BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan Kesehatan Pendidikan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu,
kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu nilai kesehatan menjadi tahu, dan
dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi madiri (Suliha,
2002).
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk tindakan mandiri keperawatan
untuk membantu klien baik individu, kelompok maupun masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang
didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik (Herawani, 2001).
Secara umum, tujuan pendidikan kesehatan ialah mengubah perilaku
individu/masyarakat di bidang kesehatan (WHO, 1945) yang dikutip oleh
Notoatmojo (1997). Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi:
menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat, menolong
individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan
untuk mencapai tujuan hidup sehat, mendorong pengembangan dan
penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada (Herawani,
2001).
Secara operasional, tujuan pendidikan kesehatan diperinci oleh Wong
(1974) yang dikutip Tafal (1984) sebagai berikut: agar penderita (masyarakat)
memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya),
keselamatan lingkungan, dan masyarakatnya, agar orang melakukan langkah-
Universitas Sumatera Utara
langkah positif dalam mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya
sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui
rehabilitasi cacat yang disebabkan oleh penyakit, agar orang memiliki
pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan-perubahan sistem
dan cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif, agar orang mempelajari
apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya, tanpa selalu
meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal
(Herawani, 2001).
Dari kedua uraian tentang tujuan tersebut diatas, dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah
pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar
menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai, mandiri dalam mencapai
hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
dengan tepat dan sesuai (Herawani, 2001).
2.1.1. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi,
yaitu: dimensi sasaran pendidikan kesehatan, dimensi tempat pelaksanaan
pendidikan kesehatan, dan dimensi tingkat pelayanan pendidikan kesehatan
(Herawani, 2001).
Dimensi sasaran pendidikan kesehatan yang meliputi, pendidikan
kesehatan individual dengan sasaran individu, pendidikan kesehatan kelompok
dengan sasaran kelompok, pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran
masyarakat. Dimensi tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan, menurut
Universitas Sumatera Utara
dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai
tempat sehingga dengan sendirinya sasarannya juga berbeda. Misalnya:
pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid,
yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaya kesehatan sekolah (UKS),
pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan
Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun Khusus dengan
sasaran pasien dan keluarga pasien, pendidikan kesehatan di tempat-tempat
kerja dengan sasaran buruh atau karyawan. Dimensi tingkat pelayanan
pendidikan kesehatan. Dalam dimensi tingkat pelayana kesehatan, pendidikan
kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels
prevention)
dari
Leavel
dan
Clark,
yaitu:
Promosi
Kesehatan
(HealthPromotion), Perlindunga Khusus (SpesificProtection), Diagnosa Dini
dan Pengeobatan Segera (EarlyDiagnosisandPromptTreatment), Pembatasan
Cacat (DisabilityLimitation), Rehabilitasi (Rehabilitation) (Herawani, 2001).
2.1.2. Metode Pendidikan Kesehatan
Ada beberapa metode dalam pendidikan kesehatan, yaitu metode
pendidikan individual dengan cara bimbingan dan penyuluhan (gauidance and
counseling) dan wawancara (interview). Metode pendidikan kelompok;
kelompok besar (misal, ceramah dan seminar) dan kelompok kecil (misal
diskusi kelompok, curah pendapat/BrainStorming, bola salju/SnowBalling,
kelompok kecil-kecil/Buzz Group, memaikanperan/role play, permainan
simulasi/Simulation Game) (Maharani, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan kesehatan dapat diberikan pada saat pertama kali ibu
memeriksakan
kehamilannya
dalam
program
AntenatalCare(ANC).
Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya
kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008).
Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan
ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai
berikut: sampai dengan kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali
kunjungan, dan kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan
dan kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua
kali kunjungan (Saifuddin, 2005 dalam Siregar 2013). Dalam masa kehamilan
ibu harus memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali :
Trismester I 1 kali, Trismester II 1 kali Trismester III 2 kali. Menurut
Departemen Kesehatan RI (2002), pemeriksaan kehamilan berdasarkan
kunjungan antenatal dibagi atas : kunjungan Pertama (K1) Meliputi : (1)
Identitas/biodata, (2) Riwayat kehamilan, (3) Riwayat kebidanan, (4) Riwayat
kesehatan, (5) Riwayat sosial ekonomi, (6) Pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan kesehatan, (7) Penyuluhan dan konsultasi. Kunjungan Keempat (K4)
Meliputi : (1) Anamnese (keluhan/masalah) (2) Pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan
kesehatan,
(3)
Pemeriksaan
psikologis,
(4)
Pemeriksaan
laboratorium bila ada indikasi/diperlukan, (5) Diagnosa akhir (kehamilan
normal, terdapat penyulit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan risiko
Universitas Sumatera Utara
tinggi (6) Sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan).
Menurut Muchtar (2005), jadwal pemeriksaan antenatal yang dianjurkan
adalah : pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika haid
terlambat satu bulan, periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan,
periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan, pemeriksaan ulang
setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan, periksa khusus bila ada keluhan atau
masalah.
Pelayanan/asuhan standar minimal termasuk “7 T” yaitu: (Timbang)
berat badan, ukur (Tekanan) darah, ukur (Tinggi) fundus uteri, pemberian
imunisasi (Tetanus Toxoid), pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet
selama kehamilan, tes terhadap penyakit menular sexual, temu wicara dalam
rangka persiapan rujukan. (Saifudin, 2002).
2.2. Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan gaya (dorongan) darah ke dinding arteri saat
darah dipompa keluar dari jantung keseluruh tubuh. Tekanan sistolik: tekanan
saat jantung berdenyut atau berkontraksi memompa darah ke sirkulasi.
Tekanan diastolik: tekanan paling rendah yang terjadi di antara dua denyut
jantung (Palmer, 2005).
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung,
ketegangan arteri, dan volume laju serta kekentalan (viskositas) darah Tekanan
darah terjadi akibat fenomena siklik. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel
Universitas Sumatera Utara
berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan
terendah yang terjadi saat jantung beristirahat (Smeltzer, 2002).
Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai risiko tekanan sistolik
terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar 100/60
sampai 140/90 mmHg. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 mmHg
(Smeltzer, 2002). Hal ini sesuai dengan pernyataan Ganong (2003) bahwa
tekanan arteri secara konvensional ditulis sebagai tekanan sistolik diatas
tekanan diastolik, misalnya 120/70 mmHg.
Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat spygmomanometer
(tensimeter) dan stetoskop. Ada tiga tipe dari spygmomanometer yaitu dengan
menggunakan air raksa atau merkuri, aneroid, dan elektronik. Tipe air raksa
adalah jenis spygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana
detak tersebut terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik. Sedangkan
tingkat
dimana
bunyi
detak
menghilang
adalah
tekanan
diastolik.
Spygmomanometer aneroid prinsip penggunaannya yaitu menyeimbangkan
tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul metalis tipis yang menyimpan
udara didalamnya. Spygmomanometer elekrtonik merupakan pengukur tekanan
darah terbaru dan lebih mudah digunakan dibanding model standar yang
menggunakan air raksa, tetapi akurasinya juga relatif rendah. Sebelum
mengukur tekanan darah yang harus diperhatikan yaitu: jangan minum kopi
atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan, duduk bersandar
selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar dengan
jantung (istirahat), memakai baju lengan pendek, kemudian buang air kecil
Universitas Sumatera Utara
dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi
hasil pengukuran (Sustrani, 2004).
2.2.1. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah, yaitu: umur,
jenis kelamin, suku, dan status sosioekonomi.
Pada sebagian besar populasi di negara barat, TDS cenderung meningkat
secara progresif pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa untuk mencapai
nilai rata-rata 140 mmHg (18,7 kPa) pada usia 70-an atau 80-an. TDD juga
cenderung meningkat dengan bertambahnya umur, tetapi dengan laju lebih
rendah daripada TDS, dan nilai rata-rata cenderung tetap datar atau turun
setelah umur 50-an. Ini mengakibatkan peningkatan tekanan
nadi, dan
peningkatan sekali-sekali TDS menjadi hal yang biasa dengan bertambahnya
umur (Padmawinata, 2001).
Pada usia dini tidak terlihat bukti nyata tentang adanya perbedaan
tekanan darah antara pria dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa remaja,
pria cenderung menunjukkan aras rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaaan ini
lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang setengan baya (Padmawinata,
2001).
Kajian populasi selalu menunjukkan bahwa aras tekanan darah pada
masyarakat kulit hitam lebih tinggi ketimbang aras pada golongan suku lain.
Suku mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan darah,
seperti yang ditunjukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang meninggi
bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang Amerika
Universitas Sumatera Utara
berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang pada orang Amerika berkulit putih
(Padmawinata, 2001).
Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan
ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukkan bahwa aras tekanan darah
dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan
sosioekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan
tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam masyarakat
yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan aras tinggi tekanan darah
dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat pada golongan
sisioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali menggambarkan tahap awal
epidemis penyakit kardiovaskular (Padmawinata, 2001).
2.2.2. Komplikasi
Jika tekanan darah menjadi lebih tinggi, akan merusak dinding arteri
(pembuluh darah). Setelah beberapa tahun, kerusakan ini akan meningkatkan
risiko terkena penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, perdarahan atau
lepasnya retina (bagian belakang mata), dan gagal ginjal (Hart, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Hipertensi selama Kehamilan
2.3.1. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan pada tekanan
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik 120 mmHg (Sharon, 1996).
Menurut Sorensen (1996), tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan
tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih (Hearrison, 1997). Tekanan darah
tinggi merupakan gangguan asimptomatik yang sering terjadi ditandai dengan
peningkatan tekanan darah secara persisten (Potter & Perry, 2005).
Tekanan darah tinggi atau hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain: faktor genetik, perilaku, mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan
kolesterol, obesitas, mengkonsumsi alkohol, merokok, tingginya asupan garam,
kurang olahraga, usia dan Psikis.
Menurut Muhummadun (2010), faktor genetik mempunyai hubungan
dengan terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi pada orang-orang yang
mempunyai riwayat keluarga penderita hipertensi. Seseorang dengan orangtua
yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi dari pada yang tidak mempunyai riwayat keluarga
hipertensi (Anindya, 2009). Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada
bukti gen yang diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi (swebee.com,
2009).
Universitas Sumatera Utara
Faktor perilaku yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau
hipertensi adalah gaya hidup yang kurang baik misalnya:
Jika seseorang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak
dan kolesterol dapat menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh
darah (Muhummadun, 2010). Penimbunan lemak tersebut akan menyebabkan
aliran darah menjadi kurang lancar dan menyempitkan aliran pembuluh darah
tersebut (Muhummadun, 2010). Penyempitan dan penyumbatan lemak ini
memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok
kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya tekanan darah menjadi meningkat
(Muhummadun, 2010).
Semakin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh (Muhummadun, 2010). Ini
berarti bahwa volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding pembuluh
darah dengan kata lain tekanan darah akan meningkat (Muhummadun, 2010).
Alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat maupun tepi (Sheps, 2002).
Apabila saraf pusat terganggu, maka pengaturan tekanan darah akan
mengalami gangguan pula (Muhummadun, 2010). Pada seseorang yang sering
minum minuman dengan kadar alkohol tinggi, tekanan darah mudah berubah
dan cenderung meningkat tinggi (Muhummadun, 2010).
Alkohol juga bisa meningkatkan keasaman darah (Sheps, 2002). Darah
menjadi lebih kental. Kekentalan darah ini memaksa jantung memompa darah
Universitas Sumatera Utara
lebih kuat lagi, agar darah dapat sampai ke jaringan yang membutuhkan
dengan cukup (Muhummadun, 2010). Akibatnya tekanan darah jadi meningkat.
Merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, hal ini disebabkan
karena rokok banyak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti
tar, nikotin dan gas karbon monoksida (Muhummadun, 2010). Nikotin
merangsang sekresi hormon adrenalin yang menyebabkan jantung berdebardebar, meningkatkan tekanan darah serta kadar kolesterol dalam darah
(Muhummadun, 2010).
Mengkonsumsi garam secara berlebihan (5 -15 gram/hari) dapat
meningkatkan tekanan darah (Muhummadun, 2010). Pengaruh asupan garam
terhadap tekanan darah tinggi terjadi melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung dan tekanan darah. Garam menarik cairan di luar sel agar tidak
keluar (Sheps, 2002). Hal ini menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh.
Penumpukan cairan ini akan meningkatkan volume dan tekanan darah
(Muhummadun, 2010).
Kurang olah raga dan bergerak bias menyebabkan tekanan darah dalam
tubuh meningkat (swebee.com, 2009). Aktifitas fisik sangat penting untuk
mengendalikan tekanan darah (Sheps, 2002). Aktifitas fisik dapat membuat
jantung lebih kuat (Sheps, 2002). Jantung mampu memompa lebih banyak
darah dengan hanya sedikit usaha (Sheps, 2002). Makin ringan kerja jantung
untuk memompa darah maka makin sedikit pula beban tekanan pada arteri
(Muhummadun, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Pada usia yang semakin tua, pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium)
terganggu, sehingga banyak zat kapur yang beredar bersama darah
(Muhummadun, 2010). Banyaknya kalsium dalam darah (hypercalcidemia)
menyebabkan darah menjadi lebih padat, sehingga tekanan darah menjadi
meningkat. Endapan kalsium di dinding pembuluh darah (arteriosclerosis)
menyebabkan penyempitan pembuluh darah (Sheps, 2010). Akibatnya, aliran
darah menjadi terganggu. Hal ini dapat memacu peningkatan tekanan darah
(Muhummadun, 2010).
Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas arteri berkurang
(Muhummadun, 2010). Arteri tidak dapat lentur dan cenderung kaku, sehingga
volume darah yang mengalir sedikit dan kurang lancar (Asdie, 2000). Agar
kebutuhan darah di jaringan tercukupi, maka jantung harus memompa darah
lebih
kuat
lagi.
Sehingga
tekanan
di
pembuluh
darah
meningkat
(Muhummadun, 2010).
Faktor psikis, misalnya stress. Pada saat stress seseorang akan merasa
cemas dan mudah marah (Muhummadun, 2010). Saat stress tubuh melepaskan
hormon catecholamine. Hormon ini berpengaruh terhadap peningkatan
resistensi perifer dan pembuluh darah sehingga tekanan darah akan meningkat.
Pada saat keadaan stress, saraf simpatis juga merangsang pengeluaran hormon
adrenalin (Sheps, 2010). Hormon ini dapat menyebabkan jantung berdenyut
lebih cepat dan menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi. Hal ini bisa
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Muhummadun, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Klasifikasi Tekanan Darah Tinggi
Pembagian hipertensi atau tekanan darah tinggi dapat dibedakan
berdasarkan penyebab terjadinya hipertensi (esensial/primer dan sekunder)serta
berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik.
Tekanan darah tinggi esensial: tekanan darah tinggi esensial adalah
tekanan darah tinggi yang tidak jelas atau belum diketahui pasti penyebabnya
(Rusyanuddin, 2006). Tekanan darah tinggi esensial disebut juga tekanan darah
tinggi primer atau idiopatik (Setiawati & Bustami, 2005). Lebih dari 90%
kasus tekanan darah tinggi termasuk dalam kelompok tekanan darah tinggi
esensial (Setiawati & Bustami, 2005). Penyebab tekanan darah tinggi esensial
adalah multifaktor, antara lain faktor genetik, faktor perilaku, faktor usia dan
faktor psikis (Sobel & Bakris, 2005).
Tekanan darah tinggi skunder: tekanan darah tinggi skunder adalah
tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh penyakit lain. Beberapa penyakit
yang bisa menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah penyakit
ginjal, kelainan hormonal, dan penggunaan obat-obatan (Setiawati & Bustami,
2005).
Berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik dalam satuan mmHg
tekanan darah dibagi menjadi beberapa kategori seperti yang tertera pada tabel
2.1 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Kategori Tekanan Darah
Kategori
Tekanan Darah Sistolik
(mmHg)
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
Normal
< 130
<85
Normal Tinggi
130-139
85-89
Tingkat 1 (ringan)
140-159
90-99
Tingkat 2 (sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (berat)
180-209
110-119
Hipertensi
Tingkat 4 (sangat berat) 210 atau lebih
120 atau lebih
Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure, AS dalam Farmakologi dan Terapi.
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
Sebagian besar penderita tekanan darah tinggi tidak mengalami gejala
spesifik yang menunjukkan peningkatan tekanan darah (Ruhyanuddin, 2006).
Jika hipertensinya berat dan tidak segera diobati, maka timbul gejala seperti
sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan kabur
dan penurunan kesadaran (Ruhyanuddin, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Hipertensi Kehamilan
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan sistolik sampai
mencapai atau melebihi 140/90 mmHg. Jika tekanan darah ibu pada trimester
pertama diketahui, maka angka tersebut dipakai sebagai patokan dasar tekanan
darah dasar ibu. Dengan menggunakan informasi ini, definisi alternatif
hipertensi merupakan kenaikan nilai sistolik sebesar 30% mmHg atau lebih
atau kenaikan tekanan diastolik sebesar 15% mmHgdi atas nilai tekanan dasar
ibu. Peningkatan tekanan darah harus terjadi sekurang-kurangnya dua kali
pemeriksaan dengan jarak empat sampai enam jam (Bobak, 2004).
Hipertensi adalah kondisi medis yang paling sering mempengaruhi
wanita usia subur (Bothamley & Maureen, 2011). Hipertensi didiagnosis apa
bila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan
fase V Korotkoff untuk menentukan tekana diastolik. Berkembangnya
hipertensi selama kehamilan atau dalam 24 jam pertama postpartum pada
seorang wanita yang sebelumnya normotensi. Gangguan hipertensi dalam
kehamilan, meliputi; hipertensi Kronik, hipertensi transier selama kehamilan,
preeklamsia (Cunnigham, 2005). Hipertensi selama kehamilan merupakan
suatu komplikasi serius yang membutuhkan evaluasi saksama (Ben-zion,
1994).
Tekanan darah menurun selama separuh waktu pertama kehamilan,
turun sampai 10 mmHg. Titik terendah pada pertengahan trimester kedua,
normalnya < 75 mmHg diastolik pada akhir trimester kedua. Pada masa akhir
Universitas Sumatera Utara
kehamilan, hampir sama dengan tekanan prepartum, normalnya < 85 mmHg
diastolik pada trimester ketiga (Sobel, 1998).
2.3.4. Etiologi
Plasenta biasanya dianggap sebagai penyebab utama gangguan hipertensi
pada kehamilan karena setelah kelahiran, penyakit ini berkurang. Pada plasenta
normal, plasenta melibatkan invasi desidua oleh sinsitiotrofoblas. Selama awal
kehamilan, dinding otot dan endoteliumarterial terkikis dan digantikan oleh
trofoblas untuk memberikan lingkungan yang optimal bagi perkembangan
blastosis. Fase kedua proses invasi ini terjadi antara gestasi minggu ke-16 dan
ke-20 saat trofoblas mengikis myometrium arteri spiral. Pada pre-eklamsia,
invasi trofoblastik arteri spiral mengalami hambatan sehingga mengakibatkan
penurunan perfusi plasenta, yang akhirnya dapat menyebabkan hipoksia
plasenta (Fraser & cooper, 2009).
Plasenta abnormal dan penurunan perfusi plasenta juga dapat terjadi pada
kondisi yang berhubungan dengan penyakit mikrovaskuler, misalnya diabetes,
hipertensi, dan trombofilia. Hal ini dapat terjadi jika terdapat massa plasenta
yang besar seperti pada kehamilan kembar atau penyakit trofoblastik
gestasional. Ibu yang menderita penyakit ini berisiko tinggi mengalami preeklamsia (Fraser & cooper, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Patofisiologi
Kegagalan invasi sel trofoblas untuk memaksimalkan
modifikasi arteri spiralis uterus
Komplikasi janin: hambatan
pertumbuhan,
penurunan cairan
Penurunan darah uterus
amnion,
penurunan
aliran darah
Penurunan ekspansi plasma
arteri umbilikalis
Iskemia plasenta relatif
Reaksi inflamasi intravaskular umum
Disfungsi endothelial
Vasokonstriksi arteriola pada organ
tubuh mayor
Hematologi
Kardiovaskular
Hematokrit dan Hb
Tekanan darah untuk mengkompensasi
Perfusi
Konsumsi trombosit
Aktivasi sistem
Pembekuan
Pembentukan
mikrotrombi
Ekspansi volume plasama
Tekanan osmotik koloid rendah_edema
Ginjal
Hati
Aliran darah ginjal
Perdarahan, kerusakan iskemia, dan
trombosis
Nyeri epigastrik dan muntah
Sindrom HELLP
Kerusakan membran glomerulus
Kehilangan protein
Gg. Ekskresi asam urat & kreatinin
Sensitivitas terhadap angiotensin
Sistem saraf
Sakit kepala, Hiperrefleksia, Kejang eklamsia,
Gg. Penglihatan, Perdarahan otak
Sumber: Bothamley, 2011, Patofisiologi dalamUniversitas
Kebidanan,Sumatera
hlm. 197Utara
2.3.6. Klasifikasi
Gangguan hipertensi pada kehamilan mengacu pada berbagai keadaan,
dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai risiko yang
berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Awalnya, gangguan hipertensi
kehamilan disebut toksemia, tetapi istilah ini kurang tepat karena tidak ada
agens tosik atau toksin yang bisa ditemukan (Bobak, 2004). Penelitian terbaru
yang dilakukan oleh National High Blood Pressure Edication Program
Working Group onHigh Blood Pressure Pregnancy (2000) menjelaskan
tentang lima kategori utama hipertensi selama kehamilan; hipertensi kronik,
hipertensi gestasional, preeklamsia, eklamsia, dan preeklamsia yang terjadi
pada hipertensi kronis (Fraser & Cooper, 2009).
2.3.6.1. Hipertensi Kronis
Hipertensi kronis didefinisikan sebagai hipertensi yang sudah ada
sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu pascapartum juga
diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis (Bobak, 2004).
Hipertensi yang diketahui terjadi sebelum kehamilan atau peningkatan
tekanan darah > 140/90 mmHg sebelum usia gestasi 20 minggu, dan berlanjut
hingga 6 minggu setelah melahirkan (Rraser & Cooper, 2009).
Penyakit
hipertensi kronik ialah adanya hipertensi yang persisten, oleh berbagai sebab,
sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu, atau melebihi 42
hari postpartum (Ben-zion, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Hipertensi kronik diperkirakan memiliki dua kemungkinan penyebab;
yang pertama, merupakan masalah jangka panjang, terjadi sebelum kahamilan
dimulai, contohnya hipertensi esensisal yang terjadi pada 5% kasus hipertensi
pada kehamilan. Yang kedua, dapat terjadi akibat masalah medis yang sudah
ada sebelumnya, misalnya: penyakit ginjal, SLE, stenosis aorta, sindrom
Cushing, fekromositoma, yang jarang terjadi, tetepi marupakan tumor medulla
adrenal yang berbahaya (Fraser & Cooper, 2009).
Hasil perinatal pada hipertensi kronik ringan cukup baik. Namun
demikian, morbiditas dan ortalitas perinatal meningkat pada mereka yang
menderita hipertensi kronik berat atau yang dipersulit preeklamsi. Komplikasi
lain tidak berkaitan dengan kehamilan dan meliputi gagal ginjal dan perdarahan
serebral. Pada 1-2% kasus, ensefalopati hipertensif dapat terjadi jika tekanan
darah tiba-tiba meningkat hingga lebih dari 250/150 mmHg. Mortilitas
maternal akan tinggi jika feokromositoma tidak terobati (Fraser & Cooper,
2009).
Penatalaksanaan hipertensi kronis dapat dibedakan berdasarkan tingkatan
hipertensi. Hipertensi kronik ringan, keadaan ini didefinisiskan sebagai tekanan
darah sistolik <160 mmHg dan tekanan diastolik<110 mmHg. Ibu yang
menderita hipertensi kronik ringan cenderung tidak memerlukan hospitalisasi
antenatal dan dapat dirawat di komunitas oleh bidan dan dokter umum. Kondisi
ibu harus dipantau dengan cermat untuk mengidentifikasi jika terjadi
preeklamsi. Hipertensi kronik berat, tekanan darah sistolik >160 mmHg dan
takan darah diastolik >110 mmHg. Idealnya, ibu harus dirawat oleh tim
Universitas Sumatera Utara
obstetrik dan dokter. Ibu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan antenatal
dengan sering untuk memantau kondisinya (Fraser & Cooper, 2009).
2.3.6.2. Hipertensi Gestasional
Hipertensi akibat kehamilan/hipertensi gestasional yang didefinisikan
sebagai peningkatan takanan darah (TD) pada paruh kedua atau trimester
ketiga kehamilan tanpa gambaran lain preeklamsia (Billington, 2009).
Diagnosa hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan
darahnya mencapai 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama
kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut
hipertensi transien apa bila tidak terjadi preeklamsi dan tekanan darah telah
kembali normal dalam 12 minggu postpartum (Cunnigham, 2005).
wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda-tanda
yang berkaitan dengan preeklamsi, misalnya; nyeri kepala, nyeri epigastrium,
atau trombisitopenia yang mempengaruhi penatalaksanaan (Cunnigham, 2005).
2.3.6.3. Preeklamsia
Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki
tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan penyakit vasospastik, yang
melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan
proteinuruia (Bobak, 2004).
Pre-eklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Merupakan gangguan
multisistem dengan etiologi kompleks yang khusus terjadi selama kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
Milne (2005) menyatakan bahwa preeklamsia biasanya didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang terjadi setelah usia kehamilan
20 minggu (Bothamley & Maureen, 2011).
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti.
Namun banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap benarbenar mutlak.
Preeklamsia adalah suatu penyakit yang hanya terjadi pada kehamilan
manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama masa hamil dan menghilang
dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang
mengidentifikasi wanita yang akan mengalami preeklamsia. Akan tetapi, ada
beberapa faktor risiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit;
primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih
dari satu, morbid obesitas (Bobak, 2004).
Pada preeklamsia, resistansi vaskular perifer meningkat, menyebabkan
tekanan darah meningkat. Curah jantung agak menurun dari input
parasimpatik. Preeklamsi menyebabkan peningkatan reaktivitas vaskular
terhadap presor, termasuk angiotensin II, dan vasospasme merusak pembuluh
darah, yang menyebabkan hipoksia lokal dan subendotelial menyimpan
fibrinogen dan trombosit. Hemoragi, nekrosis, dan kerusakan organ-akhir
terjadi. Vasokontriksi kerusakan endotelial, pembengkakan dan cadangan
fibrin dapat mengurangi kecepatan glomerofiltrasi sebesar 25% dan
meningkatkan permeabilitas terhadap protein. Hepar dapat membentuk bercak-
Universitas Sumatera Utara
bercak nekrotik, meningkatkan kadar aspartat aminotransferase (AST) dan
alanin aminotrasferase (ALT). Perlemakan hati akut pada kehamilan dapat
merupakan manifestasi preeklamsia. Trombositipenia muncul bersama anemia
hemolitik, dan koagulasi konsumtif terdapat apda preeklamsia fulminan.
Hemoragi serebral, petekie juga hematoma besar terlihat, tetapi oedema
serebral jarang terjadi. Gejala SSP eklamsia kemungkinan disebabkan oleh
kerusakan sel endotelial bersama agregrasi trombosit dan cadangan fibrin
(Constance, 2009).
Volume plasma menurun sekita 9% sebelum hipertensi terdeteksi.
Derajat penurunan volume memprediksi keparahan
PJT dan hipertensi.
Tekanan vena sentral dan tekanan bajikapiler pulmonal tetap tinggi, dan
penggantian volume dapat menyebabkan oedema paru. Elektrolit tidak banyak
berbeda dari elektrolit pada kehamilan normal(Constance, 2009).
Varian preeklamsia berat yang terjadi pada 20-30% wanita dengan
preeklamsia atau eklamsia. Sindrom HELLP (hemolisis. Peningkatan enzim
hati, trombosit rendah) ditandai dengan peningkatan enzim hati dan
trombositemia. Indikator hipertensi dan ginjal dari preekalmsia dapat tidak ada
apda varian ini (Constance, 2009).
Proteinuria merupakan tanda penting preeklamsia, dimana terdapat 300
mg atau lebih protein dalam urine per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick)
secara pada sampel acak urine. Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama
kehamilan secara nyata meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas
perinatal (Cunnigham, 1995). Kemungkinan tanda dan gejala lain pada
Universitas Sumatera Utara
preeklamsia adalah sakit kepala, nyeri epigastrik, gangguan penglihatan,
muntah, penurunan gerakan janin, ukuran janin kecil tidak sesuai dengan usia
kehamilan (Bothamley & Maureen, 2011).
Ada beberapa faktor risiko terjadinya preeklamsia, yaitu primigravida
atau > 10 tahun sejak kelahiran terakhir, kehamilan pertama dengan pasangan
baru, riwayat keluarga dengan preeklamsia, khususnya pada ibu atau saudara
perempuan (baik wanita hamil maupun pasangannya), kehamilan kembar,
kondisi medis tertentu seperti hipertensi esensial, penyakit ginjal, diabetes,
adanya proteinuria saat mendaftar untuk pemeriksaan (> 1+ pada lebih dari
satu pemeriksaan atau > 0,3 g/24 jam), umur ≥ 40 tahun, obesitas (IMT > 35),
IVF (fertilisasi in vivo) (Bothamley & Maureen, 2011).
Komplikasi yang terjadi pada preeklamsia, meliputi eklamsia, solusio
plasenta, gagal ginjal, nekrosis hepar, ruptur hepar, anemia hemolitik
mikroangiopatik, perdarahan otak, edema paru, dan pelepasan retina.
Komplikasi janin meliputi: prematuritas, insufisiensi utero-plasental, retardasai
pertumbuhan intrauteri dan kematian janin intrauteri (Prawirohardjo, 2008).
Pencegahan preeklamsia ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah
terjadinya preeklamsia pada perempuan hamil yang memiliki risiko
preeklamsia. Menurut Prawirohadjo (2008), pencegahan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
Pencegahan non medikal, yaitu pencegahan dengan tidak memberikan
obat, cara yang paling sederhana adalah dengan tirah baring. Kemudian diet,
ditambah suplemen yang mengandung; minyak ikan yang kaya akan asam
Universitas Sumatera Utara
lemak tidak jenuh, missal: omega-3 PUFA, antioksidan: vitamin C, vitamin E,
dll, elemen logam besi: zinc, magnesium, kalium (Prawirohardjo, 2008).
Pencegahan dengan medikal, yaitu pemberian deuretik tidak terbukti
mencegah terjadinya hipertensi bahkan memperberat terjadinya hipovolemia.
Pemberian kalsium: 1500-2000 mg/hari, selain itu dapat pula diberikan zinc
200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari. Obat trombotik yang dianggap dapat
mencegah preeklamsi adalah aspirin dosis rendah rata-rata <100 mg/hari atau
dipiridamole dan dapat juga diberikan obat antioksidan misalnya vitamin C dan
vitamin E (Prawirohardjo, 2008).
2.3.6.4. Eklamsia
Eklamsia ialah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda
dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat muncul tanpa didahului
gangguan neurologis (Bobak, 2004).
Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan
preeklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat
grandmal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan.
Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada
nulipara, dapat dijumpai pada 10 hari postpartum (Cunnigham, 2005).
Eklamsia didefinisikan sebagai kejang yang disertai tanda dan gejala
preeklamsia. Peningkatan tekanan darah yang drastis, berkurangnya haluaran
urine akibat vasospasme akut, peningkatan proteinuria, sakit kepala, yang
biasanya berat, persisten, dan biasanya terletak dibagian frontal, mengantuk
atau konfusi akibat edema serebral, gangguan penglihatan, seperti penglihatan
Universitas Sumatera Utara
kabur atau flashing light akibat edema retina, nyeri epigastrik, yang
menunjukan edema hati atau kerusakan fungsi hati, mual dan muntah (Fraser &
Cooper, 2009).
Komplikasi yang terjadi pada eklamsia, meliputi solusio plasenta
(abrupsio), trobosis atau perdarahan otak, kematian perinatal (10-30%),
koagulasi intravascular diseminata, anemia hemolitik mikroangiopatik,
nekrosis korteks ginjal, nekrosis tubular ginjal, gagal hepar dengan nekrosis
periportal, ruptur hepatik, gagal jantung, edema paru, dan kematian ibu.
2.3.6.5. Preeklamsia yang Terjadi pada Hipertensi Kronis
Semua gangguan hipertensi kronik, apapun penyebabnya, merupakan
predisposisi timbulnya preeklamsia atau eklamsia. Gangguan-gangguan ini
dapat menimbulkan kesulitan dalam diagnosis dan penatalaksanaan wanita
yang belum pernah diperiksa sampai pertengahan kehamilannya (Chunnigham,
2005).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Pemeliharaan Tekanan Darah
Pemeliharaan tekanan darah dapat dilakukan dengan cara menngubah
gaya hidup seperti diet. Makanan sehat adalah hal yang penting, terutama saat
hamil. Seorang wanita hamil harus memastikan untuk selalu mengasup kalori
dari makanan-makanan bergizi agar dapat menunjangpertumbuhan dan
perkembangan bayi.Pada sebagian besar wanita yang sedang hamil tidak selalu
mendapatkan 1.000 mg kalsium harian yang disarankan. Kebutuhan kalsium
yangtinggi, untuk pembentukan tulang dan organ lain janin. Bila terjadi
kekurangan kalsium, kalsium bumil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan
sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot. Kekurangan kalsium
yang terlalu lama, menyebabkan dikeluarkannya kalsium jaringan otot
sehingga menimbulkan lemahnya kontraksi otot jantung dan menurunkan
stroke volume, aliran darah akan menurun. kekurangan kalsium akan
menimbulkan kontraksi pada otot pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi
yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Manuaba, 2001).
Pemeliharaan tekanan darah juga dapat dilakukan dengan aktivitas atau
olahraga. Olahraga bagi wanita hamil harus dilakukan hati-hati sesuai anjuran
dokter maupun pakar olahraga. Senam hamil adalah terapi latihan gerak untuk
mempersiapkan ibu hamil, secarafisik atau mental, pada persalinan cepat, aman
dan spontan. Jenis olah tubuh yang paling sesuaiuntuk ibu hamil adalah senam
hamil, disesuaikan dengan banyaknya perubahan fisik seperti padaorgan
genital, perut kian membesar dan lain-lain. Dengan mengikuti senam hamil
Universitas Sumatera Utara
secara teraturdan intensif, ibu hamil dapat menjaga kesehatan tubuh dan janin
yang dikandung secara optimal.
Olahraga secara umum memberi banyak manfaat bagi wanita hamil,
diantaranya adalah menjaga kelancaran kerja jantung dan peredaran darah,
dengan berolahraga, sirkulasi darah dalam tubuh berjalan lancar. Hal ini
mengakibatkan tubuhbisa lebih efisien “memompa” oksigen untuk memenuhi
kebutuhan janin. Selain itu, sirkulasidarah yang lancar akan mencegah
terjadinya varises (pelebaran pembuluh darah).
Melalui pendidikan kesehatan, diharapkan masyarakat memiliki dasar
pemikiran tentang kondisinya, mengerti pencegahan kenaikan tekanan darah,
melakukan deteksi dan penanganan hipertensi yang sudah nyata, serta
melakukan tindakan pencegahan untuk mengendalikan hipertensi seperti
pencegahan secara umum dan mengubah gaya hidup (Padmawinata, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Download