Analisis Kinerja Keuangan dan Kepuasan

advertisement
III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturanaturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar (Fahmi 2011). Kinerja
keuangan perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individual yang
dibuat secara terus menerus oJeh manajemen. Oleh karena itu untuk menilai
kinerja keuangan suatu perusahaan, perlu dilibatkan analisa dampak keuangan
kumulatif dan ekonomi dari keputusan dan mempertimbangkannya dengan
menggunakan ukuran komparatif (Sucipto 2003).
3.1.2 Analisis Rasio
Analisis
rasio
adalah
cara
menganalisis
dengan
menggunakan
perhitungan-perhitungan perbandingan atas data kuantitatif yang ditunjukkan
dalam Neraca atau Laporan Laba Rugi perusahaan. Rasio-rasio keuangan suatu
perusahaan daat diperbandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis, yang
mempunyai skala dan lingkungan yang kurang lebih sama (Kuswadi 2006).
Analisis rasio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus menjadi dasar
pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang tidak dapat
dideteksi bila kita hanya melihat komponen-komponen rasio itu sendiri. Dalam
hubungannya dengan keputusan yang diambil oleh perusahaan analisis rasio ini
bertujuan untuk menilai efektivitas keputusan yang telah diambil oleh perusahaan
dalam rangka menjalankan aktivitas usahanya. (Darminto & Juliaty 2005).
Terdapat tiga kelompok rasio yang akan digunakan dalam analisis kinerja
keuangan ini, yaitu likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas.
3.1.2.1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu, rasio
ini menjadi penting bagi pimpinan perusahaan, manajer keuangan, bank atau para
pemasok yang memberikan kredit penjualan kepada perusahaan (Kuswadi 2006).
32 Serta menurut Darminto dan Juliaty (2005) likuiditas perusahaan menggambarkan
kemampuan perusahaan tersebut dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya
kepada kreditor jangka pendek. Kreditor jangka pendek lebih memperhatikan
prospek perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Dengan kata lain,
kreditor jangka pendek lebih menyukai pada likuiditas perusahaan. Untuk menilai
posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) berikut ini diberikan beberapa rasio
yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menginterpretasikan
data tersebut (Munawir 1995)
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar (Current Ratio) merupakan perbandingan antara jumlah
aktiva lancar dengan hutang lancar. Rasio ini juga merupakan rasio yang paling
umum digunakan untuk menganalisa posisi modal kerja suatu perusahaan. Rasio
ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang)
ada sekian kalinya hutang jangka pendek. (Munawir 1995). Rasio Lancar
merupakan perbandingan antara Harta Lancar dan Kewajiban Jangka pendek dari
kegiatan operasional. Rasio lancar biasanya digunakan untuk mengukur sampai
sejauh mana kemampuan perusahaan dalam membayar Kewajiban Jangka Pendek
atas Harta Lancarnya (Kuswadi 2006)
Menurut Munawir (1995) sebuah perusahaan dengan current ratio yang
tinggi belum tentu menjamin akan dapat membayar hutang perusahaan yang
sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar tidak
menguntungkan. Rasio Lancar yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang
Kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang
atau tingkat likuiditas yang rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya. Standar
yang baik untuk rasio ini adalah minimal 2. Current ratio bernilai 2 kadangkadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi sebenarnya current ratio
bernilai 2 hanya merupakan kebiasaan dan akan digunakan sebagai titik tolak
untuk mengadakan penelitian atau analisa lebih lanjut.
2. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)
Munawir (1995) mengartikan rasio cair merupakan ukuran kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban-kewajibannya
dengan
tidak
memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif
33 lama untuk direalisir menjadi uang kas. Rasio ini dinamakan Immediate Solvency
atau cash ratio yang mengukur kemampuan yang sesungguhnya untuk memenuhi
hutang-hutang tepat pada saatnya. Quick Ratio ini dirancang untuk mengukur
seberapa baik bank dapat memenuhi kewajibannya, tanpa harus melikuidasi.
(Darminto dan Juliaty 2005)
Rasio
ini
lebih
tajam
daripada
current
ratio,
karena
hanya
membandingkan aktiva yang sangat likuid (mudah dicairkan atau diuangkan)
dengan hutang lancar. Jika Current Ratio tinggi namun Quick Rationya rendah
menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan (Munawir
1995). Demi keamanan perusahaan, banyak yang berpendapat bahwa sebaiknya
Rasio Cair memiliki standar rasio (1:1) yang berarti bahwa perusahaan boleh
merasa aman jika memiliki Harta Lancar di luar persediaan, minimal sebesar
kewajiban jangka pendeknya (Kuswadi 2006).
3. Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover)
Piutang yang dimiliki suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat
dengan
volume
penjualan
kredit.
Posisi
piutang
dan
taksiran
waktu
pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang
tersebut. (Munawir 1995). Menurut Darminto dan Juliaty (2005) rasio perputaran
piutang ini biasanya digunakan dalam hubungannya dengan analisis terhadap
modal kerja, karena memberikan ukuran kasar tentang seberapa cepat piutang
perusahaan berputar menjadi kas. Angka jumlah hari piutang ini menggambarkan
lamanya suatu piutang bisa ditagih (jangka waktu pelunasan/penagihan hutang).
Makin tinggi rasio menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang
rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendah berarti ada over investment dalam
piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut.
Dengan menggunakan perputaran piutang dapat pula dihitung waktu ratarata pengumpulan piutang tersebut. Hasilnya akan menunjukkan berapa hari
piutang tersebut rata-rata tidak dapat ditagih atau days of receivable. Semakin
besar days of receivable suatu perusahaan semakin besar pula risiko kemungkinan
tidak tertagihnya piutang (Munawir 1995).
34 4. Rasio Kas atau Rasio Tunai (Cash Ratio)
Rasio Kas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia
dan yang disimpan di Bank. Rasio Kas merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara
dengan kas seperti tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat
dikatakan rasio ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan
untuk membayar utang-utang jangka pendeknya. Walaupun tidak ada tolok ukur
angka rasio yang paling ideal, angka rasio yang semakin tinggi akan semakin
baik.
3.1.2.2. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas menggambarkan mengenai kemampuan perusahaan
dalam memenuhi seluruh kewajiban perusahaan, yaitu baik hutang jangka pendek
maupun hutang jangka panjangnya, baik dalam keadaan perusahaan masih
berjalan maupun dalam keadaan perusahaan dilikuidasi
(Soediyono 1991).
Kuswadi (2006) juga menjelaskan bahwa rasio ini menggambarkan kemampuan
untuk membayar utang jangka panjang, baik utang pokok maupun bunganya serta
memiliki tujuan yaitu memberikan gambaran mengenai kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio-rasio yang dapat digunakan
untuk mengukur solvabilitas adalah Rasio Utang Jangka Panjang atas Harta, Rasio
Utang Jangka Panjang atas Modal, dan Rasio Utang Jangka Panjang atas
Kapitalisasi.
1. Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Harta (Debt to Asset Ratio)
Rasio ini merupakan gambaran tentang berapa banyak (%) dana
perusahaan yang berasal dari utang jangka panjang dibandingkan dengan harta
perusahaan. Angka rasio yang rendah mengidentifikasikan adanya perlindungan
yang lebih banyak kepada kreditor jangka panjang. Rasio ini menunjukkan
besarnya Utang Jangka Panjang (%) yang berasal dari kreditor dibanding dengan
harta yang dimiliki perusahaan. Apabila banyak berutang, perusahaan dapat
mengalami masalah dalam pembayaran angsuran utang beserta bunganya.
35 Rasio ini menggambarkan persentase dana total yang berasal dari para
kreditor. Jika angkanya terlalu besar, berarti perusahaan mempunyai banyak
utang, yang tentunya akan menimbulkan risiko kesulitan membayar. Utang jangka
panjang tidak dibenarkan dan harus dihindari dibayar oleh Harta Lancar karena
beban bunga Utang Jangka Pendek biasanya relatif lebih tinggi daripada Utang
Jangka Panjang (Kuswadi 2006).
2. Rasio Utang Jangka Panjang atas Modal (Debt to Equity Ratio)
Salah satu rasio yang paling banyak digunakan adalah Rasio Utang Jangka
Panjang atas Modal. Besarnya utang yang terdapat dalam struktur modal
perusahaan sangat penting untuk memahami perimbangan antara risiko dan laba
yang diperoleh.
Semakin kecil angka rasio, semakin baik solvabilitas perusahaan. Rasio
utang yang tinggi terhadap pemegang saham atau harta menunjukkan keadaan
yang serius untuk segera dibenahi (Kuswadi 2006). Kreditor jangka panjang pada
umumnya lebih menyukai angka rasio yang kecil. Karena semakin kecil rasio ini,
berarti semakin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik perusahaan, dan
semakin besar penyangga risiko kreditor (Darminto & Juliaty 2005).
3. Rasio Utang Jangka Panjang atas Kapitalisasi
Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan (manajemen)
dalam pengelolaan Total Sumber Dana Jangka Panjang. Semakin rendah angka
rasio, hal ini menunjukkan bahwa keadaan semakin baik (Kuswadi 2006).
3.1.2.3. Rasio Rentabilitas
Menurut Kuswadi (2006), rasio rentabilitas (Profitability Ratio) ini
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba secara relatif.
Relatif ini dimaksudkan laba tidak diukur dari besarnya secara mutlak, namun
diperbandingkan dengan unsur-unsur atau tolok ukur lainnya, karena perolehan
laba yang besar belum tentu menggambarkan profitability yang besar pula. Rasio
rentabilitas merupakan rasio untuk mengukur profit yang diperoleh dari modalmodal yang digunakan untuk operasi tersebut (rentabilitas) atau mengukur
kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan (Munawir 1995). Rasio
rentabilitas dapat digolongkan menjadi beberapa rasio, antara lain :
36 1.
Rasio Pengembalian Aktiva (Return on Total Assets)
ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya
untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian investasi yang
telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang
dimilikinya (Darminto & Juliaty 2005). Semakin besar suatu ROA suatu bank,
maka semakin besar pula tingkat laba yang dicapai bank tersebut dan semakin
baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset. Standar yang baik untuk rasio
ini adalah dua persen (Bank Indonesia).
2.
Rasio Pengembalian Modal (Return on Equity)
Rasio tingkat pengembalian modal sendiri ini merupakan perbandingan
antara jumlah laba yang diperoleh dengan pembayaran deviden. Rasio ini
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan bersih berdasarkan modal sendiri. Semakin tinggi nilai rasio maka
akan semakin baik (Sundjaja & Barlian 2003). Standar yang baik untuk rasio ini
minimal lima belas persen (Suwandi 1985).
3.
Rasio Laba Operasi atas Total Investasi (Return on Investment)
ROI merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang
dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan
dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan
untuk menghasilkan keuntungan (Munawir 1995). Sama halnya dengan Darminto
dan Juliaty (2005) yang berpendapat bahwa ROI dapat mengukur tingkat
kembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan, baik dengan
menggunakan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut maupun dengan
menggunakan dana yang berasal dari pemilik (modal). Semakin besar rasio maka
semakin baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba .Rasio ini dapat memberikan indikasi kepada kita tentang baikburuknya manajemen dalam melaksanakan kontrol biaya ataupun pengelolaan
hartanya (Kuswadi 2006).
4.
Rasio Laba terhadap Pendapatan (Net Profit Margin)
Rasio ini dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dari waktu
ke waktu dalam hal profitabilitas. Selain itu, rasio ini juga dapat dipakai untuk
37 memperkirakan atau meramalkan laba bersih perusahaan pada masa yang akan
datang atas dasar estimasi penjualannya (Kuswadi 2006).
3.1.3. Jasa
Jasa merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat bagi
pelanggan pada waktu serta tempat tertentu, dan merupakan hasil dari tindakan
mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa
tersebut (Lovelock 2005). Sedangkan Rangkuti (2003) mengartikan jasa sebagai
pemberian kinerja atau tindakan yang tak kasat mata dari sutu pihak ke pihak lain.
Pada umumnya, jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana
interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut.
3.1.3.1. Karakteristik Jasa
Barang dan jasa memiliki perbedaan yang jelas, apabila ditinjau dari
karakteristiknya. Menurut Kotler (2002) ada 4 (empat) karakteristik pokok jasa
yang membedakan dengan barang, yaitu :
a. Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa memiliki sifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,
didengar, ataupun dicium sebelum dibeli. Seseorang tidak dapat menilai hasil
dari jasa sebelum membeli jasa tersebut terlebih dahulu. Dalam hal ini
pelanggan akan melihat dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol
dan harganya untuk mencari bukti dari mutu jasa yang diinginkan tersebut.
Tugas penyedia jasa adalah memberikan bukti-bukti fisik untuk mewujudkan
sesuatu yang abstrak.
b. Tidak Terpisahkan (Inseparability)
Umumnya jasa dijual terlebih dahulu, lalu diproduksi dan dikonsumsi
secara bersamaan, dimana penyedia jasa juga merupakan bagian dari jasa
tersebut, baik penyedia maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil dari jasa
tersebut.
c. Bervariasi (Variability)
Jasa bersifat sangat bervariasi, karena merupakan nonstandardizet output
yang berarti terdiri dari banyak variasi bentuk, mutu dan jasa, tergantung
38 kepada siapa, kapan dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Komponen manusia
terlibat jauh lebih besar pada industri jasa yang bersifat people-based dari pada
jasa yang bersifat equipment-based, yang berarti hasil dari operasi jasa yang
bersifat people-based cenderung kurang terstandardisasi dan seragam
dibandingkan jasa bersifat equipment-based. Pembeli jasa sering kali meminta
pendapat dari orang lain, sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa.
d. Mudah Lenyap (Perishability)
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan, jika permintaan jasa bersifat konstan, sehingga bila tidak digunakan,
maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Umumnya permintaan jasa
bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman.
3.1.3.2 . Kualitas Jasa
Menurut Supranto (2001) kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia
jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Aplikasi kualitas
sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama
strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan,
baik sebagai pemimpin pasar ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh.
Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang
diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan
keinginan pelanggan.
Dimensi Kualitas Jasa menurut Zeithaml et.al dalam Umar (2003) dapat
dibagi ke dalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu :
a. Reabilitas (Reliability)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang
ditawarkan.
b. Daya Tanggap (Responsiveness)
Respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap yang meliputi kesigapan
karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani
transaksi dan penanganan keluhan pelanggan/pasien.
39 c. Jaminan (Assurance)
Kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat,
kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan
pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam
memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan
kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
Dimensi ini adalah gabungan dari sub dimensi :
• Competence, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki karyawan untuk
melakukan pelayanan
• Courtesy, meliputi keramahan, perhatian dan sikap karyawan
• Credibility, meliputi hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada
perusahaan seperti reputasi, prestasi dan sebagainya
d. Empati (Emphaty)
Perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan,
seperti kemudahan dalam menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan
untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk
memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini
merupakan gabungan dari sub dimensi:
• Access, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
perusahaan
• Communication, kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan
informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan
• Understanding the customer, meliputi usaha perusahaan untuk memahami
dan mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
e. Bukti Fisik (Tangibles)
Meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office,
tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan,
kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
40 3.1.4. Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja (Importance Performance
Analysis)
Teknik Importance Performance Analysis (IPA) ini dikemukakan pertama
kali oleh Martilla dan James (1977) dalam artikel yang berjudul “Importance
Performance Analysis” dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi
konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula
sebagai quadrant analysis. IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan
informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen
sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka dan faktor-faktor pelayanan
yang menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum
memuaskan. IPA menggabungkan pengukuran faktor tingkat kepentingan dan
tingkat kepuasan dalam grafik dua dimensi yang memudahkan penjelasan data
dan mendapatkan usulan praktis. Interpretasi grafik IPA sangat mudah dimana
grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran
importance-performance yang terlihat pada Gambar 1.
Berikut penjelasan untuk masing-masing kuadran (Brandt dalam Setiawan,
2005):
a)
Kuadran Pertama, “Tingkatkan Kinerja” (High Importance & Low
Performance)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor
yang sangat penting oleh konsumen namun kondisi pada saat ini belum
memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban mengalokasikan
sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor
tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas
untuk ditingkatkan.
b)
Kuadran Kedua, “Pertahankan Kinerja” (High Importance & High
Performance)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor
penunjang bagi kepuasan konsumen sehingga pihak manajemen
berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya dapat
terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai.
41 c)
Kuadran Ketiga,
Performance)
“Prioritas
Rendah”
(Low
Importance
&
Low
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat
kepuasan yang rendah dan sekaligus dianggap tidak terlalu penting bagi
konsumen, sehingga pihak manajemen tidak perlu memprioritaskan atau
terlalu memberikan perhatian pada faktor –faktor tersebut.
d)
Kuadran Keempat, “Cenderung Berlebihan” (low importance & high
performance)
Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu
penting sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya
yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain yang
mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan
peningkatan, semisal dikuadran keempat.
Tinggi
Tingkatkan
Kinerja
Prioritas
Penanganan
Prioritas
Rendah
Pertahankan
Kinerja
1
2
3
4
Cenderung
Berlebihan
Rendah
Rendah
Tingkat
Kepuasan
Tinggi
Gambar 1. Pembagian Kuadran Importance Performance Analysis
Sumber : Brandt dalam Olujide JO, Mejabi OV (2007)
3.1.5. Indeks Kepuasan Konsumen (Customer Satisfaction Index)
Customer Satisfaction Index merupakan metode yang menggunakan
indeks untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen berdasarkan atribut-atribut
tertentu. Pada dasarnya pengertian kepuasan konsumen mencakup perbedaan
antara kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Menurut Rangkuti
(2006), tujuan dari CSI adalah :
1.
Alat kebijakan pangambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan.
42 2.
Alat untuk menyusun strategi pemasaran.
3.
Alat untuk memonitor dan mengendalikan aktivitas perusahaan sehari-hari.
4.
Alat untuk mencapai salah satu misi yang telah ditetapkan, yaitu
memperoleh kepercayaan melalui kepuasan konsumen.
Terdapat lima langkah dalam perhitungan Customer Satisfaction Index
(Dixon & Masey, 1991), yaitu :
1.
Menentukan Mean Importance Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score
(MSS), yaitu nilai yang berasal dari rata-rata tingkat kepentingan dan
kinerja tiap responden.
2.
Membuat Weight Factors (WF), yaitu persentase nilai MIS per atribut
terhadap total MIS seluruh atribut.
3.
Membuat Weight Score (WS), yaitu perkalian antara Weight Factors
dengan rata-rata kepuasan (Mean Satisfaction Score = MSS).
4.
Menghitung Weighted Total (WT), yaitu menjumlahkan Weight Score dari
semua variabel.
5.
Menentukan Customer Satisfaction Index (CSI) dengan menjumlahkan
Weighted Total dengan skala nominal yang digunakan kemudian dikalikan
100 persen.
Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria
tingkat kepuasan pelanggan.
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian ini mengambil lokasi di Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen,
Kecamatan Ciawi. Serta mengambil LKM-A Rukun Tani sebagai objek penelitian
karena lembaga keuangan ini merupakan pengembangan dari unit usaha simpan
pinjam yang dikelola oleh Gapoktan Rukun Tani dan menjadi alasan yang
membuat Gapoktan Rukun Tani menjadi juara dalam verifikasi gapoktan seKabupaten Bogor oleh BP4K. LKM-A Rukun Tani memiliki laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi. Informasi yang didapatkan dari laporan
keuangan LKM-A adalah jumlah SHU yang didapatkan tiap bulan menunjukkan
angka yang berfluktuasi, serta terjadi peningkatan jumlah anggota tiap bulannya.
Dengan kondisi seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka untuk mengetahui
bagaimana kinerja LKM-A Rukun Tani secara keseluruhan diperlukan suatu
43 pengukuran kinerja, yaitu dengan menganalisis kinerja keuangan dan mengukur
tingkat kepuasan nasabah LKM-A Rukun Tani.
Kinerja keuangan LKM-A diukur dengan menggunakan laporan keuangan
yang berupa Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Arus Kas. Dengan
menggunakan laporan keuangan tersebut, maka peneliti dapat menganalisis rasio
keuangan LKM-A Rukun Tani. Dalam menganalisis rasio keuangan tersebut
digunakan rasio likuiditas untuk mengetahui kemampuan LKM-A memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, rasio rentabilitas untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba, serta rasio solvabilitas untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban perusahaan, baik
hutang jangka pendek ataupun hutang jangka panjangnya. Setelah mengetahui
hasil dari masing-masing rasio, maka dapat diketahui bagaimana kondisi
keuangan LKM-A Rukun Tani tersebut.
Dari segi kepuasan nasabah mengenai pelayanan yang dilakukan oleh
LKM-A, peneliti telah menentukan atribut-atribut mutu pelayanan yang
disesuaikan antara teori dengan kondisi lapang. Atribut-atribut tersebut
digolongkan dalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu : berwujud (Tangible),
keandalan (Reliability), ketanggapan (responsiveness), kepastian (Assurance), dan
empati (Emphaty). Atribut-atribut mutu pelayanan yang telah disusun akan dinilai
oleh nasabah menurut tingkat kepentingan dan tingkat kinerja LKM-A Rukun
Tani. Tingkat kepentingan nasabah memperlihatkan apakah atribut tersebut
memiliki kepentingan pada mutu pelayanan yang baik menurut nasabah.
Sedangkan tingkat kinerja LKM-A menggambarkan apakah nasabah merasa puas
dengan atribut mutu pelayanan yang ditawarkan oleh LKM-A. Selain tingkat
kepentingan dan tingkat kinerja, karakteristik nasabah juga penting untuk melihat
kondisi nasabah yang dapat diperoleh dengan menggunakan analisis deskriptif.
Untuk menentukan atribut yang memiliki tingkat kepentingan bagi
nasabah, maka menggunakan alat analisis Importance Performance Analysis
(IPA), serta alat analisis untuk mengukur tingkat kinerja LKM-A adalah Customer
Satisfaction Index (CSI). Alat analisis IPA dan CSI dapat mengukur tingkat
keputusan nasabah terhadap mutu pelayanan LKM-A Rukun Tani. Setelah
mengetahui hasil dari IPA dan CSI tersebut, maka didapatkan atribut-atribut yang
44 perlu dipertahankan dan atribut apa yang kinerjanya dianggap berlebihan oleh
nasabah LKM-A. Sehingga pihak LKM-A dapat memberikan upaya perbaikan
dan peningkatan mutu pelayanan LKM-A Rukun Tani.
Setelah mengetahui kondisi kinerja keuangan dan tingkat kepuasan
nasabah LKM-A Rukun Tani, maka dapat terlihat kinerja LKM-A secara
keseluruhan dan dapat direkomendasikan saran-saran yang dapat memperbaiki
kinerja LKM-A Rukun Tani. Sehingga diharapkan LKM-A Rukun Tani mampu
menjadi lembaga keuangan yang mampu menghadapi permasalahan yang sering
terjadi pada lembaga keuangan mikro di Indonesia. Secara ringkas dan sistematis,
bagan alur pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
45 LKM-A Rukun Tani
• SHU berfluktuasi
• Jumlah anggota meningkat tiap bulannya
Kinerja LKM-A Rukun Tani
Kepuasan Nasabah LKM-A Rukun Tani
Kinerja Keuangan
LKM-A Rukun
Karakteristik
Nasabah
Laporan Keuangan :
• Neraca
• Laporan Laba Rugi
• Laporan Arus Kas
Pelayanan yang Diberikan
oleh LKM-A Rukun Tani
Atribut Mutu Pelayanan Nasabah
Analisis
Deskriptif
Tanggapan Nasabah
terhadap Mutu Pelayanan
LKM-A Rukun Tani
Analisis Rasio Keuangan
• Rasio Likuiditas
• Rasio Rentabilitas
• Rasio Solvabilitas
Tingkat
Kepentingan
Nasabah
IPA dan CSI
Tingkat Kinerja
LKM-A Rukun Tani
Kondisi Keuangan
LKM-A Rukun Tani
Analisis Kepuasan Nasabah terhadap
Mutu Pelayanan LKM-A Rukun Tani
Upaya Perbaikan dan Peningkatan
Mutu Pelayanan LKM-A Rukun Tani
Evaluasi dan Rekomendasi
kepada LKM-A Rukun Tani
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
46 
Download