BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penulis

advertisement
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Penulis menggunakan beberapa referensi terkait dengan topik penelitian,
yaitu dua buah buku dan empat hasil penelitian terkait dengan politik identitas.
Penulis menggunakan 2 buku sebagai tinjauan pustaka, yaitu: pertama, buku dari
Buchari (2014) yang berjudul Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas. Buku
ini menyimpulkan faktor-faktor munculnya politik identitas etnis Dayak pada
pilkada Gubernur Kalimantan Barat tahun 2007, serta menemukan konsep baru,
yaitu marginalisasi dan diskriminasi yang dialami sebuah etnis akhirnya
memunculkan politik identitas.
Buku kedua berjudul Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa
Identitas, dari Abdilah (2002). Buku ini memuat pijakan dasar analisis pluralisme,
postmodernitas, dan globalisasi. Buku ini mendeskripsikan secara mendalam
perihal politik identitas sebagai objek formal, realitas keragaman etnis dan pola
politiknya sepanjang sejarah secara umum pada kajian politik etnis, serta peran
etnis dalam kancah globalisme dan postmodernisme.
Penulis menggunakan kedua buku tersebut dalam menentukan arah
pemikiran terhadap politik identitas. Buku Abdilah lebih mendeskripsikan sejarah
munculnya politik identitas menurut pandangan filsafat, sedangkan dalam buku
Buchari, lebih pada penerapan konsep dan teori dari politik identitas Manuel
Castells dalam kasus etnis Dayak di Kalimantan Barat. Selain dari dua buku ini,
10
penulis menggunakan bererapa penelitian dari skripsi dan jurnal ilmiah sebagai
tinjauan pustaka terkait politik identitas.
Pertama,
yaitu
penelitian
Munauwarah
(2013)
dari
Universitas
Hasanuddin Makassar, yang berjudul Politik Etnis Masyarakat Pendatang di Kota
Palopo. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
fenomenologi. Data primernya diperoleh melalui observasi dan wawancara.
Munauwarah menyimpulkan bahwa tingkah laku politik merupakan pencerminan
dari budaya politik suatu masyarakat yang penuh dengan aneka bentuk kelompok
dengan berbagai macam tingkah lakunya. Bertemunya dua atau lebih etnis pada
satu daerah, membutuhkan penyesuaian satu dengan yang lain, yaitu proses
penyesuaian dengan interaksi sosial. Munauwarah menyimpulkan bahwa
karakteristik masyarakat pendatang, cenderung membuat kelompok berdasarkan
ikatan emosional karena kesamaan yang mereka miliki, namun proses pembauran
dengan interaksi lingkungan sosial berjalan dengan baik.
Kedua, penelitian Sarumpaet (2012) yang berjudul Politik Identitas Etnis
dalam Kontestasi Politik Lokal. Sarumpaet menyimpulkan bahwa Good
Governance dalam pengertian tingkat pelaku pemerintahan lokal, dan
governability tingkat kapabilitas pemerintahan lokal dalam memberikan public
sphere, akan membuka peluang bagi pemerintahan lokal untuk membangun
struktur pemerintahan yang berdasarkan pada norma-norma lokal. Masyarakat
lokal telah memiliki struktur-struktur tersendiri yang telah lama berdiri, sebelum
berdirinya struktur pemerintahan. Sarumpaet mendeskripsikan bangkitnya politik
11
identitas etnis dalam Pilkada, serta di Indonesia geliat etnis untuk masuk ranah
politik praktis terjadi setelah liberalisasi politik yang bergulir sejak tahun 1998.
Penelitian Sarumpaet mengungkapkan pergulatan politik identitas dalam Pilkada
dan minimalisir persinggungan politik identitas etnis.
Ketiga, penelitian Haboddin (2012) yang berjudul Menguatnya Politik
Identitas di Ranah Lokal. Penelitian Haboddin menggunakan metode studi
pustaka
sebagai
cara
untuk
melakukan
analisis.
Penelitian
Haboddin
menyimpulkan penguatan politik etnisitas merupakan potret diri dari pergulatan
politik lokal yang berwajah ganda, dimana wajah pertamanya berwujud dengan
putra daerah, tetapi wajah lainnya dari politik identitas dapat berwujud pada
perjuangan untuk mendapatkan alokasi dana dari pemerintah pusat. Proses
desentralisasi politik ternyata diiringi dengan isu putra daerah. Sebuah isu yang
sarat makna dan sangat mengkhawatirkan, bukan hanya proses demokrasi lokal
akan terancam, tetapi juga menjadi petunjuk memudarnya semangat nasionalisme.
Penelitian Haboddin lebih mengungkap identitas politik, serta konsep etnisitas di
Indonesia dalam kasus Papua dan Riau.
Keempat, penelitian Sandhi (2014) dari Universitas Maritim Raja Ali
Haji, yang berjudul Politik Identitas Partai Islam (Studi Partai Keadilan
Sejahtera). Jenis penelitian Sandhi adalah jenis penelitian pustaka yang bersifat
deskriptif-analitik, dalam mendapatkan data menggunakan wawancara (interview)
melalui pendekatan sosio-historis. Sandhi menyimpulkan bahwa Partai Keadilan
Sejahtera menggunakan Islam sebagai asas partai, dan memandang Islam sebagai
12
solusi konkrit yang dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat Indonesia.
Sistem pengkaderan yang dilakukan oleh PKS adalah tarbiyah. Budaya yang
mendahulukan prinsip syura dalam pengambilan keputusan yang dianggap
strategis, PKS berkeyakinan bahwa keputusan yang terbaik hanya dihasilkan dari
keputusan syura sebagai prinsip politik Islam. Sandhi menyimpulkan bahwa
proses kaderisasi telah menetapkan standarisasi pembentukan kader yang Islami
sesuai dengan jenjang kader, serta target-target pencapaian yang dijadikan
indikator kader dari jenjang yang dasar ke jenjang kader yang lebih tinggi.
Penulis dapat menyimpulkan dari keempat referensi tersebut, bahwa
penelitian dari Munauwarah, Sarumpaet, dan Haboddin memiliki persamaan,
yaitu lebih banyak meneliti perihal politik identitas dalam wajah etnis. Penelitian
Sandhi lebih fokus terhadap politik identitas partai Islam, yaitu Partai Keadilan
Sejahtera sebagai objek penelitian. Hal yang mendasari penulis untuk melakukan
penelitian politik identitas karena ingin mengembangkan penelitian dari
Munauwarah, Sarumpaet, dan Haboddin, dengan ketertarikan khususnya pada
politik identitas muslim kampung Jawa terhadap Partai Keadilan Sejahtera. Acuan
penelitian dari Sandhi perihal politik identitas partai Islam, menyebabkan penulis
tertarik meneliti PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Hal ini dikarenakan PKS
sebagai partai Islam dalam mengembangkan kadernya di Denpasar, telah
menunjukan kekuatannya di pemilu legislatif daerah kabupaten/kota, maupun
provinsi. Berdasarkan jumlah massa pemilih PKS yang sebagian besar
masyarakat pendatang muslim atau urban muslim, maka penulis meneliti
13
bagaimana politik identitas terhadap partai politik, serta bagaimana partai politik
tersebut dalam mengintegrasikan kepentingan politik muslim, memelihara dan
menjaga dukungan basis massa.
2.2 Kerangka Konseptual
2.2.1 Muslim Kampung Jawa
Muslim kampung Jawa dalam penelitian ini awalnya merujuk pada
kalangan urban yang menetap dan telah memiliki Kartu Identitas Penduduk
(KTP) kota Denpasar. Kaum urban di kota Denpasar definisinya masih
diperdebatkan antara pendatang yang belum memiliki KTP, atau pendatang
yang telah memiliki KTP kota Denpasar. Pada akhirnya penelitian ini
memperkecil letak atau setting di kampung Jawa dan masyarakat muslim
kampung Jawa sebagai subyek penelitian. Konsep dari muslim kampung Jawa
tidak terlepas dari konsep urban dan masyarakat pribumi muslim di kota
Denpasar, tetapi hanya terfokus pada masyarakat muslim kampung Jawa
sehingga mempermudah penelitian.
Definisi muslim secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2014), yaitu penganut agama Islam. Muslimin berarti laki-laki muslim yang
menganut agama Islam, dan muslimat berarti perempuan muslim. Kampung
yaitu kelompok rumah yang merupakan bagian dari kota, dan umumnya dihuni
oleh orang yang berpenghasilan rendah. Kampung dapat berarti desa atau
dusun, yang merupakan kesatuan administrasi terkecil serta menempati wilayah
tertentu di bawah kecamatan. Konsep muslim kampung, yaitu masyarakat yang
14
menganut agama Islam dalam suatu kelompok rumah atau dusun yang masih
dalam bagian suatu kota.
Konsep muslim kampung Jawa dapat diistilahkan sebagai masyarakat
muslim yang identik dengan warga dari pulau Jawa. Kampung Jawa terletak di
jalan Ahmad Yani kecamatan Denpasar utara, dan merupakan salah satu daerah
kaum muslim tinggal dan menetap. Kampung Jawa sangat terkenal di kota
Denpasar sebagai tempat tinggal para muslim sejak dulu. Tanah dari kampung
Jawa merupakan hibah dari kerajaan Badung kepada kaum muslim yang
berdagang di pasar Badung. Muslim kampung Jawa didominasi oleh etnis
Madura, Jawa, serta beberapa muslim dari Karangasem dan Buleleng.
Masyarakat di kampung Jawa erat kaitannya dengan proses urbanisasi
dan transmigrasi. Pendatang urban dari berbagai daerah dalam dan luar Bali
masuk ke kampung Jawa untuk tinggal dan menetap, sehingga menyebabkan
variasi dalam budaya masyarakat. Konsep urban menurut Setijowati (2010:
101) berarti sesuatu yang secara langsung maupun tidak langsung bersifat
kekotaan dan terkait urbanisasi. Menurut Purwantini (dalam Setijowati, 2010:
94) masyarakat urban tergolong sebagai masyarakat multietnis yang terkumpul
disatu kota utama (metropolis), dan terdiri dari berbagai suku, golongan, dan
kelompok. Kampung Jawa masih dalam area kecamatan Denpasar utara, dan
tergolong dalam wilayah kota. Masyarakat di kampung Jawa pada umumnya
didominasi oleh etnis Madura dan Jawa. Motivasi dari urban menurut
Setijowati, yaitu masyarakat urban memiliki ambisi memenuhi kebutuhan
15
hidupnya menjadi lebih baik. Alasan ekonomi dan mencari sumber penghasilan
yang lebih baik menjadi dasar masyarakat urban ke kota.
Masyarakat kampung Jawa yang didominasi masyarakat muslim
pribumi dan pendatang berbaur dalam suatu identitas bersama, yaitu identitas
sebagai masyarakat muslim kampung Jawa. Menurut persepektif difusi atau
penyebaran, sekelompok manusia yang tinggal dan menetap lama sehingga
memiliki ikatan sejarah emosional dengan wilayahnya, dapat dikatakan sebagai
masyarakat pribumi. Masyarakat pendatang yaitu kelompok manusia yang
melakukan perpindahan ke suatu wilayah, tinggal serta beradaptasi dalam
proses interaksi bersama masyarakat pribumi (Munauwarah: 2011: 23). Konsep
dari muslim kampung Jawa dalam penelitian ini, yaitu memuat keseluruhan
masyarakat muslim baik pribumi maupun pendatang di kampung Jawa.
Masyarakat pribumi menurut Abdilah (2002: 18), yaitu orang atau kelompok
yang mengklaim diri sebagai penduduk asli suatu daerah dan wilayah tertentu.
Asal-usul pribumi melalui kacamata sejarah etnis, dapat diselidiki apakah sukusuku tertentu menduduki wilayah tertentu, dan apakah mereka mempunyai nilainilai yang adil pada daerahnya pada masa pendudukannya (Krupat dalam
Abdilah, 2002: 109). Muslim kampung Jawa pada sejarahnya merupakan para
pendatang yang tinggal dan menetap di daerah pasar Badung untuk melakukan
perdagangan dan bisnis. Muslim pribumi di kampung Jawa memiliki ikatan
sejarah dengan kerajaan Badung.
16
Kampung Jawa sebagai sebuah tempat yang didominasi masyarakat
muslim di kota Denpasar, saling berinteraksi antara pribumi muslim dan
menerima pendatang urban dari berbagai daerah. Menurut Abdilah (2002: 110)
penduduk pribumi dalam sisi sosial tidak dapat menghindari interaksi dengan
para pendatang atau para imigran. Mereka harus menghadapi semangat
pendatang dalam mencari peruntungan di daerahnya. Masyarakat di kampung
Jawa baik pribumi maupun pendatang sebagian besar berdagang, membuka
usaha, dan memperkerjakan masyarakat kampung Jawa.
2.2.2 Partai Keadilan Sejahtera Kota Denpasar
Sebelum membahas Partai Keadilan Sejahtera kota Denpasar, maka
penulis sertakan beberapa konsep mengenai partai politik. Pengertian dari partai
politik dalam konteks Islam diperlukan karena berkaitan dengan Partai Keadilan
Sejahtera. Menurut Sandhi (2014: 07), dalam konteks Islam partai adalah hizb
dan politik adalah siyasah. Hizb adalah kumpulan orang yang memiliki satu
tujuan, siyasah berarti pengurusan atas umat Islam. Partai politik atau hizbun
siyasiun merupakan sekelompok orang yang terorganisir dan memiliki orientasi
nilai, serta cita-cita yang sama dalam mengurus umat. Partai Islam dalam
konteks tersebut merupakan sekelompok orang yang memiliki cita-cita, nilai,
dan tujuan yang disandarkan pada Islam serta mengurusi umat dengan jalan
Islam.
Menurut Carl J. Friedrich (dalam Loso, 2013: 03), partai politik
merupakan sekompok manusia yang terorganisir stabil yang memiliki tujuan
17
untuk merebut, atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi
pemimpin partainya dan memberikan kepada anggota partainya yang bersifat
idiil dan materiil. Menurut Sigmund Neumann (dalam Budiardjo, 2008: 404),
partai politik adalah organisasi dari para aktivis politik yang berusaha
menguasai pemerintahan, serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan
dengan suatu golongan yang mempunyai pandangan yang berbeda. Partai
politik sebagai perantara yang menghubungkan kekuatan dan ideologi sosial
dengan lembaga pemerintahan.
Penelitian ini berkaitan dengan identitas partai politik. Setiap partai
politik memiliki ideologi yang digunakan sebagai identitas atau karakteristik
suatu partai. Menurut Firmanzah (2008: 105), identitas atau ideologi digunakan
partai agar semua orang terutama masyarakat pemilih yang berhak memberikan
suara dukungan dapat dengan mudah membedakannya dengan partai politik
lain. Partai dapat dikatakan sebagai penganut ideologi tertentu jika suatu sistem
nilai, kepercayaan dan norma tercemin dalam semua aspek organisasi partai.
Kejelasan sistem nilai dan paham, akan memudahkan masyarakat dalam
mengidentifikasi dan membedakan suatu partai dengan partai lainnya. Hal ini
memudahkan partai politik untuk positioning dan mengemas bahasa komunikasi
kepada target pemilih.
Partai politik dalam positioning menurut Worcester dan Bainez (dalam
Firmanzah, 2008: 160) menyatakan bahwa partai dan kandidat pemilihan umum
melakukan positioning melalui penciptaan ulang kebijakan, image, dan jasa
18
yang disediakan bagi publik. Ketepatan dalam membuat positioning yang
menyangkut image politik, produk politik, pesan politik, serta program kerja
dapat membantu penciptaan identitas politik. Menurut Sandhi (2014), Partai
Keadilan
Sejahtera
dalam
konsep
ideologi
dan
positioning
tersebut
menggunakan Islam sebagai ideologi partai.
Pada awal mula berdirinya PKS, partai ini didirikan setelah mundurnya
presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 oleh para tokoh KAMMI. Awalnya nama
partai ini adalah Partai Keadilan (PK). Partai Keadilan dideklarasikan pada 20
Juli 1998 di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, dan mengangkat
Nurmahmudi Isma’il sebagai presiden pertamanya.
Pada pemilu legislatif tahun 1999, PK gagal memenuhi ambang batas
parlemen sebesar dua persen. Atas kegagalan tersebut, menurut regulasi
pemerintah diharuskan mengganti nama partai. Pada 2 Juli 2003, Partai
Keadilan menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Hukum dan
HAM. Sehari kemudian, PK resmi berganti nama menjadi Partai Keadilan
Sejahtera (Fathurin, 2004: 284).
PKS Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kota Denpasar sebagai salah satu
partai yang berideologi Islam, telah berkembang dan menyebarkan kaderkadernya di tiap kecamatan kota Denpasar. Sekretariat DPD PKS masih
bergabung dengan Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) PKS Bali, yang
bertempat di Jalan Tukad Yeh Ho III No, 1 Denpasar. DPD PKS Denpasar pada
periode tahun 2010-2015, diketuai oleh Hilmun Nabi mempunyai visi: menjadi
19
Partai Dakwah yang kokoh dan transformatif untuk melayani bangsa. Susunan
kepengurusan DPD PKS Kota Denpasar 2010-2015, yaitu:
Tabel 2.1 Pengurus DPD Partai Keadilan Sejahtera Kota Denpasar
tahun 2010-2015
Nama
Jabatan
Hilmun Nabi
Ketua Umum
Alim Mahdi
Sekretaris Umum
Aang Ardiansyah
Bendahara Umum
Fahmi Fadhillah
Bidang Kaderisasi
Vera Poedjiastoety
Bidang Perempuan
Jojo Siswoyo
Bidang Pengembangan Wilayah Dakwah
Arif Nugroho
Bidang Kepanduan dan Olahraga
H. Ryosid Ridlo
Bidang Pembangunan dan Keumatan
Ahmad Rosadi Lubis
Bidang Generasi Pemuda dan Profesi
Sumber: data DPD PKS kota Denpasar
DPD PKS kota Denpasar, memetakan bassis massa dukungan partai di
kota Denpasar. PKS yang lebih banyak didukung oleh muslim memetakan
beberapa wilayah yang berpotensi sebagai basis massa dukungan. Peta basis
massa dari PKS di kota Denpasar, dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.1 Peta Basis Massa Muslim PKS Kota Denpasar
Sumber: olah data hasil wawancara dengan ketua DPD PKS Denpasar
20
Berdasarkan gambar diatas, menurut Hilmun Nabi sebagai ketua umum
DPD PKS Denpasar, kader di Denpasar berjumlah sekitar 740 kader. Perolehan
suara PKS dengan komunitas muslim sebagai basis massa, tersebar di beberapa
wilayah Denpasar, yaitu: Denpasar Barat daerah monang-maning, Denpasar
Utara daerah kampung Jawa, serta Denpasar Selatan daerah Kepaon dan
Serangan. Denpasar Timur kurang signifikan massa dukungan PKS, karena
menurut Hilmun Nabi untuk saat ini yang terlihat dipermukaan hanya daerah
Denpasar barat, selatan, dan utara, terutama kampung Jawa.
Partai Keadilan Sejahtera mendapatkan 2 kursi pada pemilu legislatif
tahun 2009 di kota Denpasar. Pada daerah pemilihan (dapil) Denpasar 1, PKS
mendapat 4090 suara sehingga memperoleh 1 kursi. Pada dapil Denpasar 3,
PKS mendapatkan 2184 suara sehingga memperoleh 1 kursi. Pada dapil
Denpasar 2, PKS tidak mendapatkan kursi karena hanya memperoleh 946 suara.
Kedua legislatif yang berasal dari PKS adalah Hilmun Nabi yang mendapatkan
1269 suara, dan H. Mudjiono yang mendapatkan 969 suara (data KPU, 2009).
Pada tahun 2014, Partai Keadilan Sejahtera meningkatkan perolehan
kursinya menjadi 3 kursi di pemilu legislatif kota Denpasar. Perolehan suara
PKS meningkat pada setiap dapil. Pada dapil Denpasar 1, PKS memperoleh
2479 suara; Pada dapil Denpasar 2, PKS memperoleh 1498 suara; Pada dapil
Denpasar 3, PKS memperoleh 2720 suara; Pada dapil Denpasar 4, PKS
memperoleh 1554 suara; Pada dapil Denpasar 5, PKS memperoleh 2768 suara.
Ketiga legislatif yang mendapatkan kursi dari PKS, yaitu Hilmun Nabi
21
(incumbent) yang mendapatkan 1518 suara, Drs. Umar Dany yang mendapatkan
1597 suara, dan Muhammad Nur Fatah, SH yang mendapatkan 910 suara (data
KPU, 2014).
PKS dalam melakukan kegiatan selama satu bulan, sekretariat
digunakan oleh DPW dan DPD PKS. Setiap pekan ganjil yang menggunakan
adalah DPW PKS, sedangkan pada pekan genap yang menggunakan adalah
DPD PKS. Setiap senin malam pukul 20.00 WITA diadakan rapat pengurus.
Rapat pengurus PKS diadakan dua minggu sekali. Kader pada PKS, terbagi
dalam kelompok-kelompok kecil, yang biasanya satu kelompok terdiri dari 10
orang. Tujuannya untuk memudahkan dalam mengadakan pertemuan dan
melakukan pengajian. Pengajian dilakukan di sekretariat PKS setiap
minggunya. Selain acara yang bersifat formal, acara informal pun kerap digelar
oleh PKS. Acara informal seperti acara rekreasi se-Bali yang biasa dilakukan
setiap satu tahun sekali, dan mengadakan pembinaan-pembinaan bagi kader
serta anggota keluarga masing-masing kader.
PKS menggunakan dua strategi dalam proses mekanisme kultur
penjenjangan kader partai, dan budaya kultur PKS dalam mempersiapkan kader
partai. Pertama adalah pola rekrutmen individual (al-da’wah al-fardhiyyah),
atau bentuk pendekatan orang per-orang meliputi komunikasi personal secara
langsung. Calon kader yang direkrut diajak berpartisipasi dalam forum-forum
pembinaan rohani yang diorganisir PKS, seperti usrah (keluarga), halaqah
(kelompok studi), liqa (pertemuan mingguan), rihlah (rekreasi), mukhayyam
22
(perkemahan), daurah (pelatihan intelektual) dan nadwah (seminar). Kedua
adalah pola rekrutmen institusional (al-da’wah al’amma). PKS berafiliasi
dengan berbagai organisasi sayap yang berstatus formal atau tidak formal,
sehingga partai dapat memanfaatkan institusi ini untuk memperoleh kader
(Burhanuddin, 2012). Salah satu strategi PKS yang saling berkaitan dan saling
mendukung, yaitu dakwah, mobilitas kader dan wajihah.
PKS mewajibkan kadernya terlibat aktif dalam pelatihan hierarkis dan
sekaligus sosialisasi kultur PKS yang disebut marhalah. Pelatihan ini mencakup
proses pembelajaran (ta’lim), pelatihan keorganisasian (tandzim), pembinaan
karakter (taqwin) dan evaluasi (taqwim). PKS mensosialisasikan kultur identitas
dalam bentuk pelatihan-pelatihan kaderisasi. Menurut Musyawarah Nasional
(Munas) tahun 2010 di Jakarta, PKS membedakan antara kader dan anggota.
Kader adalah anggota yang terikat oleh sistem kaderisasi, sehingga sudah pasti
seorang muslim. Sementara anggota adalah siapa saja yang terikat kepada
organisasi, serta bersifat lebih umum dan terbuka (Damanik, 2002).
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Politik Identitas
Penulis menggunakan teori politik identitas yang terkonstruksi
berdasarkan beberapa konsep yang relevan dari pemikiran tokoh-tokoh, seperti
Manuel Castells, Anthony Giddens, dan Clifford Geertz. Konsep-konsep
tersebut saling berkaitan dan membangun teori politik identitas yang dapat
menjawab permasalahan penelitian. Konsep-konsep tersebut, yaitu: konsep
23
pembentukan identitas dari Manuel Castells dan Anthony Giddens, konsep
primordialisme dari Cliford Geertz, serta konsep etnisitas.
Politik identitas sangat berkaitan erat dengan identitas etnis dan identitas
agama. Identitas menurut Castells (2010: 6) di dalam buku keduanya yang
berjudul The Power of Identity, yaitu:
1. Identitas merupakan sumber makna dan pengalaman orang;
2. Identitas merupakan proses kontruksi makna yang berdasar pada atribut
kultural, atau seperangkat atribut kultural, yang diprioritaskan diatas sumbersumber pemaknaan lain;
3. Identitas bersifat jamak (plural) dan bukan tunggal (singular);
4. Identitas berfungsi untuk menata dan mengelola makna (meanings);
5. Gugus identitas adalah sumber-sumber makna bagi dan oleh aktor yang
dikontruksi dengan proses individuasi;
6. Identitas terkait dengan proses internalisasi nilai, norma, tujuan dan ideal;
7. Identitas pada hakikatnya dibedakan menjadi identitas individu dan identitas
kolektif. Individualisme dapat menjadi identitas kolektif sebagai identitas
bersama dalam suatu kesamaan identitas individu yang dikumpulkan menjadi
kesatuan identitas.
Konsep identitas Castells diatas, dikaitkan dengan identitas muslim
kampung Jawa merupakan proses kontruksi dari atribut kultural Islam dan
atribut kultural etnis yang ada dalam masyarakat muslim. Identitas yang
terbangun melalui proses kontruksi tersebut dimaknai sebagai identitas bersama
24
yang melambangkan suatu daerah yang terdapat perkumpulan kesatuan
identitas. Proses internalisasi nilai, norma, tujuan dan idealisme muslim
kampung Jawa menguatkan identitas bersama (kolektif) dalam identitas
kesamaan etnis kedaerahan dan identitas kesamaan agama Islam.
Menurut Giddens (1991: 75), identitas terbangun oleh kemampuan
untuk melanggengkan narasi tentang diri, sehingga terbangun suatu perasaan
terus-menerus tentang kelangsungan atau kontinuitas biografi. Konsep identitas
dari Giddens, penulis dapat interpretasikan bahwa identitas individu dapat
terbentuk dari kemampuan mengidentifikasi diri dalam menghadapi kehidupan
lingkungan dan sosial masyarakat. Berdasarkan konsep tersebut, muslim
kampung Jawa mengidentifikasikan dirinya sebagai masyarakat minoritas yang
tergabung dalam suatu komunitas kesamaan identitas agama, etnis dan wilayah
tinggal. Kemunculan identitas sebagai minoritas, disebabkan oleh kuatnya
dominasi masyarakat Hindu Bali.
Politik identitas
muslim
kampung
Jawa
bermula
dari
proses
pembentukan pembangunan identitas masyarakat muslim. Hubungan politik dan
kekuasaan dari identitas, dalam politik identitas, dikontruksikan dalam
pembentukan pembangunan identitas oleh seseorang atau sekelompok orang.
Konstruksi sosial dari identitas selalu terjadi dalam konteks yang ditandai oleh
hubungan kekuasaan. Castells (2010: 8) menyebutkan tiga bentukan
pembangunan identitas, yaitu:
25
a. Identitas legitimasi (legitimizing identity) yaitu identitas yang diperkenalkan
oleh sebuah institusi yang mendominasi suatu masyarakat untuk
merasionalisasikan dan melanjutkan dominasinya terhadap aktor-aktor
sosial.
b. Identitas resisten (resistance identity) yaitu sebuah proses pembentukan
identitas oleh aktor-aktor sosial yang dalam kondisi tertekan dengan adanya
dominasi dan stereotip oleh pihak-pihak lain, sehingga membentuk
resistensi dan pemunculan identitas yang berbeda dari pihak yang
mendominasi, dengan tujuan untuk keberlangsungan hidup kelompok dan
golongannya. Sebuah terminologi yang disebutkan ketika Calhoun
mengidentifikasi munculnya politik identitas.
c. Identitas proyek yaitu suatu identitas dimana aktor-aktor sosial membentuk
suatu identitas baru yang dapat menentukan posisi-posisi baru dalam
masyarakat
sekaligus
mentransformasi
struktur
masyarakat
secara
keseluruhan.
Berdasarkan teori pembentukan pembangunan identitas Castells diatas,
muslim kampong Jawa merupakan pembentukan identitas resisten (resistance
identity), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) termasuk kedalam pembentukan
identitas legitimasi (legitimizing identity). Pembentukan identitas resisten
muslim kampung Jawa, merupakan akibat dari identifikasi dirinya sebagai
masyarakat minoritas di Bali. Minoritas dalam kaitannya dengan dominasi,
penulis mengutip Castells (2010: 421) yang mengatakan:
26
“…thus on the other hand the dominant global elites inhabiting….while
on the other hand people resisting economic, cultural and political
disfranchisement tend to be attracted to communal identity”.
Kutipan Castell di atas, mengemukakan bahwa saat sebuah masyarakat
mayoritas yang dominan, terdapat masyarakat yang melakukan perlawanan
terhadap ekonomi, budaya hingga pilihan politik, tergabung dalam identitas
bersama. Politik identitas merupakan partisipasi individual pada kehidupan
sosial yang lebih ditentukan oleh budaya dan psikologis seseorang. Inti dari
konsep identitas Castells, yaitu identitas merupakan proses konstruksi dasar dari
budaya dan psikokultural dari seorang individu yang memberikan arti dan
tujuan hidup dari individu tersebut, karena terbentuknya identitas adalah dari
proses dialog internal dan interaksi sosial (Castells, 2010: 6-7). Jika dalam
proses pembentukannya dalam kondisi tertekan (identitas resisten) dengan
adanya dominasi pihak lain, maka akan muncul identitas dalam istilah Calhoun
disebut politik identitas (Castells, 2010: 8).
Menurut Buchari (2014: 20), politik identitas merupakan suatu alat
perjuangan politik suatu etnis untuk mencapai tujuan tertentu, di mana
kemunculannya lebih banyak disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu
yang dipandang oleh suatu etnis sebagai adanya suatu tekanan berupa
ketidakadilan politik yang dirasakan oleh mereka. Berdasarkan perasaan senasib
tersebut, maka mereka bangkit menunjukkan identitas atau jati diri etnisnya
dalam suatu perjuangan politik, untuk merebut kekuasaan dengan memanipulasi
kesamaan identitas, atau karakteristik keetnisan tertentu yang tumbuh di dalam
kehidupan sosial budayanya. Buchari (2014: 24) menyimpulkan, politik
27
identitas adalah aliran politik yang ingin melibatkan seseorang atau kelompok
masyarakat yang memiliki kesamaan karakteristik, seperti suku, agama,
etnisitas, gender, jenis kelamin, dan orientasinya.
Ubed Abdilah (2002: 68) berpandangan bahwa salah satu permainan
politik identitas adalah agama, karena kekuatan agama mengikat individu dalam
suatu ikatan kebersamaan sangat kuat, sehingga agama menjadi komoditas
politik yang kental bagi beberapa kelompok individu. Partai-partai yang
mendasarkan asasnya pada agama tertentu dalam suatu negara merupakan bukti
bahwa keterlibatan agama cukup kuat. Fenomena Partai Keadilan Sejahtera
sebagai partai yang berasaskan Islam relevan dengan pendapat ini. Berdasarkan
pandangan diatas, fenomena politik identitas muslim kampung Jawa
menggunakan alat perjuangan politik etnis dan agama untuk mencapai tujuan
tertentu, demi kepentingan kelompoknya. Ketidakadilan dominasi politik lokal
di Denpasar, muslim kampung Jawa sebagai masyarakat minoritas bangkit
menunjukan identitasnya.
Politik identitas di dalam fenomena empiris menurut Buchari (2014: 27)
memperlihatkan secara nyata proses terjadinya perubahan besar yang
berklimaks pada bersatu-padunya etnis dalam memperjuangkan perikeadilan
dan perikemanusiaan, secara kukuh dan kuat, karena mereka merasa diabaikan
dan tertekan oleh bentuk dan praktik ketidakadilan secara politik, sosial,
budaya, dan ekonomi, sehingga mereka sengsara dalam hampir setiap aspek dan
dimensi kehidupannya. Primodialisme sebagai salah satu pendekatan, melihat
28
fenomena etnis dalam kategori sosio-biologis. Pada umumnya pendekatan
primordialisme beranggapan bahwa kelompok sosial dikarakteristikkan oleh
kewilayahan, agama, kebudayaan, bahasa, dan organisasi sosial yang disadari
sebagai hal yang sudah ada sejak lahir.
Menurut Geertz (1973: 250), ragam budaya dalam masyarakat majemuk
seringkali memunculkan sikap-sikap primordialisme. Primordial sering
digunakan sebagai politik identitas etnis, dimana identitas etnis tetap
dipertahankan karena dianggap bermanfaat sebagai basis massa suatu kelompok
yang dapat digerakkan. Menurut Geertz, 6 elemen pembentuk ikatan primordial,
yaitu: ikatan kekerabatan, ras, bahasa, wilayah, agama dan adat istiadat. Agama
sebagai
sumber
ikatan
primordial
mempunyai
nilai
efektif
dalam
mempersatukan penganutnya.
Identitas etnis terakumulasi unsur-unsur perekat atau pengikat
kekeluargaan, seperti: unsur ras, kepercayaan atau agama, budaya, dan warisanwarisan para leluhurnya. Erikson (dalam Abdilah, 2002: 79) menambahkan
syarat kemunculan etnisitas atau suatu kelompok etnis adalah bahwa kelompok
tersebut paling sedikit telah menjalin hubungan atau kontak dengan etnis yang
lain, dan masing-masing menerima gagasan dan ide-ide perbedaan diantara
mereka secara kultural. Etnisitas dalam pandangan instrumentalis versi pertama,
yaitu fokus dalam kompetisi dalam elit untuk memperoleh sumber daya dan
usaha memanipulasi simbol untuk mendapatkan dukungan massa, dan meraih
tujuan politik yang hendak dicapai elit. Versi kedua, yaitu fokus pada strategi
29
elit untuk memaksimalkan pilihan-pilihan rasional dalam given situation.
Berdasarkan konsep ini, penulis dapat menginterpretasikan bahwa untuk meraih
dukungan massa, para elit memanipulasi identitas untuk meraih tujuan politik
dan strategi memaksimalkan pilihan rasional dalam politik identitas.
Politik identitas dalam format keetnisan, tercermin dari upaya
memasukkan nilai etnis kedalam peraturan daerah, memisahkan wilayah
pemerintahan, keinginan mendaratkan otonomi khusus, sampai dengan
munculnya gerakan separatis. Sementara dalam konteks keagamaan, politik
identitas terefleksikan dari beragam upaya untuk memasukkan nilai-nilai
keagamaan dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk dalam perda syariah,
maupun upaya menjadikan sebuah kota identik dengan agama tertentu (Latif,
2009: 136). Fenomena politik identitas dari muslim kampung Jawa di Denpasar
yang dikaitkan dengan format keetnisan dan keagamaan, berujung kepada partai
politik sebagai wadah untuk mencapai kekuasaan politik dalam memasukan
nilai-nilai keagamaan hingga identitas keetnisan sebagai penguatan partai yang
berbasis identitas keagamaan.
2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan politik
identitas kampung Jawa terhadap PKS. Kerangka pemikiran penelitian
berdasarkan konsep dan teori dari politik identitas. Kerangka pemikiran dapat
dilihat pada bagan dibawah ini:
30
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Muslim Kampung Jawa
Urban Muslim Pendatang
Muslim Pribumi
Ikatan Primordial
1. Etnis
2. Agama
3. Perkawinan
silang
4. Bahasa daerah
5. Adat dan budaya
6. Wilayah tinggal
Identifikasi dan resistensi diri sebagai
minoritas
Politik Identitas
Muslim Kampung
Jawa
Afiliasi muslim kampung Jawa terhadap
PKS:
1. Menjadi kader, simpatisan dan
pemilih PKS.
2. Mengikuti kegiatan keagamaan
seperti pengajian dan kegiatan sosial
PKS
Afiliasi PKS terhadap muslim kampung
Jawa:
1. Pengkaderan,
pelatihan
dan
pembinaan
2. Mengadakan kegiatan keagamaan
dan kegiatan sosial seperti bansos,
pengobatan gratis, bazzar, dll
PKS sebagai kendaraan politik
Penguatan PKS sebagai partai berbasis
identitas
Partai Keadilan
Sejahtera (PKS)
31
Berdasarkan bagan diatas, Muslim kampung Jawa terdiri dari masyarakat
pribumi muslim dan urban pendatang yang terintegrasi dalam suatu ikatan
primordial, yaitu etnis, agama, perkawinan silang, adat dan budaya, bahasa
daerah, serta wilayah tinggal. Berdasarkan kontruksi pembentukan identitas
Castells, muslim kampung Jawa termasuk identitas resisten. Resistensi muslim
mengidentifikasi dirinya sebagai masyarakat minoritas di kota Denpasar.
Muslim kampung Jawa yang terdiri dari etnis Madura, Jawa serta etnis
lainnya mengintegrasikan identitas kesamaan daerah tinggal mereka, yaitu dusun
Wanasari kampung Jawa. Kurangnya perhatian pemerintah dalam membangun
daerahnya, dan dominasi dari masyarakat Bali Hindu dalam pemerintahan,
menimbulkan politik identitas menguat di kalangan muslim kampung Jawa.
Identitas yang dimaksud adalah identitas sebagai warga muslim di kampung Jawa
dengan berbagai macam etnis didalamnya terintegrasi menjadi satu kesatuan
identitas muslim.
Upaya politik dari kaum muslim kampung Jawa, salah satunya mencari
wadah atau kendaraan untuk mencapai tujuan politik demi kesejahteraan bersama.
Wadah tersebut sebagai tempat pembelajaran politik, penyalur aspirasi
masyarakat, dan tempat menemukan orang yang memiliki visi serta tujuan yang
sama. Partai Keadilan Sejahtera kemudian masuk ke kampung Jawa, menawarkan
ide, visi, dan program yang sejalan dengan apa yang diharapkan oleh muslim di
kampung Jawa. PKS menurut Castells dalam kontruksi pembentukan identitas
32
sebagai identitas yang terlegitimasi. PKS menggunakan nilai-nilai dan asas Islam
sebagai identitas atau ideologi partai.
Muslim kampung Jawa berafiliasi menjadi kader, simpatisan dan pemilih
PKS. Muslim kampung Jawa yang tertarik dan kemudian berafiliasi dengan PKS
memasukkan nilai-nilai identitas kultur etnis dan budaya dalam masyarakat PKS
kampung Jawa. Masyarakat PKS tersebut merupakan suatu kesatuan integrasi
yang didalamnya terdapat para kader dan simpatisan PKS di kampung Jawa.
Muslim kampung Jawa aktif mengikuti berbagai kegiatan bersama PKS, seperti
kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial.
PKS berafiliasi dengan musim kampung Jawa melalui pengkaderan,
pelatihan, dan pembinaan. PKS melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan
sosial bagi kampung Jawa untuk mempermudah melakukan pendekatan terhadap
muslim kampung Jawa. Kekuatan terbesar PKS adalah mobilitas massa kader dan
simpatisan PKS.
PKS akhirnya menjadi kendaraan politik dari muslim kampung Jawa dan
sebaliknya muslim kampung Jawa menjadi salah satu basis massa PKS di
Denpasar. PKS tidak hanya menjadi wadah kendaraan politik caleg dari kampung
Jawa, tetapi PKS ikut menjaga dan memelihara kader agar tetap solid menjadi
basis massa PKS. Masyarakat muslim kampung Jawa dengan politik identitasnya
sebagai muslim yang memiliki kesamaan identitas dengan PKS, menguatkan
identitas PKS sebagai partai berbasis identitas Islam di kota Denpasar.
Download