BAB V PENUTUP Berdasarkan uraia –uraian dalam bab sebelumnya, Sebagai bab penutup dalam penelitian ini, penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Pengambilalihan koran Berita Kota oleh manajemen Koran Warta Kota dengan cara membeli merek koran Berita Kota, menurut Penulis dilakukan oleh konglomerasi pers Kompas Gramedia Group melalui anak perusahaannya PT Metrogema Media Nusantara, sebagai langka yang dilakukan dalam rangka mensiasati sekaligus menghindari Pasal 28 (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pengambilalihan yang berbunyi “...Pelaku saham perusahaan lain usaha dilarang melakukan apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat...”. Namun, Penulis berkesimpulan, tindakan yang diambil anak perusahaan Kompas Gramedia Group tersebut, tidak dapat terhindar dari dugaan adanya pelanggaran dari Bab IV Pasal 17 ayat 2 butir yang berbunnyi “ Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas pasar produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 apabilaL ...(c) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % (lima puluh persen) pangsa satu jenus barang atau jasa tertentu,”. Pasal lain yang dilanggar dalam UU yang sama 95 adalah Pasal 25 ayat 1 yang berbunyi: “Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk...(c) menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan,” Sedangkan ayat 2 nya berbunyi,” ... Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila : (a) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50 % (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu,” Strategi bisnis maupun tindakan hukum yang diambil pengelola Koran Warta Kota, perusahaan pers PT Metrogema Media Nusantara tersebut membahayakan iklim persaingan usaha khususnya persaingan usaha di bidang industri pers atau media massa cetak di wilayah Jakarta dan sekitarrnya. Perusahaan pers yang dikelola pemilik modal yang besar seperti Kompas Gramedia Group dapat dengan mudah mengambil alih atau menutup koran yang dikelola perusahaan pers kecil, yang memiliki prospek sangat baik namun membahayakan prospek bisnis koran atau media cetak lain yang dikelola perusahaan pers besar seperti Kompas Gramedia. Sebaliknya jika ada kelompok masyarakat bermodal pas-pasan namun berhasil mengelola media cetak secara baik dan memiliki prospek yang baik, akan dengan mudah dihentikan atau diambil alih oleh perusahaan pengelola pers yang menjadi pesaing media cetak tadi. Hal ini berdampak, akan sulit kelompok masyarakat lain khususnya pemilik modal kecil bersaing dan mengelola media massa, karena pasar maupun industri media massanya sudah dikuasai kelompok 96 pemodal besar yang tidak memberikan kesempatan sedikitpun bagi kelompok masyarakat lain bersaing secara sehat di industri pers.. 2. Pengambilalihan Koran Berita Kota oleh Manajemen Warta Kota dengan cara membeli merek Koran Berita kota tanpa membeli perusahaan pengelolanya, PT Pena Mas Pewarta, sekaligus tanpa mengalihkan karyawan dan wartawan Berita Kota yang lama menjadi karyawan dan Wartawan Berita Kota yang baru yang dikelolla Koran Warta Kota, merugikan sebagian karyawan dan wartawan Berita Kota yang dikelola PT Pena Mas Pewarta. Sebagian besar karyawan PT Pena Mas Pewarta baik yang bekerja sebagai wartawan maupun non wartawan kehilangan mata pencaharian atau pekerjaannya. Sebab Koran tempat mereka bekerja, harus kehilangan mereknya dan otomatis ditutup. Namun demikian, Manajemen PT Metrogema Media Nusantara, perusahaan pengelola Koran Warta Kota yang melakukan tindakan bisnis melakukan pembelian merek, telah memberikan kesempatan kepada Karyawan PT Pena Mas Pewarta, untuk mengikuti proses rekrutmen pegawai khususnya rekrutmen wartawan yang diadakan PT Metrogema Media Nusantara dengan kualifikasi atau persyaratan yang ditentukan kelompok Kompas Gramedia Group maupun manajemen warta Kota. Selain itu, Manajemen Warta Kota juga sudah meminta sekaligus mengingatkan pemilik Koran Warta Kota untuk membayar hak-hak karyawan Berita Kota yang lama yang akan diberhentikan karena Koran Berita Kotanya ditutup dan beralih pengelola. Dengan demikian, Meskipun pembelian merek Koran Berita Kota telah merugikan wartawan maupun karyawan Berita Kota, mengingat manajemen Warta Kota, melakukan 97 transaksi pembelian merek Koran Berita Kota, bukan perusahaan pengelola koran Berita Kota, maka manajemen Warta Kota atau PT Metrogemagema Media Nusantara tidak memiliki kewajiban untuk mempekerjakan kembali karyawan Berita Kota yang lama taua membayar semua yang menjadi hak-hak dari wartawan dan karyawan tersebut. Penulis berkesimpulan, manajemen PT Metrogema Media Nusantara tidak melakukan pelanggaran atas Undangundang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 3. Selama ini manajemen Kompas Gramedia Group selalu menekankan kejujuran dan profesionalitas kepada para wartawannya. Dengan cara melarang wartawan media massa yang dikelolanya untuk menerima apalagi meminta imbalan baik materi maupun non materi kepada nara sumbernya. Selain itu, wartawan media massa yang berada di bawah pengelolaan Kompas Gramedia Group dituntut bersikap profesional dan independent atau tidak bersifat partisan, sekaligus harus selalu melakukan penulisan dengan cara coverboth side. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No.40 tahun 1999 tentang Pers. Karena itu, dari hasil penelitian ini, penulis melihat apa yang dilakukan manajemen Warta Kota dalam melakukan pengambilalihan Koran Berita Kota, tidak melanggar Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers tersebut. Sebab Undang-undang tersebut tidak menyinggung tata cara pembelian maupun pengambilalihan suatu media, maupun perusahaan media massa. B. Saran 1. Saat ini terjadi persaingan usaha yang tidak sehat di sektor bisnis perusahaan pers. Perusahaan pers yang besar seperti Kompas Gramedia 98 dan Jawa Pos Group, dalam masyarakat pasar yang sama dan segmen yang sama dapat memiliki beberapa media massa seperti majalah dan tabloid yang sama. Sebagai contoh di pasar Koran Kota untuk masyarakat dengan kategori status sosial ekonomi yang sama, suatu perusahaan pers bisa memiliki lebih dari satu media massa cetak yang sama. Hal ini menutup kesempatan atau peluang masyarakat yang akan membuka usaha atau partisipasi di bidang penerbit pers. Masyarakat yang memiliki modal kecil akan selalu kalah dalam bersaing dengan pers yang sudah ada yang dimonopoli atau dimiliki oleh konglomerasi pers besar tersebut. Sebaliknya, masyarakat juga dirugikan jika sebagian besar pers baik koran, majalah maupun tabloid hanya dikuasai satu atau beberapa kelompok usaha pers saja. Akibatnya persaingan maupun perlombaan untuk menyajikan informasi yang akurat, kritis, dan mendalam menjadi kurang..Longgarnya iklim persaingan bisnis pers yang tidak sehat yang menyebabkan munculnya kepemilikan tunggal dari suatu konglomerasi pers dari media-media massa yang beredar di suatu daerah atau di suatu kelompok pembaca tertentu saat ini karena belum diatur secara baik oleh undang-undang persaingan tidak sehat atau Undang-undang No 5 tahun 1999 maupun undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers. Akibatnya, konglomerasi pers yang besar masih menguasai persaingan bisnis ini. Untuk itu, kedepan, Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) yang telah dibentuk pemerintah sebagai lembaga independent, sesuai dengan amanat Pasal 30 hingga 37 Undang-undang No 5 Tahun 1999 yang bertugas mengawasi peraingan usaha, harusnya dapat bekerja dengan lebih 99 baik dan lebih keras lagi, mengawasi persaingan bisnis dan usaha di industri pers. Sehinggai praktek monopoli atau oligopoli dan peraingan bisnis tidak sehat dapat dicegah. Bahkan bila perlu diambil tindakan tegas terhadap perusahaan pers yang melanggar Undang-undang No 5 Tahun 1999 tersebut. Meskipun setelah melakukan tugasnya itu, KPPU akan mendapatkan balasan berupa pemberitaan buruk dari media massa yang dikelola peruahaan pers besar yang diberikan sangsi atau tindakan hukum KPPU tadi. 2. Sebagai konglomerasi pers yang sudah besar dan disegani serta sudah lama berkecimpung di industri dan bisnis pers, Kompas Gramedia beserta anak perusahaannya maupun konglomerasi pers Jawa Pos Group seharusnya memberikan kesempatan kepada masyarakat khususnya dari kalangan pemodal menengah dan kecil untuk bersama-sama aktif dan berpartisipasi dalam bisnis dan pengelolaan pers. Bahkan Kompas Gramedia harusnya dapat menjadi bapak asuh dari perusahaan pers yang kecil atau yang dikelola oleh pemilik modal kelas menengah dan kecil bahkan koperasi. Sehingga perusahaan pers kecil maupun media massa yang dikelolanya dapat berkembang menjadi besar dan eksis di masyarakat sekaligus menjadi mitra dalam persaingan yang sehat bagi media-media yang dikelola oleh jajaran perusahaan pers Kompas Gramedia. Selain itu, apabila, kelompok masyarakat usaha kecil dan menengah beserta koperasi dilibatkan dalam usaha penerbitan pers yang baik, akurat dan bertanggungjawab serta menjunjung tinggi etika, hal ini dapat merangsang minat baca di kalangan masyarakat sekaligus juga membantu upaya 100 mencerdaskan kehidupan bangsa. Selama ini hal tersebut belum dilakukan baik oleh Kompas Gramedia maupun pihak Jawa Pos Group. Untuk itu, hal ini harus diatur oleh pemerintah dalam undang-undang baik undang-undang baru maupun undang-undang perubahan dari undangundang yang sudah ada,. 3. Saat ini masih banyak perusahaan-perusahaan pers yang bermodal kecil yang tidak masuk dalam kelompok perusahaan atau konglomerasi pers yang besar, belum menjalankan sistem manajemen yang baik, transparant atau akuntabel. Sehingga peristiwa penggelapan dana keuntungan perusahaan oleh beberapa pimpinan perusahaan dan redaksi masih terjadi. Hal ini selain dapat merugikan para pemiliknya juga merugikan karyawan dan wartawan yang sudah bekerja secara baik. Akibat lainnya adalah perusahaan pers tersebut menjadi sulit berkembang. Keuntungan yang berhasil diraihnya bukan digunakan untuk mengembangkan perusahaan dan mensejahterakan karyawannya. Tapi digunakan untuk memperkaya para pimpinan perusahaan dan pimpinan redaksinya semata. Untuk itu, tidak ada salahnya pemerintah apakah melalui Kementerian Usaha Kecil Menengah dan Koperasi Republik Indonesia maupun melalui Kementerian Informasi dan Komunikasi dapat membantu manajemen perusahaan–perusahaan pers yang mandiri untuk memiliki manajemen usaha yang lebih baik, namun tidak melakukan intervensi atas kebijakan redaksionalnya. Penulis yakin, apabila saran ini dapat diikuti oleh pengambil keputusan di negeri ini selain memberikan kesempatan usaha kepada semua pelaku usaha di 101 untuk berpatisipasi di industri pers, juga akan menciptakan iklim industri dan sistem pers yang sehat dan berkualitas. Pada akhirnya dapat semakin memajukan ekonomi dan demokratisasi di negara yang kita cintai. ***** 102