PENGHARMONISASIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN OLEH: DIREKTUR HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN II Jakarta, 15 Maret 2017 DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM TAHAPAN PEMBENTUKAN PUU Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundangundangan yang mencakup tahapan: Perencanaan; Penyusunan; Pembahasan; Pengesahan/Penetapan; dan Pengundangan. Pengertian Pengharmonisasian Peraturan Perundang-undangan (PUU) Pengharmonisasian Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan adalah proses penyelarasan substansi Rancangan Peraturan Perundangundangan dan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sehingga menjadi Peraturan Perundang-undangan yang merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kerangka sistem hukum nasional DASAR HUKUM PENGHARMONISASIAN PUU UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan RUU inisiatif DPR Pasal 46 ayat (3) : ”Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan UndangUndang yang berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.” RUU inisiatif Pemerintah/RPP/RPERPRES PASAL 47 AYAT (3) : “Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum” PASAL 54 AYAT (2) UU NO. 12 TAHUN 2011 TTG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: “Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RPP dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum” PASAL 55 AYAT (2) UU NO. 12 TAHUN 2011 TTG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: “Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RPerpres dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum” Lanjutan… Dasar Hukum Pengharmonisasian PUU PerPres 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan atas UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Menkumham No. 20 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Prosedur Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan PerundangUndangan. Tujuan Pengharmonisasian: Berupaya untuk mewujudkan keselarasan rancangan peraturan perundang-undangan dengan: 1. Pancasila; 2. UUD Negara RI Tahun 1945; 3. Peraturan perundang-undangan lainnya secara; Vertikal, untuk mewujudkan sinkronisasi antara peraturan yang lebih tinggi berdasarkan hierarkinya; dan Horizontal untuk mewujudkan harmonisasi antarperaturan perundang-undangan yang sejajar, sehingga tidak terjadi disharmoni antarperaturan perundang-undangan, 3. Kebijakan nasional; 4. Konvensi/perjanjian internasional; 5. Aspirasi masyarakat luas; dan 6. Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, Menghasilkan kesepakatan terhadap substansi yang diatur dalam Rancangan Peraturan Perundang-undangan. MENGAPA PERLU DILAKUKAN PENGHARMONISASIAN? 1. 2. 3. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MERUPAKAN BAGIAN INTEGRAL DARI SISTEM HUKUM NASIONAL. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAPAT DIUJI (judicial review) BAIK SECARA MATERIL MAUPUN FORMIL. MENJAMIN PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DILAKUKAN SECARA TAAT ASAS DEMI KEPASTIAN HUKUM. AKIBAT DISHARMONISASI Terjadi perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya. 2. Timbulnya ketidakpastian hukum. 3. PUU tidak terlaksana secara efektif dan efisien. 4. Disfungsi hukum, artinya hukum tidak dapat berfungsi memberikan pedoman berperilaku kepada masyarakat, pengendalian sosial, penyelesaian sengketa, dan sebagai sarana perubahan sosial secara tertib dan teratur. 1. Peraturan Perundang-Undangan yang diharmonisasikan Pengharmonisasian Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan dilakukan terhadap: a. Rancangan Undang-Undang; b. Rancangan Peraturan Pemerintah; c. Rancangan Peraturan Presiden. Dalam pelaksanaan harmonisasi materi muatan rancangan peraturan perundang-undangan dengan Konvensi/perjanjian internasional, perlu dipastikan: 1. Kovensi/perjanjian internasional yang telah diratifikasi; 2. Melakukan kajian komprehensif tentang kelebihan dan kelemahan bila materi muatan konvensi/perjanjian internasional yang telah diratifikasi diadopsi dengan penyesuaian seperlunya dengan kepentingan nasional; 3. Pemrakarsa agar menyampaikan telaah kaitan antara rancangan peraturan perundang-undangan yang disusun dengan konvensi/perjanjian internasional yang relevan sebagai bahan pertimbangan. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dalam membuat Perjanjian Internasional: 1. Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional dengan satu negara atau lebih, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain berdasarkan kesepakatan, dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik; II. Dalam pembuatan perjanjian internasional, Pemerintah Republik Indonesia berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memperhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku. Berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam 4 (empat) kategori, yaitu: Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional; Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian; Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut; Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya self-executing (langsung berlaku pada saat penandatanganan). Kaitannya dengan pengesahan perjanjian internasional Batang Tubuh Undang-undang tentang pengesahan Perjanjian Internasional pada dasarnya terdiri atas 2 (dua) pasal, yaitu a. Pasal 1 memuat pengesahan perjanjian internasional dengan memuat pernyataan melampirkan salinan naskah asli dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia; b. Pasal 2 memuat ketentuan mengenai saat mulai berlakunya. KELEMBAGAAN Instansi/lembaga yang dapat mengajukan pengharmonisasian PUU adalah Kementerian/LPNK; Dalam hal Racangan PUU disiapkan oleh pimpinan LPNK, permohonan pengharmonisasian Konsepsi Rancangan PUU diajukan oleh menteri yang mengoordinasikan LPNK tersebut. PENGHARMONISASIAN Pada tahap mana Pengharmonisasian konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan dalam Rangka Pembentukan Peraturan PerundangUndangan dilakukan? Apakah Instansi/Kementerian terlibat dalam Proses pembentukan peraturan perundang-undangan? TAHAPAN PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI 1. Pemeriksaan administratif atas Permohonan Pengharmonisasian yang harus dilampiri: Naskah Akademik (RUU); Penjelasan mengenai urgensi dan pokok-pokok pikiran; SK Pembentukan Panitia Antarkementerian; PUU yang telah mendapatkan paraf persetujuan dari seluruh anggota Panitia Antarkementerian; dan Izin Prakarsa dalam hal: RUU tidak masuk dalam Prolegnas; RPP tidak masuk dalam Program Penyusunan Peraturan Pemerintah; atau RPerpres tidak masuk dalam Program Penyusunan Peraturan Presiden. 2. 3. 4. 5. Analisis konsepsi Rapat pengharmonisasian (rapat pleno & rapat tim kecil) Paraf persetujuan pengharmonisasian Penyampaian hasil pengharmonisasian kepada Pemrakarsa Pembentukan Panitia Antarkementerian dan/atau Antarnonkemeneterian Pengajuan Harmonisasi Rapat Panitia Antarkementerian Antarnonkemeneterian • • • • dan/atau Naskah Akademik (untuk RUU); Penjelasan mengenai urgensi dan pokok-pokok pikiran; Keputusan mengenai pembentukan panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian; RUU yang telah mendapatkan paraf persetujuan seluruh anggota panitia antarkementerian antarnonkementerian; dan • Izin prakarsa dalam hal RUU tidak masuk dalam daftar Prolegnas. dan/atau (Oleh Pemrakarsa) • • Harmonisasi (Oleh Menkumham) • • Melibatkan wakil dari Pemrakarsa, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lain terkait dan dapat mengikutsertakan peneliti dan tenaga ahli termasuk dari lingkungan perguruan tinggi untuk dimintakan pendapat. Menyelaraskan RUU dengan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan UU lain, serta teknik penyusunan peraturan perundangundangan. Menghasilkan kesepakatan terhadap substansi yang diatur dalam RUU. RUU yang telah disepakati dalam rapat pengharmonisasian disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian dan/atau pimpinan lembaga terkait untuk mendapatkan paraf persetujuan pada setiap lembar naskah RUU. • Menkumham menyampaikan kepada Pemrakarsa hasil pengharmonisasian RUU yang telah mendapatkan paraf persetujuan untuk disampaikan kepada Presiden. Pemrakarsa PENYEBARLUASAN PRESIDEN Pembahasan bersama DPR Pengundangan Penyebarluasan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, penyusunan RUU, pembahasan RUU, hingga pengundangan UU. BAGAN PROSES PENGHARMONISASIAN PUU PENERIMAAN SURAT PERMOHONAN PENGHARMONISASIAN DARI INSTANSI PEMRAKARSA PEMERIKSAAN DOKUMEN PERMOHONAN ANALISIS RANCANGAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN BERUPA TANGGAPAN TANGGAPAN DISAMPAIKAN KE DIREKTUR TANGGAPAN DISAMPAIKAN KE DIRJEN PRA HARMONISASI (OPSIONAL) ** PENGHARMONISASIAN DENGAN MENGUNDANG INSTANSI TERKAIT (Pleno & Tim Kecil) TERCAPAI SEPAKAT PENGECEKAN TERAKHIR RANCANGAN MENGIRIM SURAT KE INSTANSI PEMRAKARSA UNTUK DIPROSES LEBIH LANJUT TIDAK SEPAKAT PEMBAHASAN TINGKAT MENTERI JIKA BELUM SEPAKAT DILANJUTKAN PEMBAHASAN OLEH PRESIDEN SEPAKAT TDK SEPAKAT PEMRAKARSA PRESIDEN BAGAIMANA MENGATASI DISHARMONI PUU Ada 3 (tiga) cara mengatasi disharmoni PUU 1. Mengubah/mencabut pasal tertentu yang mengalami disharmoni atau seluruh pasal PUU yang bersangkutan oleh lembaga/instansi yang berwenang membentuknya. 2. Mengajukan permohonan uji materiil kepada lembaga yudikatif: a. UU terhadap UUD 1945 Mahkamah Konstitusi b.PUU dibawah UU terhadap UU Mahkamah Agung Lanjutan... 3. Menerapkan asas hukum /doktrin hukum: a. Lex superior derogat legi inferiori (PUU yang lebih tinggi mengesampingkan PUU yang lebih rendah); b. Lex specialis derogat legi generali (aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum) dengan ketentuan: 1) aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur dalam aturan hokum khusus tersebut; 2) ketentuan yang khusus harus sederajat dengan yang umum (UU dengan UU); 3) berada dalam lingkungan yang sama (KUHD & KUHPdt = KUHPdt) c. Lex posterior derogat legi priori (aturan hukum yang lebih baru mengesampingkan aturan hukum yang lama. Asas ini mewajibkan menggunakan hukum yang baru dengan prinsip 1) Aturan hukum yang baru harus sederajat atau lebih tinggi dari aturan hukum yang lama; dan 2) Aturan hukum baru dan lama mengatur aspek yang sama. TERIMA KASIH