BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Anjing merupakan hewan dari keluarga karnivora dan sudah tercatat dalam sejarah perkembangan budaya manusia sebagai hewan domestikasi sejak ribuan tahun yang lalu bahkan semenjak zaman mesir kuno (Verhoef-Verhallen, 2001). Pemeliharaan anjing berdasarkan banyak tujuan seperti dalam perburuan, melacak dan mengambil hewan yang diburu, ataupun menjaga hewan ternak dan juga tempat tinggal. Tak jarang interaksi yang terbentuk antara manusia dan anjing begitu dekat dan kompleks. Hubungan interaksi antara manusia dan anjing yang dekat juga dapat berpengaruh pada kesehatan kedua belah pihak. Pada anjing terdapat ektoparasit seperti caplak yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dan penyakit bagi manusia dan/atau anjing sendiri. Caplak anjing umumnya menempel pada celah jari, di dalam saluran telinga eksterna, bagian leher, dan pangkal ekor dari anjing. Apabila infestasi berlangsung lama, penempelan dapat terjadi pada seluruh tubuh seperti anggota gerak, daerah perut, dan juga daerah reproduksi dari anjing (DantasTorres, 2010). Menurut Puri (2014), caplak yang sering menyerang anjing peliharaan pada umumnya berasal dari keluarga caplak keras seperti Rhiphicephalus sanguineus (R. sanguineus) dengan prevalensi 73,3%. Caplak R. sanguineus termasuk ke dalam caplak berhospes tiga yang dapat berparasit tidak terbatas pada anjing saja namun hewan lain dan juga manusia. Hospes yang bervariasi tersebut, seperti halnya tikus yang terkena larva caplak ataupun kelinci sebagai hewan buruan membuat penyebaran R. sanguineus sangat luas (Dantas-Torres, 2010). Caplak keras seperti R. sanguineus telah menyesuaikan hidup dengan hospesnya, sehingga caplak memiliki strategi beradaptasi yang berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi klimatologi dari masing masing wilayah. Salah satu bentuk adaptasi caplak adalah kemampuan mendeteksi hospesnya. Deteksi hospes dipicu melalui berbagai stimulus yang oleh caplak dimanfaatkan untuk mengenali inangnya. Stimulus tersebut antara lain seperti stimulus kimiawi karbondioksida (CO2) dan amonia (NH3), getaran udara, dan suhu tubuh hospes (Dantas-Torres 2010). Kondisi geografis yang berbeda akan memberikan variasi pada susunan genetik dari caplak satu daerah dengan caplak daerah lainnya (Dantas-Torres 2010). Perubahan susunan nukleotida yang terpengaruh perbedaan letak geografis memiliki sifat lebih menciri bila dibandingkan dengan perubahan morfologi. Perubahan susunan nukleotida akan meningkatkan tingkat biodiversitas sehingga dapat dilakukan kajian filogeninya. Keadaan geografis Indonesia dengan ragam klimatologis, biogeografis dan faktor lingkungan sangat mungkin menyebabkan struktur genetik yang berbeda pada caplak R. sanguineus. Penelitian keanekaragaman genetik telah diteliti pada beberapa spesies serangga contohnya nyamuk. Tingkat keanekaragaman dapat mempengaruhi kemampuannya dalam menularkan penyakit (Mulyaninghsih, 2004). Sehubungan dengan distribusi R. sanguineus yang luas dan perannya sebagai penyebar penyakit maka diperlukan kajian adanya variasi genetik dari R. sanguineus dari berbagai daerah di Indonesia yang dapat dibandingkan dengan data yang terdapat di Genbank. DNA ribosomal (rDNA) adalah daerah penyandi genom untuk komponen RNA ribosom. Daerah rDNA dipisahkan antara satu sama lainnya oleh suatu pembatas yang disebut spacer, di antaranya adalah internal transcribed spacer (ITS). Daerah ITS merupakan regio dengan tingkat evolusi tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk analisis variasi pada tingkat genus dan spesies. DNA ribosomal regio ITS2 dipilih dalam penelitian kajian filogeni ini karena tingkat evolusi yang tinggi dan terletak di antara regio 5,8S dan 28S yang bersifat lebih konservatif dan tidak mengalami evolusi dengan cepat yang dapat dimanfaatkan sebagai penempelan primer. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui susunan nukleotida rDNA pada regio ITS2 dari R. sanguineus yang diperoleh dari beberapa daerah di Indonesia. Urutan data ini dapat digunakan untuk mengetahui status R. sanguineus dalam sistem klasifikasi, dan mengungkap alifiasi dan hubungan filogenetik R. sanguineus dengan spesies yang ada di wilayah lain. Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk menambahkan informasi variasi genetik caplak, khususnya caplak Rhipicephalus sanguineus yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Hasil dari penelitian ini akan membantu proses identifikasi caplak yang ada di Indonesia dalam tingkat molekuler untuk peneguhan identifikasi di masa yang akan datang kemanfaatan dan keberlanjutan dari penelitian ini diharapkan sebagai informasi dasar dalam rangka pengambilan kebijaksaan dalam pencegahan dan mengetahui distribusinya melalui uji molekuler. Harapannya di masa datang, hasil penelitian ini dapat diterapkan untuk menentukan keterkaitan antara keragaman genetiknya dengan kapasitasnya sebagai vektor agen penyakit