20 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/ Paradigma Kajian Orang yang pertama kali memperkenalkan istilah paradigma adalah Thomas Khun. Istilah paradigma sinonim dengan disciplinary matrix yang berarti perspektif atau weltanschauung yang menyusun penelitian dalam masyarakat ilmiah. Secara lebih formal paradigm didefinisikan sebagai suatu pandangan dunia dan model konseptual yang dimiliki oleh anggota masyarakat ilmiah yang menentukan cara mereka meneliti. Paradigma akan menentukan kualitas pertanyaan yang akan ditanyakan oleh peneliti dan jenis data yang bagaimana untuk menghasilkan jawaban (Bulaeng, 2004: 2). Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah Paradigma Konstruktivisme dengan model pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, paradigma dan pandangan yang digunakan membimbing peneliti untuk masuk dan memahami proses pembentukan konsep diri. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivisme, karena paradigma konstruktivisme menolak pandangan logika positivisme (Bulaeng, 2004: 12). Paradigma Konstruktivisme beranggapan bahwa dunia empiris tidaklah independen, melainkan persepsi dan interpretasi peneliti akan mempengaruhi apa yang dilihat peneliti saat meneliti. Konstruktivisme menolak perspektif deduksionis yang mempercayai bahwa pengalaman itu tidak berdiri sendiri, melainkan terpadu. Konstruktivisme beranggapan bahwa teori-teori komunikasi lebih dari sekedar hubungan statistik saja. Melainkan juga menjelaskan perilaku komunikasi dengan mengacu pada alasan-alasan seseorang berbicara dengan lainnya (Bulaeng, 2004: 12). 2.1.1 Implikasi Paradigma Konstruktivisme Menurut Khun, Hanson, dan Toulmin Implikasi dari paradigma konstruktivisme menerangkan bahwa penelitian ilmiah dilaksanakan dalam suatu perspektif global pandangan dunia yang membentuk proses penelitian. Konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Implikasi dari Universitas Sumatera Utara 21 paradigma konstruktivisme digambarkan dengan komunikasi berbasis pada “Konsep diri”. Prinsip dasar konstruktivisme menerangkan bahwa tindakan seseorang ditentukan oleh konstruk diri sekaligus lingkungan luar dari perspektif diri. Sehingga komunikasi itu dapat dirumuskan, dimana ditentukan oleh diri di tengah pengaruh lingkungan luar (Bulaeng, 2004: 11). 2.2 Kajian Pustaka Teori dalam arti luas mampu untuk menyatukan semua pengetahuan tentang komunikasi yang kita miliki kedalam suatu kerangka teori yang terintegrasi (Craig dalam West & Turner 2009: 49). Hal ini mungkin dapat atau tidak dapat menjadi tujuan yang berarti (West & Turner, 2009: 49). Berdasarkan defenisi dan alasan tersebut, peneliti menggunakan teori-teori yang relevan dengan topik permasalahan yang akan diteliti, yakni sebagai berikut : 2.2.1 Komunikasi Komunikasi merupakan salah satu istilah paling populer dalam kehidupan Manusia. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia. Manusia tidak bisa tidak berkomunikasi. Jika manusia normal merupakan makhluk sosial yang selalu membangun interaksi antar sesamanya, maka komunikasi adalah sarananya. Banyak alasan kenapa manusia berkomunikasi. Thomas M. Scheidel mengatakan, orang berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, dan untuk membangun kontak sosial dengan orang disekitarnya, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berperilaku sebagaimana yang diinginkan. Namun tujuan utama komunikasi sejatinya adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis. (Mulyana, 2003: 3) Komunikasi yang efektif dapat terjalin dengan baik apabila kedua belah puhak saling mrngakui kekurangan dan kelebihan orang lain serta mengerti kelemahan orang lain. Oleh karena itu segala hambatan dapat diatasi dengan baik, segala macam ego dalam diri kita dapat dihilangkan sehingga hanya ada keinginan untuk bias saling memahami orang lain seutuhnya tanpa ada pamrih yang lain. Setelah itu, rasa saling percaya antar individu dalam suatu lingkungan akan tercipta dengan baik sehingga segala hambatan/tantangan dapat diatasi dan terjalin kerjasama Universitas Sumatera Utara 22 yang baik. Sebab setiap individu mempunyai semangat yang sama dalam membangun dan membantu orang lain. Dengan komunikasi yang efektif, hubungan antar individu akan berkembang menjadi hubungan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain serta saling menguntungkan antar sesama individu. (Ngalimun, 2016: 21) 2.2.2 Komunikasi Antarpribadi Operrario dan Fiske (dalam Liliweri, 2015: 26), untuk membedakannya dengan jenis (konteks, level) komunikasi yang lain maka kita berpatokan pada beberapa aspek antara lain, jumlah komunikator dan komunikan, kedekatan fisik, sifat kegeseran umpan balik, jumlah saluran sensoris yang digunakan, deraajat formalitas, dan hakikat tujuan komunikasi. Miller (dalam Liliweri, 2015: 26) Komunikasi antar pribadi telah didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi pada basis tertentu denga sejumlah partisipan tertentu. Komunikasi antar pribadi terjadi antara dua orang ketika mereka mempunyai hubungan yang dekat sehingga mereka bisa segera menyampaikan umpan balik segera dengan banyak cara Joseph A.Devito (dalam Liliweri, 2015: 26) dalam bukunya interpersonal communication; komunikasi antar pribadi adalah : a. Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. b. Komunikasi yang menghubungkan antara para mitra yang romantik, para pelaku bisnis, dokter, pasien, dan lain-lain yang meliputi seluruh kehidupan manusia sehingga komunikasi antarpribadi terjadi karena interaksi antar pribadi yang mempengaruhi individu lain dalam berbagai cara tertentu. c. Interaksi verbal dan nonverbal antara dua atau lebih orang yang saling bergantung satu sama lain, interdependent people, dimana yang dimaksudkan dengan “interdependent individuals” adalah komunikasi antar pribadi yang terjadi antara orang-orang yang saling terkait dimana di antara mereka saling mempengaruhi satu sama lain. Universitas Sumatera Utara 23 Kebanyakan pakar ilmu komunikasi mendefinisikan komunikasi antar pribadi berdasarkan tingkat kepersonalan (personalness), atau kualitas penerimaan keberterimaan (perceivedquality) interaksi. Menurut Joseph A.Devito, komunikasi antar pribadi meliputi komunikasi yang dilakukan secara personal antara beberapa jumlah kecil orang yang mempunyaihubungan yang sangat dekat (more than acquaintances) (Liliweri, 2015: 27). Fungsi adalah sebagai tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama komunikasi ialah mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi, dan sosial. Sebagaimana komunikasi insani (human communication) baik yang non-antarpribadi maupun yang antarpribadi semuanya mengenai pengedalian lingkungan guns mendapatkan imbalan seperti dalam bentuk fisik, ekonomi, dan sosial yang dinilai positif. Keberhasilan yang relative dalam melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah kemungkinan menjadi bahagia, kehidupan pribadi yang produktif. Kegagalan relatif mengarah kepada ketidakbahagiaan akhirnya bisa terjadi krisis identitas diri (Budyatna & Ganiem, 2011: 27). Griffin, 2010; Allan, 1984; Robbins, 2009; Spitzberg, 1984 (Liliweri, 2015: 88) komunikasi antar pribadi mengisyaratkan empat tujuan sebagai berikut; agar, (1) saya ingin dimengerti orang lain (to be understood), (2) saya dapat mengerti orang lain (to understand others), (3) saya ingin diterima orang lain (to be accepted), dan (4) agar saya dan orang lain bersama-sama memperoleh sesuatu yang harus dikerjakan bersama-sama memperoleh sesuatu yang harus dikerjakan bersama (to get something done). Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataanya komunikasi tatapmuka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan Universitas Sumatera Utara 24 komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggihpun. (Ngalimun, 2016: 64) 2.2.3 Teori Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen dalam Harapan, 2014: 87). Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan. Sedangkan Beck, William dan Rawlin (dalam harapan, 2014: 87) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fiskal, emosional intelektual, sosial, dan spiritual. Konsep diri merupakan pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak mungkin memunyai kesadaran bahwa dirinya adalah manusia. Kita sadar bahwa kita manusia karena orang-orang di sekeliling kita menunjukkan kepada kita lewat perilaku verbal dan non verbal mereka bahwa kita manusia (Mulyana, 2007:8). William D. Brooks (dalam Harapan, 2014: 87), konsep diri merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan dalam komunikasi antar pribadi. Kunci keberhasilan hidup seseorang guru adalah konsep diri positif. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan hidup seseorang, karena konsep diri dapat dianalogikan sebagai suatu operating system dalam menjalankan komputer. Tingkah laku individu sangat bergantung pada kualitas konsep dirinya, yaitu konsep diri positif ataupun konsep diri negatif. Konsep diri terbentuk bisa dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. a. Konsep Diri Positif Brooks dan Emmart (dalam Harapan, 2014: 89), orang yang memiliki konsep diri poisitif menunjukkan karakteristik sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 25 • Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subjektif untuk mengatasi persoalan-persoalan objekfif yang dihadapi. • Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang dibandingkan dengan orang lain. • Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakannya sebelumnya. • Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses refleksi diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang. b. Konsep Diri Negatif Sedangkan orang yang memiliki konsep diri negatif menunjukkan karakteristik sebagai berikut: • Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain sebagai proses refleksi diri. • Bersikap responsive terhadap pujian. Bersikap berlebihan terhadap tindakan yang telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakkannya perlu mendapat penghargaan. • Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subjektif bahwa setiap orang disekitarnya memandang dirinya negative. - Mempunyai sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif berlebihan terhadap orang lain. • Mengalamihambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Merasa kurang mampu dalam berintekrasi dengan orang-orang lain di sekitarnya (Harapan, 2014: 89). Faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah orang lain, significant others, reference group (William D.Brooks dalam Harapan 2014: 90). Ada beberapa faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktorfaktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, significant other, dan self perception (Stuart dan Sundeen dalam Harapan 2014: 90). Universitas Sumatera Utara 26 a. Teori Perkembangan Konsep diri belum ada sewaktu seseorang dilahirkan. Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah daril ingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman, atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan antarpribadi, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata. b. Significant Other Significant Other adalah istilah lain untuk orang yang terpenting atau yang terdekat. Dalam hal ini konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandang diri merupakan interpretasi diri dari pandangan lain terhadap dirinya. Seorang anak sangat dipengaruhi orang yang ada di dekatnya. Seorang remaja dipengaruhui oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi sangat penting dalam membentuk konsep diri. c. Self Perception Merupakan persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta perspsi individu terhadap pengalamannya pada situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman positif. Sehingga konsep merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif bila dilihat dari kemampuan antarpribadi, kemampuan intelektual, dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan social yang terganggu. Stuart dan Sundeen (dalam Harapan, 2014: 91) penilaian tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan tentang respons konsep diri, mulai dari respon adaptif sampai respon maladatif seperti terlihat pada gambar berikut. Parks Subert (dalam Harapan 2014: 91) menyatakan komunikasi antarpribadi bertujuan untuk memahami dan memperbaiki hubungan dengan orang lain. Dari hubungan dan jalinan komunikasi antarpribadi yang terlihat. Abizar (dalam Harapan, 2014: 91) Universitas Sumatera Utara 27 mengatakan “dalam komunikasi antarpribadi akan ada suatu hubungan antara konsep diri seseorang dengan apa yang dipikirkan orang lain mengenai dirinya”. Dalam hubungannya dengan komunikasi antarpribadi, maka bagaimana watak dari komunikasi antarpribadi tersebut, semuanya akan bersumber dari konsep diri. Terdapat interkorelasi antara konsep diri dengan apa yang orang lain pikirkan mengenai dirinya. Misalnya anda mepersentasikan diri pada orang lain, dan keadaan ini mempengaruhi impresinya, mempengaruhi konsep anda tentang diri. Harus dibayangkan bahwa proses yang sama juga terjadi pada individu dengan siapa ia berhubungan. Atas dasar peran timbal balik tersebut, dengan singkat dapat dikatakan bahwa komunikasi antarpribadi fungsinya adalah membentuk consensus mengenai konsep diri. Strukturnya adalah hubungan dua orang dalam persahabatan atau jejaring keluarga dan prosesnya adalah pengembangan, presentasi, dan validasi konsep diri. Perlu diterangkan bahwa prinsip komunikasi antarpribadi bertitik tolak pada fungsi, lalu struktur dan proses yang diterangkan oleh fungsi tersebut. Secara Tradisional, konsep diri dipandang sebagai informasi yang dimiliki individu mengenai hubungan objek ataupun kelompok objek dengan dirinya. Objek adalah segala sesuatu yang ditemui dalam lingkungan dan dapat dibedakan atas orang-orang , tempat-tempat, benda-benda hidup dan mati, dan pesan-pesan.(Harapan, 2014: 93) Abiza (dalam Harapan, 2014: 93) bila mau bertindak sehubungan dengan objek tersebut, seseorang harus memastikan apakah objek tersebut dan bagaimana objek tersebut dengan dirinya, dari segi aksi yang tepat dalam keadaan yang tepat. LaRossan dan Reitzes (dalam West & Turner, 2009: 101), menggambarkan individu dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya dan cara orang mengembangkan konsep diri, yaitu : a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain. Asumsi ini menyatakan bahwa kita membangun perasaan akan diri tidak selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri, mereka belajar tentang diri mereka melalui interaksi. Menurut SI (Symbolic Interaction Theory), bayi tidak mempunyai perasaan mengenai dirinya sebagai Universitas Sumatera Utara 28 individu. Selama tahun pertama kehidupannya, anak-anak mulai untuk membedakan dirinya dari alam sekitanya. Ini merupakan perkembangan paling awal dari konsep diri. Proses ini terus berlanjut melalui proses anak mempelajari bahasa dan kemampuan untuk memberikan respons kepada orang lain serta menginternalisasi umpan balik yang dia terima. b. Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku. Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip pentimg pada SI (Symbolic Interaction Theory). Mead berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap. Mead melihat diri sebagai proses, bukan struktur. Memiliki diri memaksa orang untuk mengontruksi tindakan dan responsnya, daripada sekedar mengeksperisikannya. Proses ini sering kali. Proses ini sering kali dikatakan sebagai prediksi pemenuhan diri (selffulfilling prophecy), atau pengharapan akan diri yang menyebabkan seseorang untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga harapannya terwujud. (West & Turner, 2009: 102). 2.2.4 Teori Disonansi Kognitif Teori disonansi kognitif diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957 dan berkembang pesat sebagai sebuah pendekatan dalam memahami area umum dalam komunikasi dan pengaruh sosial. Ada kecenderungan pada manusia untuk tidak mengambil sikap-sikap bertentangan satu sama lain dan kecenderungan untuk menghindari tindakan yang tidak sesuai dengan sikapnya. Teori disonansi kognitif dari Festinger tidak jauh berbeda dari teori-teori konsistensi kognitif lainnya, namun ada dua perbedaan yang penting: 1. Tujuan teori ini tentang tingkah laku umum, tidak khusus tentang tingkah laku sosial. 2. Pengaruhnya terhadap penelitian-penelitian psikologi sosial jauh lebih menyolok daripada teori-teori konsistensi lainnya. (Sarwono, 2009: 122). Universitas Sumatera Utara 29 Festinger berpendapat bahwa disonansi kognitif berarti ketidaksesuaian antara kognisi dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang . Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya ini (Effendy, 2000: 262). Wibowo mendefinisikan disonansi sebagai keadaan tidak nyaman akibat adanya ketidaksesuaian antara dua sikap atau lebih serta antara sikap dan tingkah laku. (Sarwono,2009: 97). Untuk menjelaskan teorinya ini Festinger mengatakan bahwa apa yang dimaksud dengan unsur kognitif adalah setiap pengetahuan, opini, atau apa yang dipercayai seseorang mengenai diri sendiri atau mengenai perilakunya. Elemenelemen kognitif ini berhubungan dengan hal-hal nyata atau pengalaman sehari-hari di lingkungan dan hal-hal yang terdapat dalam psikologis seseorang. Unsur kognitif atau kognisi-kognisi ini umumnya dapat hadir secara damai (konsisten) tapi kadangkadang terjadi konflik diantara mereka (inkonsistensi). Sewaktu terjadi konflik diantara kognisi-kognisi terjadilah disonansi. Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju ke arah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi dengan perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya menguranginya dengan jalan mengubah perilaku, kepercayaan atau opininya (Effendy, 2000: 262). Pentingnya disonansi kognitif bagi peneliti komunikasi ditunjukkan dalam pernyataan Festinger bahwa ketidaknyamanan yang disebabkan oleh disonansi akan mendorong terjadinya perubahan. Teori ini menyatakan bahwa agar dapat menjadi persuasif, strategi-strategi komunikasi harus berfokus pada inkonsistensi sambil menawarkan perilaku baru yang memperlihatkan konsistensi atau keseimbangan. Selanjutnya disonansi kognitif dapat memotivasi perilaku komunikasi saat orang melakukan persuasi kepada orang lainnya dan saat orang berjuang untuk mengurangi disonansi kognitifnya.Roger Brown mengatakan, dasar dari teori ini mengikuti sebuah prinsip yang cukup sederhana ”Keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaam ketidaknyaman psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi”. Disonansi adalah sebutan ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan. Brown menyatakan teori ini memungkinkan dua elemen untuk melihat tiga hubungan yang berbeda satu sama Universitas Sumatera Utara 30 lain. Mungkin saja konsonan (consonant), disonansi (dissonant), atau tidak relevan (irrelevan). (West &Turner, 2008: 138). Teori ini memungkinkan adanya dua elemen (Sarwono, 2009: 122) untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain, yaitu: • Hubungan tidak relevan, yaitu tidak adanya kaitan antara dua elemen kognitif dan tidak saling mempengaruhi. • Hubungan yang relevan, yaitu hubungan dua elemen kognitif yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Ada dua hubungan yang relevan yaitu: a) Disonan, yaitu jika terjadi penyangkalan dari satu elemen yang diikuti oleh atau mengikuti suatu elemen yang lain. Misalnya: seseorang yang mengetahui bahwa bila terkena hujan akan basah mengalami disonan ketika pada satu hari ia ternyata mendapati dirinya tidak basah saat terkena hujan. b) Konsonan, terjadi jika dua elemen bersifat relevan dan tidak disonan, dimana diikuti elemen yang selaras. Misalnya: seseorang yang mengetahui bahwa bila terkena hujan akan basah dan memang selalu basah bila terkena hujan. Beberapa preposisi mengenai disonansi dapat dikemukakan: pertama, bila seseorang mengalami disonansi, ini merupakan hambatan dalam kehidupan psikologisnya dan ini akan mendoromg individu untuk mengurangi disonansinya untuk mencapai konsonan. Kedua, individu akan menghindari meningkatkan disonansinya (Walgito, 2002: 120). 2.2.5 Teori Tindakan Beralasan Icek Ajzen dan Martin Fishbein menggambar teori nilai harapan dengan mengemukakan pandangan bahwa tindakan atau tingkah laku (behover) terjadi disebabkan adanya niat atau kehendak (intention) yang merupakan hasil dari sikap. Argumentasi ini kemudian menjadi dasar bagi pengembangan teori lain yang disebut “teori tindakan beralasan” atau theory of reasoned action. Menurut teori ini niat atau kehendak seseorang untuk melakukan tindakan tertentu ditentukan oleh sikapnya Universitas Sumatera Utara 31 terhadap tindakan itu sendiri serta seperangkat kepercayaan mengenai bagaimana orang lain menginginkan ia bertindak. (Morisson, 2013: 94) Formula yang dikemukakan Ajzen dan Fishbein tersebut diatas merupakan perkiraan mengenai keinginan sesorang untuk bertindak atau bertingkah laku dan bukan perkiraan mengenai tindakan yang betul-betul akan dilakukan orang. Hal ini disebabkan orang tidak selalu bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan atau niat semula. Menurut Atjen dan Fishbein, manusia memiliki kecenderungan untuk bertindak yang berlawanan dengan niat atau keinginannya semula, betapapun kuatnya keinginan itu. Seseorang yang gemar merokok (perokok berat) berkeinginan untuk berhenti merokok karena kesehatannya menurun namun ia tidak melakukan hal itu karena ia sudah ketagihan merokok. Rugi berkeinginan untuk cuti kuliah, namun kedua orangutan mengancam akan memberhentikan uang jajan dan fasilitas lainnya jika ia meneruskan niatnya membuat Rudi membatalkan niatnya untuk cuti kuliah. (Morisson, 2013: 96) 2.3 Model Teoritik Kerangka pemikiran merupakan suatu orientasi sederhana terhadap hal yang akan diteliti. Kerangka tersebut merumuskan suatu model terperinci dari masalah yang ada beserta pemecahannya. Dalam pengertian ini, kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut: Pengguna Sabu di Lingkungan XIII Medan Denai Proses Komunikasi Interpersonal Sesama Pengguna Sabu Konsep Diri Pengguna Sabu Komunikasi Interpersonal Universitas Sumatera Utara