Inti Ilmu Nahwu

advertisement
Inti Ilmu Nahwu
Tulisan ini terilhami oleh uraian
Yusuf Mulan di internet, yang
membahas tentang ‘cara baru’
mempelajari bahasa Arab. Di
situ beliau, antara lain,
menyinggung tentang 6 cara
menulis “Zaid memukul Amr”.
• Di dalam tulisannya tidak akan
anda temukan bagaimana uraian
tentang hal tersebut, karena
untuk tahu penjelasan
lengkapnya anda harus
mengikuti kursusnya, baik secara
langsung maupun secara online.
• Di sini saya, dengan cara
sendiri, akan menjelaskan
bagaimana 6 cara menulis
kalimat tersebut (Zaid
memukul Amr).
• Pertama, harus anda
perhatikan bahwa ilmu
nahwu intinya membahas
cara menulis harakat (tanda
baca) akhir kata dalam
kalimat. Perhatikanlah halhal berikut ini:
• Setiap kata, terutama kata benda, pasti ditulis
dengan harakat akhir un/u (dhammah) atau
an/a (fat-hah) atau in/i (kasrah).
• Kata berharakat dhammah disebut marfu;
menandakan bahwa kata tersebut aktif atau
menjadi subjek dalam kalimat.
• Kata berharakat fat-hah disebut manshub;
menandakan bahwa kata tersebut pasif atau
menjadi objek dalam kalimat.
• Kata berharakat kasrah disebut majrur;
menandakan bahwa kata tersebut terletak
setelah huruf jarr (misalnya ‫) فى المسج ِد‬, atau
menjadi bagian dari kata majemuk (misalnya:
‫للا‬
ِ ‫)عب ُد‬.
• Kedua, ilmu nahwu, secara
formal, membagi kalimat
menjadi dua, yaitu:
• Jumlah Fi’liyah (kalimat kata
kerja); yaitu kalimat yang
dimulai dengan kata kerja.
• Jumlah Ismiyah (kalimat kata
benda); yaitu kalimat yang
dimulai dengan kata benda.
Catatan
• Ingatlah bahwa sebuah kalimat dilihat dari
kata yang dilekatakkan terdahulu, apakah
kata kerja atau kata benda. Dalam 6 contoh
kalimat yang diberikan nanti, bila anda lihat
kata pertamanya adalah kata kerja, maka itu
adalah “kalimat kata kerja” (‫)جملة فعلية‬, dan
bila kata pertamanya adalah kata benda,
maka itu adalah “kalimat kata benda ( ‫جملة‬
‫)اسمية‬.
6 bentuk kalimat
•Sekarang mari kita mulai
bagaimana cara menulis
6 kalimat “Zaid
memukul Amr”.
• Ingat kembali bahwa
harakat akhir kata
menentukan kedudukan
kata dalam kalimat (apakah
marfu, manshub, atau
majrur).
Kalimat pertama:
‫ب َز ْي ٌد َع ْم ًرا‬
َ ‫ض َر‬
َ •
• Ini adalah bentuk kalimat kata kerja yang resmi;
yaitu terdiri dari kata kerja (‫ )ضرب‬yang
harakatnya mengikuti pola fa’ala (‫)فعل‬.
• Kata kedua, Zaidun, adalah kata benda yang
marfu (‫)مرفوع‬, karena dia menjadi pelaku (‫)فاعل‬.
• Kata kedua, Amran, adalah kata benda yang
manshub (‫)منصوب‬, karena dia menjadi objek
(‫)مفعول‬.
Kalimat kedua
• Posisi kata kerja tetap, di awal kalimat. Tapi
posisi kata benda bertukar. Namun ini tidak
mengubah arti, karena harakat kedua kata
benda tidak bertukar.
‫ب َعمْ ًرا َز ْي ٌد‬
َ ‫ض َر‬
َ •
Kalimat ketiga
• Posisi kata kerja jadi di tengah, tapi ini juga tidak
mengubah arti. Namun bentuk kalimat berubah,
dari kalimat kata kerja menjadi “kalimat kata
benda”, karena kata benda Zaidun terletak di
awal kalimat. Ingat bahwa kalimat kata benda
terdiri dari mubtada’ dan khabar.
• Yang perlu diperhatikan di sini adalah kalimat
yang kita bahas ini berubah dari satu kalimat
menjadi dua kalimat. Bagaimana uraiannya?
‫ب َع ْم ًرا‬
َ ‫ض َر‬
َ ‫• َز ْي ٌد‬
• Zaidun adalah kata benda marfu. Dia menjadi
mubtada’ karena ada di awal klimat.
• Dharaba menjadi khabar (predikat), karena
dia menerangkan apa yang dilakukan Zaidun.
Dengan kata lain, ini adalah contoh kalimat
kata benda yang khabarnya (predikatnya)
adalah kata kerja, dan kata kerja tersebut jadi
mempunyai dua jabatan. Yaitu selain menjadi
predikat, dia juga menjadi awal dari kalimat
kata kerja.
Kalimat keempat
• Susunan kalimat berikut ini tidak lazim
(tidak ikut aturan resmi), tapi di sini
diajukan hanya untuk menegaskan
bahwa penentu makna dalam kalimat
adalah harakat akhir kata.
‫ض َر َب‬
َ ‫• َز ْي ٌد َع ْم ًرا‬
• Dengan memperhatikan harakatnya (marfu),
dalam kalimat ini, Zaid tetap menjadi pelaku.
Begitu juga Amr (manshub). Dia tetap
sebagai objek. Dan kata kerja juga tetap. Hal
ini juga berlaku pada contoh-contoh kalimat
selanjutnya. Tanda baca setiap kata tidak
berubah. Dengan memperhatikan harakatnya
(marfu), dalam kalimat ini, Zaid tetap
menjadi pelaku. Begitu juga Amr (manshub).
Dia tetap sebagai objek. Dan kata kerja juga
tetap. Hal ini juga berlaku pada contohcontoh kalimat selanjutnya. Tanda baca
setiap kata tidak berubah.
• Kalimat kelima
‫ب َز ْي ٌد‬
َ ‫ض َر‬
َ ‫• َعمْ ًرا‬
• Kalimat keenam
‫ب‬
َ ‫ض َر‬
َ ‫• َع ْم ًرا َز ْي ٌد‬
• Terakhir, bila anda bertanya mengapa kata
benda yang menjadi objek harus diberi huruf
akhir (tambahan) alif (seperti pada kata
Amran - ‫ ?) َع ْم ًرا‬Jawabnya adalah
penambahan huruf alif itu dilakukan untuk
menegaskan bahwa kata yang bersangkutan
(Amran) benar-benar sebagai objek dan
bertanda manshub karena kata ‫َع ْم ًرا‬
memang tidak mungkin dibaca Amrun
(marfu) atau Amrin (majrur).
Download