BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismologi Refleksi 3.1.1 Konsep Seismik Refleksi Metoda seismik memanfaatkan perambatan gelombang elastis ke dalam bumi yang mentransfer energi gelombang menjadi pergerakan partikel batuan. Dimensi gelombang elastik atau gelombang seismik jauh lebih besar bila dibandingkan dengan dimensi pergerakan partikel batuan tersebut. Meskipun demikian penjalaran gelombang seismik dapat diterjemahkan dalam bentuk kecepatan dan tekanan partikel yang disebabkan oleh vibrasi selama penjalaran gelombang tersebut. Gelombang seismik membawa informasi mengenai litologi dan fluida bawah permukaan dalam bentuk waktu rambat (travel time), amplitudo refleksi, dan variasi fasa. Didukung oleh perkembangan teknologi komputerisasi, pengolahan data seismik, juga teknik interpretasi, data seismik secara umum sekarang dapat dianalisis untuk delineasi sifat fisika (akustik) batuan dan determinasi litologi, porositas, fluida pori, dan sebagainya. Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah Akustik Impedansi (AI) yang merupakan hasil perkalian densitas (ρ) dan kecepatan (V), AI = ρ V (1) dimana : AI = Akustik Impedansi (m/s. g/cm3) ρ = densitas (g/cm3) V = kecepatan (m/s) 22 Dikarenakan orde nilai kecepatan lebih besar dibandingkan dengan orde nilai densitas, maka harga AI lebih dikontrol oleh kecepatan gelombang seismik pada batuan. Pada saat gelombang seismik melalui dua media yang impedansi akustiknya berbeda maka sebagian energinya akan dipantulkan. Perbandingan antara energi yang dipantulkan dengan energi datang pada keadaan normal dituliskan dalam persamaan : Er/Ei = ri x ri ri = Z i + 1 - Zi Zi + 1 + Z i (2) (3) dimana : Er = Energi Pantul Zi = Impedansi Akustik Lapisan ke-i Ei = Energi Datang Zi+1 = Impedansi Akustik Lapisan ke-i + 1 ri = Koefisien Refleksi (KR) ke-i Sesuai dengan persamaan (2) dan (3) maka hanya sebagian kecil energi yang direfleksikan bila kontras impedansi akustiknya tidak berbeda secara signifikan. Perbedaan harga AI kita dapatkan karena adanya kontras densitas maupun kecepatan gelombang seismik yang selanjutnya diinterpretasikan sebagai kontras litologi. Deret koefisien refleksi sebagai variasi kontras AI dikonvolusikan dengan wavelet ditambah dengan noise menghasilkan trace seismik. Besar amplitudo pada trace seismik mewakili harga kontras AI. Semakin besar amplitudonya maka semakin besar pula refleksi dan kontras AI nya. 23 3.1.2 Trace Seismik Model dasar dan yang sering digunakan dalam model satu dimensi untuk trace seismik yaitu mengacu pada model konvolusi yang menyatakan bahwa tiap trace merupakan hasil konvolusi sederhana dari reflektivitas bumi dengan fungsi sumber seismik ditambah dengan noise (Hampson & Russell, 2008). Dalam bentuk persamaan dapat dituslikan sebagai berikut (tanda * menyatakan konvolusi) : S(t) = W(t) * r(t) + n(t) (4) dimana : S(t) = trace seismik W(t) = wavelet seismik r(t) = reflektivitas bumi, dan n(t) = noise Konvolusi dapat dinyatakan sebagai “penggantian (replacing)” setiap koefisien refleksi dalam skala wavelet kemudian menjumlahkan hasilnya seperti yang dinyatakan oleh Russell, 1996 dalam Hampson & Russel, 2008. Sudah diketahui bahwa refleksi utama berasosiasi dengan perubahan harga impedansi. Selain itu wavelet seismik umumnya lebih panjang daripada spasi antara kontras impedansi yang menghasilkan koefisien refleksi. Dapat diperhatikan bahwa konvolusi dengan wavelet cenderung “mereduksi” koefisien refleksi sehingga mengurangi resolusi untuk memisahkan reflektor yang berdekatan. Hasil dari konvolusi ini diilustrasikan dalam Gambar 3.1 24 Gambar 3.1 Konvolusi antara reflektivitas dengan wavelet mengurangi resolusi (Hampson & Russell, 2008). 3.2 Well Logging Penelitian geologi dan seismik permukaan mampu memberikan dugaan potensi hidrokarbon di bawah permukaan akan tetapi evaluasi formasi dengan menggunakan data sumur (well logging), seperti wireline log, memberikan input respon geologi secara langsung kondisi bawah permukaan dengan akurasi yang lebih tinggi dari pada data seismik. Sehingga data log dijadikan sebagai kontrol dari data seismik untuk identifikasi hidrokarbon sebagai salah satu dari tujuan utama evaluasi formasi. Log adalah suatu grafik kedalaman atau waktu dari satu set data yang menunjukan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Kurva log memberikan informasi yang cukup tentang sifat-sifat batuan dan fluida yang terkandung di dalamnya. 25 3.2.1 Log Gamma Ray (GR) Prinsip log GR adalah perekaman radioaktivitas alami bumi. Radioaktivitas GR berasal dari 3 unsur radioaktif yang ada dalam batuan yaitu Uranium-U, Thorium-Th dan Potasium-K, yang secara kontinu memancarkan GR dalam bentuk pulsa-pulsa energi radiasi tinggi. Sinar Gamma ini mampu menembus batuan dan terdeteksi dalam bentuk pulsa listrik. Parameter yang direkam adalah jumlah dari pulsa yang tercatat per satuan waktu. Fungsi utama Log GR dalam aplikasi stratigrafi dan geologi minyak bumi yaitu bahwa log GR digunakan sebagai “log lempung” untuk membedakan antara lempung dan formasi “bersih” dan juga untuk mengevaluasi proporsi lempung (Vshale) dalam shaly formations. Semakin tinggi nilai pembacaan GR maka semakin tinggi pula persentasi dari kandungan lempung. Tetapi ada juga litologi yang memiliki jenis radioaktif yang sama dengan lempung sehingga log GR memerlukan perbandingan dengan data log lainnya. Umumnya batupasir, batugamping, dan dolomite memiliki konsentrasi isotop radioaktif (U,Th,K) dengan jumlah relatif lebih sedikit daipada lempung. Dari karakter tersebut log GR bersama log SP digunakan untuk mendeterminasi batuan tetapi tidak berhubungan dengan kandungan fluida. 3.2.2 Log Neutron Porosity Log NPHI tidak mengukur volume pori secara langsung tetapi menggunakan karakter fisik dari air dan mineral untuk melihat kontras kesarangan dan mengabaikan pengukuran volume pori atau porositas. Cara kerja alat ini yaitu partikel-partikel neutron energi tinggi dipancarkan dari suatu sumber ke dalam formasi batuan. Partikel-partikel ini akan bertumbukan dengan atom-atom pada batuan sehingga mengakibatkan hilangnya energi dan kecepatan. Tumbukan neutron 26 dengan atom H pada formasi yang mempunyai massa atom yang sama adalah yang paling signifikan. Partikel yang telah kehilangan energi tersebut kemudian akan dipantulkan kembali, diterima detektor dan direkam ke atas permukaan. Dengan mengetahui banyaknya kandungan atom hidrogen dalam batuan maka akan dapat diketahui besarnya harga kesarangan batuan tersebut. 3.2.3 Log Bulk Density (RHOB) Prinsip kerja log ini yaitu alat memancarkan sinar gamma energi menengah ke dalam suatu formasi sehingga sinar gamma akan bertumbukan dengan elektronelektron yang ada. Tumbukan tersebut akan menyebabkan hilangnya energi (atenuasi) sinar gamma yang kemudian akan dipantulkan dan diterima oleh detektor yang akan diteruskan untuk direkam ke permukaan. Dalam hubungan fisika atenuasi merupakan fungsi dari jumlah elektron yang tedapat dalam formasi yaitu densitas elektron yang mewakili densitas keseluruhan. 3.2.4 Log Sonic Interval Transite Time (Delta T) Log Sonik adalah log yang bekerja berdasarkan kecepatan rambat gelombang suara. Gelombang suara dipancarkan kedalam suatu formasi kemudian akan dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver. Waktu yang dibutuhkan gelombang suara untuk sampai ke penerima disebut interval transit time. Besarnya selisih waktu tersebut tergantung pada jenis batuan dan besarnya porositas batuan tersebut sebagai fungsi dari parameter elastik seperti K (bulk modulus), μ (Shear Modulus), dan densitas (ρ) yang terkandung dalam persamaan kecepatan Gelombang Kompresi (Vp) dan Gelombang Shear (Vs). Sehingga log sonik sering digunakan untuk mengetahui porositas litologi selain itu juga digunakan untuk membantu interpretasi data seismik, terutama untuk mengkalibrasi kedalaman formasi. Pada batuan yang 27 sarang maka kerapatannya lebih kecil sehingga kurva log sonik akan mempunyai harga lebih besar. Apabila batuan mempunyai kerapatan yang besar, maka kurva log sonik akan berharga kecil seperti pada batu gamping. Besaran dari pengukuran log sonik di tuliskan sebagai harga kelambatan (1 dibagi kecepatan atau slowness). 3.2.5 Log Resistivitas Resistivitas dari formasi adalah salah satu parameter utama yang diperlukan untuk menentukan saturasi hidrokarbon. Arus listrik dapat mengalir di dalam formasi batuan disebabkan konduktivitas dari air yang dikandungnya. Batuan kering dan hidrokarbon merupakan insulator yang baik kecuali beberapa jenis mineral seperti graphite dan sulfida besi. Resistivitas formasi diukur dengan cara mengirim arus langsung ke formasi, seperti alat lateralog, atau menginduksikan arus listrik kedalam formasi seperti alat induksi. 3.3 Sifat Fisika Batuan 3.3.1 Kecepatan Gelombang P (Vp) dan Gelombang S (Vs) Tidak seperti densitas, kecepatan seismik mengikutsertakan deformasi batuan sebagai fungsi dari waktu. Seperti yang ditunjukan dalam Gambar 3.2., sebuah kubus batuan dapat mengalami kompresi (compressed), yang mengubah volume dan bentuk batuan, maupun shear (sheared), yang hanya mengubah bentuknya saja. Dari sini munculah dua jenis kecepatan gelombang seismik yaitu : a. Kecepatan Gelombang Kompresi (Vp) : arah pergerakan partikel sejajar (longitudinal) dengan arah perambatan gelombang. 28 b. Kecepatan Gelombang Shear (Vs) : arah pergerakannya tegak lurus (transversal) dengan arah perambatan gelombang. Gambar 3.2. Skema deformasi batuan terhadap gelombang kompresi (P-Wave) dan gelombang shear (S-Wave), (Goodway, 2001) Perbandingan antara Vp dan Vs direpresentasikan dengan menggunakan Poisson’s ratio (σ) sebagai : σ= ⎛V dimana : γ = ⎜⎜ P ⎝ VS ⎞ ⎟⎟ ⎠ γ−2 2γ − 2 (5) 2 (6) Gambar 3.3. Skema diagram perambatan kecepatan gelombang seismik (Ensley, 1984, opcite Hampson & Russel, 2008). 29 Bentuk sederhana dari persamaan kecepatan P-wave dan S-wave diturunkan untuk batuan non-porous dan isotropic. Persamaan kecepatan menggunakan modulus Bulk (K), koefisien Lambda (λ), dan modulus Shear (μ) dituliskan sebagai berikut : Vp = Vs = 4 K+ μ 3 = λ + 2μ ρ ρ μ ρ (7) (8) dimana : λ : koefisien lambda = K - 2/3 μ K : modulus bulk μ : modulus shear ρ : densitas Gambar 3.4. Mudrock Line. Hubungan antara Vp dan Vs (Castagna, 1985, opcite Hampson & Russell, 2008) 30 Castagna (1985) dalam Hampson & Russel (2008) mempublikasikan persamaan empirik yang menghubungkan antara Vp dan Vs untuk batuan silika klastik yang tersaturasi air (water-saturated clastic silicated rock). Korelasi antara Vp dan Vs disebut sebagai Mudrock line : (9) Vp = 1.36 + 1.16Vs (km/s) Meskipun Mudrock line berguna untuk menurunkan Vs pada saat korelasi alternatif lain tidak tersedia, hubungan tersebut memiliki kelemahan yaitu memberikan harga Vs yang underestimate pada soft unconsolidate sands dan beberapa clean litifed sands, dan hanya valid pada batuan silikaklastik tersaturasi air. 3.3.2 Rigiditas dan Inkompresibilitas (LMR) Rigiditas dapat dideskripsikan sebagai seberapa besar material tidak berubah bentuk terhadap stress. Rigiditas sensitif terhadap matriks batuan. Semakin rapat matriksnya maka akan semakin mudah pula mengalami slide over satu sama lainya dan benda tersebut dikatakan memiliki rigiditas yang rendah. Inkompresibilitas merupakan kebalikan dari kompresibilitas. Inkompresibilitas didefinisikan sebagai besarnya perubahan volume (dapat dikompresi) bila dikenai oleh stress. Semakin mudah dikompresi maka semakin kecil harga inkompresibilitasnya begitu pula sebaliknya. Perubahan ini lebih disebabkan oleh adanya perubahan pori daripada perubahan ukuran butirnya. Dua parameter diatas dapat diilustrasikan seperi pada Gambar 3.5. Kartu dan lempung (kiri) memiliki rigiditas rendah karena mudah untuk slide over satu sama lain. Batu bata dan batu gamping memiliki rigiditas yang tinggi karena sulit untuk slide over satu sama lainya. Keduanya juga memiliki harga inkompresibilitas yang tinggi. 31 Gambar 3.5. Ilustrasi material yang memiliki harga rigiditas dan inkompresibilitas yang berbeda (PanCanadian Petroleum, 2005). Sebaliknya, spon dan pasir pantai (kanan) memiliki inkompresibilitas yang rendah. Fluida yang mengisi pori mempengaruhi harga kompresibilitas. Jika gas mengisi pori maka batuan tersebut akan lebih mudah terkompresi daripada terisi oleh minyak ataupun air. Secara matematik kedua parameter tersebut dapat diperoleh dari persamaan gelombang P dan gelombang S yang telah dituliskan dalam persamaan (7) dan (8). VP = λ + 2μ ρ ( dan VS = μ ρ sehingga : ZS2 = ( ρVS )2 = μρ (10) (11) : ZP2 = ( ρVP )2 = ( λ + 2 μ ) ρ maka λρ = ZP2 − 2 ZS2 (12) Rigiditas (μρ), menggunakan parameter moduli (μ), berfungsi sebagai indikator litologi karena bersifat sensitif terhadap matriks batuan dan tidak dipengaruhi oleh kehadiran fluida. Inkompresibilitas (λρ) tidak secara langsung diukur pada batuan seperti rigiditas. Tetapi seperti yang telah ditulis dalam 32 persamaan (12), ekstraksi λρ dilakukan dengan menghilangkan efek rigiditas akibat matriks batuan dan meningkatkan sensitifitas terhadap fluida pengisi pori. Tabel 3.1 di bawah menunjukan pembenaran dan kelebihan penggunaan parameter rigiditas dan inkompresibilitas dalam analisis petrofisika untuk mendeterminasi antara lempung (shale) dan pasir yang terisi gas (gas sand). Tabel 3.1. Analisis petrofisika menggunakan Lamé Parameter (Goodway, 2001); (λ dan μ dalam satuan Gpa) Kecepatan gelombang P (Vp) dipengaruhi oleh λ dan μ. Efek dari penurunan harga λ sebagai respon langsung dari porositas gas sering berlawanan dengan kenaikan harga μ dari capping shale ke gas sand. Sehingga dengan mengekstrak λ dari Vp dan mengkombinasikannya menjadi perbandingan λ/μ, persentasi perubahannya menjadi sangat jauh meningkat antara shale dan gas sand. Dari sini kita dapat memanfaatkan parameter ini sebagai parameter yang paling sensitif untuk mendeskriminasi kehadiran gas dalam reservoir. 3.4 Amplitude Variation with Offset (AVO) 3.4.1 Prinsip Dasar AVO AVO pertama kali ditujukan sebagai suatu teknik untuk memvalidasi anomali amplitudo pada seismik yang berasosiasi dengan kehadiran gas pada reservoar (Ostrander, 1982, opcite Hampson & Russell, 2008). Anomali amplitudo muncul sebagai akibat dari penurunan koefisien refleksi gelombang seismik secara drastis dari puncak lapisan mengandung gas bila dibandingkan dengan koefisien refleksi dari lapisan-lapisan disekitarnya. 33 Fenomena ini dinamakan dengan bright spot. Dalam prakteknya tidak semua bright spot menunjukan kehadiran gas karena seperti sisipan batubara, lapisan-lapisan yang sangat berpori ataupun rekah-rekah, lapisan garam, konglomerat, turbidit, dan tuning effect dari lapisan-lapisan tipis dapat juga menampakan anomali tersebut. AVO dikembangkan untuk mereduksi ambiguitas tersebut diatas. AVO muncul akibat adanya partisi energi pada bidang reflektor. Sebagian energi dipantulkan dan sebagian lainya ditransmisikan. Ketika gelombang seismik menuju batas lapisan pada sudut datang tidak sama dengan nol maka konversi gelombang P menjadi gelombang S terjadi. Amplitudo dari energi yang terefleksikan dan tertransmisikan tergantung pada sifat fisik diantara bidang reflektor. Sebagai konsekuensinya, koefisien refleksi menjadi fungsi dari kecepatan gelombang (Vp), kecepatan gelombang S (Vs), densitas (ρ) dari setiap lapisan, serta sudut datang (θ1) sinar seismik. Gambar 3.6 Partisi energi gelombang seismik pada bidang reflektor (Hampson & Russell, 2008) Oleh karena itu terdapat empat kurva yang dapat diturunkan yaitu : amplitudo refleksi gelombang P, amplitudo transmisi gelombang P, amplitudo refleksi 34 gelombang S, dan amplitudo transmisi gelombang S seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.6. Persamaan dasar AVO pertama kali diperkenalkan oleh Zoeppritz (Hampson & Russell, 2008) yang menggambarkan koefisien refleksi dan transmisi sebagai fungsi dari sudut datang pada media elastik (density, P-wave velocity, and S-wave velocity). Knott dan Zoeppritz melakukan analisa koefisien refleksi berdasarkan hal tersebut dan persamaannya dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matriks. cosφ1 ⎡ sinθ1 ⎢− cosθ sinφ1 1 ⎢ α1 ⎢ cos 2φ1 ⎢ sin 2θ1 β1 ⎢ ⎢ cos 2φ − β1 sin 2φ 1 1 ⎢⎣ α1 − sinθ 2 − cosθ 2 cosφ 2 ⎤ ⎥ ⎡ A⎤ ⎡ − sinθ1 ⎤ − sinφ 2 ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ρ 2α1 β 2 ⎥ ⎢ B ⎥ ⎢ − cosθ1 ⎥ = cos 2φ 2 ⎥ − ⎢C ⎥ ⎢ sin 2θ1 ⎥ ρ1 β1 ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ρ2 β2 sin 2φ 2 ⎥ ⎣ D⎦ ⎣− cos 2φ1 ⎦ − ⎥⎦ ρ1α1 ρ 2α1 β 2 2 sin 2θ 2 ρ1α 2 β12 ρα − 2 2 cos 2φ 2 ρ1α1 (13) dimana : A = Amplitudo gelombang P refleksi B = Amplitudo gelombang S refleksi C = Amplitudo gelombang P transmisi φ1 = sudut pantul gelombang S D = Amplitudo gelombang S transmisi φ2 = sudut bias gelombang S θ1 = sudut datang gelombang P θ 2 = sudut bias gelombang P α = kecepatan gelombang P β = kecepatan gelombang S ρ = densitas Aki, Richards dan Frasier kemudian mendekati persamaan Zoeppritz menjadi tiga bentuk, bentuk pertama mengikutkan densitas, bentuk kedua mengikutkan Vp dan bentuk ketiga mengikutkan Vs (Hampson & Russell, 2008). R (θ ) = a Δα α +b Δρ ρ +c Δβ β (14) 35 dimana : Analisis kuantitatif AVO dilakukan dalam common-mid-point-gather (atau super-gather, atau common offset gather, dsb). Tiap harga amplitudo dari setiap offset dalam gather secara sederhana diregresi secara linier untuk simplifikasi hubungan antara amplitudo terhadap offset. Dari sini munculah attribut AVO yaitu intecept dan gradient dari garis tersebut yang menggambarkan hubungan respon amplitudo terhadap sudut datang sinar seismik. 3.5 Inversi Seismik Inversi seismik didefiniskan sebagai teknik pemodelan geologi bawah permukaan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrolnya (Sukmono, 2007). Inversi seismik juga disebutkan sebagai proses ekstraksi sifat fisika geologi bawah permukaan dari data seismik (Hampson & Russell, 2008). Tujuan dasar dari inversi seismik adalah melakukan transformasi data seismik refleksi menjadi nilai kuantitatif sifat fisik serta deskripsi reservoar. Metoda inversi seismik dapat dibagi menjadi beberapa kategori seperti yang ditunjukan dalam Gambar 3.7 dibawah ini (Sukmono, 2007). 36 Gambar 3.7. Pembagian kategori metoda inversi seismik 3.5.1 Bandlimited Inversion Metoda inversi Bandlimited merupakan istilah lain dari Recursive Inversion. Dinamakan bandlimited karena trace akhir impedansi memiliki band frekuensi yang sama seperti pada data seismik. Metoda ini merupakan metoda inversi paling awal dan paling sederhana. Metoda ini dimulai dari definisi tentang koefisien refleksi yang ditulis dalam persamaan (3). Sehingga impedansi lapisan ke-i + 1 dapat dihitung dari lapisan ke-i dengan persamaan : Z i + 1 = Zi * 1 + ri 1- ri (15) Dimulai dari lapisan pertama, impedansi dari setiap lapisan berturut-turut dapat diketahui secara rekursif menggunakan persamaan dibawah ini : ⎛ 1 + ri ⎞ Zn = Z 1 * Π ⎜ ⎟ ⎝ 1- ri ⎠ (16) 37 Proses ini dinamakan sebagai inversi rekursif diskrit (discrete recursive inversion) yang menjadi dasar dari teknik inversi lainnya. 3.5.2 Model Based Inversion Inversi Model Based mengikuti model konvolusi seperti pada persamaan (4). Pada inversi model based, reflektivitas didefiniskan sebagai sekuen yang memberikan kecocokan yang paling baik pada data seismik. Dengan kata lain, kita mencari reflektivitas yang dikonvolusikan dengan wavelet untuk memberikan pendekatan terbaik dengan trace seismik. Inversi model based dikembangkan untuk memecahkan masalah yang muncul pada metoda rekursif diantaranya yaitu : pengaruh akumulasi noise, bad amplitude recovery, dan band limited seismic data (Sukmono, 2007). 3.5.3 Sparse Spike Inversion Inversi Sparse Spike (Sparse Spike Inversion) menggunakan asumsi bahwa hanya spike yang besar yang memiliki arti yang gunakan dalam proses inversi. Metoda ini mencari spike yang besar dengan memeriksa trace seismik. Deret reflektivitas satu spike dibuat dalam satu waktu. Spike tersebut ditambahkan sampai trace termodelkan secara akurat. Spike yang baru lebih kecil daripada sebelumnya. Inversi spare spike menggunakan parameter yang sama dengan inversi model based. Parameter yang harus ditambahkan adalah parameter untuk menghitung berapa banyak spike yang akan dipisahkan dalam setiap trace. 38 3.5.4 Colored Inversion Merupakan modifikasi dari inversi rekursif/ bandlimited, yang dikemukakan oleh Lancaster dan Whitcombe dalam SEG convention tahun 2000 (Hampson & Russell, 2008). Dalam proses ini ada sebuah operator tunggal, disebut O, yang diaplikasikan pada tras seismik untuk mentransformasinya menjadi hasil inversi : (17) Operator ditentukan sendiri dalam domain frekuensi. Dengan memeriksa dan menguji transformasi antara data seismik dengan hasil inversi, ditentukan fasa dari operator adalah -900. Spectrum Amplitudo dari operator didapatkan dengan menggunakan sumur-sumur di daerah studi, amplitude spectra dari AI diplot silang dengan skala log-log. Kemudian didapatkan trend dari impedance spectrum berupa garis lurus yang merepresentasikan output impedance spectrum. Kemudian dengan menggunakan set tras seismik di sekitar sumur, rata-rata dari spectrum seismik dihitung. Dari dua spectra sebelumnya, spectrum operator dihitung. Hal ini memiliki efek membentuk spectrum seismik menjadi impedance spectrum didalam kumpulan seismik. Dengan menggunakan amplitudo spectrum yang didapatkan dengan merubah fasa sebesar -900 menghasilkan operator Colored inversion. Kemudian operator tersebut di konvolusikan dengan tras seismik untuk mendapatkan hasil inversi (persamaan 17). 39