III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kinerja Keuangan Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturanaturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar (Fahmi 2011). Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oJeh manajemen. Oleh karena itu untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan, perlu dilibatkan analisa dampak keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan dan mempertimbangkannya dengan menggunakan ukuran komparatif (Sucipto 2003). 3.1.2 Analisis Rasio Analisis rasio adalah cara menganalisis dengan menggunakan perhitungan-perhitungan perbandingan atas data kuantitatif yang ditunjukkan dalam Neraca atau Laporan Laba Rugi perusahaan. Rasio-rasio keuangan suatu perusahaan daat diperbandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis, yang mempunyai skala dan lingkungan yang kurang lebih sama (Kuswadi 2006). Analisis rasio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus menjadi dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang tidak dapat dideteksi bila kita hanya melihat komponen-komponen rasio itu sendiri. Dalam hubungannya dengan keputusan yang diambil oleh perusahaan analisis rasio ini bertujuan untuk menilai efektivitas keputusan yang telah diambil oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas usahanya. (Darminto & Juliaty 2005). Terdapat tiga kelompok rasio yang akan digunakan dalam analisis kinerja keuangan ini, yaitu likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. 3.1.2.1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu, rasio ini menjadi penting bagi pimpinan perusahaan, manajer keuangan, bank atau para pemasok yang memberikan kredit penjualan kepada perusahaan (Kuswadi 2006). 32 Serta menurut Darminto dan Juliaty (2005) likuiditas perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan tersebut dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditor jangka pendek. Kreditor jangka pendek lebih memperhatikan prospek perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Dengan kata lain, kreditor jangka pendek lebih menyukai pada likuiditas perusahaan. Untuk menilai posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) berikut ini diberikan beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menginterpretasikan data tersebut (Munawir 1995) 1. Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar (Current Ratio) merupakan perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar. Rasio ini juga merupakan rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi modal kerja suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) ada sekian kalinya hutang jangka pendek. (Munawir 1995). Rasio Lancar merupakan perbandingan antara Harta Lancar dan Kewajiban Jangka pendek dari kegiatan operasional. Rasio lancar biasanya digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana kemampuan perusahaan dalam membayar Kewajiban Jangka Pendek atas Harta Lancarnya (Kuswadi 2006) Menurut Munawir (1995) sebuah perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat membayar hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar tidak menguntungkan. Rasio Lancar yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang Kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 2. Current ratio bernilai 2 kadangkadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi sebenarnya current ratio bernilai 2 hanya merupakan kebiasaan dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa lebih lanjut. 2. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio) Munawir (1995) mengartikan rasio cair merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif 33 lama untuk direalisir menjadi uang kas. Rasio ini dinamakan Immediate Solvency atau cash ratio yang mengukur kemampuan yang sesungguhnya untuk memenuhi hutang-hutang tepat pada saatnya. Quick Ratio ini dirancang untuk mengukur seberapa baik bank dapat memenuhi kewajibannya, tanpa harus melikuidasi. (Darminto dan Juliaty 2005) Rasio ini lebih tajam daripada current ratio, karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid (mudah dicairkan atau diuangkan) dengan hutang lancar. Jika Current Ratio tinggi namun Quick Rationya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan (Munawir 1995). Demi keamanan perusahaan, banyak yang berpendapat bahwa sebaiknya Rasio Cair memiliki standar rasio (1:1) yang berarti bahwa perusahaan boleh merasa aman jika memiliki Harta Lancar di luar persediaan, minimal sebesar kewajiban jangka pendeknya (Kuswadi 2006). 3. Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover) Piutang yang dimiliki suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan volume penjualan kredit. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut. (Munawir 1995). Menurut Darminto dan Juliaty (2005) rasio perputaran piutang ini biasanya digunakan dalam hubungannya dengan analisis terhadap modal kerja, karena memberikan ukuran kasar tentang seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas. Angka jumlah hari piutang ini menggambarkan lamanya suatu piutang bisa ditagih (jangka waktu pelunasan/penagihan hutang). Makin tinggi rasio menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut. Dengan menggunakan perputaran piutang dapat pula dihitung waktu ratarata pengumpulan piutang tersebut. Hasilnya akan menunjukkan berapa hari piutang tersebut rata-rata tidak dapat ditagih atau days of receivable. Semakin besar days of receivable suatu perusahaan semakin besar pula risiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang (Munawir 1995). 34 4. Rasio Kas atau Rasio Tunai (Cash Ratio) Rasio Kas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan di Bank. Rasio Kas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara dengan kas seperti tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya. Walaupun tidak ada tolok ukur angka rasio yang paling ideal, angka rasio yang semakin tinggi akan semakin baik. 3.1.2.2. Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas menggambarkan mengenai kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban perusahaan, yaitu baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjangnya, baik dalam keadaan perusahaan masih berjalan maupun dalam keadaan perusahaan dilikuidasi (Soediyono 1991). Kuswadi (2006) juga menjelaskan bahwa rasio ini menggambarkan kemampuan untuk membayar utang jangka panjang, baik utang pokok maupun bunganya serta memiliki tujuan yaitu memberikan gambaran mengenai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio-rasio yang dapat digunakan untuk mengukur solvabilitas adalah Rasio Utang Jangka Panjang atas Harta, Rasio Utang Jangka Panjang atas Modal, dan Rasio Utang Jangka Panjang atas Kapitalisasi. 1. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Harta (Debt to Asset Ratio) Rasio ini merupakan gambaran tentang berapa banyak (%) dana perusahaan yang berasal dari utang jangka panjang dibandingkan dengan harta perusahaan. Angka rasio yang rendah mengidentifikasikan adanya perlindungan yang lebih banyak kepada kreditor jangka panjang. Rasio ini menunjukkan besarnya Utang Jangka Panjang (%) yang berasal dari kreditor dibanding dengan harta yang dimiliki perusahaan. Apabila banyak berutang, perusahaan dapat mengalami masalah dalam pembayaran angsuran utang beserta bunganya. 35 Rasio ini menggambarkan persentase dana total yang berasal dari para kreditor. Jika angkanya terlalu besar, berarti perusahaan mempunyai banyak utang, yang tentunya akan menimbulkan risiko kesulitan membayar. Utang jangka panjang tidak dibenarkan dan harus dihindari dibayar oleh Harta Lancar karena beban bunga Utang Jangka Pendek biasanya relatif lebih tinggi daripada Utang Jangka Panjang (Kuswadi 2006). 2. Rasio Utang Jangka Panjang atas Modal (Debt to Equity Ratio) Salah satu rasio yang paling banyak digunakan adalah Rasio Utang Jangka Panjang atas Modal. Besarnya utang yang terdapat dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk memahami perimbangan antara risiko dan laba yang diperoleh. Semakin kecil angka rasio, semakin baik solvabilitas perusahaan. Rasio utang yang tinggi terhadap pemegang saham atau harta menunjukkan keadaan yang serius untuk segera dibenahi (Kuswadi 2006). Kreditor jangka panjang pada umumnya lebih menyukai angka rasio yang kecil. Karena semakin kecil rasio ini, berarti semakin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik perusahaan, dan semakin besar penyangga risiko kreditor (Darminto & Juliaty 2005). 3. Rasio Utang Jangka Panjang atas Kapitalisasi Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan (manajemen) dalam pengelolaan Total Sumber Dana Jangka Panjang. Semakin rendah angka rasio, hal ini menunjukkan bahwa keadaan semakin baik (Kuswadi 2006). 3.1.2.3. Rasio Rentabilitas Menurut Kuswadi (2006), rasio rentabilitas (Profitability Ratio) ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba secara relatif. Relatif ini dimaksudkan laba tidak diukur dari besarnya secara mutlak, namun diperbandingkan dengan unsur-unsur atau tolok ukur lainnya, karena perolehan laba yang besar belum tentu menggambarkan profitability yang besar pula. Rasio rentabilitas merupakan rasio untuk mengukur profit yang diperoleh dari modalmodal yang digunakan untuk operasi tersebut (rentabilitas) atau mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan (Munawir 1995). Rasio rentabilitas dapat digolongkan menjadi beberapa rasio, antara lain : 36 1. Rasio Pengembalian Aktiva (Return on Total Assets) ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya (Darminto & Juliaty 2005). Semakin besar suatu ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat laba yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset. Standar yang baik untuk rasio ini adalah dua persen (Bank Indonesia). 2. Rasio Pengembalian Modal (Return on Equity) Rasio tingkat pengembalian modal sendiri ini merupakan perbandingan antara jumlah laba yang diperoleh dengan pembayaran deviden. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih berdasarkan modal sendiri. Semakin tinggi nilai rasio maka akan semakin baik (Sundjaja & Barlian 2003). Standar yang baik untuk rasio ini minimal lima belas persen (Suwandi 1985). 3. Rasio Laba Operasi atas Total Investasi (Return on Investment) ROI merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Munawir 1995). Sama halnya dengan Darminto dan Juliaty (2005) yang berpendapat bahwa ROI dapat mengukur tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan, baik dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut maupun dengan menggunakan dana yang berasal dari pemilik (modal). Semakin besar rasio maka semakin baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba .Rasio ini dapat memberikan indikasi kepada kita tentang baikburuknya manajemen dalam melaksanakan kontrol biaya ataupun pengelolaan hartanya (Kuswadi 2006). 4. Rasio Laba terhadap Pendapatan (Net Profit Margin) Rasio ini dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dari waktu ke waktu dalam hal profitabilitas. Selain itu, rasio ini juga dapat dipakai untuk 37 memperkirakan atau meramalkan laba bersih perusahaan pada masa yang akan datang atas dasar estimasi penjualannya (Kuswadi 2006). 3.1.3. Jasa Jasa merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu serta tempat tertentu, dan merupakan hasil dari tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut (Lovelock 2005). Sedangkan Rangkuti (2003) mengartikan jasa sebagai pemberian kinerja atau tindakan yang tak kasat mata dari sutu pihak ke pihak lain. Pada umumnya, jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. 3.1.3.1. Karakteristik Jasa Barang dan jasa memiliki perbedaan yang jelas, apabila ditinjau dari karakteristiknya. Menurut Kotler (2002) ada 4 (empat) karakteristik pokok jasa yang membedakan dengan barang, yaitu : a. Tidak Berwujud (Intangibility) Jasa memiliki sifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, ataupun dicium sebelum dibeli. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum membeli jasa tersebut terlebih dahulu. Dalam hal ini pelanggan akan melihat dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harganya untuk mencari bukti dari mutu jasa yang diinginkan tersebut. Tugas penyedia jasa adalah memberikan bukti-bukti fisik untuk mewujudkan sesuatu yang abstrak. b. Tidak Terpisahkan (Inseparability) Umumnya jasa dijual terlebih dahulu, lalu diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana penyedia jasa juga merupakan bagian dari jasa tersebut, baik penyedia maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil dari jasa tersebut. c. Bervariasi (Variability) Jasa bersifat sangat bervariasi, karena merupakan nonstandardizet output yang berarti terdiri dari banyak variasi bentuk, mutu dan jasa, tergantung 38 kepada siapa, kapan dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Komponen manusia terlibat jauh lebih besar pada industri jasa yang bersifat people-based dari pada jasa yang bersifat equipment-based, yang berarti hasil dari operasi jasa yang bersifat people-based cenderung kurang terstandardisasi dan seragam dibandingkan jasa bersifat equipment-based. Pembeli jasa sering kali meminta pendapat dari orang lain, sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa. d. Mudah Lenyap (Perishability) Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, jika permintaan jasa bersifat konstan, sehingga bila tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Umumnya permintaan jasa bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman. 3.1.3.2 . Kualitas Jasa Menurut Supranto (2001) kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh. Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan. Dimensi Kualitas Jasa menurut Zeithaml et.al dalam Umar (2003) dapat dibagi ke dalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu : a. Reabilitas (Reliability) Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. b. Daya Tanggap (Responsiveness) Respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap yang meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan pelanggan/pasien. 39 c. Jaminan (Assurance) Kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi ini adalah gabungan dari sub dimensi : • Competence, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki karyawan untuk melakukan pelayanan • Courtesy, meliputi keramahan, perhatian dan sikap karyawan • Credibility, meliputi hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi dan sebagainya d. Empati (Emphaty) Perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan, seperti kemudahan dalam menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan gabungan dari sub dimensi: • Access, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan • Communication, kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan • Understanding the customer, meliputi usaha perusahaan untuk memahami dan mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan. e. Bukti Fisik (Tangibles) Meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan. 40 3.1.4. Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja (Importance Performance Analysis) Teknik Importance Performance Analysis (IPA) ini dikemukakan pertama kali oleh Martilla dan James (1977) dalam artikel yang berjudul “Importance Performance Analysis” dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai quadrant analysis. IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan. IPA menggabungkan pengukuran faktor tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan dalam grafik dua dimensi yang memudahkan penjelasan data dan mendapatkan usulan praktis. Interpretasi grafik IPA sangat mudah dimana grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran importance-performance yang terlihat pada Gambar 1. Berikut penjelasan untuk masing-masing kuadran (Brandt dalam Setiawan, 2005): a) Kuadran Pertama, “Tingkatkan Kinerja” (High Importance & Low Performance) Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting oleh konsumen namun kondisi pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan. b) Kuadran Kedua, “Pertahankan Kinerja” (High Importance & High Performance) Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi kepuasan konsumen sehingga pihak manajemen berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai. 41 c) Kuadran Ketiga, Performance) “Prioritas Rendah” (Low Importance & Low Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah dan sekaligus dianggap tidak terlalu penting bagi konsumen, sehingga pihak manajemen tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada faktor –faktor tersebut. d) Kuadran Keempat, “Cenderung Berlebihan” (low importance & high performance) Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu penting sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan, semisal dikuadran keempat. Tinggi Tingkatkan Kinerja Prioritas Penanganan Prioritas Rendah Pertahankan Kinerja 1 2 3 4 Cenderung Berlebihan Rendah Rendah Tingkat Kepuasan Tinggi Gambar 1. Pembagian Kuadran Importance Performance Analysis Sumber : Brandt dalam Olujide JO, Mejabi OV (2007) 3.1.5. Indeks Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction Index) Customer Satisfaction Index merupakan metode yang menggunakan indeks untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen berdasarkan atribut-atribut tertentu. Pada dasarnya pengertian kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Menurut Rangkuti (2006), tujuan dari CSI adalah : 1. Alat kebijakan pangambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. 42 2. Alat untuk menyusun strategi pemasaran. 3. Alat untuk memonitor dan mengendalikan aktivitas perusahaan sehari-hari. 4. Alat untuk mencapai salah satu misi yang telah ditetapkan, yaitu memperoleh kepercayaan melalui kepuasan konsumen. Terdapat lima langkah dalam perhitungan Customer Satisfaction Index (Dixon & Masey, 1991), yaitu : 1. Menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score (MSS), yaitu nilai yang berasal dari rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja tiap responden. 2. Membuat Weight Factors (WF), yaitu persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut. 3. Membuat Weight Score (WS), yaitu perkalian antara Weight Factors dengan rata-rata kepuasan (Mean Satisfaction Score = MSS). 4. Menghitung Weighted Total (WT), yaitu menjumlahkan Weight Score dari semua variabel. 5. Menentukan Customer Satisfaction Index (CSI) dengan menjumlahkan Weighted Total dengan skala nominal yang digunakan kemudian dikalikan 100 persen. Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan pelanggan. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini mengambil lokasi di Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi. Serta mengambil LKM-A Rukun Tani sebagai objek penelitian karena lembaga keuangan ini merupakan pengembangan dari unit usaha simpan pinjam yang dikelola oleh Gapoktan Rukun Tani dan menjadi alasan yang membuat Gapoktan Rukun Tani menjadi juara dalam verifikasi gapoktan seKabupaten Bogor oleh BP4K. LKM-A Rukun Tani memiliki laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Informasi yang didapatkan dari laporan keuangan LKM-A adalah jumlah SHU yang didapatkan tiap bulan menunjukkan angka yang berfluktuasi, serta terjadi peningkatan jumlah anggota tiap bulannya. Dengan kondisi seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka untuk mengetahui bagaimana kinerja LKM-A Rukun Tani secara keseluruhan diperlukan suatu 43 pengukuran kinerja, yaitu dengan menganalisis kinerja keuangan dan mengukur tingkat kepuasan nasabah LKM-A Rukun Tani. Kinerja keuangan LKM-A diukur dengan menggunakan laporan keuangan yang berupa Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Arus Kas. Dengan menggunakan laporan keuangan tersebut, maka peneliti dapat menganalisis rasio keuangan LKM-A Rukun Tani. Dalam menganalisis rasio keuangan tersebut digunakan rasio likuiditas untuk mengetahui kemampuan LKM-A memenuhi kewajiban jangka pendeknya, rasio rentabilitas untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, serta rasio solvabilitas untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban perusahaan, baik hutang jangka pendek ataupun hutang jangka panjangnya. Setelah mengetahui hasil dari masing-masing rasio, maka dapat diketahui bagaimana kondisi keuangan LKM-A Rukun Tani tersebut. Dari segi kepuasan nasabah mengenai pelayanan yang dilakukan oleh LKM-A, peneliti telah menentukan atribut-atribut mutu pelayanan yang disesuaikan antara teori dengan kondisi lapang. Atribut-atribut tersebut digolongkan dalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu : berwujud (Tangible), keandalan (Reliability), ketanggapan (responsiveness), kepastian (Assurance), dan empati (Emphaty). Atribut-atribut mutu pelayanan yang telah disusun akan dinilai oleh nasabah menurut tingkat kepentingan dan tingkat kinerja LKM-A Rukun Tani. Tingkat kepentingan nasabah memperlihatkan apakah atribut tersebut memiliki kepentingan pada mutu pelayanan yang baik menurut nasabah. Sedangkan tingkat kinerja LKM-A menggambarkan apakah nasabah merasa puas dengan atribut mutu pelayanan yang ditawarkan oleh LKM-A. Selain tingkat kepentingan dan tingkat kinerja, karakteristik nasabah juga penting untuk melihat kondisi nasabah yang dapat diperoleh dengan menggunakan analisis deskriptif. Untuk menentukan atribut yang memiliki tingkat kepentingan bagi nasabah, maka menggunakan alat analisis Importance Performance Analysis (IPA), serta alat analisis untuk mengukur tingkat kinerja LKM-A adalah Customer Satisfaction Index (CSI). Alat analisis IPA dan CSI dapat mengukur tingkat keputusan nasabah terhadap mutu pelayanan LKM-A Rukun Tani. Setelah mengetahui hasil dari IPA dan CSI tersebut, maka didapatkan atribut-atribut yang 44 perlu dipertahankan dan atribut apa yang kinerjanya dianggap berlebihan oleh nasabah LKM-A. Sehingga pihak LKM-A dapat memberikan upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan LKM-A Rukun Tani. Setelah mengetahui kondisi kinerja keuangan dan tingkat kepuasan nasabah LKM-A Rukun Tani, maka dapat terlihat kinerja LKM-A secara keseluruhan dan dapat direkomendasikan saran-saran yang dapat memperbaiki kinerja LKM-A Rukun Tani. Sehingga diharapkan LKM-A Rukun Tani mampu menjadi lembaga keuangan yang mampu menghadapi permasalahan yang sering terjadi pada lembaga keuangan mikro di Indonesia. Secara ringkas dan sistematis, bagan alur pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. 45 LKM-A Rukun Tani • SHU berfluktuasi • Jumlah anggota meningkat tiap bulannya Kinerja LKM-A Rukun Tani Kepuasan Nasabah LKM-A Rukun Tani Kinerja Keuangan LKM-A Rukun Karakteristik Nasabah Laporan Keuangan : • Neraca • Laporan Laba Rugi • Laporan Arus Kas Pelayanan yang Diberikan oleh LKM-A Rukun Tani Atribut Mutu Pelayanan Nasabah Analisis Deskriptif Tanggapan Nasabah terhadap Mutu Pelayanan LKM-A Rukun Tani Analisis Rasio Keuangan • Rasio Likuiditas • Rasio Rentabilitas • Rasio Solvabilitas Tingkat Kepentingan Nasabah IPA dan CSI Tingkat Kinerja LKM-A Rukun Tani Kondisi Keuangan LKM-A Rukun Tani Analisis Kepuasan Nasabah terhadap Mutu Pelayanan LKM-A Rukun Tani Upaya Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan LKM-A Rukun Tani Evaluasi dan Rekomendasi kepada LKM-A Rukun Tani Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 46