pencernaan, neoplasma, merupakan penyebab kematian yang tinggi, kecelakaan bertambah tinggi selama 10 tahun demikian pula dengan penyakit pernapasan (Gambar 6). dan pencernaan. Di perkotaan, penyebab kematian Gambar 5 dan 6 menunjukkan dalam kurun yang tinggi adalah penyakit sirkulasi (Tabel 2). waktu 10 tahun (1991-2000) di Indonesia telah berlangsung transisi epidemiologi, seiring dengan Tabel 2. Penyakit penyebab kematian (CSDR) berlangsungnya transisi demografi. Hasil SKRT per 100.000 penduduk 2001 menunjukkan bahwa proporsi kematian Kota Desa Kota+ tertinggi adalah penyakit sirkulasi dimana hasil Varibel Desa survei sebelumnya masih didominasi oleh penyakit Infeksi dan parasit 136 204 174 infeksi. Selain itu, angka kematian karena penyakit Diare 22 23 24 sirkulasi pada laki-laki dan perempuan juga tertinggi TBC 63 91 79 dibandingkan penyakit infeksi. Dari hasil Tipus 14 49 34 perhitungan secara tidak langsung (indirect) dengan Difteri, pertusis, campak 1 2 1 metoda Brass hasil SKRT 1995 menunjukkan Tetanus 8 6 7 bahwa angka kematian karena penyakit infeksi lebih Malaria 5 14 10 tinggi daripada penyakit sirkulasi pada laki-laki Hepatitis virus 17 9 13 maupun perempuan. Dengue haemorhagic fever 2 5 3 Membandingkan hasil SKRT 1992,(4) SKRT Endokrin dan metabolisme 29 11 22 (5) 1995 dengan SKRT 2001 ternyata di perkotaan, Neoplasma 59 42 50 penurunan proporsi kematian pada kelompok umur Sistem Sirkulasi 236 211 222 kurang dari 5 tahun sedikit, dan peningkatan Sistem Pernapasan 62 102 85 proporsi kematian di atas 5 tahun hampir tak berarti Pneumonia & infeksi napas atas 15 42 31 (Gambar 7). Di pedesaan proporsi kematian Bronkhitis, asma, emfisema 46 60 54 menurut kelompok umur kurang dari 14 tahun Sistem pencernaan 48 61 55 menurun, dan pada kelompok umur 15 tahun ke Muskuloskeletal 5 19 13 atas meningkat dan semakin nyata pada kelompok Kecelakaan 35 55 46 Umur <1 1-4 5-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65+ 42 Kota 25,7 1,4 1,4 2,0 2,2 3,8 8,6 25,1 65,0 Desa 33,2 2,5 1,6 3,0 2,7 4,4 8,7 19,0 64,8 Kota+Desa 30 2 1,5 2,5 2,5 4,1 8,6 21,5 64,7 J Kedokter Trisakti Vol.22 No.2 Gambar 5. Tren pola kematian menurut kelompok umur dalam kurun waktu 10 tahun, SKRT 1992, 1995, 2001 Gambar 6. Tren pola penyakit penyebab utama kematian dalam kurun waktu 10 tahun, SKRT 1992, 1995, 2001. Gambar 7. Proporsi kematian menurut kelompok umur di perkotaan dalam kurun waktu 10 tahun SKRT 1992-2001 43 Djaya, Suwandono, Soemantri Penyebab kematian di Indonesia Gambar 8. Angka kematian menurut umur (Age Specific Death Rate /ASDR) di Indonesia, SKRT 1992-2001. umur 55 tahun ke atas (Gambar 8). Di perkotaan, proporsi kematian tertinggi adalah penyakit sirkulasi, dimana situasi ini sudah terlihat dari hasil survei 1995. Angka kematian karena penyakit sirkulasi jauh lebih tinggi daripada angka kematian karena penyakit infeksi. Selain itu, angka kematian karena penyakit non infeksi lain seperti endokrin dan metabolisme serta neoplasma di perkotaan berbeda secara mencolok dengan di pedesaan (Gambar 9). Di pedesaan, proporsi kematian karena penyakit infeksi menurun dan berbeda sedikit dengan proporsi kematian di perkotaan, namun angka kematian karena tuberkulosis, tifus, immunizable diseases, malaria, dengue haemorrhagic fever secara mencolok lebih tinggi di pedesaan daripada di perkotaan.Peningkatan proporsi kematian karena penyakit sirkulasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir meningkat secara mencolok. Penyakit endokrin dan metabolisme juga meningkat cukup tinggi sebagai penyebab kematian di pedesaan. Proporsi penyakit pernapasan belum menunjukkan penurunan berarti dan angka kematiannya jauh lebih tinggi daripada di perkotaan (Gambar 10). Dari gambaran proporsi banyaknya kematian dan penyebab kematian tersebut menunjukkan bahwa di daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia telah berlangsung transisi demografi dan epidemiologi. Transisi demografi tampak lebih nyata di pedesaan, dan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir transisi epidemiologi yang terjadi di pedesaan lebih nyata daripada di perkotaan dimana perubahannya tampak terjadi lebih awal ketika di Gambar 9. Angka kematian menurut umur ASDR, SKRT 1986 dan 2001 44 J Kedokter Trisakti Vol.22 No.2 Gambar 10. Tren pola penyakit penyebab utama kematian dalam kurun waktu 10 tahun di pedesaan, SKRT 1992, 1995, 2001 pedesaan baru di mulai. Hal ini menunjukkan pula bahwa kecepatan transisi di perkotaan dan pedesaan tidak sama, yang didukung oleh data survei 2001 dimana di pedesaan angka kematian infeksi yang masih tinggi dan besarannya hampir sama dengan angka kematian karena penyakit sirkulasi. Penanganan kesehatan dalam hal ini mencegah terjadinya penyakit dan penyebab kematian di masyarakat sangat beragam, tidak saja pada kelompok penyakit non-infeksi yang sudah menggeser kedudukan sebagai penyebab kematian, tetapi juga pada kelompok penyakit infeksi yang masih mengancam masyarakat di pedesaan. Intervensi kepada ke dua penyakit ini sangat berbeda, dan tampaknya pemerintah masih membutuhkan waktu yang lama untuk menjalani masa transisi serta ia harus menanggung beban ganda dalam hal mengatasi penyakit infeksi dan non infeksi. Faktor tersebut kemungkinan disebabkan belum meratanya kesejahteraan masyarakat di Indonesia serta akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang berbeda antara masyarakat yang tinggal di perkotaan dan dan di pedesaan. Kesejahteraan dapat merubah pola hidup masyarakat (termasuk pola makan, kebutuhan akan perawatan kesehatan). Lama masa transisi ini pula dipengaruhi oleh situasi kestabilan negara (stabil keamanan, ekonomi). Apabila Indonesia cepat pulih dari krisis multidimensional, maka proses transisi juga berjalan lebih cepat untuk mencapai model di negara maju. Apabila situasi krisis menjadi berkepanjangan, maka bukan mustahil Indonesia akan mengalami transisi yang berkepanjangan (delayed epidemiologic transistion)(6) atau bahkan berkembang menjadi protracted polarized model,(7) di mana penyebab kematian terpolarisasi menjadi dua yaitu penyakit infeksi dan malnutrisi yang tetap bertahan tinggi bersama-sama dengan penyakit non infeksi serta kecelakaan untuk waktu yang cukup lama. KESIMPULAN 1. 2. 3. Gambaran pola penyakit penyebab utama kematian di Indonesia dari hasil SKRT 2001 telah menunjukkan perubahan dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif. Gambaran transisi epidemiologi beragam menurut daerah tempat tinggal (desa-kota). Transisi demografi tampak lebih nyata dalam kurun waktu 10 tahun di pedesaan daripada di perkotaan. Transisi di perdesaan secara nyata terjadi pada tahun 2000 (hasil SKRT 2001), sedangkan di perkotaan proses transisi sudah dimulai pada tahun-tahun sebelumnya dan perubahan dominasi terjadi pada tahun 1994. Permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh pemerintah saat ini adalah beban ganda (double burden) yaitu penyakit infeksi dan non-infeksi/degeneratif, dan berat beban di perkotaan dan pedesaan tidak sama. Di perkotaan prioritas penanganan ditujukan 45 Djaya, Suwandono, Soemantri terhadap penyakit degeneratif tanpa mengabaikan beberapa penyakit infeksi yang masih tinggi seperti tuberkulosis dan hepatitis virus. Di pedesaan, prioritas penanganan ditujukan kepada penyakit infeksi dan sirkulasi. Daftar Pustaka 1. 2. 3. 46 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Gejala penyakit dan glossary gejala. Buku Pedoman Bagi Pewawancara Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2001. World Health Organization. International statistical classification of diseases and related health problem tenth revision; 1992 (1). Geneva: WHO; 1993. United Nations. Handbook of population and housing censuses part II. United Nation; 1992. p. 36-49. Penyebab kematian di Indonesia 4. 5. 6. 7. Djaja S, S Soemantri, R Budiarso, A Suwandono, A Lubis, J Pradono, et al. Statistik penyakit penyebab kematian Survei Kesehatan Rumah Tangga 1992, Seri Nomor 14 Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 1999. p. 34-43. Djaja S, S Soemantri, R Budiarso, A Suwandono, A Lubis, J Pradono, et al. Statistik penyakit penyebab kematian Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995, Seri Nomor 15 Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 1999. p. 56-65. Bobadilla JL, Frenk J, Lozano R, Frejka T, Stern C. The epidemiologic transition and health priorities, diseases control priorities in developing countries. In: Jamison DT, Mosley WH, Measham AR, Bobadilla JL, editors. Oxford: University Press; 1993. p. 51-63. Frenk J. A conceptual model for public health research. PAHO Bulletin 1988; 22: 60-71.